|14| The Holder of Reality Stone

"Aku tidak bisa mempercayai orang itu."

Pemuda berambut pirang panjang itu menatap kearah ayahnya yang duduk di singgasananya dan menatap anak sulungnya. Setelah mereka bisa mengambil kembali Reality Stone yang sempat mengendalikan Jane Foster, mereka harus mencari tempat aman yang bisa digunakan untuk menyimpan batu merah itu.

"Collector adalah orang yang licik. Aku tidak yakin ia tidak akan memberikan batu itu pada orang yang salah."

Odin terdiam, ia tampak memikirkan perkataan anaknya sambil mengusap jenggot putihnya. Tentu, ia memikirkan bagaimana sang kolektor yang merupakan saudara dari Grandmaster, penjaga Sakkhar. Sifatnya yang aneh dan tamak, ia sebenarnya harus berpikir dua kali untuk itu.

"Aku punya pilihan lain untuk itu."

.
.

"Kau memintaku untuk menyimpan Reality Stone," Odin berdiri di depan gadis berkepala plontos itu dengan sebuah kotak berisi batu berwarna merah. Ancient One saat itu belum menerima [Y/N] sebagai muridnya. Dan ia bertemu dengan Odin serta Thor yang menemani ayahnya.

"Kalian adalah orang-orang yang menyimpan Time Stone di tempat yang aman hingga sekarang. Kurasa, aku bisa mempercayai batu ini pada kalian."

"Berbeda dengan Time Stone yang bisa kukendalikan, Reality Stone tidak bisa kukendalikan. Tetapi aku akan menjaga keamanannya dari tangan orang-orang yang berniat mengambilnya," Ancient One menutup kotak yang menyimpan batu itu dan mengangguk. Odin tampak puas dengan perkataan Ancient One, dan segera kembali bersama dengan Thor.

.
.

Kala itu, [Y/N] sudah mempelajari sihir hitam untuk membuatnya tetap bisa mengeluarkan kekuatan sihir yang kuat. Ia sedang berada di perpustakaan membaca buku saat matanya tampak tertarik dengan cahaya berwarna merah yang bersinar di salah satu sisi perpustakaan yang jarang untuk digunakan. Ia tahu ada Eyes of Agamoto yang menyimpan Time Stone disana, namun ia tidak pernah mendengar adanya cahaya berwarna merah.

"Wong?" Ia meninggikan suaranya dan tampak menoleh kekiri dan kekanan. Sepertinya Wong sedang pergi sebentar keluar dari perpustakaan. Ia berjalan mendekati sumber cahaya dan menemukan sebuah kotak berukirkan beberapa relif sihir yang terlihat rumit. Cahaya itu berasal dari sela kotak, dan tampak semakin bersinar saat ia mendekat.

Tentu ia sangat penasaran dengan apa yang menyebabkan cahaya aneh berwarna merah itu, hingga ia memegang kotak itu dan membukanya. Batu berwarna merah itu sangat indah, mirip dengan Ruby. Namun, berbeda dari aura yang dikeluarkan oleh batu itu yang menarik perhatiannya untuk memegangnya.

Dan ia melakukannya.

Tangan itu tanpa ragu bergerak, hendak memegang batu merah yang bersinar itu. Dan cahayanya tampak semakin terang hingga membuatnya menutup mata erat. Saat ia membukanya karena cahaya itu sedikit meredup, ia menoleh saat suara langkah terdengar. Dan disana, tampak Ancient One dan Wong yang menghentikan langkah mereka dan menatap [Y/N] dengan tatapan terkejut.

.
.

"Aku tidak mau menyimpan benda seperti itu."

[Y/N] menatap kearah Ancient One yang menyuruhnya untuk duduk dan menceritakan jika itu adalah batu yang menyeimbangkan dunia. Infinity Stone. Benda di tangannya adalah Aether  atau disebut sebagai reality stone.

"Kau cukup kuat untuk menerima kekuatan batu itu [Y/N]," [Y/N] mendengus seolah apa yang dikatakan oleh Ancient One adalah sebuah lelucon, "bukan tubuhmu. Kekuatan bukan hanya berasal dari tubuhmu, namun berasal dari pikiran."

"Aku tidak akan menggunakan ataupun memakainya," [Y/N] mengatakan itu dengan nada tanpa ragu dan menyilangkan kedua tangannya, "sudah cukup dengan semua sihir ini, aku tidak berharap kekuatan diluar nalar seperti ini."

"Karena itu takdirmu, dan kau tidak bisa menghentikan ataupun mengubahnya," Ancient One tampak mendekatinya dan menepuk bahunya sebelum memeluk kepala [Y/N] dan membawanya mendekati tubuhnya, "tetapi percayalah, kau tidak perlu menghadapi semua ini sendiri."

.
.

"Semua ototnya seolah tidak berfungsi termasuk otot pernapasannya. Jantungnya sempat berhenti berdetak, saat ini kami terpaksa membuatnya dalam keadaan koma atau ia akan tewas," Peter baru saja tiba setelah mengambil batu itu menuju ke menara Avengers. Disana, Cho tampak terkejut melihat pasiennya yang sempat menghilang kembali dan terlihat lebih buruk dari sebelumnya.

Beruntung ia tidak begitu peduli dengan keberadaan para Rogue yang datang kesana.

"Apakah kami bisa melihatnya?"

"Ya, hanya sebentar. Tetapi Stark sebentar lagi akan datang, kurasa kalian tidak ingin bertemu dengannya bukan?"

...

"Tidak apa-apa," Steve cukup cemas dengan keadaan [Y/N] kala itu, dan ia tidak bisa terus bersembunyi dari Tony, "aku hanya ingin memastikan ia baik-baik saja."

.
.

Peter tampak terdiam, duduk disamping ranjang sambil menggenggam tangan [Y/N] dengan kedua tangannya. Ia menutup matanya dan hanya menaruh dahinya diatas tautan tangannya dengan [Y/N]. 

"Hei Queens," suara itu bersamaan dengan sebuah tepukan di bahunya. Ia menoleh dan melihat Steve yang tersenyum padanya. Peter cukup aneh dengan panggilan itu,  karena Steve mengetahui dimana ia tinggal, "kau baik-baik saja?"

"Seharusnya aku menghentikannya saat itu," Peter menghela napas dan tampak menatap kearah [Y/N] yang tentu tidak bangun meski ia menggerakkan sebelah tangannya seperti tadi, "aku bisa saja menghentikannya, tetapi aku tahu ada sesuatu yang terjadi, dan [Y/N] hanya ingin memastikan jika semua orang baik-baik saja."

"Kau tidak akan bisa menyelesaikan semua hal sendiri Queens," Peter kali ini menoleh benar pada Steve dan akan mengatakan sesuatu, namun Steve hanya tersenyum dan menatap pemuda itu, "meski kau adalah Spiderman."

Peter membulatkan matanya dan menatap Steve yang begitu saja yakin untuk menyebutkan identitas rahasianya.

"Suaramu familiar, juga bentuk tubuhmu dan sikapmu. Tenang saja, rahasiamu akan tetap kupegang," Steve tampak menepuk kepala Peter yang tersenyum dan mengangguk.

"Dimana yang lainnya?"

"Beristirahat. Sam dan Bucky membeli sesuatu dan Natasha sedang mengurus sesuatu," Steve hendak berbincang kembali saat pintu geser di belakang mereka bersamaan dengan tiga pasang langkah kaki terdengar. Peter dan Steve menoleh menemukan Tony, Cho, dan Natasha yang berjalan tergesa-gesa.

"Doctor Stark--" Cho mencoba menghentikan Tony, namun Tony hanya berjalan dengan langkah tergesa-gesa. Langkahnya begitu saja terhenti saat ia melihat Steve yang berada di dalam sana.

"Tony..."

"Cap," Tony tampak mencoba untuk menahan diri, tentu saja ia masih marah dengan apa yang dilakukan oleh Steve baik tentang membohonginya akan kematian orang tuanya hingga apa yang dilakukan oleh Steve di Siberia, "kenapa kau ada disini?"

"M-Mr. Stark, Mr. Rogers membantuku untuk membawa [Y/N] kemari," Peter menyadari kondisi menegangkan yang ada disekelilingnya dan mencoba untuk meredakan situasi meski tidak sepenuhnya bisa.

Tony menatap kearah Peter, sebelum kali ini pada [Y/N] dan ia menghela napas. Pria itu menoleh ke belakang, menatap kearah Cho dan juga Natasha.

"Kau bilang ia baik-baik saja."

"Aku bilang keadaannya stabil untuk sekarang Doktor Stark. Luka di tubuhnya sebenarnya sudah tidak parah, namun seluruh otot di tubuhnya seolah melemah, dan termasuk otot jantung dan juga otot pernapasannya yang membuat ia tidak bisa bernapas sendiri seperti sekarang," Cho menjelaskan dan Tony hanya diam mendengarnya sambil menatap [Y/N].

"Kabarkan aku tentang semua perkembangannya."

.
.

"Kau tahu kekuatan Reality Stone seperti apa bukan?"

Hela menatap bosan kearah [Y/N] yang mengangguk tidak kalah bosan. Ia tidak pernah menyentuh batu itu selain saat meletakkannya dan saat pertama kali melihatnya. Namun, Ancient One memutuskan untuk membuatnya belajar tentang benda itu.

"Maka seharusnya kau tahu jika batu itu juga bisa membuatmu hidup meski kau mati sekalipun," [Y/N] mengerutkan dahinya dan menatap Hela yang mengibaskan tangannya dan menghela napas, "dan kukira kau lebih pintar daripada yang terlihat."

"Hei--"

"Reality Stone membuat semua yang kau inginkan menjadi kenyataan. Ini akan lebih efektif jika kau menggunakannya bersama dengan Mind Stone. Jika kau berharap tubuhmu menjadi normal, jika kau berharap jantungmu tetap bergerak atau kau tetap hidup meski sebenarnya kau sudah mati, bukankah itu juga akan menjadi kenyataan?" [Y/N] terdiam, sebelum matanya membulat menyadari cara yang dikatakan oleh Hela, "kau tidak pernah memikirkannya."

[Y/N] akan membuka mulut saat Hela menghentikannya.

"TETAPI, itu semua akan bisa dilakukan jika tubuhmu yang sekarang kuat untuk menahan kekuatan dari batu tersebut."

Mulutnya kembali tertutup, kali ini Hela mengibaskan tangannya dan memunculkan asap hitam sebelum mengarahkannya pada [Y/N].

"Ini yang terakhir aku membantumu, selanjutnya terserah padamu apa yang akan kau lakukan," Hela mendengus dan [Y/N] menutup matanya saat asap hitam itu mengelilinginya dan membuatnya terkurung dalam kegelapan.

Dan kesadarannya kembali hilang.

.
.

"Tony."

Tony berada di lantai dasar untuk mengambil segelas minuman alkohol. Steve bisa melihat bagaimana tangannya tampak gemetar dan bagaimana Tony tampak mencoba untuk tenang saat ia tampak tegang hanya untuk melihatnya saja.

"Aku--"

"Stop," Tony menghentikannya tanpa berbalik menatap Steve, "hentikan. Aku, tidak ingin mendengar apapun darimu Rogers."

"Aku mungkin tidak bisa meminta maaf tentang apa yang dilakukan oleh Bucky pada kedua orang tuamu Tony," Steve melanjutkannya meski Tony mencoba menghentikannya, "tetapi aku tahu tidak akan cukup aku meminta maaf beberapa kalipun untuk apa yang kulakukan padamu di Siberia."

"Bagus jika kau sadar," Tony menghantam keras gelas di tangannya pada meja hingga hampir pecah, "karena memang itu yang seharusnya terjadi. Dan kau tahu lagi apa aku inginkan? Kau bisa kembali dan menandatangani accord itu! Bebas atau tidak, dunia ini membutuhkan pahlawan. Dan berat atau tidak mengakuinya, aku tidak bisa melakukan ini sendirian."

...

"Aku membutuhkanmu Cap."

"Tony--aku... kau tahu aku tidak bisa," Steve tampak menggeleng dan menghela napas, "aku tidak bisa karena--"

"Bucky. Dan semua ini selalu karenanya bukan?" Tony tersenyum miring dan tampak menatap kearah Steve, "kau tahu apa? Kurasa selama ini kau menyukaiku hanya karena tidak ada Bucky. Aku hanya ... apa? Pelampiasan? Ya, kau hanya membutuhkanku karena kau merindukannya. Kau hanya butuh seseorang untuk menemanimu, dan gosh bodohnya aku yang menyukaimu dan mengutarakannya begitu saja padamu. Kau menerimanya hanya karena kasihan padaku."

Tony tidak memberikan jeda untuk Steve mengatakan apapun.

"Hingga sekarang, hubungan kita ... hanya aku yang benar-benar menyayangimu bukan?"

Steve tampak tersentak dan mencengkram bahu atas Tony. Ia menarik pemuda yang lebih pendek darinya itu sebelum membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman. Tony mencoba untuk melepaskannya, bergerak menggeliat agar Steve bisa melepaskan ciuman itu. Namun, tentu kekuatannya tidak sebanding dengan sang super soldier hingga ia tidak bisa bergerak banyak dari dekapan pemuda itu.

"Hhah, Rogers... lepa...skan, aku," Tony tampak mencoba berbicara disela ciuman itu meski Steve masih tidak melepaskannya, "a...ku tidak bisa, bernapas."

Dan mendengar alasan itu Steve segera melepaskannya dan masih memegang kedua bahu Tony. Tony masih terengah, namun memalingkan wajahnya tidak menatap Steve sama sekali.

"Tony, aku--"

"Mr. STARK!" Suara Peter tampak membuat Tony tersentak dan menoleh segera kearah Peter. Steve segera melepaskan cengkraman bahunya sebelum ia menoleh pada Peter, "[Y/N]--"

.
.

Sam, Bucky, dan juga Natasha sudah berada di kamar tempat [Y/N] berada sebelum Tony, Steve dan Peter kembali. Dan saat pintu terbuka, Tony cukup terkejut saat melihat [Y/N] yang sudah duduk dengan alat bantu pernapasan yang dilepas begitu saja.

"Saat ia bangun, ia melepaskannya begitu saja."

"Aku tidak mengerti," Cho sendiri tampak bingung dan mengecek keadaan [Y/N], "aku baru saja mengeceknya beberapa jam yang lalu, ia sama seperti seorang mayat hidup. Tubuhnya tidak akan bisa bergerak dengan bebas bahkan untuk bernapas sekalipun. Dan hingga sekarang seperti itu, tetapi ia terlihat sangat sehat."

"[Y/N]?" ia yang hanya menunduk dan menutup mata tampak menoleh pada Tony yang ada di sampingnya saat itu. Dan Tony bersumpah, warna iris mata [Y/N] sebelum ini adalah [E/C] dan sekarang, warna itu berubah menjadi merah. Berbeda dengan warna merah yang biasa, ia tidak bisa membandingkannya dengan warna apapun.

"[Y/N] mnegigaukan batu yang kuambil dari kamarnya sebelum ini. Dan saat kuletakkan di tangannya, ada benda seperti lumpur hitam yang keluar dari batu itu dan masuk ke dalam tubuhnya bersama dengan batu berwarna merah itu," Peter tampak menjelaskan sambil menatap [Y/N] yang berkedip sebelum matanya berubah menjadi warna semula, "kau tidak apa-apa [Y/N]?"

"Ya," tidak ada yang berubah dari tingkah laku [Y/N] kala itu. Ia hanya bergerak dan kembali berbaring, "aku tidak apa kurasa. Tetapi benda itu mengganggu."

"Aku akan memeriksamu sekali lagi [Y/N], setelah itu beristirahatlah," Cho masih bingung namun [Y/N] hanya mengangguk paham dan membiarkan Cho untuk melakukan pekerjaannya. Ia masih lelah dengan 'kebangkitan'nya dan memutuskan untuk membiarkan Cho melakukan tugasnya.

Ia bisa merasakan berpasang-pasang mata memandanginya, hingga Cho selesai memeriksanya.

"Kau tidak apa?" Bucky menghampiri dan menatap [Y/N] yang hanya mengangguk.

"Kau tahu jika Stark berada disini dan kita berada di menara Avengers bukan?"

"Kami tahu, tetapi kau terlihat tidak sehat saat kami datang ke tempatmu," Bucky menyikut perut Sam dengan keras untuk menyuruhnya diam. Dan Sam menggerutu pelan, "kurasa pacarmu ini tidak bisa mengatasinya sendiri."

Peter tersedak ludahnya sendiri mendengar apa yang dikatakan oleh Sam padanya.

"A-aku bukan pacar--"

"Begitukah?" [Y/N] tampak tidak membantah perkataan Sam ataupun mengiayakannya. Namun, ia tersenyum jahil dan menatap kearah Peter yang wajahnya semakin memerah.

"Aku harus pulang, Aunt May sudah menghubungiku," Peter berusaha untuk keluar dan menghindar dari semua pertanyaan dari para anggota, "aku akan menemuimu lagi besok setelah pulang sekolah."

"Jangan lupa membawakannya mawar untuk kencan kalian," Bucky ikut menjahili Peter dan [Y/N], dan Peter tampak hampir saja tersandung kakinya sendiri mendengar itu.

"Sa-sampai jumpa lagi Mr. Stark!"

.
.

Setelah Cho terpaksa memastikan ia baik-baik saja, ia meninggalkan Peter. Steve hendak mendekati Tony yang tidak bergerak dari tempatnya, namun dihentikan Natasha dan Bucky. Menggeleng mengisyaratkan untuknya tidak menemui Tony dalam keadaan hubungan mereka saat ini.

Dan Tony, hanya berjalan dan duduk di samping ranjang [Y/N].

"Kau baik-baik saja?"

"Bukankah Dokter Cho sudah mengatakannya? Aku baik-baik saja," [Y/N] memutuskan untuk membaca buku yang ada di samping ranjangnya, yang dibawakan Peter untuknya. Tony diam, suasana canggung tercipta begitu saja, membuatnya sedikit bingung. Ia tahu Tony jarang membicarakan apapun padanya selain tentang Peter.

"Hei--"

"Aku tahu semuanya," Tony memutus perkataan [Y/N]. [Y/N] yang tadi hendak membalik halaman buku itu tampak tidak menggerakkan kepalanya menoleh kearah Tony, namun ia juga tidak bergerak sama sekali.

"Aku tahu jika kau adalah anakku."

To Be Continue
Saya masih depresi karena Endgame. Maaf SamBuck Peter[Y/N] ga dapet scene. :")

Saya nangis nontonnya, sampe sekarang nulis atau baca cerita marvelpun masih suka sakit :")

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top