Manusia Bonsai

Senyumku terukir. Rasanya sejak tadi pagi bibirku selalu tersungging. Antusias dan tidak sabar menunggu bel berbunyi di jam terakhir.

Berkali-kali kulirik jam tangan yang menunjukkan pukul 14.47. Aku harus menunggu 13 menit lagi. Jariku mengetuk-ketuk meja dengan tidak sabar sambil menghitung mundur. Kakiku bergoyang gelisah. Pikiranku sudah tidak fokus.

Kelas tambahan ini kenapa lama sekali?

Entah apa yang dibicarakan Pak Atma di depan sana. Papan tulis itu penuh dengan coretan rumus matematika, dan aku tidak peduli.

Aku ingin segera pulang.

Teet... Teet... Teet...

Bibirku semakin merekah memancarkan senyum yang teramat riang. Setelah penutupan singkat dan berdoa, Pak Atma keluar, pun denganku yang menyambar tas biru dongker lalu berlari menuju pintu.

"Jinna, mau ke mana?" teriak Sarah.

"Pulang!" Aku balas berteriak tanpa menghentikan langkah kaki.

Berlari kecil menyusuri lorong sekolah. Hampir saja aku menabrak seseorang di belokan lorong. Duh, saking semangatnya aku jadi tidak hati-hati.

"Maaf, Pak!" sesalku lalu tersenyum ceria dengan binar mata takjub menatap pria itu.

Pak Rio, guru seni yang usianya masih muda. 28 tahun dan berwajah tampan. Wajar saja kalau dia jadi idola di sekolah ini, mengalahkan Vicky, sang Most Wanted. Namun, sukses membuatku cemburu sekaligus bangga.

"Lain kali hati-hati." Pak Rio tersenyum dengan nada kaku.

Ahh, meski begitu, aku meleleh dengan senyumnya.

"Saya permisi dulu, mau ke ruang guru." Selalu begitu, terlalu formal. Padahal tidak ada siapa pun di sini.

Aku mengangguk. Mataku tak lepas memandangnya.

"Hm, Pak, langsung pulang, kan?" tanyaku saat dia melangkah menjauh. Aku terkesiap mendengar suara yang keluar terlalu kencang.

Pak Rio menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati keadaan. Dia kembali mendekat dengan langkah gegas.

"Sstt, jangan keras-keras," ucapnya seraya menempelkan ibu jari di bibirnya. "Aku langsung pulang, tunggu di rumah."

Aku mengangguk. Dia pun kembali berjalan menuju ruang guru. Untuk sejenak aku mengamati caranya berjalan. Bahu bidangnya begitu kokoh. Kaki panjangnya membuat dia terlihat seperti jerapah. Ya, jika dibandingkan denganku, kami layaknya jerapah dan domba. Dia menjulang tinggi dan aku yang nggh, kecil, mungil, pendek, bahkan sebagian temanku menjuluki dengan Manusia Bonsai. Ck!

Pak Rio menghilang, masuk ke dalam ruang guru. Saatnya aku pulang, menyiapkan masakan dan pergi ke rumahnya. Eh, bukan aku, sih yang memasak, tepatnya Bi Sari yang mengolah makanan dan aku bertugas menyusun di kotak makan.

Hatiku benar-benar menghangat saat ini. Peran siswi SMA yang baik selama senin sampai jumat akan berganti di hari sabtu dan minggu. Hanya dua hari. Dan, selama itu aku harus menggunakan waktu sebaik mungkin.

Kalian pasti tidak menduga, bukan? Kalau sebenarnya Pak Rio itu adalah....

°°°°°°°°°°

Pak Rio siapanya Jinna, ya?
Penasaran ga sama lanjutannya?

Vote dan komen, dong. Biar Si Otor semangat lanjutinnya, nih

Hihihi...
Salam Semanis Madu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top