HIM~1


Disarankan beli bukuversi terbarunya di IG @tokobuku_rexpublishing karena cerita lebih menarikdan komplit. Cerita di sini apa adanya, belum diedit, beda dengan bukunya. 

***

"Febriana!"

Panggilan suara tegas mengagetkan gadis manis yang sedang asyik duduk di bangkunya membaca novel kesayangan.

"Iya, Bu!" Ebie, begitulah sapaan untuk gadis itu.

"Kalau kamu mau membaca buku yang lain selain buku pelajaran silakan kamu keluar dari kelas saya!" seru Icha guru Matematika yang terkenal galak dan judes.

"Ma-af, Bu," ucap Ebie menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Baiklah, kita lanjutkan pembahasan tentang Baris dan Deret. Ibu akan menuliskan soal di depan, nanti siapa yang dapat menjawab silakan maju ke depan." Icha menulis di whiteboard semua murid memperhatikan ke depan.

Bandul adalah sembarang obyek yang digantungkan pada suatu titik tertentu dan dibiarkan untuk mengayun dengan bebas di bawah pengaruh dari gaya gravitasi. Misalkan ayunan suatu bandul masing-masing panjangnya 0,8 dari ayunan sebelumnya. Lama kelamaan, ayunan bandul tersebut akan semakin pendek dan akan berhenti

1. Seberapa panjangkah ayunan ke-6 dari bandul tersebut, apabila panjang ayunan pertamanya adalah 125 cm?
2. Berapakah panjang lintasan total yang telah dilalui oleh bandul tersebut sampai ayunan yang ke-6?

"Baiklah, siapa yang mau maju duluan?" Icha membalikan badan mengacungkan spidol ke arah muridnya setelah selesai menulis di whiteboard.

"Pril, lo maju duluan sono!" Ebie menyenggol lengan Prilly sahabatnya sejak dia masuk ke SMA.

"Lo aja dulu," sahut Prilly pelan sambil berbisik.

"Prilly! Febriana!" tukas Icha menggelegar memenuhi ruang kelas.

Jantung Prilly dan Ebie berdebar kencang saat mata membunuh Icha menyorot kepada mereka.

"Prilly, kerjakan soal nomer 1. Febriana kerjakan soal nomer 2." Icha mengulurkan spidol kepada Prilly dan Ebie setelah mereka maju ke depan.

Ebie dan Prilly mulai membaca dan bersiap untuk mengerjakan soal. Ebie tampak kesulitan hingga dia menunggu Prily lebih dulu mengerjakan. Saat Prilly sudah mulai berfikir keras dan menulis rumus, baru Ebie teringat rumus yang akan dia pakai untuk memecahkan soal nomer 2. Prilly sudah lebih dulu menyelesaikannya.

"Sudah Prilly?" tanya Icha.

"Sudah, Bu."

"Kalau gitu jelaskan kepada teman-teman kamu. Kenapa hasilnya bisa itu." Prilly susah payah menelan ludahnya.

"Ihhh, dasar guru kiler. Bukan guru, udah gue pites-pites nih orang!" gerutu Prilly dalam hati.

"Ayo! Jelaskan sekarang!"

"Iya Bu," sahut Prilly sedikit sebal.

"Selamat pagi teman-teman, saya akan menjelaskan jawaban soal nomer 1. Jadi ... kan panjang ayunan pertamanya tadi 125 cm, maka kita peroleh a = 125 dan rasionya r = 0,8. Sehingga beberapa suku pertama dari barisan tersebut adalah 125, 100, 80, dan seterusnya. Untuk suku ke-6, kita dapat menentukannya dengan menggunakan rumus:

Jadi, bandul tersebut mengayun sejauh 40,96 cm pada ayunannya yang ke-6. Hanya itu yang dapat saya jelaskan. Terima kasih dan maaf jika ada kesalahan." Prilly mengakhiri penjelasannya.

"Bagus, benar jawaban Prilly. Kembali ke tempat dudukmu," titah Icha lalu berdiri mengoreksi pekerjaan Ebie.

Tubuh Ebie sudah menegang dan gemetar. Apa lagi melihat wajah Icha yang garang dan sangat menakutkan baginya.

"Jelaskan!" Icha memerintah lalu kembali duduk di kursinya.

Ebie menghela nafas dalam, rasa nervous dan takut akan jawabannya salah menggelayut di hatinya.

"Teman-teman ini jawaban aku, jadi untuk menentukan panjang lintasan total sampai ayunan ke-6, kita hitung S6.

Sehingga, bandul tersebut telah menempuh 461,16 cm sampai ayunan ke-16. Itu penjelasan dari saya. Terimakasih." Ebie segera ingin kembali ke mejanya.

"Febriana," panggil Icha membuat Ebie menghentikan langkahnya lalu perlahan membalikan badan menghadap Icha dengan detakan jantung yang deg-degan cepat.

"I ... iya Bu," sahut Ebie gelagapan menahan takut.

"Lain kali jangan membaca buku selain buku pelajaran di dalam kelas ya?" Icha berpesan kali ini suaranya sangat lembut membuat hati Ebie menghangat dan ketegangan di dalam kelas luluh.

"Iya Bu," jawab Ebie lalu berjalan ke bangkunya dengan senyum puas.

"Baiklah, kita akhiri pertemuan hari ini. Tingkatkan belajar kalian dan persiapkan jauh-jauh hari untuk ujian. Selamat siang dan siapkan buku pelajaran selanjutnya."

"Siang Bu." Seluruh murid menjawab serentak. Icha keluar dari kelas, setelah peninggalan Icha ruang kelas kembali gaduh.

"Bie, entar pulang sekolah jadikan kita belajar bareng?" tanya Rahayu mendekati meja Ebie dan Prilly.

"Maaf, gue nggak bisa. Gue udah janji sama Mami mau jemput kakak gue di Bandara."

"Emang lo punya kakak, Bie?" tanya Prilly membuat Lika yang duduk di depannya ikut menoleh.

"Iya punyalah Pril. Dia kuliah di Belanda, sekarang udah lulus mau bantu Mami ngurus bisnis milik keluarga sendiri. Daripada ikut orang, lebih baik dia bantu Mami."

"Kakak lo cowok apa cewek?" sahut Rahayu dengan wajah penuh harapan.

"Cowok, tapi perjaka tua. Umurnya 26 tahun nggak nikah-nikah. Setahu aku udah punya cewek sih," jawab Ebie membuat Rahayu kecewa.

"Yaaaahhh aku pikir usianya nggak jauh beda sama kita," seru Rahayu kecewa.

"Iya, gue pikir juga gitu, Yu," saut Lika mendesah kecewa.

"Udah lama Bie kuliah di Belanda? Soalnya setiap gue main dan nginep di rumah lo nggak pernah ketemu dia," tanya Prilly.

"Dari awal dia kuliah sampai sekarang udah lulus, lumayan lama juga sih Pril, dia jarang banget pulang. Biasanya kita yang sering nyamperin dia ke Belanda," jelas Ebie.

"Oh pantes aku nggak pernah lihat." Prilly kembali membaca buku pelajaran selanjutnya sedangkan Rahayu, Lika dan Ebie bercengkrama ala anak ABG.

***

Bel sekolah meraung-raung hingga memenuhi penjuru area gedung sekolah SMA Pelita Bangsa. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas, begitu pun Prilly, Ebie, Lika dan Rahayu. Hati Prilly berdebar kencang saat melihat kapten basket di sekolahannya sedang memimpin briefing di tengah lapangan.

"Cieee Prilly ...." Goda ketiga sahabatnya saat menyadari Prilly berhenti mengamatinya.

"Ih, apaan sih." Pipi Prilly memerah seperti kepiting yang sudah di tebus.

Sudah rahasia umum bagi sahabat-sahabatnya jika Prilly sudah lama menaksir Tengku yang sepertinya Prilly memang harus sabar karena Tengku sudah memiliki kekasih. Itu artinya cinta Prilly kepada Tengku hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta Prilly tak bersambut oleh Tengku.

"Udah deh Pril, hapus aja tuh cinta sesaat yang ada di hati lo buat si Tengku. Lihat noh, si Adinda pacar Tengku udah nempelin pantat di kursi," seru Lika menunjuk Adinda yang memang sudah duduk menemani Tengku latihan.

Ada rasa kecewa di hati Prilly saat Tengku mendekati Adinda diiringi teriakan para fans setia Tengku. Sebagai cowok populer dan berprestasi dalam bidang basket menjadikan Tengku banyak di gandrungi para siswi, ketampanannnya menjadi nilai plus di mata gadis belia di sekolahannya.

"Udah yok kita pulang!" Prilly berjalan lebih dulu melewati pinggir lapangan diikuti teman-temannya.

Betapa sakit hatinya ketika menyadari seseorang yang sudah lama dia taksir ternyata tak pernah menganggapnya. Apa lagi, lebih menyakitkan lagi jika melihatnya bermesraan dengan kekasih di depannya. Prilly hanya dapat menghela napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri di hatinya. Cintanya kepada Tengku hanya akan selalu dia pendam dalam hati tanpa ada niat untuk mengungkapkannya.

"Pril, lo kesambet setan apa sih, jalannya kenceng bener," serga Ebie menahan pergelangan tangan Prilly agar berhenti berjalan.

Ebie memutar tubuh Prilly ternyata pipinya basah membuat sahabat-sahabatnya saling memandang dengan wajah bingung.

"Pril, lo baik-baik aja kan?" Rahayu mengelus bahu Prilly lembut.

"Apa gara-gara lo lihat si Tengku sama Adinda tadi?" timpal Lika menghapus air mata yang turun dari pelupuk Prilly.

Prilly hanya menunduk ingin rasanya dia membendung air matanya, namun sia-sia matanya mendustai. Dia tetap mengeluarkan air untuk membasahi pipi Prilly. Ebie yang merasa iba lalu memeluk Prilly memberi kekuatan dan sandaran.

"Udah, lo nggak perlu ngeluarin air mata buat si Tengku. Cuma akan sia-sia, gue yakin suatu hari nanti pasti ada cowok yang lebih baik dari Tengku, yang akan menjaga lo dan ngelindungi lo." Ebie menenangkan Prilly dan mengelus rambutnya lembut.

"Iya, Pril." Lika dan Rahayu ikut memeluk Prilly membuat perasaannya menghangat.

"Makasih ya, kalian selalu bisa nenangin hati gue." Prilly menghapus air matanya sendiri.

"Iya dong, namanya sahabat itu selalu ada. Mau lagi susah apa lagi bahagia," sahut Lika ceria membuat Prilly merasa lega.

Prilly bersyukur memiliki sahabat yang selalu bisa mengingatkan dan menguatkan dia di saat rapuh. Ebie melepas pelukannya lalu membantu Prilly menghapus air matanya.

"Udah dong ... senyum. Jelek ah kalau mewek!" cerca Ebie membuat Lika dan Rahayu tertawa begitu pun Prilly yang tak dapat memungkiri jika kata-kata Ebie tadi lucu baginya.

"Udah yok, kasihan mamiku udah nunggu di depan pasti." Ebie menggandeng Prilly berjalan mendahului Lika dan Rahayu.

"Eh ... eh ... eh ... eh ... gue ama Lika langsung ke parkiran ya?" sela Rahayu menghentikan langkah Prilly dan Ebie.

Ebie dan Prilly menoleh, "Ya udah, kalian hari-hati." Ebie menjawab lalu melambaikan tangan seiring Lika dan Rahayu ke arah parkiran.

"Ayok!" Ebie merangkul Prilly berjalan mendekati kedua wanita cantik yang sedang bercengkrama di samping mobil Rush hitam.

"Mamiiiiiii," pekik Ebie lalu berhamburan kepelukan salah satu wanita tadi.

"Mamaaaaa." Begitu pun Prilly memeluk wanita satunya.

"Hhhmmmm, bau acem anak Mami," seru Adel mami Ebie saat membalas pelukan anak bungsunya.

"Say Mon, kita duluan ya? Mau langsung ke Bandara. Soal tadi kita bicarakan lewat chat aja."

"Okey, sip." Mona mama Prilly pun membukakan pintu mobil untuk anak semata wayangnya.

Sedangkan Ebie dan Adel masuk ke dalam mobil sedan merah menantang, yang terparkir di depan mobil Mona.

"Dada ... Tante," seru Prilly ceria melambaikan tangannya kepada Adel.

"Dada ... sayang. Hati-hati." Adel membalas lambaian tangan Prilly dan Mona.

Setelah mobil Rush milik mona lebih dulu keluar dari area sekolahan, Adel segera menyusul keluar dari lingkungan sekolah. Sang raja siang tepat berada di atas kepala, membuat suhu di kota tersebut panas. Adel membelah jalanan yang padat oleh kendaraan, kemacetan dimana-mana membuat Ebie sesekali menggerutu tidak sabar ingin segera sampai di tempat tujuan.

"Gimana sekolahmu tadi?" tanya Adel mengalihkan perhatian Ebie agar tak mengeluh.

"Lumayan, tadi nilai ulanganku pelajaran Bu Vini dapat nilai 99. Salah satu, aku kurang teliti Mamiiii!" jawab Ebie sedikit sebal.

"Lain kali kalau mengerjakan jangan buru-buru. Nggak papa, besok di perbaiki lagi ya?" Adel mengelus rambut Ebie penuh kasih sayang.

"Kakak sampai di Bandara jam berapa, Mi?" tanya Ebie melihat arloji pemberian kakaknya yang selalu dia pakai.

"Katanya sih, pesawat landing jam 3, ini jam berapa?" tanya Adel menoleh Ebie sekilas lalu kembali fokus ke depan.

"Jam setengah 3."

"Setengah jam lagi, nuntutlah sampai di Bandara." Adel menikung masuk ke jalan tikus untuk menyingkat waktu agar sampai di Bandara sebelum anak sulungnya sampai terlebih dulu.

Ebie memejamkan mata saat maminya meninggikan kecepatan laju mobil. Sudah biasa bagi Ebie jika maminya sedang buru-buru, jiwa pembalap amatirnya beraksi.

"Wooowwww ... Mami ...!" pekik Ebie saat Adel dengan cepat memarkirkan mobilnya di tempat parkir Bandara.

Adel tersenyum sangat manis melihat Ebie yang masih melongo melihat langsung aksi maminya tadi.

"Jangan ikuti jejak Mami, ini berbahaya!" tukas Adel melepas kacamata hitamnya lalu menjinjing tas bermerk membuat Ebie mengulum senyum.

"Begini ... ni punya Mami somplak. Luar feminin, dalamnya jagoan," ujar Ebie mengikuti Adel keluar dari mobil.

"Jadi cewek bolehlah lemah gemulai, tapi jangan lemah, harus tegar dan kuat. Sebisa mungkin apa yang dapat kita lakukan sendiri, kerjakan! Jangan merasa suka kalau ada orang yang merasa kasihan sama kita." Adel merangkul Ebie masuk ke dalam Bandara.

Beginilah keluarga Abimanyu, tak mau terlihat lemah dan tergantung dengan orang lain. Apa lagi setelah kepergian Abimanyu dua tahun lalu, membuat Adel harus tegar dan kuat membesarkan kedua buah hatinya.

"Kamu haus?" tanya Adel saat mereka sedang menunggu di ruang tunggu.

Ebie mengangguk manja membuat Adel gemas, lalu menarik hidungnya.

"Aw ... sakit Mamiiiii," pekik Ebie membuat Adel tertawa tak acuh meninggalkan Ebie untuk membeli minum.

"Tunggu di sini, jangan kemana-mana." Adel berjalan ke sebuah kios yang ada di dalam bandara.

Saat Adel sedang memilih minuman dingin di sebuah lemari pendingin, tangan kekar memeluknya dari belakang. Adel sangat mengenali dekapan itu, apa lagi harum parfum yang sangat melekat dan menjadi ciri khasnya. Seseorang itu mencium pipinya dari belakang sehingga membuat hati Adel menghangat dan menghancurkan kerinduannya yang sudah menggunung kepada seseorang yang mendekapnya erat dari belakang.

"I miss you," ucap pria itu lalu membalikan tubuh Adel.

Adel tersenyum melihat pria tampan di hadapannya tengah tersenyum sangat manis.

"I miss you too." Adel sedikit menundukkan kepala pria itu lalu mencium keningnya mencurahkan semua kerinduan dan kasih sayangnya.

"Mamiiiiiiii," pekik Ebie keras menghancurkan suasana yang sedang melepas rindu antara anak dan ibu.

Ebie mengerucutkan bibirnya sambil berkacak pinggang, berpura-pura marah membuat Adel dan pria tadi terkekeh gemas melihatnya.

"Sini, peluk Kakak." Ebie tersenyum saat pria tadi merentangkan tangannya lebar menyambut adik semata wayangnya.

"I miss you so much, udang rebon," kata kakak Ebie menggemas tubuh Ebie dengan cara mengeratkan pelukannya.

"Mamiiiiiiiiiiii ...," rengek manja Ebie meminta pembelaan kepada maminya.

#############

Format pesanan

Nama :

No HP :

Alamat lengkap :

Desa / kelurahan :

*Kecamatan :

*Kota / kabupaten :

*Provinsi :

*Kode Pos :

Judul buku :

Jumlah pesanan :

Ekpedisi pilihan : J&T, Wahana, Pos, Si Cepat, Tiki, Lion Parcel, dll.

Kirim format ke 085710415323 (Kak Ebie) / 088220245296 (Rex Delmora) / 081249092360 (Rex Publishing).

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top