Bab 5
Ada yang rindu Bapak Ara, kah?
Kata orang time flies so fast when you're having fun. Masalahnya adalah, mengerjakan proyek kali ini nggak ada kata fun di dalamnya.
Memasuki minggu ke 3 mengerjakan proyek Aryo, yang Alhamdulillah bisa menerima rencana game room-nya. Win win solution, Ifa merelakan sedikit lebar ruang tamunya dan Aryo merelakan sedikit ruang kerjanya dan kami menemukan masalah baru, penundaan karena material plat lantai precast belum datang. Penundaan karena menanti proses produksi membuat jadwal yang sudah di susun rapi menjadi sedikit molor.
Sisi baiknya adalah, Aryo dan Ifa sudah berhenti berdebat. Semoga setelah ini tidak ada perdebatan baru tentang warna dinding atau model sofa di kemudian hari.
Notifikasi pesan masuk kemudian, Tara.
Paramitha Rahayu
Bapak, kapan ada waktu kosong?
Tumben? Ada apa?
Sudah hampir 3 minggu juga terakhir aku melihat Tara.
Paramitha Rahayu
Ada temen Tara butuh bantuan Bapak. Kapan ada waktu kosong?
Jam makan siang atau makan malam gitu boleh, Pak
Permintaan yang aneh. Tetapi aku akan tetap melukuskannya, apapun itu untuk anak gadisku.
Besok lusa Bapak baru ada kosong, tapi selepas Mahgrib ya
Paramitha Rahayu
Siap, Komandan. Nanti Tara kabari tempat dan jamnya ya
Love you Bapaknya Tara
Love you kesayangan
*
*
*
Paramitha Rahayu
Bapak jangan lupa! 6.30
Tak lama pesan berisikan nomer telepon teman Tara pun masuk.
Namanya Mara, thank you Bapak
Kuketik [Ok] dan kembali menekuri salah desain villa di daerah seminyak yang harus selesai minggu depan.
Salah salah satu keuntungan bekerja sama dengan salah satu agen properti disana adalah kesempatan mendapatkan beberapa proyek private villa. Beberapa datang dari ekspatriat yang memang berniat untuk investasi di pulau Dewata. Ada juga berasal dari beberapa orang kaya di Surabaya yang ingin menambah koleksi villa untuk tujuan liburan mereka.
Green, clean and eco friendly, itu yang membuat beberapa ekspatriat itu tertarik. Dengan memasukan unsur budaya dalam desain membuat villa mereka terlihat unik. Menggunakan furniture dalam negri dengan kualitas export juga menarik untuk mereka. Selain harga yang lebih murah karena tidak harus import, kualitasnya pun tidak kalah dengan buatan luar negri.
Sore itu Rara mengingatkan sesaat sebelum dia pamit untuk pulang, "Bapak ada janji sama teman Tara. Jangan lupa."
"Tara minta kamu ingetin saya juga?" Rara memang sudah seperti kakak bagi Tara. Terlebih lagi semenjak Ibunya meninggal, Rara terkadang menjadi tempat curhat Tara. Rara cukup dewasa. Di umurnya yang belum genap 30 tahun, dia sudah menjadi Ibu. Gadis kecil berusia 3 tahun yang sudah seperti adik bagi Tara.
"Iya, Pak," Jawabnya dan tersenyum sebelum melangkah keluar ruang kerjaku. Rara meninggalkanku yang masih berkutat dengan desain villa.
Kantor memang tak pernah sepi. Selain mereka lembur pekerjaan terkadang hanya mereka menghabiskan waktu di kantor sebelum kembali ke rumah atau kost mereka untuk tidur. Kebiasaan beberapa staff yang belum menikah terkadang membuatku heran.
Seperti malam ini. Saat aku keluar dari ruang kerja, kulihat salah satu staff keuangan masih berkutat di depan komputer. "Lembur?"
"Nggak, Pak. Masih males pulang," kekehnya. Aku tak pernah melarang mereka yang ingin download atau streaming tontonan mereka diluar jam kerja. Buatku, membuat suasana kantor nyaman akan membuat mereka semangat untuk bekerja dan mampu memberikan yang terbaik untuk perusahaan.
"Saya tinggal duluan ya." Rumah 3 lantai yang aku rubah menjadi kantor ini sudah berdiri lebih dari 20 tahun. Staff datang dan pergi sudah biasa bagiku, tetapi masih ada beberapa yang tetap bertahan denganku hingga saat ini.
Menyapa Pak Ji yang sudah menjadi penjaga kantor sejak hari pertama, aku mengarahkan mobil ke jalan Sumatera tempat ku bertemu dengan teman Tara.
"Tara, temannya seperti apa? Bapak kan belum kenal."
"Pakai kemeja biru, Pak," jawabnya.
"Oke, kemeja biru. Nanti Bapak cari. Reservasi atas nama Mara. Oke." Setelah menutup telepon, aku mengarahkan langkahku kedalam.
Lounge yang tertata apik dan berkesan mewah langsung menyambutku. Ini bukan pertama kali aku kesini, tetapi plafond kayu di area foyer ini selalu berhasil menarik perhatianku. Menyebutkan nama Mara, aku diarahkan ke meja di area outdoor.
Perasaanku menjadi nggak enak saat kulihat seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang dengan kemeja warna biru duduk disana. Posisinya yang membelakangi pintu masuk membuatku tak bisa melihatnya. Tapi aku tahu meja itulah tujuanku. Perasaanku semakin nggak karuan.
"Silahkan." Pelayan yang mengantar menyilahkanku untuk duduk didepan wanita berbaju biru itu.
Aku tersenyum pada wanita itu dan meminta pada pelayan untuk kembali 10 menit lagi, aku membuka mulut. "Mara?"
"Malam, Mas. Saya Asmara Maharani."
"Baswara Gunawan." Menyambut uluran tangannya. "Maaf. Sebelumnya saya minta maaf. Mbak Mara kenal Tara dari mana?"
Terlihat sedikit ada ketidaknyamanan disana, dia berkata, "Tara? Saya nggak kenal Tara? Bukannya kita beberapa kali berbalas pesan di MR?"
"MR?"
"Aplikasi Madam Rose! Ini Mas Ara, kan?" Kulihat profil namaku di telpon selularnya. Ada nama Baswara_G disana, aku tak bisa mengelak juga saat melihat foto profil yang terpampang disana.
Aku ingat hari itu. Hari minggu saat Tara pulang. Ibu dan Bapak yang saat ini tinggal serumah dengan Aryo datang bersama Ifa lengkap dengan puding mangga pesanan Tara.
Saat itu kami makan, ngobrol dan bercanda membahas kenangan kuliahku dan Aryo. Acara hari itu diakhiri dengan foto-foto, dan Tara sempat memintaku foto di depan di dinding belakang yang dipenuhi tanaman flexi.
"Iya, itu saya. Tapi rasanya saya nggak merasa menggunakan aplikasi itu." Meski merasa sedikit tidak enak hati padanya, aku harus mengatakan kalau yang memasang profil itu bukan aku.
"Ya Allah. Saya kena prank!?" Wajah Mara memucat dan terlihat sedikit malu.
"Tunggu, sepertinya saya tahu masalahnya dimana." Aku mencari kontak Tara dan menelponnya.
"Tara! Bapak belum pernah semalu dan semarah ini sama kamu. Tahu kenapa!?" Tanpa salam dan tetap menjaga intonasi suara, aku menanyakan kecurigaan itu.
"Bapak . Tara tahu, Pak. Tapi maksud Tara baik." Suaranya serak. Sepertinya dia langsung menangis begitu dia mendengar suaraku.
"Tapi nggak begini caranya, kan?" Meski aku kecewa, marah dan juga kaget tetapi meninggikan suara kepada anak gadisku tidak pernah menjadi pilihan.
"Bapak terima kasih sekali, tapi bukan begini caranya, Nduk. Nanti bapak telpon lagi." Menutup telepon setelah mengucapkan salam, aku kembali konsentrasi pada wanita di depanku.
"Maafkan saya. Tepatnya, maafkan anak saya. Ini semua hasil karya dia. Namanya Tara, saat ini dia kuliah di Yogyakarta. Dia yang mendaftar dan berbalas pesan dengan Mbak selama ini."
"Astaghfirullah. Saya minta maaf, Mas, atau kita sudahi saja ini." Dia berdiri dan mulai memasukan buku dan ponsel yang beberapa menit lalu dia acuhkan di atas meja.
"Nggak perlu seperti itu. Silahkan duduk Mbak Mara. Kita 2 orang dewasa yang bisa makan malam bersama kan? Terlepas masalah MR tadi itu."
"Are you sure?" tanyanya, masih berdiri dan mencengkeram tas tangannya. Terlihat dari buku tangannya yang sampai memutih. Seperti halnya diriku, dia pun nggak nyaman dengan kesalah pahaman diantara kita.
"Silahkan." Aku menunjuk kursi di depanku untuknya. Setelah beberapa detik, dia duduk dan tersenyum padaku.
"Meski saya sedikit malu, karena sampai terjebak dengan konspirasi anak saya. Ijinkan saya untuk minta maaf dan mari kita makan malam sebagai tanda perkenalan. Selamat malam, saya Baswara Gunawan."
Meski terlihat sedikit ragu, wanita itu mengulurkan tangan. "Asmara Maharani, nice to meet you, finally."
Makan malam itu berjalan lancar. Akhirnya aku tahu kalau Tara berpura-pura menjadi bapaknya. Niat dia baik, karena ingin melihat bapaknya mulai mencoba membuka hati kembali. Sayang pelaksanaannya membuatku sedikit kecewa.
"Jadi, Mara ini dokter?" Dia memintaku memanggil nama tanpa embel-embel Mbak, karena umurnya masih jauh dibawahku. Umurnya masih 40 tahun ini.
"Iya, Mas. Saat ini kalau pagi tugas di Dr. soetomo dan praktek di RSI Jemursari selepas Mahgrib." Dokter spesialis gigi ini wanita yang cantik, bahkan bisa dibilang terlalu cantik. Badannya tinggi langsing, dengan celana bahan kain dan kemeja satin warna biru dengan aksen pita di bagian dada membuat tampilannya terlihat manis. Wajah dengan make up sempurna membuatnya semakin cantik.
"Saya harus jujur. Sudah 5 tahun saya menduda. Seperti yang Mara ketahui, Tara anak saya. Satu-satunya yang menjadi konsentrasi saya saat ini."
"Saya tahu, tolong jangan membuat saya terlihat menyedihkan dengan langsung ditolak didepan begini, dong. Anggap ini makan malam antar teman, kan?"
"Berteman?" Kataku.
"Berteman," jawabnya.
1 jam lebih kami berdua makan dan bertukar cerita dan saling mengenal. Meski masih ada sedikit ganjalan karena jebakan Tara, semuanya berjalan normal.
Saat berjalan menuju pintu keluar, aku melihat wanita itu lagi. Arunika Pramesti Maharani. Dia duduk semeja dengan beberapa orang yang terlihat sedang meeting bukan makan malam santai. Terlihat dari beberapa kertas yang terletak di atas meja. Aku bisa melihatnya karena meja yang mereka tempati searah dengan pintu keluar.
Sebenarnya aku ingin datang menyapanya saat dia melihatku dari kejauhan. Tapi sayang, belum sempat aku membuka mulut, dia sudah memutus pandangannya dan melihat lelaki yang menanyakan sesuatu di sebelahnya.
"Mas, terima kasih makan malamnya ya." Suara Mara mengingatkanku kalau saat ini ada orang lain yang berjalan disebelahku.
"Eh, iya. Sama-sama. Saya juga minta maaf, Mara terseret dalam pusaran konspirasi Tara."
"Kalau boleh jujur, saya nggak menyesal sih. Mmm ... boleh saya minta nomor ponsel Mas Ara?" Dengan malu-malu dia meminta, mungkin saja dia mulai jengkel karena aku tak kunjung meminta nomer ponselnya.
Nomor telepon, ingin aku mendatangi meja wanita itu dan meminta nomor teleponnya. Tapi gak mungkin, saat dia berada ditengah banyak orang seperti itu.
Sebelum aku melangkah keluar, sekali lagi aku berbalik dan melihat kearahnya. Senyumku terbit, karena di saat yang bersamaan diapun melihatku dan membalas senyumnya dan menundukkan kepala sekali.
3 kali.
Happy reading loves
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top