HIM~2
"Mama, jadi pergi ke Singapore?" tanya Prilly saat mereka sedang sarapan bersama.
"Maaf sayang, Mama harus pergi, soalnya kali ini meeting di sana nggak bisa di wakilin," jelas Mona sambil menyentongkan nasi di piring Prilly.
"Terus?"
"Seperti biasa, kamu nginep dulu di rumah Tante Adel, ya?" seru Mona tersenyum sangat manis sambil membelai wajah cantik putrinya.
Sudah biasa bagi Prilly jika hal itu akan terjadi. Persahabatan Mona dan Adel sudah sangat lama terjalin. Dari dulu mereka duduk di bangku kuliah hingga kini mereka sudah memiliki anak yang sudah remaja. Adel yang lebih dulu menikah daripada Mona.
"Okey," jawab Prilly bahagia karena jika di rumah Adel akan terasa ramai dan semua keluarga sudah mengenalnya.
"Kamu beresi pakaian yang mau di bawa ke rumah Tante Adel. Mama pergi cuma satu minggu. Okey?" Mona tak perlu khawatir jika menitipkan Prilly di rumah Adel. Karena di sana ada Ebie yang sudah bersahabat baik dengan Prilly.
Akhirnya mereka pun menyelesaikan sarapannya. Prilly sudah memiliki segudang acara di dalam otaknya jika menginap di rumah Adel, dia lebih leluasa menghabiskan waktu bersama Ebie. Bermain dan melakukan banyak hal dengan sahabat lebih mengasyikan.
"Sudah selesai makannya?" seru Mona melihat piring Prilly bersih tak tersisa sedikit pun nasi.
"Sudah, al hamdulillah kenyang." Prilly menyandarkan tubuhnya pada kursi dan mengelus perutnya, memamerkan pada Mona.
Mona tersenyum melihat tingkah konyol Prilly lalu menggelengkan kepalanya sambil membereskan piring kotor untuk dia cuci nanti.
"Sudah sana, beresin pakaian kamu," titah Mona sambil mengangkat piring kotor ke arah dapur.
"Okey, Ma. Prilly naik dulu ya?" tukas Prilly lalu berlari naik ke kamarnya.
***
"Mamiiiiiiiiiii," pekik Ebie keras hingga terdengar sampai di dapur.
Adel dan Neneng yang sedang memasak di dapur terlonjak kaget oleh teriakan keras Ebie tadi. Mereka mengelus dada bersamaan.
"Kalau lagi berjauhan kangen-kangenan, kalau deket kayak kucing sama tikus," cerca Neneng ibunda Adel.
"Biarin sih Bun, udah biasa mereka begitu," balas Adel sambil mengupas bawang putih untuk bumbum.
"Mamiiiiiiii ... Kak Al nakal!!!" seru Ebie lebih keras dari dalam kamarnya.
"Lihat dulu sana!" Neneng memerintah, agar Adel melihat apa yang Al lakukan kepada adiknya.
Adel mencuci tangannya lalu menghampiri ke kamar Ebie. Adel tersenyum manis saat melihat Ebie dan Al saling melempar bantal guling karena Ebie selalu mengejek Al.
"Mamiiiiiii," pekik Ebie manja lalu memeluk Adel ketika menyadari maminya sudah berada di ambang pintu.
Al yang tadinya bersiap melempar bantal kepada Ebie, langsung di urungkan karena Ebie bersembunyi di belakang tubuh Adel. Tak ingin menyakiti maminya Al lalu membanting batal itu ke atas ranjang.
"Kenapa sih kalian kalau sedang kumpul kayak kucing dan tikus?" tanya Adel sedikit menaikan suaranya.
"Itu Mi, Ebie duluan ngatain Al perjaka tua," sahut Al mengadu sambil menunjuk Ebie yang menjulurkan lidahnya ke arah Al.
"Hidiiihhhh, emang Kakak perjaka tua," bantah Ebie membela diri.
"Enak aja, kamu kalau bicara." Al bersiap lagi untuk melempar Ebie bantal.
"Sudah ... sudah! Beresi kamar ini, terus kalian turun. Kita sarapan bersama," perintah Adel tegas agar tidak lebih panjang perdebatan adik dan kakak itu.
"Tapi Mi, Ebie duluan yang tadi berantakin," bantah Al berusaha menghindar tak ingin membereskan kamar Ebie.
"Yang berantakin kamar siapa?" sahut Adel melipat tangannya di depan dada.
Ebie dan Al saling menunjuk membuat Adel menghela napas dalam.
"Bereskan berdua!" serga Adel lalu meninggalkan Al dan Ebie keluar melanjutkan memasaknya.
"Kakak sih bikin Mami marah," seru Ebie sambil memunguti bantal yang berceceran di lantai.
"Hidihhhh, kok Kakak yang di salahin. Kan kamu yang duluan ledekin Kakak," bantah Al sambil membantu Ebie membereskan kamar.
"Ya udah, buruan beresin. Terus kita ke bawah sebelum Mami makin marah."
Al dan Ebie pun saling membantu membereskan kamar. Selesai membereskan kamar akhirnya mereka pun turun sesuai perintah Adel.
"Sudah beres kamarnya?" tanya Adel saat melihat Al dan Ebie menuruni anak tangga.
"Sudah Mi," jawab Ebie lalu bergelayut manja memeluk Adel dari belakang.
"Kalian duduk, kita sarapan bersama." Adel menggiring Ebie untuk duduk.
"Mi, habis ini aku mau keluar sebentar ya?" Al meminta izin saat Adel baru saja duduk di kursinya.
"Mau kemana kamu?" tanya Adel sambil membalikan piring siap untuk sarapan.
"Mau ke rumah Ayu, Mi. Udah lama nggak lihat tuh anak. Kangen," seru Al sambil membayangkan sahabat kecilnya yang memang sudah lama Al tak menemuinya.
Sejak lama Al menyimpan perasaannya kepada Ayu. Hingga Al memilih untuk mengambil kuliah bisnis internasional di Belanda dia masih tetap menyimpan rasa sukanya terhadap sahabat kecilnya. Sudah pernah Al mengungkapkan perasaannya kepada Ayu, namun karena pada saat itu Ayu belum ingin memikirkan pacar, akhirnya Al memahaminya.
"Cieeeeee, Kakak mau ngapelin Kak Ayu. Sudah Kak, sikat ... ajak Kak Ayu naik kepelaminan," sahut Ebie antusias sambil menyendokkan nasi ke dalam mulut.
Al hanya tersenyum manis tak menanggapi godaan Ebie itu.
"Oma nggak begitu suka kalau kamu sama Ayu. Dia terlalu pendiam dan nggak pernah mau mendekati keluarga kita, apa bisa dia berbaur dengan keluarga kita?" tukas Neneng di sela pembicaraan Al dan Adel, membuat Al menatapnya serius.
"Bun, memang sifat Ayu begitu. Kalau Al suka dan Al sudah mantap dengan Ayu, biarkan saja. Al sudah dewasa, Bun. Teman-teman seusia dia saja sudah pada punya anak satu." Adel berusaha membela Al dan memberi pengertian untuk ibundanya.
Sebagai orangtua tunggal Adel membebaskan pilihan hidup di tangan anak-anaknya. Adel hanya mengarahkan agar mereka tak salah jalan. Membebaskan pilihan, karena itu adalah hidup mereka dan mereka sendiri yang akan mempertanggung jawabkan. Selama tidak mencoreng nama baik keluarga, Adel serahkan semua pilihan di tangan anak-anaknya.
"Terserah kalau masih mau sama Ayu, itu pilihan kamu. Kalau terjadi apa-apa sama rumah tanggamu nanti, jangan salahkan dan minta bantuan, karena itu pilihanmu," kata Neneng membuat Adel dan Al saling memandang.
Adel tahu betul bagaimana anak sulungnya menunggu dan berusaha untuk meluluhkan hati Ayu. Adel menggenggam tangan Al, menyalurkan rasa kepercayaan diri dan kekuatan kepadanya. Al membalas senyuman ke arah maminya seakan dia berkata 'aku tidak apa-apa, Mi.'
"Kalau mau ke rumah Ayu, salam buat mamanya ya?" ujar Adel berusaha menenangkan hati Al.
"Iya Mi," jawab Al lesu dan selera makannya pun seketika hancur.
"Mi, Prilly jadi nginep di sini kan?" tanya Ebie memecahkan suasana yang mulai tak bersahabat itu.
"Jadi, semalam Tante Mona udah telepon Mami."
"Asyik, aku punya temen tidur malam ini," seru Ebie girang sambil bertepuk tangan seperti anak kecil, membuat Adel tersenyum geli.
"Mi, Oma, aku naik dulu ya?" kata Al lesu membuat Ebie merasakan kesedihan yang Al rasakan karena ucapan omanya.
Tanpa menunggu jawaban, Al menaiki anak tangga seperti tak punya tenaga. Teguran Neneng membuat dia berpikir keras. Al sangat menyadari, jika dialah anak lelaki satu-satunya di keluarga itu. Al ingin melindungi mereka dan memberikan segala sesuatu agar mereka selalu bahagia dan merasa nyaman di dalam rumah itu.
Sesampainya di kamar, Al menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Al menatap langit-langit kamarnya, mengenang masa-masa saat dulu dia dan Ayu selalu menghabiskan waktu bersama. Tak ada di dunia ini antara pria dan wanita memiliki hubungan murni sebatas sahabat. Pasti sedikit banyak ada rasa cinta yang lama-lama akan menggerogoti hati mereka.
"Apa kamu masih sendiri, Yu? Apa kamu tahu kalau aku sudah pulang ke indonesia? Kenapa aku nggak bisa menghubungi nomer kamu lagi?" Semua pertanyaan menari-nari di atas kepala Al.
Al sejenak memejamkan matanya, mengingat betapa manis senyum sahabat sekaligus wanita yang sudah berhasil meluluhkan hatinya selama ini. Al menghela napas dalam lalu membuka matanya dan bersiap untuk pergi ke rumah Ayu.
***
Sesampainya di depan rumah Ayu, debaran jantung Al tak karuan. Belum juga berhadapan dengan wanita pujaannya, namun rasa nervous menggelayuti tubuhnya. Al sedikit merapikan rambutnya yang berjambul warna pirang. Membuat dia semakin tampan dan terlihat lebih muda dari usianya sekarang.
"Okey, gue harus santai," kata Al menenangkan dirinya sendiri.
Sebelum keluar dari mobil, Al mencium bunga mawar merah yang dia beli tadi untuk Ayu. Al tersenyum bahagia membayangkan betapa bahagianya nanti Ayu menyambut kedatangannya. Al segera ke luar dari mobil lalu menghampiri pintu yang terkesan unik dengan ukiran kayu jati Jepara. Al segera memencet bel rumah, tak berapa lama seorang wanita keluar.
"Assalamualaikum, Tante." Al menjabat tangan wanita itu lalu menciumnya.
"Al?" tanya Yanthi mamanya Ayu dengan wajah sedikit kaget.
"Iya Tan, ini saya Alvian Sulung Artha Dewa." Al tersenyum sangat manis membuat Yanthi tak berkedip, saat melihat lelaki yang dulu masih memakai seragam OSIS SMA kini menjelma bagaikan pangeran dari Inggris.
"Tante ...." Al menyadarkan Yanthi yang masih speechles menatapnya.
"Eh, iya, maaf, ini Al anaknya Adel kan ya?" tanya Yanthi sepertinya memang masih kurang percaya.
"Iya Tante. Ini Al anaknya Mami Adel," seru Al sambil menahan tawanya.
"Ya ampunnnn ... maaf, Tante pangkleng sama kamu. Kamu sekarang makin dewasa dan kelihatan jauh berbeda sama yang dulu," tutur Yanthi sambil memutar-mutarkan tubuh Al ke kanan dan ke kiri.
"Iya dong Tante, jelas beda. Dulu belum tahu modis sekarang kan udah tahu ...."
"Pacaran juga kan maksudnya?" goda Yanthi menyaut membuat Al malu lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Ayu ada, Tan?" tanya Al sembari melangkah masuk ke dalam rumah.
"Kamu duduk dulu, Tante panggilin Ayu. Tadi sih habis mandi, katanya mau pergi sama temannya," kata Yanthi sambil menggiring Al duduk di sofa.
Yanthi berlalu meninggalkan Al sendiri di ruang tamu. Jantung Al berdebar-debar, telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin. Al menarik napasnya perlahan dan mengeluarkannya pelan.
"Aaaaaaa pangeran Inggris gue," pekik Ayu yang baru saja datang lalu memeluk Al.
Tubuh Al terdorong ke belakang karena tak siap menerima pelukan Ayu yang tiba-tiba tadi. Betapa bahagianya hati Al saat melihat wajah rindu sahabat kecilnya itu. Ayu melepas pelukannya lalu memperhatikan wajah Al secara seksama.
"Ngapain lihatin gue kayak gitu? Ada yang aneh?" tanya Al sambil menaik turunkan kedua alisnya ke arah Ayu.
Ayu memainkan jemarinya di atas dagu sambil melipat tangannya di depan dada memperhatikan penampilan Al.
"Ini serius lo Al?" ujar Ayu sedikit menggoda Al.
"Ya ... iyalah Yi ... ini gue. Kenapa? Makin ganteng ya?" sahut Al penuh percaya diri sambil memamerkan jambul pirangnya.
Ayu tertawa terbahak membuat Al bingung melihatnya.
"Sumpah, lo beda banget sama yang dulu. Al yang dulu masih pakai seragam SMA, lugu dan culun, sekarang jadi cowok keren dan udah punya cewek belum lo Al?" Ayu sengaja menggoda Al sambil menyenggol-nyenggol bahunya.
Al gelagapan bingung harus menjawab apa, karena selama ini Al masih menyimpan perasaan cinta untuk Ayu dan tak ada niat membuka hatinya untuk wanita lain.
"Gue ... mmm ... gu ... gue." Al gelagapan saat ingin menjawab membuat Ayu tertawa renyah dan puas.
"Udah, lo ikut gue aja. Gue kenalin lo sama temen-temen gue. Mereka cantik-cantik dan sudah matang semua. Siap diajak naik ke pelaminan," seru Ayu yang tak mengerti dan memahami perasaan Al.
"Yi, gue cuma mau lo. Cuma lo yang gue cinta selama ini." Al hanya dapat membatin seiring Ayu pergi mengambil tas ke kamarnya.
Al hanya memperhatikan betapa cerianya Ayu yang sudah lama ini memenuhi otak dan hatinya. Al tersenyum dan segera menggelengkan kepalanya.
"Al, ini di minum dulu." Yanthi menurunkan jus jeruk dan setoples kue kering di atas meja.
"Makasih Tan," ucap Al merasa sungkan.
Yanthi duduk di sofa depan Al memperhatikan Al yang duduk sambil memainkan bunga mawar yang tadi dia siapkan untuk Ayu.
"Gimana kabar Mami dan keluarga kamu?" tanya Yanthi memecahkan keheningan di antara mereka.
"Alhamdulillah semua sehat, Tan. Oh iya di mana Eyang Itha, Tan?" tanya Al mencari-cari ke dalam.
"Oh, Mama ... lagi istirahat. Biasa, jam segini waktunya tidur siang. Maklum sudah sepuh. Gimana kabar Oma Neneng?" tanya Yanthi yang memang sudah sangat lama tak berkunjung ke keluarga Adel.
"Alhamdulillah, Oma sehat."
"Al, yuk!" seru Ayu saat baru saja datang ke ruang tamu.
Yanthi berdiri diikuti Al, lalu menghampiri Ayu yang sudah siap di depan pintu utama.
"Nih buat lo." Al memberikan bunga mawar merah kepada Ayu.
"Cailah Al, jauh-jauh kuliah ke luar negeri pulang ngoleh-olehin gue bunga mawar doang? Di sini banyak kali Al," cerca Ayu setengah bergurau namun menerima bunga tadi.
Ayu menghirup aroma bunga mawar, membuat Al merasa bahagia karena Ayu sepertinya menyukai pemberiannya.
"Makasih ya Al," ucap Ayu tulus diiringi senyum terbaiknya.
"Ayu, jangan pulang malam-malam ya?" pesan Yanthi sambil mengantar Ayu dan Al sampai di teras.
"Iya mamaku sayang. Jam 9 Ayu udah sampai di rumah," jawab Ayu patuh.
"Al, hati-hati ya nyetirnya. Jangan ngebut-ngebut." Yanthi mengusap lengan Al lembut.
"Iya Tante."
"Ya udah kita berangkat dulu ya, Ma." Ayu segera melingkarkan tangannya di lengan Al, hal itu membuat jantung Al semakin berdebar abnormal.
Al berusaha stay cool dan menenangkan debaran jantungnya. Al membukakan pintu mobil untuk Ayu lalu dia mengitari mobilnya dan masuk ke dalam jok kemudi.
#########
Bagaimana dengan part 2?
Ah semoga nggak bosenin ya?
Semoga lancar dan banyak yang suka. Aamiin.
Makasih udah vote dan komen. Muuuuaaaahhhhh.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top