HIM~15

Akhir pekan menjadi waktu yang panjang untuk semua keluarga. Pekerjaan dan pikiran berat mereka letakkan sejenak untuk beristirahat dan meluangkan waktu bersama keluarga. Hari Minggu ini Al akan mengajak Prilly ke Dufan, seperti yang Prilly inginkan.

"Emes, kamu tunggu di sini dulu ya?" kata Al menyuruh Prilly menunggunya duduk di sebuah bangku.

"Kamu mau kemana?" tanya Prilly dengan wajah manja.

"Beli tiket masuk, sebentar kok," ujar Al mengelus pipi Prilly lembut.

"Nggak mau, aku mau ikut," rengek Prilly manja bergelayut di lengan Al.

"Tapi antri panjang, nanti kamu kepanasan. Berdiri terus capek," ujar Al memperingatkan.

"Nggak papa, ayok!" seru Prilly langsung menarik tangan Al ikut masuk antrian.

Al hanya tersenyum dan melepas topinya untuk menutupi kepala Prilly agar terhindar dari terik matahari. Prilly menyapu pandangannya di sekitar mereka. Banyak pasang mata wanita menatap haus ketampanan wajah suaminya. Prilly merasa sebal, walau Al bersikap tak acuh dan tak memperdulikan tatapan para wanita yang memandangnya memuja. Prilly yang menyadari hal itu tak rela jika suaminya dipandang lapar, lalu dia melingkarkan tangannya posesif di lengan Al dan bergelayut manja. Dia tersenyum kemenangan saat ada beberapa wanita langsung membuang muka ke arah lain.

"He is mine," pekik Prilly tersenyum penuh kemenangan memamerkan kepada wanita-wanita itu, jika Al hanya miliknya.

"Kenapa? Capek?" tanya Al penuh perhatian sambil mengelus rambut Prilly lembut.

"Panas," jawab Prilly mendongak menatap Al manja.

"Tadi di suruh nunggu di sana nggak mau, sekarang kepanasan kan?" ujar Al melepas jaketnya lalu menutupi tubuh mereka dari sinar matahari yang menyengat kulit.

"Kalau aku tunggu di sana, nanti kamu digoda cewek-cewek," ujar Prilly seperti anak kecil membuat Al menahan tawanya.

"Kenapa? Wajar dong kalau mereka godain aku. Kan aku ganteng," seru Al percaya diri untuk menggoda Prilly.

"Oh, jadi gitu? Kamu lebih seneng jalan sendiri, biar bisa digodain cabe-cabean goceng? Iya?!" pekik Prilly sebal sedikit menjauh dari tubuh Al.

"Eh, kok teriak-teriak sih. Dilihatin orang tuh, malu," tegur Al menarik Prilly kembali agar lebih dekat dengannya.

"Habis kamu nyebelin!" ujar Prilly melipat kedua tangannya di depan dada sambil mengerucutkan bibirnya lucu.

"Jangan dimonyong-monyongin gitu bibirnya, minta banget sih," tegur Al yang merasa gemas ingin melumat bibir istrinya.

Prilly hanya mengerling sebal lalu membuang wajahnya ke tempat lain. Al hanya tersenyum lalu memakaikan jaketnya ke tubuh mungil istrinya. Saat giliran mereka membeli tiket, seorang wanita penjaga loket tak henti-hentinya mencuri pandangan kepada Al. Dan Prilly merasa dia sengaja memperlambat proses transaksi. Wanita itu tersenyum menarik perhatian Al, namun Al tetap bersikap dingin dan tak acuh.

"Eh Mbak, matanya kurang piknik ya? Ngapain lama-lama lihatin suami saya," tegur Prilly sebal kepada penjaga loket.

Al yang terkejut mendengar teguran Prilly hanya diam menahan malu dengan orang yang memperhatikan mereka.

"Suami??? Ih, adek ini ada-ada aja. Lucunya bercanda ngaku-ngaku kakaknya suami, adeknya lucu ya Mas," ujar penjaga loket tadi tak percaya jika Al adalah suami Prilly.

"Ih, mbaknya ngeyel ya? Ini itu suami saya, nih buktinya!" Prilly memperlihatkan cincin pernikahannya dengan Al.

Wanita tadi tetap belum percaya, dia hanya menanggapi dengan senyuman remeh dan mengerling genit kepada Al.

"Dia istri saya, mana tiketnya," ujar Al dingin membuat penjaga loket tadi mengangap tak percaya.

Prilly tersenyum penuh kemenangan, seolah wajahnya berseru 'He is mine'. Prilly menggandeng lengan Al mesra, sengaja memperlihatkan kepada wanita tadi jika Al adalah miliknya.

"Kamu kenapa sih kayak tadi? Kan malu dilihatin orang," tegur Al lembut agar tak menyinggung perasaan Prilly.

"Sebel! Sekali jalan sama kamu adanya makan hati. Apa sih yang mereka lihat dari kamu. Ganteng aja nggak!" sergah Prilly membuat Al tertawa lepas.

"Cieeeeee ada yang lagi cemburu? Ketahuan sekarang," seru Al menggoda Prilly sambil mencolek pipinya.

"Ihhh ... tahu ah!" Prilly berjalan cepat meninggalkan Al.

Prilly merasa malu, karena kelihatan sekali bahwa dirinya saat ini sedang cemburu. Sepanjang kakinya melangkah Prilly menggerutu tak jelas, hingga dia berhenti di sebuah bangku putih di bawah pohon yang rindang. Prilly masih saja sebal dengan Al dan memaki-makinya tanpa sebab yang jelas. Prilly duduk di bangku menunggu Al menghampirinya namun dia tak kunjung datang.

"Kemana sih Om Jang? Kok nggak nyari gue sih?" keluh Prilly mencari-cari.

Lima menit berjalan, 10 menit hingga 15 menit berlalu, Al tak juga datang. Perasaan takut menghinggapi hatinya, dia pikir Al akan mengejarnya.

"Om Jang," lirih Prilly dengan air mata yang sudah menggantung di pelupuknya.

Prilly menunduk takut karena dikeramaian ia terlepas sendiri. Baru kali ini dia sendiri dikerumunan banyak orang dan itu membuatnya bingung untuk melakukan apa. Teganya Al tak mencari istrinya. Kemana dia? Seharusnya Al tadi mengejar Prilly. Prilly menutup wajahnya, menumpahkan tangisannya hingga sesenggukan.

"Kenapa menangis?" Suara lembut tiba-tiba terdengar di sampingnya.

Prilly yang sangat mengenali suara itu tak ingin membuka tangannya. Seseorang itu berusaha membuka tangan Prilly namun ia tetap menangis hingga terdengar sesenggukan.

"Siapa suruh ninggalin aku, udah tahu masih di bawah umur. Perlu pengawasan orang tua," ujar Al membuat Prilly semakin sebal hingga mengeraskan tangisannya seperti anak kecil yang tak dipenuhi keinginannya.

"Eh ... eh ... eh ... eh, nggak gitu, maksud aku, kamu jangan begitu lagi. Kamu harus selalu dekat sama aku, jangan jalan sendiri. Nggak takut aku nanti digoda cabe-cabean goceng?" canda Al berusaha menghibur Prilly.

Prilly membuka tangannya, wajahnya basah dengan air mata. Al yang melihat Prilly masih sesenggukan lalu menghapus air matanya dan memeluk dia.

"Maaf," ucap Al merasa bersalah, karena sengaja tadi dia mengikuti Prilly dari jarak jauh dan memantau Prilly tak langsung mendekatinya.

"Aku takut," rengek Prilly sambil menghapus air matanya yang masih tersisa di wajah cantiknya.

"Iya, aku minta maaf." Al meregangkan pelukkannya lalu membenarkan topinya yang dipakai Prilly.

"Udah ya, jangan nangis lagi. Cantiknya hilang kalau mewek." Al merapikan rambut Prilly yang berantakan.

"Haus," celetuk Prilly dengan suara menirukan anak kecil membuat Al terkekeh geli.

Jika sudah mengeluarkan jurus rengekannya, Al tak lagi berani menolak keinginan istrinya. Al segera bangkit dari duduknya membantu Prilly berdiri.

"Kita cari minum," seru Al menggenggam tangan Prilly bersiap melangkah.

Belum juga kakinya melangkah, tangan Al ditahan oleh Prilly. Al segera menoleh melihat istrinya memasang wajah memelas.

"Kenapa?" tanya Al mengerutkan dahinya.

"Gendong," pinta Prilly sambil menggerak-gerakkan tubuhnya seperti anak kecil.

Al yang melihat istrinya seperti itu semakin gemas dan tak ingin kehilangan momen sedetik pun bersama Prilly. Al setengah berjongkok agar Prilly naik digendongannya. Prilly tersenyum bahagia lalu naik ke punggung Al.

"Yeeeaaaaa, aku mau es krim," pekik Prilly girang berada di punggung Al.

Al yang mendengar Prilly kegirangan hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Dasar anak kecil, labil banget. Mudah banget suasana hatinya berubah, sebentar nangis, sebentar ketawa," seru Al dalam hati sambil berjalan menggendong Prilly menuju ke sebuah depot yang menjual ice cream.

"Sudah sampai," pekik Al menurunkan Prilly.

Prilly langsung memesan ice cream yang dia inginkan. Al hanya mengikutinya dan menuruti kemauannya.

"Ya Allah apa aku bisa jauh darinya, sedangkan dia baru saja terbiasa denganku," batin Al memperhatikan Prilly memilih ice cream yang sesuai dengan keinginannya.

"Om Jang, mau yang mana?" tanya Prilly menawari Al.

"Terserah kamu, apa pun yang kamu pilih pasti enak," ujar Al sambil duduk di bangku yang tersedia di depot itu.

Sembari menunggu Prilly, Al membuka email pekerjaannya yang masuk. Dalam libur pun Al masih harus menerima pekerjaan dari rekan kerjanya.

"Taraaaaaa, banana split." Prilly memberikan ice cream untuk Al.

"Makasih, Emes," ucap Al mencium singkat pipi Prilly sebagai hadiah.

"Jangan begitu di tempat umum, aku malu," ujar Prilly dengan pipi merona sambil duduk di sebelah Al.

"Kamu pesan apa itu?" tanya Al melihat ice cream Prilly.

"Es krim 3 rasa," jawab Prilly mebjilati ice cream-nya yang meleleh sampai ke jarinya.

Al melihat Prilly sangat lahap menghabiskan ice cream-nya. Rasa bahagia saat di samping istrinya adalah hal yang Al inginkan setiap saat.

"Kapan kamu ujian sekolah?" tanya Al sambil memakan ice cream-nya.

"Masih lama, terhitung 5 bulan dari bulan ini," jawab Prilly sambil menjilati jarinya sisa ice cream yang meleleh tadi.

"Jangan begitu, jorok. Kayak anak kecil aja makan es krimnya," tegur Al mengelap ujung bibir Prilly dengan tangannya, dan mengambil tissue untuk mengelap jari tangan Prilly.

"Habis ini kita naik kura-kura ya? Sama mau keliling mencoba semua permainan di sini," ujar Prilly ceria.

"Iya, habisin dulu es krimnya," kata Al lembut sambil memperhatikan Prilly menikmati ice cream.

***

Hari berganti malam, sinar matahari berganti rembulan. Prilly baru saja selesai membersihkan diri. Seharian penuh Al menemaninya bersenang-senang di Dufan. Semua keinginan Prilly hari ini Al turuti.

"Om Jang, mau aku buatin teh, biar badan kamu relaks," seru Prilly menawari Al saat suaminya itu sudah kembali berkutat dengan laptopnya.

Al tak menjawab, ia tetap fokus pada laptopnya hingga Prilly memiliki ide jail untuk memfoto Al diam-diam. Prilly terkekeh melihat hasil fotonya.


"Om Jang, mandi dulu, kerjanya besok aja. Ini masih hari libur kan," ujar Prilly mengingatkan Al sembari merengek.

Sepulangnya dari Dufan setelah Al mengganti bajunya, ia tak langsung membersihkan diri, melainkan mengambil laptop dan langsung membukanya.

"Sebentar Emes, nanggung. Lagi ngirim file ke Belanda buat persiapan," kata Al hampir keceplosan kepada Prilly.

Al belum siap memberitahu Prilly soal rencananya yang akan lama di Belanda. Al tidak ingin membuat Prilly bersedih karena akan lama berpisah dengannya.

"Tapi kamu seharian keliling terus, masa sih nggak capek. Aku aja capek sampai badanku sakit semua," ujar Prilly sengaja berjalan mendekati Al lalu duduk dipangkuannya.

Al yang tadinya sedang serius bekerja mau tidak mau dia hentikan karena Prilly sudah bergelayut manja dipangkuannya. Al menghela napas dalam menahan agar emosinya tak keluar. Prilly mengalungkan tangannya di leher Al lalu meletakkan kepalanya di dada bidang Al. Al menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Rasa lelah baru ia rasakan saat ini.

"Om Jang, setelah aku lulus kampus mana yang bagus?" tanya Prilly memainkan jarinya di dada Al.

"Kamu mau ambil jurusan apa?" tanya Al sambil mengelus rambut Prilly lembut.

"Aku pengen jadi arsitek, kamu dulu kuliahnya ambil jurusan apa?" tanya Prilly mendongak menatap wajah Al.

"Bisnis internasional, kalau mau jadi arsitek ambil S1 di Indonesia dulu baru nanti ambil S2 di luar negeri," saran Al yang sudah banyak pengalaman.

"Cariin kampus yang bagus, sesuai sama kemampuanku berpikir," pinta Prilly membuat Al mengingat-ingat lagi.

"Kita pikirkan besok ya? Yang penting kamu belajar yang bener dan lulus dengan hasil yang terbaik," kata Al lembut dan memeluk Prilly.

Sejenak mereka menikmati kebersamaan. Hening, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Udah yuk, aku mau mandi. Capek, kita istirahat," ujar Al berniat menurunkan Prilly dari pangkuannya.

"Gendong," pinta Prilly mengeratkan tangannya di leher Al.

Al hanya tersenyum lalu berdiri menggendong Prilly. Kaki Prilly menghimpit tubuh Al, tangan Al menyangga pantat Prilly agar tak terjatuh. Al menaiki tangga dengan menggendong Prilly di depannya. Rasa lelah tak membuat Al menolak keinginan istrinya. Ia selalu menahannya meski tubuhnya sangat letih.

"Turun dulu, aku mau mandi." Al menurunkan Prilly di atas ranjang lalu ia mengambil handuknya.

"Om Jang, besok temenin aku ke supermarket, bahan dapur kita sudah menipis," pinta Prilly yang sudah bersandar santai di kepala ranjang.

"Iya." Al tersenyum sangat manis lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Selesai membersihkan diri Al lalu mengenakan piyamanya dan menyusul Prilly merangkak di atas ranjang. Prilly yang tadinya masih membaca buku lalu menyandarkan tubuhnya di dada bidang Al. Mencari kenyamanan miliknya.

"Lagi ngapain sih?" tanya Al melihat Prilly serius membaca.

"Baca novel," jawab Prilly tetap fokus pada bukunya.

"Novel apa?" tanya Al lagi sambil mengelus rambut Prilly dan mencium kepalanya.

"Novelnya Rex_delmora, istri kedua." Prilly menutup novelnya, lalu memberikan kepada Al.

"Menceritakan apa?" Al membuka-buka novel itu sekilas membacanya.

"Pengorbanan, penantian, kesetiaan, kasih sayang yang tulus, kesabaran dan keikhlasan," ujar Prilly memeluk perut Al.

"Ceritanya gimana?" desak Al yang merasa penasaran dengan isi cerita tersebut.

"Jadi itu ceritanya Pilot sama Pramugari saling jatuh cinta, karena dia mau balas budi sama orangtua angkatnya, dia rela membantu kakak sepupunya yang nggak bisa hamil. Dia meminjamkan rahimnya buat nanem benih mereka dengan syarat dia juga harus dinikahi suami kakaknya itu ...."

"Terus?" sahut Al yang tertarik dengan cerita istrinya tadi.

"Jadi ceweknya rela dinikahi tapi tetep aja cintanya sama pacarnya yang Pilot itu. Baru baca sampai situ, belum di lanjut lagi," jelas Prilly membuat Al dilanda rasa penasaran.

"Selesai baca aku pinjem ya?" kata Al membuat Prilly menatapnya heran.

"Sejak kapan Om Jang suka baca novel?" tanya Prilly yang baru pertama kali Al tertarik membaca novel yang dia baca.

Biasanya Al lebih tertarik dengan buku tentang bisnis dan majalah otomotif.

"Sejak hari ini gara-gara kamu cerita setengah-setengah," seru Al melorotkan tubuhnya dan menarik bed cover tanpa Prilly lepas dari dada bidangnya.

"Udah ah bobo, besok kamu harus sekolah." Al mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur yang bertengger di nakas sebelahnya.

Prilly memeluk Al, rasa nyaman, hangat dan aman membuat dia nyenyak tertidur. Al mengelus rambut Prilly hingga dia ikut terlelap.

###########

"Al, kapan berangkat ke Belanda?" tanya author kesayangan Al.

"Belum tahu Tan," jawab Al sambil fokus menatap laptopnya.

"Tega ninggalin bini di Indonesia tanpa kamu?" ujar author sambil menatap Al tak yakin.

"Nggak, aku bingung Tan, dia itu masih labil, takutnya kalau aku di sana dia tergoda dengan cowok lain. Secara pasti mereka lebih muda dan Prilly akan lebih memilih mereka daripada aku yang udah om-om menurut dia," kata Al yang merasa berat meninggalkan Prilly.

"Udah deh, sebelum pergi jebol aja dulu pertahanannya. Nggak tersiksa tuh burung pipit kamu?" goda author sambil tersenyum tak jelas.

"Enak aja burung pipit, kecil amat Tan. Burung merpati ni Tan, gede," bantah Al tak terima.

"Iya deh terserah. Aku mau balik kerja dulu." Author berdiri lalu melenggang mendekati pintu ruang kerja Al.

"Tan, jangan berat-berat ya konflik hidup aku. Dan jangan lama-lama nyiksa burung aku. Sakit nih tegang terus tiap malam," seru Al sebelum author ke luar ruangan.

"Terserah aku, yang bikin ceritakan aku. Kamu sama binimu tinggal ikutin alur yang udah ada di kepala aku." Author membuka pintu.

"Sadiiiiiisssssss!!!!!!!" sergah Al lalu terdengar tawa puas author dari luar.

***

Wkwkwkwk
Itu kemarin perbincangan author sama Om Jang, lakinya Emes. Kasihan burungnya tersiksa. Hahahahahah lol.

Makasih yang udah setia mengikuti sampai part ini. Bagaimana sampai di sini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top