HIM~3

Ayu mengajak Al ke sebuah club, tempat dia memiliki janji dengan teman-temannya. Al terlihat begitu melindungi Ayu dari mata para lelaki yang saus dengan sex. Mata Al menyapu tajam kepada para pria hidung belang yang menatap Ayu lapar. Al menggenggam tangan Ayu erat hingga sampai di mana teman-teman Ayu berkumpul.

"Hayyy, sorry telat," seru Ayu menyapa teman-temannya.

"Siapa Yi?" tanya Vitta salah satu sahabat Ayu saat melihat Al begitu posesif menjaga Ayu.

"Oh, ini kenalin sahabat gue dari orok, namanya Al. Dia baru pulang dari Belanda," jelas Ayu memperkenalkan Al kepada teman-temannya.

"Hallo, gue Vitta." Wanita cantik dengan pakaian mini mengulurkan tangannya kepada Al.

"Gue Al," sahut Al dingin dan singkat menerima uluran tangan dari Vitta.

"Yang ini namanya Nelly," ujar Ayu menyenggol bahu Nelly yang asyik memainkan iphone-nya.

"Eh iya, kenalin gue Nelly." Al menahan senyumannya karena teman-teman Ayu terlihat nervous dan salah tingkah di depannya.

"Gue Al," jawab Al menjabat tangan Nelly yang terasa dingin, mungkin Nelly grogi atau mungkin saja karena AC di ruang itu yang membuat tubuhnya dingin.

"Duduk Al." Ayu mengajak Al duduk bersama teman-temannya.

"Andre belum datang ya?" tanya Ayu setelah ia duduk bersebelahan dengan Nelly, sedangkan Al duduk di sofa single.

"Belum, bentar lagi mungkin," jawab Vitta menerka-nerka.

Nelly menggigit bibir bawahnya saat mengagumi mahluk tuhan yang terpahat sempurna terlihat lekuk wajahnya yang tampan dan menawan.

"Nel, jangan lama-lama lihatinnya. Kena diabetes lo entar," cerca Vitta yang memergoki Nelly sedang mengagumi Al.

"Lo dapat cowok sekece ini dari mana Yi?" Bukannya tersipu malu, Nelly justru secara terang-terangan menunjukkan rasa kagumnya.

Al yang justru salah tingkah dan berusaha stay cool. Al menyapu pandangannya ke tempat lain menghindari tatapan menggoda dari Nelly.

"Dari tong sampah! Puas lo!" ujar Ayu membuat Vitta tertawa lepas.

"Njiiirrrtt, dari tong sampah aja seganteng ini, apalagi lo dapat dari kayangan, gantengnya nggak ketulungan kali ya?" sahut Nelly mencairkan suasana menjadi lebih mengasyikan.

***

Di rumah yang cukup mewah dan luas, Mona dan Prilly masuk melenggang anggun. Adel menyambutnya dengan kebahagian begitu juga Neneng dan Ebie.

"Sorry, aku mau ngerepotin kamu lagi nih Beb," ujar Mona cipika cipiki dengan Adel.

"Yaelah, gitu aja kamu pikirin. Udah nggak usah punya pikiran begitu, daripada Prilly di rumah sendiri nggak ada yang ngawasi, mending di titipin di sini. Ya nggak Bun?" ujar Adel meminta persetujuan Neneng.

"Iya Mon, nggak usah kepikiran. Selesaikan bisnismu dengan baik," sahut Neneng mengelus rambut Prilly sayang.

"Iya Bun, aku akan cepat selesaikan biar cepet pulang juga," kata Mona merasa sungkan karena sudah sering menitipkan Prilly di keluarga ini.

"Iya, hati-hati kamu di sana, jaga ke sehatan dan kalau perlu bantuan hubungi aku. Pasti aku akan membantumu," seru Adel tulus.

"Iya ... ya udah, aku berangkat dulu ya? Takut terlambat," tukas Mona terlihat buru-buru karena mengejar waktu penerbangan.

"Mama hati-hati ya? Jangan lupa makan," pesan Prilly ikut mengantar Mona sampai luar.

"Iya sayang, kamu jangan nakal ya dan nurut kata Oma dan Tante Adel." Mona mencium kening Prilly lalu beralih menjabat tangan Neneng dan menciumnya.

"Beb, nitip Prilly ya?" ujar Mona sambil mencium kedua sisi pipi Adel.

"Iya ya," jawab Adel dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya.

"Tante hati-hati ya?" seru Ebie mencium tangan Mona.

"Iya, kamu jangan lupa belajar ya, ajak Prilly juga. Ingetin dia kalau malas belajar," tukas Mona sambil masuk ke dalam taksi.

"Iya ... iya Tante. Pasti! Tenang saja," jawab Ebie sambil merangkul Prilly.

Taksi yang di naiki Mona pun berlalu meninggalkan pelataran rumah. Mereka segera masuk ke dalam rumah sambil bergurau kecil. Tak ada perbedaan perlakuan Adel terhadap Ebie dan Prilly. Dia menyama ratakan dan bersikap adil karena Prilly saat ini juga termasuk tanggung jawabnya.

"Mi, aku naik ke atas dulu ya? Bawa barang-barang Prilly," ujar Ebie bersiap membantu membawakan tas Prilly.

"Iya, habis itu turun ya kalian. Bantuin Mami buat kue," ujar Adel sambil mengelus rambut Ebie dan Prilly lembut.

"Siap Tante," sahut Prilly mengacungkan ibu jarinya kepada Adel.

Adel tersenyum saat melihat Ebie dan Prilly saling membantu membawa tas dan koper yang terlihat kerepotan menaiki anak tangga.

"Kapan Al akan kamu ajak ke kantor Del?" tanya Neneng yang duduk di kursi goyang tak jauh dari tempat Adel berdiri.

"Besok Bun, biarkan saja hari ini dia melepas rindu dengan teman-temannya," seru Adel sambil berjalan ke dapur.

"Kamu sudah siapkan sekertaris untuk membantu Al?" tanya Neneng setelah menyeruput teh manisnya.

"Sudah Bunnn, aku pilih Corin. Soalnya kerja dia selama ini bagus dan aku nggak pernah kecewa dengan hasil kerjanya," jelas Adel mengeluarkan bahan kue.

"Terus kamu?" sahut Neneng cepat karena sebenarnya Corin adalah sekertaris Adel.

"Aku angkat Rahma sebagai sekertaris Bun."

"Tapi, bukannya Rahma itu pegawai biasa ya?"

"Iya, tapi kerja dia bagus dan aku menyukainya," jelas Adel tersenyum ramah kepada Neneng meyakinkan ibundanya bahwa pilihannya tak akan mengecewakannya.

"Ya udah kalau menurut kamu baiknya begitu," kata Neneng pasrah.

Adel hanya tersenyum merespon ucapan Neneng, lalu dia melanjutkan menyiapkan bahan dan alat untuk membuat kue.

***

Suara musik yang keras sehingga membuat gendang telinga Al merasa pekak. Keseruan canda tawa Ayu dan teman-temannya membuat Al jenuh menemani mereka. Hingga sebuah suara membuat Al menoleh ke belakang.

"Hay sayang." Seorang pria tampan dan gagah menghampiri Ayu lalu mencium pipinya.

Al yang melihat hal itu seketika merasakan nyeri pada hatinya dan matanya memanas. Tangannya reflek mengepal keras, rahangnya mengeras dan tubuhnya bergemuruh panas.

"Hay, aku pikir kamu nggak akan datang," kata Ayu setelah pria tadi duduk di sebelah Ayu dan Nelly.

"Maaf, tadi aku ngantar Mama dulu ke rumah Nenek. Jadi telat ke sininya," jelas Andre menyesal menatap Ayu lembut.

"Iya nggak papa Sayang," seru Ayu mengelap keringat Andre penuh perhatian, membuat Al semakin tak kuasa menahan panas di dadanya.

"Ehem!" Al berdehem menyadarkan keberadaannya. Ayu menatap Al yang membuang muka ke tempat lain.

"Oh iya, Dre kenalin ini sahabat aku dari kecil, namanya Al," ujar Ayu mengenalkan kekasihnya pada Al.

"Hay, gue Andre pacar Ayu." Andre mengulurkan tangannya menyapa Al ramah.

"Gue Al," jawab Al dingin karena menahan rasa ketidak sukaannya pada Andre.

Al merasa kesempatan untuk memenangkan hati Ayu pupus. Itu semua karena kehadiran Andre yang sudah lebih dulu merebut hati gadis yang sudah lama dicintainya.

"Yu, gue ke sana ya?" ujar Al bersikap tak acuh menunjuk ke sebuah bar.

"Okey. Jangan jauh-jauh lo, entar gue susah nyariin," seru Ayu tak memperdulikan perasaan Al, karena Ayu selama ini tak menaruh perasaan apa pun kepada Al, kecuali rasa sayang sebagai sahabat.

"Mau gue temenin Al?" Nelly menawari Al, karena melihat raut kesedihan di wajah tampannya.

"Nggak usah, makasih Nel," tolak Al lembut agar tak menyinggung perasaan Al.

Al berjalan gontai ke arah meja bar, Nelly yang memperhatikan Al merasa ingin tahu banyak tentang pria tersebut.

"Eh, gue ke sana ya?" ujar Nelly kepada teman-temannya.

"Mau ke mana lo Nel?" tanya Vitta mencegah lengan Nelly.

"Ke sana." Nelly menunjuk meja bar dengan dagunya.

"Ohhh, iya. Hati-hati lo," ujar Vitta melepas lengan Nelly.

Nelly melenggang melewati beberapa orang yang sedang menikmati alunan musik remix yang di racik oleh seorang DJ. Setelah mendekati meja bar, ia segera duduk di kursi yang lumayan tinggi.

"Lo suka coktail?" tanya Nelly basa-basi pada Al.

Al yang sedang asyik menikmati minuman beralkohol cukup tinggi lalu menoleh ke arah Nelly yang sudah duduk memainkan gelas sloki berisikan coktail.

"Gue lebih suka vodka," jawab Al tak acuh lalu kembali menenggak minuman keras.

Al menghisap rokok dalam-dalam hingga terasa di paru-parunya. Dia mengeluarkan asapnya pelan membentuk kebulan-kebulan asap beracun.

"Udah lama lo kenal Ayu?" tanya Nelly basa-basi yang mulai ingin tahu banyak tetang Al.

"Dari kita kecil sudah sering main bareng," jelas Al menikmati rokok dan minumannya.

"Kerja di mana lo?"

"Belum."

"Lulusan apa di Belanda?"

"Bisnis internasional."

"Wuih, bagus itu."

"Ya." Al selalu menjawab singkat karena suasana hatinya kini sedang tak baik.

Nelly harus mengelus dadanya sabar karena ternyata Al tak semudah yang dia pikirkan. Al bukan tipe lelaki yang mudah tergoda oleh rayuan dan kemolekan tubuh wanita.

***

Di dapur yang cukup luas dan bersih Ebie dan Prilly bercanda tawa sambil membantu Adel membuat kue. Adel tersenyum sesekali mendengar mereka bertengkar kecil dan saling meledek. Keceriaan seorang remaja seusianya yang sangat mereka nikmati terpancar dari wajah cantik kedua gadis tersebut.

"Prilly kemarin katanya ulang tahun ke 17 ya?" tanya Adel sambil mengaduk adonan dan mencampurkan pewarna makanan.

"Iya Tante," jawab Prilly mengolesi loyang dengan mentega.

"Kok nggak di rayain kayak Ebie bulan lalu?"

"Nggak ah Tan, malu," seru Prilly sambil mengedikkan bahunya.

"Kenapa malu? Bilang aja lo nggak mau di rayain karena nggak punya cowok yang dampingi lo potong kue," ledek Ebie membuat Prilly mendengus sebal sekaligus malu karena Adel tertawa.

"Ihhh, mulut lo ya kalau bicara suka bener. Nggak pernah makan bangku sekolahan ya lo?!" ujar Prilly gemas sambil meleletkan margarin di bibir Ebie.

Ebie tertawa terbahak sambil mengelap bibirnya dengan tissue.

"Yaelah, lo pikir gue rayap makan bangku sekolah!" bantah Ebie membuat Adel merasa bahagia melihat keakraban dua remaja itu.

"Mi, Kak Al kok belum pulang sih?" sela Ebie melihat jam dinding menunjukan pukul 3 sore.

"Biarkan saja, mungkin Kak Al masih main sama temen-temennya. Udah lama juga kan Kak Al nggak main sama temennya di sini," seru Adel memasukkan adonan kue ke dalam oven.

Prilly hanya diam menyimak obrolan Ebie dan Adel, karena dia belum mengenal sosok Al, kakak Ebie itu.

"Tunggu ini ya? Kalau udah berhenti waktu berputarnya langsung keluarin. Mami mau ngecek laporan dulu di ruang kerja," ujar Adel sambil mencuci tangannya.

"Siap Mi," jawab Ebie mengacungkan kedua ibu jarinya kepada Adel.

Adel pergi meninggalkan Ebie dan Prilly yang saling membantu membersihkan dapur.

"Loh, mamimu mana?" tanya Neneng yang baru saja datang mengambil air mineral.

"Di ruang kerja Oma," jawab Ebie lembut.

"Oma butuh apa?" tanya Prilly ramah berniat mencarikan apa yang Neneng butuhkan.

"Oma cuma mau minum. Sudah selesai bikin kuenya?" tanya Neneng menaruh gelas sisa dia minum ke tempat cucian.

"Sudah, tinggal tunggu matengnya aja Oma," jawab Prilly membantu Neneng berjalan ke ruang tengah diikuti Ebie yang membawa setoples camilan dan jus jeruk.

Mereka duduk di ruang tengah bersantai sambil bercengkrama dan bergurau. Terlihat jelas raut keceriaan di wajah Neneng saat berada bersama Prilly dan Ebie.

"Kalau Prilly itu naksir cowok Oma, tapi cowoknya udah punya pacar," sahut Ebie saat mereka bercerita saat di sekolah.

"Ihhh, daripada lo, naksir cowok tapi cowoknya nggak suka sama lo. Cintai bertepuk sebelah tangan, wlek!" tukas Prilly yang tak terima ledekan Ebie.

"Biarin, yang penting gue udah tahu alasannya kenapa dia nggak suka sama gue dan gue bisa cepet move on, wlek!" Sahut-menyahut menciptakan keceriaan tersendiri di ruang tengah sore itu.

Neneng tak habis-habisnya dibuat tertawa oleh perdebatan kecil Ebie dan Prilly.

"Oma dulu waktu masih muda pacaran nggak?" tanya Ebie yang mengorek informasi masa muda neneknya.

"Mmmm, dulu kalau Oma sih dekat, serius langsung nikah. Nggak kayak anak jaman sekarang, pacaran lama tahu-tahu putus di tengah jalan. Sakitnya nggak sembuh-sembuh," jelas Neneng membuat Ebie dan Prilly tertawa.

"Aku nggak mau pacaran ah, takut sakit hati," ujar Prilly tiba-tiba membuat Ebie dan Neneng berhati tertawa dan menatapnya serius.

"Jangan begitu, mungkin saat ini kamu sedang mengalami kekecewaan sama seorang cowok. Tapi suatu saat kalau hati kamu sudah siap pasti akan bisa kembali merasakan apa itu cinta," seru Neneng menasehati sebagai orang tua.

"Iya Pril, mungkin Allah belum mengizinkan kita pacaran saat ini biar kita lebih fokus belajar dulu, ya kan Oma?" sahut Ebie meminta persetujuan Neneng.

"Iya," jawab Neneng lembut membelai rambut Prilly.

Prilly merenungi kata-kata yang Neneng ucapkan tadi. Memang sakit rasanya menyukai lawan jenis tapi yang disukai justru tak membalas perasaan itu. Apalagi, orang yang di cinta memiliki kekasih lain, itu sangat menyakitkan dan menyiksa batin.

Prilly menghela napas dalam mengurangi rasa sesak di dadanya. Dia teringat bagaimana saat Tengku memperlakukan Adinda sangat manis dan itu yang membuat hatinya nyeri dan sakit. Kadang dia juga merasa iri saat teman-temannya berjalan dengan pasangannya, sedangkan dia hanya bisa berjalan berdampingan dengan sahabatnya, Ebie, Lika dan Rahayu. Walau begitu Prilly tetap merasa bersyukur, karena dia di kelilingi oleh orang-orang yang tulus menyayanginya dan selalu setia untuk menjaganya.

##########

Wah, Ayiiiiii Ayulestary nyia-nyiain cowok cakep. Ck ck ck ck. Nyesel lo Yi, entar. Hahahhahah lol. Sabar Al ... Pril, belum waktunya kalian bertemu. Mungkin Tuhan lagi mengatur pertemuan dan perjodohan kalian. Aamiin.

Makasih ya untuk komen dan vote-nya? Muuuuaaaahhhhh

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top