MENGENALNYA 2
seperti biasa, pulang sekolah kami lanjut menikmati secangkir kopi di warung Pak Maman.
Perasaan kesal bercampur rasa malu. Aku mulai mengikuti Dani menggoda cewek-cewek yang melintas. Tak lama ada anak perempuan yang lewat. Dengan perasaan sakit hati, aku iseng meminta nomor ponselnya. Tidak pakai lama, akhirnya aku mendapatkannya. Desi nama perempuan itu.
Aku selalu berkirim pesan, sepertinya dia cukup nyaman untuk hanya sekedar mengisi hariku yang kosong. Agar aku tidak terus memikirkan Echa saja. Toh di dunia ini masih banyak wanita lainnya.
Seiring berjalannya waktu, aku dan Desi sering bersama dan tidak lama kami jadian. Tapi aku tak begitu suka sama dia. Ini perasaan hanya sekedar mengisi kekosonganku.
Biar seperti itu, aku bukan lelaki yang cuek. Karena kita sering jalan. Aku belikan dia helm kesukaannya. Helm bergambar hellokity. Memang rata-rata wanita suka dengan gambar kartun itu.
Hari demi hari, berganti bulan tak terasa kami menjalani hubungan 4 bulan lamanya. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dengannya. Entahlah, tapi wanita ini mampu membuatku tertawa dan melupakan Echa. Dia mempunyai sahabat bernama Nisha. Awalnya dia sering ikut Desi jika main ke rumahku. Dia memang selalu memperhatikanku. Ya mungkin karena aku tampan. waw... bisa-bisa aku di jitak sama pembaca.
Suatu hari tanpa Desi tau dia mulai mengirim aku sebuah pesan. Entah apat nomerku dari mana.
Tring...
[ ki, lagi dimana?]
Aku yang tampak bingung dengan nomer asing langsung membalas dengan judes sekali.
[ Siapa?]
[ Ini aku, Nisha.]
Oh ternyata temannya Desi. Ada apa dia menghubungiku. Dapat dari mana juga dia nomorku. Kala itu aku tidak memikirkan apapun.
[Ya, ada apa Nis?]
[Boleh minta tolong enggak?]
Aku yang saat itu bingung, langsung mengiyakannya.
[Boleh, minta tolong apa?]
[Anterin aku ke rumah temen.]
[Iya, tapi dimana rumahmu?]
[Cikempong, bla bla bla...]
Karena jarak antara rumahku dan dia hanya berbeda gang. Aku menyetujuinya. Kunyalakan motor lalu segera menjemputnya.
Sesampainya di gang. Dia sudah menunggu dengan membawa sebuah tas ransel. Aku mempersilahkan dia naik motorku. Melihat dia dari spion motor, raut wajahnya begitu sedih. Sepertinya dia habis menangis. Kutanya saja dia.
"Kau kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Ah, tidak apa-apa,"
"Sudah jangan malu, cerita saja,"
"Iya, nanti aku cerita."
Dia tampak sedikit tersenyum. Sepertinya dia punya masalah yang sangat berat. Aku bisa melihatnya.
Setelah sampai di rumah temannya. Ternyata orang yang di maksud itu tidak ada. Lalu dengan tampang sedikit lemas, aku memboncengnya dan mengajak dia makan bubur di pinggiran jalan. Dia menurutinya.
Di tukang bubur dia makan begitu lahap. Sepertinya dia benar-benar lapar. Tanpa kubertanya, dia mulai menceritakan semuanya kepadaku.
Ternyata dia bertengkar sama ibu tirinya dan di usir dari rumah. Dia bingung mau kemana. Hanya rumah temannya yang tadi yang bisa dia datangi. Aku terenyuh dengan ceritanya. Tak kusangka begitu berat beban gadis ini. Anak sekolah sudah merasakan getirnya hidup. Entah kenapa, aku mulai suka padanya. Dia memang lebih cantik dari Desi pacarku. Apakah bisa aku mendapatkannya?. Aku seperti lelaki yang tidak tahu diri saja. Mana mungkin dia suka padaku.
Setelah mendengar kisahnya, kubawa dia kembali ke rumah temannya yang tadi. Dia bilang temannya sudah pulang. Aku mengantarnya dengan perasaan berharap.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top