He Dislikes...
[1. flat]
Miki memasang ekspresi datar. Dia ngambek.
"Miki, senyum dong!"
Miki pura-pura tidak dengar.
"Miki nggak cantik kalo mukanya datar begitu. Piko nggak suka. Udah cukup dada Miki aja yang datar."
BUAGH!
Tiba-tiba, Piko nyangkut di tiang jemuran.
[2. winter]
"Piko nggak suka musim dingin, ya?"
"Iya. Piko gak mau masuk angin."
Miki memeluk Piko.
"Udah hangat, kan? Kalau Piko kedinginan, bilang aja, ya!"
Sejak saat itu, Piko menyukai musim dingin.
[3. cherry]
"Piko, di meja ada kue cherry, lho!" Panggil ibu Piko yang berasal dari China, Utatane Yan He.
"Nggak mau! Piko nggak suka cherry!" Sahut Piko dari kamarnya.
"Itu kue buatan Miki, lho!"
Kue di meja langsung ludes.
[4. short]
Piko gak suka dibilang pendek.
Tapi semua berubah ketika dia beli nasi kucing di warung Mpok Yuezheng Ling.
Saat Piko berbalik, dia merasakan sesuatu yang hangat menempel di kening.
Miki tak sengaja mencium keningnya, gara-gara perbedaan tinggi badan.
"Heh?" Piko cengo.
"Dasar pendek." Respon Miki datar.
Piko pun bersyukur jadi orang pendek.
[5. hide and seek]
Yuuma, Yohio, Piko, Yukari, Aria, Miki. Geng anak-anak kecil yang (katanya) tak terpisahkan sejak kecil. Sekarang mereka lagi main petak umpet di lapangan desa Utau.
"JAN KEN PON!"
Yuuma mengeluarkan kertas. Piko mengeluarkan batu. Batu dan kertas dari tangan alias suit.
"Yeey! Menaang! Piko-chii yang jaga!" Seru Yuuma.
"Piko-kun! Kamu ngitungnya di pohon itu, ya!" Yukari menunjuk ke pohon sakura terbesar di taman itu.
"Oke! Sampe sepuluh, kan?" Sahut Piko.
"Iya!" Miki dan yang lainnya mengiyakan.
"Siap!"
Piko berlari ke pohon sakura yang ada di tengah taman.
"Piko mulai yaa!"
Gak ada yang jawab. Udah pada sembunyi. Piko menutup matanya.
"Satu! Dua! Tiga! Empat! Lima! Enam! Tujuh! Delapan! Sembilan! Sepuluh!"
Piko membuka matanya.
"Siap atau tidak, Piko dataaang!"
Sekali lagi, gak ada yang jawab.
Piko mencari dan mencari.
Di atas pohon? Tidak ada.
Di balik pohon? Tidak ada.
Di mobil bak tua tak terpakai? Tidak ada.
Di gazebo-gazebo? Tidak ada.
Di balai desa? Tidak ada.
Di balik tumpukan sisa batu bata? Tidak ada.
Piko mulai takut. Temen-temennya pada hilang.
"Miki? Yuuma? Yohio? Aria? Yukari? Kalian dimana...?"
Suara Piko bergetar. Ia mulai terisak.
"Hu-huweeee! Yuumaaaa! Yohioooo! Ariaaaa! Yukariiiii! Mikiiii! Kalian dimanaaaaa?"
Piko menangis di tengah taman.
(Di tema "hide and seek" ini, mereka masih anak kecil. Jangan bayangkan Piko umur 16 tahun yang nangis di tengah taman.)
"Piko!"
"Eeh!? Yohio!?" Piko mengusap air matanya.
Yohio, Aria, Yuuma, Miki, Yukari. Mereka semua ada di hadapan Piko sekarang.
"Ehehe... maaf ya ninggalin." Yukari terkekeh.
"Iya nih, disuruh sama Miki ngumpet di rumahnya dia-Uuuupsssss!" Aria menutup mulutnya.
Piko melotot ke arah Miki. Miki merinding.
"MIKIIIIIIIII!"
"Uwaaa! Ampun, Piko-chaaaaan!"
"Jangan panggil aku PIKO-CHAN!"
Piko kejar-kejaran sama Miki. Yuuma, Aria dan Yukari menyaksikan dengan damai.
Yah, Piko bukan cuma nggak suka, tapi fobia ditinggal sendirian.
[6. crowd]
Remaja bersurai pucat itu melangkah santai ke sekolahnya. Sebenarnya, suasana hatinya tak sesantai caranya berjalan.
Ia memikirkan Miki, kekasihnya. Kemarin, saat mereka bertemu, tubuhnya penuh luka dan memar.
Seingat Piko, Miki tak pernah membuat masalah dengan preman-preman di sekolah mereka. Miki tergolong siswi yang baik, siswi yang disukai semua murid dan guru di sekolah.
Perhatiannya teralihkan pada kerumunan di depan sekolah. Piko mengumpat dalam hati.
Ia benci kerumunan. Ia benci keramaian.
Piko memang bisa mengambil jalan memutar, tapi instingnya seolah memaksa tubuhnya menyusup ke dalam kerumunan itu.
"Kaupikir kau siapa, hah!? Gadis sepertimu tak layak untuk Kiyoteru!"
"JANGAN DEKATI KIYO LAGI, BODOH!"
"MENJAUHLAH DARINYA!"
Piko terbelalak kaget.
Miki.
Gerombolan gadis centil yang suka cari perhatian. Neru Akita, Lily Masuda, Iroha Nekomura. Sudah Piko duga.
"HENTIKAN! Lepaskan Miki!"
Piko menerobos orang-orang didepannya, menarik Miki dari cengkeraman Neru.
"Sok jadi malaikat penyelamat, huh?" Iroha mendelik pada Piko.
"Utatane sialan." Lily menggeram.
"Sudahlah, lepaskan saja Furukawa. Dasar tidak berguna." Neru memberi komando kepada 'anak buah'nya untuk pergi.
Setelah kerumunan itu bubar, Piko mengantar Miki ke UKS.
"Kau diapakan, Miki?"
"Mereka nggak suka Miki deket-deket sama Kiyo. Padahal Kiyo kan sepupu Miki."
[7. bullying]
Setelah mengantar Miki ke UKS, Piko masuk ke kelasnya. Lalu merenung di kursinya.
Mengingat apa yang dilakukan geng Neru pada Miki.
"Terkutuklah kalian." Piko menggeram.
Piko sangat membenci bullying. Penindasan. Ia pernah menerima, menjalani hal yang sama.
Saat ia masih duduk di kelas sepuluh, ia ingin bergabung dengan klub musik. Kebetulan, ia pandai bermain keyboard.
Ketika ia masuk ke ruangannya, bukan sambutan hangat yang ia dapat. Yang ia terima hanya guyuran air pel yang dingin.
Awalnya Piko pikir itu bagian dari masa orientasi. Tapi kejadian itu seiring waktu terus terjadi, malah semakin menjadi-jadi.
Piko ingat bagaimana kakak kelasnya -yang sekarang sudah lulus- memperlakukannya dengan buruk. Bagaimana ia didorong sampai jatuh dari tangga, sesering apa ia dipukuli, separah apa ia dipermalukan, sekacau apa penampilannya setelah meninggalkan ruang itu.
Bahkan guru penjaga UKS sampai menghapal dirinya.
Untungnya, Miki yang sering membantu di UKS mengetahui masalah ini dengan cepat. Ia tahu cara menenangkan Piko. Ia dengan cepat melacak pelakunya. Dan ia memanggil guru di saat yang tepat.
Tak cukup sampai disitu, ia juga dengan sukarela membantu Piko mencari teman. Walau terkadang Miki memang usil, dia tidak suka menyiksa dan ditak ingin melihat orang tersiksa.
"Terima kasih, Miki..."
[8. holiday]
"YEEEEEEEEY! UDAH MAU LIBUR!"
Suasana kelas 5-B Utau Elementary riuh rendah. Pasalnya, liburan akhir semester sudah dimulai. Sebenarnya belum, mengingat besok akan diadakan penerimaan raport.
Ada yang aneh. Piko terlihat tenang, malah wajahnya sedikit sedih. Padahal biasanya dia yang paling bersemangat sampai joget-joget di depan kelas.
Piko benci liburan? Wah! Keajaiban dunia ke-10?
"Piko? Kok sedih gitu, sih?" Miki menghampirinya.
"Besok udah libur! Ngga bisa ketemu Miki lagi! Rumah Miki kan jauh!" Piko merengut.
"Jauh apanya?" Alis Miki terangkat sebelah.
"Katanya Miki pindah ke perumahan Voyaki?"
"Tahun depan, Piko! Haduh, masih lama!"
Piko nggak jadi galau.
[9. birthday]
Piko udah cukup sabar hari ini.
Pertama, sepatunya dilempar keluar jendela (DARI LANTAI 3) sama Yuuma. Kedua, buku PRnya diumpetin sama Aria. Ketiga, pulpennya dibikin bocor semua sama Gumiya. Keempat, di tasnya ada uler bohongan yang dimasukin sama Kaito. Kelima, baju olahraganya diinjek-injek sama Yohio, Yukari, Miku, dan teman-teman yang lainnya.
Padahal dia gak salah apa-apa.
(Seingat Piko, dia cuma ngutang lima ribu ke Yohio, dan yang bersangkutan tidak mempermasalahkannya karena Yohio sendiri ngutang sepuluh ribu ke Piko.)
Akhirnya Piko jalan dengan lemes ke lapangan. Baju olahraganya udah kotor, agak bau lagi.
Diduga ada yang gak sengaja (atau sengaja) nginjek tai sebelum nginjek seragam Piko.
Pas dia lagi duduk di pinggir lapangan dengan aura suram, ada yang nutup matanya.
"Siapa hayoooo?" Suara Miki terdengar.
"Miki..." Aura Piko tambah suram. Miki memang ia cap sebagai gebetan, tapi dia udah capek dengan semua kejadian tadi pagi. Dia gak mau tambah sial lagi, mengingat Miki orangnya usil.
"Salah!"
"Hee?"
Mata Piko dibuka. Miki ada didepannya, membawa kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka 15. Yang tadi menutup matanya ternyata Meiko-sensei.
"OTANJOUBI OMEDETTO, SHOTA UBANAN!"
"Oh, hari ini gue ulangtahun toh..."
Sekarang Piko mengerti. Semua jadi masuk akal. Soalnya dia baru ingat hari itu dia ulangtahun.
"Ini semua ide Miki, lho!"
Piko tertawa kecil.
"Tiup lilinnya~ tiup lilinnya~"
"Make a wish dulu!"
Piko tersenyum.
"Semoga tahun ini gue gak jomblo lagi, dan semoga Furukawa Miki mau nerima gue jadi pacar gue. Gue capek digantungin." Piko meniup lilinnya.
"Aku mau kok, jadi pacar kamu..." Miki tersenyum.
"CIEEEEEEEEE!"
CEPLOK!
"Serangan pertama! Dari Furukawa Miki! Yahuuuuuuu!"
Piko meraba kepalanya. Kuning. Lengket.
TELOR.
"MIKIIIIIIIIIII!"
Piko sebenarnya tidak membenci semua yang mereka lakukan, tapi semua berubah ketika telor dan tepung menyerang.
[10. valentine]
Piko Utatane, 14 tahun, benci valentine, benci dibilang jomblo, tapi gak mau pacaran. Aneh, kan?
Saat teman-temannya menenteng (malah ada beberapa yang menyeret satu karung) cokelat, dia tidak mendapat apa-apa.
"Utatane-san!" Seorang gadis berambut merah cherry mengejarnya.
"Ya?"
"Um, kenalkan, namaku Furukawa Miki! Aku hanya ingin memberitahumu, rapat OSIS nanti siang ditunda sampai besok."
"Ah, ya... Terima kasih infonya." Piko tersenyum.
"Ya sudah. Oh ya, terimalah cokelat ini! Sebagai tanda perkenalan kita!" Miki menyodorkan cokelat berbentuk hati. Piko menatapnya bingung.
"Yah... Sebenarnya aku ingin me-menyatakan cinta pada... Dell-senpai! Ah, tapi dia menolakku... Ya sudah! Ini untukmu saja, ya!" Miki langsung berlari.
"A-anu, terima kasih...?"
Humm. Cokelat sebagai tanda perkenalan, heh?
Tapi sebelum itu, Miki memberikan cokelat ini kepada Dell untuk menyatakan cinta, ya?
Jangan-jangan ada maksud terselubung.
Piko tersenyum dan mendekap cokelat itu.
--END--
AUTHOR NOTE :
Araa~ buat yang bingung, setiap tema di drabble ini tidak saling berhubungan kecuali tema nomor 6 dan 7.
Jadi jangan heran kalau di tema 'hide and seek' Piko dan Miki udah kenal sejak kecil, tapi di tema 'valentine' mereka baru kenal pas SMP.
Kenapa ada Yan He nyempil? Karena Yan He mirip Piko, jadi saya jadikan beliau sebagai emak #plak!
Sekian dulu, jaa~
-jeje cekun-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top