HIM~30

Peluh pelepasan bercucuran dari tubuh Al dan Prilly. Napas mereka memburu. Sejak usia kandungan Prilly memasuki bulan ke 8, aktivitas sex-nya pun kembali meninggi. Al sudah sering menolak takut jika akan menyakiti bayi yang ada di dalam kandungan Prilly. Namun Prilly selalu mamaksa, Al sudah diskusikan hal tersebut kepada Dokter kandungan Prilly. Itu hal yang wajar dan boleh dilakukan asal tak mengganggu kandungannya.

"Terakhir ini ya?" kata Al sambil membersihkan kewanitaan Prilly.

"Aaaaaaa, nggak mau," tolak Prilly manja melihat tubuh kekar suaminya yang masih telanjang polos.

"Emes, bentar lagi kamu mau lahiran Sayang. Aku takut kamu mengalami kontraksi awal yang bisa aja kamu melahirkan prematur," jelas Al menutupi tubuh istrinya yang masih telanjang bulat dengan bed cover.

Al mencium perut Prilly lalu beralih mencium kening istrinya cukup lama. Al tahu Prilly saat ini sedang ngambek dengannya. Karena Al sering memperingatkan hal tersebut. Al berbaring dan menyelusupkan tubuhnya di bawah bed cover lalu memeluk tubuh istrinya agar tak lagi marah padanya.

"Om Jang," lirih Prilly memainkan bulu tangan Al yang melingkar di dadanya manja.

"Hmmm, apa Sayang?" sahut Al membuka matanya seraya menatap wajah istrinya.

"Aku takut melahirkan. Biar begini aja ya?" kata Prilly membuat Al tertawa renyah.

"Mana bisa sih Emes, anak kita juga butuh keluar dari perut kamu. Dia juga butuh bernapas sendiri dan menikmati keindahan di dunia ini. Emang kamu mau perutnya besar begini terus?" ujar Al terkekeh geli mendengar kata istrinya yang tak masuk akal itu.

"Tapi aku takut Om Jang, katanya melahirkan itu sakitnya luar biasa," rajuk Prilly memiringkan tubuhnya memeluk tubuh Al.

Al mengelus punggung Prilly lembut. Ia mencium kepala Prilly agar hati istrinya itu tak risau.

"Kamu tenang aja ya? Kita kan bikinnya barengan, jadi nanti berjuang melahirkannya juga bareng. Aku akan temani kamu," seru Al menenangkan hati Prilly.

"Bener ya?" sahut Prilly mendongak menatap wajah suaminya yang sedang tersenyum sangat manis padanya.

"Iya, sekarang bobo ya?" ajak Al menyibak rambut Prilly ke atas agar tak menghalangi wajah cantiknya.

Prilly memajukan bibirnya untuk mencium bibir Al, namun Al menolak karena dia tahu nanti ujungnya akan mengajaknya bercinta lagi.

"Aaaaaa, kenapa menghindar?" rengek manja Prilly.

"Pasti ujung - ujungnya mancing minta unyil lagi kan?" ujar Al membuat Prilly tersenyum malu - malu karena Al dapat menebak isi pikirannya.

"Sebentar, satu kali ini aja. Besok sampai aku selesai melahirkan libur dulu deh. Ya? Ayoooo," rajuk Prilly manja sambil memainkan puting Al, salah satu tempat titik rangsangan.

Al memejamkan matanya saat Prilly menyentuh kejantanannya yang sedikit demi sedikit mengeras. Prilly tersenyum puas dan meluruskan aksinya.

***

Di ruangan khusu yang sudah Al siapkan untuk persalinan istrinya terasa nyaman dan relaks. Dokter kandungan yang selama ini mendampingi Prilly dan memeriksa kehamilannya berada di sana. Tidak lupa Al juga menyiapkan Dokter anak, Suster dan perawat. Tidak luput alat yang dibutuhkan saat persalinan dan obat - obatan pun tersedia di ruang itu.

"Om Jang, aku haus," pinta Prilly saat dia duduk di sebuah birthing ball untuk menunggu pembukaan selanjutnya.

Al berdiri mengambilkan minum untuk Prilly. Sangat setia dan telaten Al menjaga dan menemani Prilly. Tadi sebelum masuk di ruangan yang sudah disterilkan lebih dulu, Al membantu Prilly membersihkan diri sesuai petunjuk sang Dokter. Al memandikan Prilly memotong bulu di area kewanitaannya dan memotong kuku Prilly yang panjang. Al juga membantu mengikat rambut Prilly agar nanti tak menghalangi istrinya saat melahirkan.

Di luar ruangan tersebut sudah ada keluarga mereka yang menunggu. Adel, Mona, Ebie dan Neneng ikut merasa tegang dan was - was. Tak henti - hentinya doa mereka panjatkan kepada Sang pencipta.

Di dalam ruangan tersebut dibuat serelaks mungkin. Lampunya redup dan dipasang lilin - lilin beraroma lembut dibeberapa tempat. Ada juga aromatheraphy yang wanginya lembut, harum lavender kesukaan Prilly. Air di bak melahirkannya pun juga sudah stand by. Prilly semakin nyaman karena ditemani alunan musik jazz yang melantun indah menenangkan hati dan pikiran.

"Jangan tegang ya? Aku di sini bersama kamu," ujar Al yang sebenarnya dirinya sendiri pun merasa cemas dan tak tega melihat Prilly selalu merintih kesakitan.

Sejak masuk di ruangan tersebut Prilly sudah siap hanya mengenakan bikini, sedangkan Al hanya mengenakan boxer-nya saja.

"Om Jang, ssshhhh aw, aku merasa mau pipis," desis Prilly sambil meringis kesakitan.

Al menatap Dokter yang selalu siap di sana menunggu waktu melahirkan tiba.

"Antar saja, tapi hati - hati ya? Biasanya kalau sudah mau lahir begitu. Merasa mau pipis dan BAB," jelas Dokter membuat Al ragu untuk mengantarkan Prilly.

"Ayo, antar aku ke kamar mandi," pinta Prilly sudah berdiri. Al lalu mengantar Prilly dan ikut masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah selesai, Prilly dan Al pun keluar. Prilly kembali duduk di birthing ball dibantu endorphine massage oleh sang Dokter. Untuk menghancurkan suasana tegang, kadang Al becanda dengan Dokter dan para perawat sesekali menggoda istrinya agar Prilly dapat tenang. Prilly pun akhirnya dapat benar-benar menikmati setiap gelombang cinta yang hadir di dalam perutnya. Dia mulai terbiasa meraskan sakit yang datang dan pergi sesuaikan hatinya. Candaan dan godaan para Dokter kepada Prilly membuatnya sama sekali tidak mengeluarkan teriakan sakit. Justru tawa lepas dan sesekali mendesah karena sakit yang datang tiba - tiba.

"Om Jang, cukup punya anak satu aja ya?" seru Prilly disela canda tawa mereka.

"Yakin? Jangan bilang begitu Bu Prilly. Nanti kalau udah lewati masa nifas minta Pak Al buat nyerang lagi," goda seorang Suster membuat semua terkekeh.

"Udah kapok saya Dok. Dia mah enak nggak ngerasain sakitnya. Enak bikinnya aja," cerca Prilly sebal menatap Al tajam. Namun yang di tatap bukannya takut justru Al tertawa terbahak.

"Kapok - kapok cabe rawit. Bilangnya kapok, lihat aja nanti tiga atau empat tahun ke depan, pasti begini lagi," gurau sang Dokter.

"Mau cepet - cepet bikin lagi aja Dok. Biar sekalian biayanya sekolah dan lain - lainnya," sahut Al mengerling kepada Prilly.

"No!!! Ini aja belum keluar Om Jang? Ya ampun, udah rencana bikin aja, kamu tuh! Ini keluarin dulu baru nanti mikirin itu lagi," sergah Prilly membuat semua orang yang di dalam ruang tersebut tertawa.

"Ya kan? Baru aja tadi dia bilang nggak mau lagi. Tapi diajak bikin mau tuh," goda Suster membuat Prilly menutup mulutnya dengan pipi merah merona karena malu termakan omongan sendiri.

Al yang melihat wajah istrinya begitu, merasa sangat gemas dan ingin sekali mencubit dan menggigit pipinya yang chubby. Setelah menunggu akhirnya waktunya pun tiba. Sang Dokter anak mengatur suhu air hangatnya sebelum Prilly masuk ke dalam bak.

"Sudah siap?" tanya Dokter kepada Prilly.

Prilly memeluk Al, merasa takut sambil sesekali merintih kesakitan. Al membopong Prilly masuk ke dalam bak lalu melepas celana dalam istrinya di dalam Air. Saat masuk ke dalam air, tubuh Prilly terasa sangat rileks. Al duduk di belakang Prilly, menemani istrinya berjuang. Sesekali Prilly berjongkok, duduk atau pun berpindah - pindah posisi yang membuatnya nyaman untuk mengejan di dalam air. Al tetap menemani dan membatu Prilly mengelus pinggangnya.

"Cari posisi yang nyaman buat kamu mengejan," seru sang Dokter bersiap di depan bak, melihat kewanitaan Prilly dengan sebuah kaca dan alat penerangan. Dokter selalu mengecek bagaimana keadaan posisi bayi Prilly. Prilly menyandarkan tubuhnya di depan dada Al.

"Sakit," rintih Prilly mengadu kepada sang suami.

Al mencium kening Prilly, dia juga merasa kasihan dan tak tega melihat istrinya kesakitan hingga mengeluarkan air mata.

"Yang kuat ya? Aku menemani kamu. Katanya, nanti kalau anak kita udah lahir mau ngajakin dia jalan - jalan ke Belenda. Nanti kita liburan di sana," ujar Al menenangkan hati istrinya.

"Janji ya?" sahut Prilly mendongak menatap wajah Al yang dibuat setenang mungkin walau di dalam hatinya sebenarnya ia juga gelisah.

"Iya, janji. Aku akan menuruti semua maunya kamu nanti di sana," jawab Al mencium bibir istrinya singkat agar hati Prilly lebih tenang.

"Mengejan lagi ya Bu, kepalanya sudah terlihat," seru sang Dokter.

Prilly meremas lengan Al kuat, hingga Al merasakan perih. Namun itu bagi Al tak seberapa jika melihat kesakitan istrinya seperti itu.

"Om Jaaaaang, kamu harus tanggung jawab. Ini sakit banget," pekik Prilly membuat para Dokter dan Suster yang membantunya melahirkan tersenyum.

"Udah tanggung jawab kali aku, Emes. Kurang apalagi?" sahut Al sedikit bergurau agar Prilly tetap terhibur dan tidak tegang.

"Pokoknya nanti kamu harus puasa 1 tahun. Nggak mau tahu!!!" Semua tertawa mendengar celetukan asal Prilly itu.

"Iya, kalau kamu tahan," jawab Al pelan dan asal.

Prilly kembali mengejan saat sang Dokter menginterupsinya. Namun sepertinya ada kesulitan karena kepala bayi tak kunjung keluar.

"Ibu Prilly jangan tegang, rilaks dan bayangkan hal yang membuat Anda merasa bahagia." Sang Dokter memberikan sugesti kepada Prilly.

Al membenarkan posisi tubuh Prilly yang melorot. Prilly menarik napasnya dalam. Seorang perawat mengganti musik jazz-nya agar Prilly dapat menikmati alunan lagunya. Ketika tubuh Prilly sudah tenang dia membuka matanya dan bersiap untuk melanjutkan mengejan.

"Om Jang, peluk aku," pinta Prilly yang ingin merasakan pelukan ternyamannya. Hal itu yang membuatnya merasa tenang.

Al memeluk Prilly dari belakang, sedangkan tangan kanan Prilly memegang tengkuk Al dan tangan kirinya mencengkeram lengan suaminya. Telapak tangan Al mengusap lembut perut Prilly agar hati Prilly semakin tenang.

"Sudah? Ayo berjuang lagi ya Bu," kata Dokter yang melihat Prilly kini semakin rilaks.

Prilly merasakan sakit yang luar biasa hingga sesekali tubuhnya terangkat ke atas hingga kepalanya mendongak. Al menyelusupkan wajahnya di leher kanan istrinya. Dia tak tega melihat Prilly seperti itu.

"Pak Al lihatlah ke bawah, sebentar lagi anak Bapak mau keluar," pinta sang Dokter.

Al melihat ke dalam air, sangat jelas terlihat kepala anaknya hampir keluar dari vagina istrinya. Prilly masih sibuk mengejan, hingga terlihat tubuh mungil meluncur indah dengan selaput ketuban yang masih utuh. Al terkejut dengan keajaiban yang terjadi tepat di depan matanya itu. Al speecles melihat bayinya berenang di dalam air yang sedikit memerah karena tercampur dengan darah istrinya. Dengan cepat Dokter anak mengangkat bayi mungil itu dan menidurkan di depan dada Prilly. Perasaan lega dan haru bercampur menjadi satu saat Al dan Prilly dapat menyentuh bayi mereka nyata.

"Om Jang, anak kita," lirih Prilly menyentuh pipi si kecil.

Tim yang membantu persalinan Prilly pun langsung bernyanyi Happy birthday to you sambil bertepuk tangan bahagia saat melihat bayi mungil itu berhasil terlahir dengan selamat tanpa ada kekurangan suatu apa pun. Air mata haru menggantung di pelupuk mata Al dan Prilly. Sungguh pengorbanan yang tiada duanya sebagai seorang ibu, Al lalu memeluk Prilly yang sedang mengatur napasnya. Prilly merasa tubuhnya terasa lemas karena tenaganya terkuras untuk memperjuangkan buah hati mereka yang kini sudah lahir ke dunia. Al menangis sambil memeluk tubuh Prilly. Bahagia tak dapat terelakkan dari hati keduanya.

Dokter anak pun mengangkat bayi mungil itu dari depan dada Prilly lalu menepuk - nepuk punggungnya agar sisa air ketuban dan air yang masuk ke dalam hidung sang bayi keluar. Al dan Prilly masih sibuk menangis bahagia sambil berpelukan. Sedangkan Dokter kandungan memotong tali pusar.

"Sudah Pak Al, angkat istrinya," seru sang Dokter setelah tali pusar si kecil terputus dengan Prilly.

Seorang perawat sudah mempersiapkan handuk untuk Prilly dan Al. Setelah handuk kimono terpasang di badan Prilly, Al segera mengangkatnya dan menidurkan Prilly di atas ranjang. Bayi mungil itu akhirnya dapat menangis keras hingga terdengar sampai di luar.

"Mami, udah lahir," pekik Ebie girang lalu berdiri dari duduknya dan memeluk Adel yang sedari tadi berdiri gelisah di depan pintu bersama Mona.

Rasa bahagia tak dapat mereka tutupi. Neneng memeluk Mona, semua menangis haru.

"Alhamdulillah ya Allah," puji syukur Adel panjatkan kepada Tuhan.

"Beb, kita jadi Oma," seru Mona merentangkan tangannya lalu memeluk Adel dengan perasaan bahagia.

"Iya Say, kita jadi Macan," ujar Adel membuat Mona seketika melepas pelukannya dan menatap Adel bingung.

"Macan?" tanya Ebie juga sempat mendengar celetukan Adel tadi.

"Iya, Oma Cantik, disingkat jadi Macan," jelas Adel membuat mereka tertawa lepas.

"Jadi teringat ceritanya Rex_delmora yang My Daddy is Singgle Parent," sahut Neneng membuat mereka semakin tertawa.

Kebahagian menyambut kehadiran anggota baru adalah hal yang tak dapat digambarkan dengan kata - kata. Dia adalah anugerah terindah yang memiliki banyak harapan di dalam benak kedua orangtuanya.

Di dalam ruangan Al tak henti - hentinya memeluk Prilly dan menciumi wajahnya dengan perasaan bahagia.

"Makasih ya Sayang, kamu sekarang udah jadi Mama," ucap Al tepat berada di depan wajah istrinya yang begitu dekat sambil memegangi dagunya.

Prilly tersenyum seraya menahan tangisan haru karena sudah berhasil melahirkan seorang putri yang mungil dan cantik.

"Makasih sudah menjadi suami yang hebat dan siaga. Kamu benar - benar pria yang perfect dan responsible. Aku beruntung menikah denganmu," ujar Prilly lalu memeluk Al erat.

"Udah pelukannya? Sekarang waktunya kasih ASI pertamanya ya, Bu Prilly," kata Suster yang berdiri di samping ranjang menggendong bayi mungil Al dan Prilly.

Mereka pun melepas pelukannya, lalu menatap Suster yang sudah tersenyum sangat manis. Lampu ruangan tersebut dinyalakan, kini menjadi terang benderang. Al membantu Prilly duduk bersandar di kepala ranjang. Suster itu pun mengajari Prilly cara menggendong yang benar dan Al memperhatikan penjelasan Suster yang mengajari Prilly menyusui.

"Pak Al ngalah dulu ya sama anaknya. Sekarang giliran si kecil yang menyusu," seru Dokter anak yang melihat Al sangat serius memperhatikan anaknya yang belajar mencari puting istrinya.

Al tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena malu. Prilly yang melihat hal itu lalu terkekeh.

"Papa, harus mengalah sama dedek. Kan kemarin Papa udah habisin nenennya Mama. Sekarang gantian dedek yang habisin," seru Prilly menggoda Al sambil mengerling jahil.

Al hanya tersenyum lalu masuk ke kamar mandi membersihkan diri dan melengkapi pakaiannya. Seorang perawat dan Suster membereskan alat - alat yang tadi untuk membantu persalinan Prilly. Dibantu juga oleh Dokter, sedangkan Prilly masih sibuk menyusui anaknya. Al keluar dari kamar mandi, sudah terlihat rapi dan rambut yang basah.

"Dok, pintunya sudah bisa dibuka? Saya yakin pasti mereka sudah tidak sabar ingin masuk," kata Al menunjuk ke arah pintu kamar.

"Oh iya, boleh Pak Al. Silakan," seru Dokter anak lalu Al membuka pintunya.

Benar saja apa yang dikatakan Al, begitu pintu terbuka, Adel, Mona, Neneng dan Ebie langsung masuk. Mereka langsung menghampiri Prilly yang sedang sibuk menyusui buah hatinya.

"Alhamdulillah, cantiknya cicit Oma," pekik Neneng langsung merangkak di samping Prilly.

Senyum bahagia terpancar dari raut wajah semua orang di sana. Tatkala hati merasa bahagia, hanya ucapan syukur yang dapat mereka panjatkan kepada Tuhan sang pemberi nikmat.

"Cieeeeee yang udah resmi jadi Mahmud. Ah, mulai sekarang aku panggil Prilly Mahmud ajalah. Predikat Emesnya ganti Mama dong?" goda Ebie melirik Al yang mengembangkan senyumannya, berdiri di depan ranjang memperhatikan istrinya yang begitu bahagia menyusui buah hati mereka.

"Kalian biasakan diri saling memanggil Mama dan Papa. Jangan lagi panggil Om Jang dan Emes. Nanti kalau anak kalian sudah bisa bicara jadi ikut - ikutan," ujar Neneng memperingatkan.

"Iya Oma," jawab Al dan Prilly bersamaan.

"Inget ya janji kamu Om Jang. Mau ajak aku ke Belanda," celetuk Prilly yang teringat janjinya tadi saat ditengah perjuangan melahirkan sang buah hati.

"Masya Allah, masih inget aja tuh janji. Kirain udah lupa," sahut Al bergurau sambil menghampiri Prilly lalu duduk di sebelahnya.

Adel, Mona dan Ebie yang berdiri di samping ranjang begitu bahagia melihat kesempurnaan keluarga kecil Al dan Prilly. Al merangkul bahu Prilly dan mengelus pipi bayi mungil yang ada di gendongan Prilly.

"Dedek manjanya jangan ngalaihin Mama ya? Kalau kalian sama - sama manja, Papa yang pusing," seru Al sambil mengelus pipi bayinya. Mendengar perkataan suaminya, Prilly menghadiahi pukulan kecil di lengan Al.

Semua tertawa bahagia mendengar gurauan Al tadi. Ruangan yang menjadi saksi bisu perjuangan Prilly melahirkan buah hatinya terasa hangat dengan kebahagian yang menyelimuti.

~#~#~#~#~#~#~#~#END~#~#~#~#~#~#~

Yeaaaaaaa, akhirnya Ending juga.
Bagaimana?
Masih sabar menunggu cerita lain dari aku?

Makasih yang udah sabar menunggu dan memberikan vote, komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top