Part 2 of 4

Dia tahu ...,

24 Desember 2018.

"Merry Christmas!"

Sorakan yang terdengar di sekelompok orang yang duduk tak jauh dari Samatoki. Sementara Samatoki yang sedang meminum bir hanya bisa mendecih kemudian berdiri, dengan tangannya mengeluarkan sejumlah uang di atas meja. Setelah itu Samatoki berjalan keluar dari bar yang dia kunjungi, lalu mengeluarkan rokok dari dalam sakunya.

Akibat kasus yang semakin parah, Jyuto tidak punya waktu untuk liburan. Laki-laki itu sedang sibuk di apartemennya, melihat lembar demi lembar laporan pembunuhan bulan ini. Riou? Dia sedang menghabiskan malam natal bersama hewan-hewan liar di hutan.

Survival Christmas, katanya.

Samatoki akan menghabiskan waktunya bersama adiknya besok, karena sang adik sedang menghabiskan malam natal ini bersama teman-temannya, yang tentunya sudah Samatoki pastikan semuanya adalah perempuan.

"Samatoki?"

Merasa familier dengan suara yang memanggilnya, Samatoki menoleh ke sumber suara dan melihat (Name) sedang menatapnya dengan heran.

"(Name)."

"Apa yang kau lakukan sendirian disini?"

"Memangnya kenapa kalau aku sendirian?"

"Kalau begitu temani aku~" ucap (Name) tersenyum kemudian mendekati Samatoki, dan langsung merangkul tangan Samatoki.

Samatoki hanya memandang datar (Name), kemudian menoleh ke arah lain.

"Terserah padamu, sekarang kau mau kemana?"

"Pelabuhan?"

"Mhm."

"Oh, aku juga ingin menceritakan bagaimana date-ku dengan Ichiro berlangsung."

Ekspresi Samatoki sedikit berubah, namun dia tak berkata apa-apa. (Name) yang menyadari respons pasif dari Samatoki melirik ke arah laki-laki itu.

"Kau tidak marah?"

"Untuk apa? Aku tidak berhak untuk marah, kan?"

(Name) menoleh ke arah Samatoki, menatap lama wajah laki-laki itu, sebelum akhirnya kembali menoleh ke depan.

"Hm, begitu ya?"

[][][]

"Jadi akhirnya kami sepakat untuk menghabiskan waktu date kami dengan makan di salah satu restoran terbaik di Ikebukuro."

Samatoki mendengarkan dari awal (Name) bercerita, tanpa menyela perempuan itu sedikit pun. Sementara (Name) sendiri sangat asyik dengan ceritanya dimana dia date dengan Ichiro dari siang sampai sore tadi, bahkan sampai tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di pelabuhan tujuan mereka.

"Tapi Ichiro bilang kami harus selesai jam enam," ucap (Name), "aku tidak mempertanyakan maksud Ichiro, kupikir dia juga perlu waktu untuk adik-adiknya."

(Name) kemudian menoleh ke arah Samatoki dengan antusias.

"Dan ternyata dia ingin mengantarku pulang setelah date! Karena Ichiro tahu aku tinggal di Yokohama. Tapi sayang aku harus menolak tawarannya karena aku tidak ingin menyusahkan, dan aku masih ada urusan setelah date kami," jelas (Name) tersenyum, "Ichiro sempat bersikeras namun akhirnya memaklumi, sasuga informan gelap favoritku."

'Tapi bocah sialan itu tetap tidak tahu kalau perempuan yang date dengannya ini adalah seorang pembunuh berantai,' pikir Samatoki, 'atau dia sudah tahu?'

"Sudah puas ceritanya?" tanya Samatoki kemudian, dengan raut wajah yang terlihat sekali kalau dia tidak suka dengan cerita (Name).

Sementara (Name) sendiri hanya mengembungkan kedua pipinya, lalu menyandarkan kepalanya ke pundak Samatoki.

"Sudaaah~" jawab (Name) malas, "tapi terima kasih sudah mendengarkan."

"Iya, iya. Sekarang ayo pulang."

"Eeeh? Cepat sekali!?" kaget (Name) menahan Samatoki bergerak dari posisinya.

"Cepat? Apa kau sadar berapa lama kau mengoceh tadi?"

"E-eh, uhm, 30 menit?"

"Ya, 30 menit, sekarang ayo pulang."

"Eeeh, 30 menit itu sebentar! Lagipula kita baru sampai di pelabuhan ini, kan?"

"Kita sudah sampai sejak setengah ceritamu, kau terlalu asyik dengan ceritamu untuk menyadari hal itu."

"T-tapi tetap saja ...."

Samatoki memandang lama (Name) yang kembali mengembungkan kedua pipinya, dan akhirnya menghela napas dan menjitak kening (Name).

"Baiklah, aku mengerti, berhenti merengek seperti anak kecil."

Wajah ngambek (Name) kini berubah menjadi ekspresi bahagia, dan perempuan itu pun ndusel ke pundak Samatoki.

"Terima kasih."

"Mhm."

Samatoki melihat ke sekitarnya, kemudian menatap (Name) yang tak menghilangkan senyum lebar di wajahnya.

"Kenapa kau bersikeras untuk menetap lebih lama? Ini sudah malam, tidak baik perempuan sepertimu ada diluar di jam segini."

(Name) melihat jam tangannya, yang menunjukkan pukul sebelas malam, namun kemudian mengangkat kedua bahunya dengan acuh.

"Tidak apa-apa, toh aku bersamamu, kan?"

Samatoki hanya memutar matanya dengan bosan, dan hendak menyahut—

"AAAAAAH!"

—namun terpotong oleh jeritan seorang perempuan yang berada di dekat mereka. Samatoki mengerutkan alisnya saat melihat orang-orang mulai mengerumuni salah satu tepi pelabuhan.

Perasaannya tidak nyaman mengenai ini.

Samatoki melirik ke arah (Name) yang juga sedang memandang kerumunan tersebut. Senyum lebarnya kini berganti menjadi senyum manisnya. Namun detik selanjutnya, (Name) sudah memasang wajah khawatir lalu menoleh ke arah Samatoki.

"Nee Samatoki, ada apa ya disana?"

Samatoki hanya mendengus, dengan pandangannya yang kini tertuju pada kerumunan yang ada di depannya.

"Entahlah, aku tidak tertarik dengan hal ini. Ayo pulang."

"Lihat sebentar, yuk."

Tanpa menunggu balasan dari Samatoki, (Name) kemudian menarik Samatoki menuju kerumunan itu.

Mengerikan.

Setiap orang yang datang melihat pasti akan berpikiran demikian saat melihat kejadian yang ada di depan mereka. Seorang mayat kembali ditemukan, dengan kondisi yang kurang lebih sama mengenaskannya dengan mayat-mayat yang ditemukan selama beberapa minggu terakhir.

"Astaga ...," (Name) meletakkan sebelah tangannya yang bebas di depan mulutnya, dengan tangan sebelahnya yang masih merangkul Samatoki perlahan mengerat.

"Sudah kubilang, ayo pulang."

Kali ini Samatoki yang menarik (Name) keluar dari kerumunan tersebut, yang tak jarang juga dia melihat beberapa orang yang muntah karena melihat mayat yang kini sedang diamankan oleh pihak kepolisian yang kebetulan berjaga di pelabuhan semenjak kasus pembunuhan awal bulan Desember.

'Bertambahlah kasus yang Jyuto tangani,' batin Samatoki melihat salah satu polisi yang menghubungi atasannya, yang sepertinya adalah Jyuto sendiri.

Sadar perempuan yang berjalan di sebelahnya tidak bersuara, Samatoki menoleh ke arah (Name), dapati tangan perempuan itu masih menutup mulutnya.

"Tidak cukup."

Samatoki mengangkat sebelah alisnya saat mendengar suara pelan (Name). Perlahan perempuan itu menurunkan tangannya, dimana mulutnya kini sedang menggertakkan gigi. Sorot mata (Name) kini berubah menjadi sorot mata tidak suka.

"Kupikir dua jam itu cukup untukmu?" sahut Samatoki.

"Tentu saja tidak! Aku hanya sempat membunuh dan memotong jari tangannya, memgambil barang-barangnya serta menghanyutkan mayatnya," komentar (Name) masih dengan nada penuh kebencian.

"Lalu, kali ini siapa?"

Bagai membalik telapak tangan, ekspresi (Name) kembali berubah menjadi ekspresi manis seperti biasanya.

"Oh, dia adalah saingan Ichiro."

Pandangan Samatoki kembali fokus ke depannya.

"Kau mau berbuat banyak demi bocah sialan itu."

(Name) menghela napas, kemudian ikut fokus ke depan.

"Bukannya sudah jelas, itu karena aku menyukainya."

... perempuan itu menaruh hati pada musuh bebuyutannya, Ichiro.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top