Relationship Bag-2
ARK Proudly Present
"HATE AND (To be a) LOVE"
Naruto Belongs to MK
.
.
Warning : Vote and Support SasuFemNaru .
Eps 15
.
.
Keheningan di dapur begitu terasa sampai tetes-tetesan air bak cuci piring terdengar seperti air terjun.
"Aku masih tidak percaya semua yang kulihat ini nyata," bisik Ino didekat telinga Sakura, tahu Sakura telah memikirkn hal yang sama dengannya. "Kemarin malam aku bahkan masih berfikir bahwa bertemu dengan Uchiha Sasuke masih berpeluang kurang dari satu persen."
"Kau benar." Sakura mengangguk. Ia memutar kran dan mengisi mangkok cukup besar dengan air entah untuk apa. "Sekararang kita melihat Uchiha Sasuke secara langsung dan dia jauh lebih mempesona dan seksi melebihi fotonya dimajalah."
Kedua gadis itu menggigit bibirnya masing-masing karena merasa gemas. Kemudian dengan kompak menghela nafas. Lalu secara ajaib berkata bersamaan, "Naru-chan sungguh beruntung."
Mereka saling melempar pandangan penuh arti lalu kemudian berbagi senyum kelegaan.
Sakura berkata, "Kuharap Sasori-kun tidak berbohong soal perasaan Uchiha-kun kepada Naru-chan. Karena jika memang dia mempermainkan perasaan Naru-chan lagi, aku akan menghajarnya."
Ino terkikik. "Aku setuju. Walaupun aku tidak yakin bisa menghajar wajahnya yang sempurna itu. Oh Tuhan! Jika hatiku belum tertambat dengan seseorang, mungkin aku akan langsung jatuh cinta. Dan tanpa berfikir jernih aku akan berusaha merebutnya dari Naru-chan~" Setelah mengatakan itu Ino tertawa geli.
Sakura ikut tertawa karena ia juga berfikir begitu. Beruntung Sasori berhasil membuatnya mencintai pemuda itu dengan setengah mati. "Kau benar, Uchiha-kun memang sangat tampan. Kukira pasangan Naruto Gaara akan menjadi pasangan yang ideal, tapi begitu melihat mereka bersama kukira ada yang jauh lebih sempurna. Bagaimana ya mengatakannya?"
"Mereka pasangan yang tepat," Ino menyahut. "Bukan berarti Naruto dan Gaara-kun tidak serasi. Tapi Chemistry Sasuke Naruto jauh lebih hebat dan tak tertandingi. Aku bahkan seperti margarin yang dilempar keatas wajan panas saat melihat bagaimana tatapan Uchiha-kun kepada Naru-chan. Sialan! Aku meleleh dan iri!"
"Aku memang sedikit menyesalkan jika pada akhirnya Naruto dan Gaara tidak bersatu, tapi aku pikir semuanya tidak dapat dipaksakan. Bagaimanapun Naruto tidak dapat membuka hatinya untuk Gaara. Dan mungkin sahabat cantik kita itu bisa saja menolak mengakui, tapi tatapan matanya tidak bisa berbohong. Ada perasaan khusus Naru-chan kepada Uchiha-kun," kata Sakura.
Ino menghadap Sakura dan menimpali. "Ya, aku setuju. Semalam kita sepakat untuk memberi satu kesempatan Uchiha-kun memperjuangkan Naruto. Tapi, jika ia berani menyakiti Naruto kita, maka dengan senang hati Naruto akan kubuat ia berpasangan dengan Gaara-kun."
Lalu mereka bertatapan penuh tekad. Sakura melemparkan tangannya pada Ino dan disambut gadis itu tak kalah semangat. "Deal!"
"Kalian melakukan kesepakatan apa?"
Suara Naruto menganggetkan Ino dan Sakura. Mereka buru-buru melepas jabatangannya.
Naruto nampak sedang bersandar dipalang pintu dapur, menatap kedua sahabatnya penuh kecurigaan. Beberapa saat sebelum kedua sahabatnya mengucapkan deal secara bersamaan, Naruto sudah melihat keduanya saling berbisik.
Sakura berfikir cepat. "Kesepakatan bersama untuk menghukummu! Kau harus mentraktir kita di salon Paman Orochi selepas kita melakukan photoshoot besok!"
Naruto melotot. "Hey! Untuk apa aku harus melakukannya?"
"Tentu! Karena kau sudah membohongi kami! Kau bilang sudah tidak berhubungan dengan Uchiha Sasuke, lantas kenapa beberapa saat lalu aku melihat dia sedang memelukmu?"
Ino harus bertepuk tangan karena kecepatan Sakura berfikir, akhirnya gadis pirang pucat itu mengikuti ide permainan Sakura. "Benar! Kau pikir kami tidak kecewa dengan sikapmu, Naru-chan?" Wajah Ino berubah kecewa kemudian menambahkan dengan kalimat meyakinkan. "Aku tidak tahu bahwa kau tidak mempercayai kami, Naru-chan. Kukira kita telah menjadi sahabat."
Wajah Naruto terlihat sedikit panik. Dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak. Tidak seperti itu cerita yang sebenarnya. Sasuke memelukku karena memang dia sedang tidak dalam keadaan baik. Tidakkah kau lihat perban yang melilit ditangannya. Demi Tuhan! Dia kehabisan banyak darah, melalui suntikan bius dan ia dijahit sebanyak sembilan belas jahitan. Sudah sepantasnya aku menolongnya, dan dia.. Dia bisa saja terserang demam sementara aku sedikit bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpanya!" Lalu kemudian melihat Ino. "Aku mempercayai kalian, tapi memang kami sudah berakhir. Sekarang kita hanya sebatas... Teman, mungkin?" wajah Naruto meragu.
Benarkah hanya teman? Ketika setiap pertemuan mereka selalu ada ciuman yang panas. Naruto mengkerut sendiri.
Ino dan Sakura menahan tawa mereka seukuat tenaga. Tidak menyangka ternyata mengerjai Naruto akan mengasyikan seperti ini.
Tidak tega melihat bagaimana nelangsanya wajah Naruto akhirnya Sakura membuka suara dan berkata dengan nada jahil. "Baiklah.. Kami memaafkanmu. Tapi, kesepakatan kami mau tidak mau kau harus menyetujuinya."
Naruto mendengus saat melihat kedua sahabatnya tertawa puas. Rupanya mereka berniat menjahilinya. "Dasar!" Gerutunya, namun tak ayal ikut tertawa juga. "Tapi aku penasaran.. Kenapa kalian bisa begitu kompak masih berada diapartemen?"
Ino menjawab. "Tentu kami begitu penasaran saat seorang pelayan Uchiha mengantarkan mobilmu kemari dan berkata bahwa kau sedang bersama Uchiha Sasuke. Dengan senang hati kami menunggumu untuk mendapatkan sebuah berita besar, namun siapa sangka kau mengkonfirmasinya secara langsung dengan membawa Uchiha Sasuke kemari!"
.
.
Setelah kehebohan beberapa saat lalu, Ino dan Sakura akhirnya berpamitan. Kembali pada jadwal mereka. Quality Time bersama Sasori untuk Sakura dan Family Time untuk Ino. Akhirnya Naruto bisa bernafas lega karena pada akhirnya kedua sahabatnya itu berhenti membrondongi pertanyaan yang membuat Naruto pusing. Kini, Naruto sedang memasak makan malam dengan menu sederhana. Sup ayam dengan tahu susu. Sementara Sasuke malah tertidur di sofa. Rupanya obat bius itu berpengaruh pada rasa kantuk Sasuke, sehingga ketika Naruto kembali dari dapur ia malah melihat pemandangan sang Uchiha sedang terlelap.
Ino dan Sakura harus memekik, karena bagi mereka wajah malaikat Sasuke semakin tampan tatkala keduanya melihat begitu damainya sang Uchiha saat tertidur. Tidak ada aura dingin seperti biasanya.
Masakan sudah siap, beberapa menit lagi nasi akan segera matang. Naruto sudah menata meja untuk makan malamnya dengan sang Uchiha. "Aku melakukan ini semua bukan karena peduli, tapi rasa kemanusiaanku memang tinggi. Dan kita memiliki kesepakatan untuk bicara," gumam Naruto meyakinkan diri sendiri.
Naruto membangunkan Sasuke. "Sasuke bangunlah." Tidak sulit ternyata membangunkan sang Uchiha. Kebiasaan awasnya memang membentuk Sasuke menjadi orang yang lebih peka dan bisa merasakan gerakan sekecil apapun pada tubuhnya.
Sasuke nampak pusing. Namun begitu melihat Naruto , dia tersenyum kecil. Naruto tiba-tiba teringat masa lalu. Masa-masa saat mereka masih menjadi sepasang kekasih penuh dengan suasana romantis dan menyenangkan. Naruto berdehem. "Waktunya makan malam," katanya singkat sebelum berdiri dengan kecanggungan yang tiba-tiba.
Sasuke mendengus geli. Merasa gemas melihat sikap Naruto yang diarasa lucu. "Hn." Lalu pemuda itu bangkit dari kursi dan sedikit terhuyung. Naruto membantunya secara refleks.
"Kau baik-baik saja?"
Secara tidak terduga Sasuke mendekap Naruto dan berkata. "Sedikit pusing." Ia membaui leher jenjang Naruto.
"Hentikan Sasuke. Kita harus makan malam, kau harus meminum obatmu." Naruto melepaskan pelukannya. Sasuke terlihat enggan.
"Baiklah.. Tapi kurasa aku harus mengganti baju." Ia memandang kemejanya yang berkeringat dan terciprat darah juga celananya yang dipenuhi bekas darah.
"Ah.. Aku lupa. Tapi aku tidak memiliki baju yang cukup besar. Tapi mungkin dilemari Sakura ada pakaian milik Sasori."
Sasuke tidak terlihat terkejut dengan fakta itu, karena sejak awal dia mengetahuinya. Sasori adalah informan nomor satunya. "Tidak perlu. Dimobil aku menyimpan beberapa pasang baju."
"Baiklah, aku akan mengambilnya. Tunggu sebentar." Naruto buru-buru mengambil kunci mobil Sasuke dan bergegas mengambil baju milik Sasuke.
Naruto memilih satu pasang celana bahan dan kaos polo. Dia memberikannya kepada Sasuke. "Bergantilah dikamarku, aku tunggu diluar."
Naruto membimbing Sasuke kedalam kamarnya.
"Tanganku mati rasa. Mungkin tak bisa kugunakan selama beberapa hari kedepan." Sasuke berhenti saat Naruto membuka pintu kamarnya. Lalu berbisik dengan suara serak. "Jadi bisakah kau membantuku berganti pakaian?"
"Akh! Kenapa kau memukulku, sayang?"
"Tentu saja untuk mengembalikan kewarasanmu, Teme!"
Wajah Naruto memerah. "Masuk dan cepat ganti bajumu!"
"Lihatlah!" Sasuke mengangkat tangan kanannya yang terangkat secara otomatis ketika membuka kancing kemeja, dan Naruto menyadari ternyata Sasuke memang tidak mampu.
"Sini biar kubantu." Naruto buru-buru membantu sambil memegang lengan Sasuke dan menarik Sasuke untuk berdiri didalam kamarnya. Sasuke berdiri didepan Naruto, lengan kanannya bergantung lemah disisi tubuhnya. Dengan cekatan Naruto membuka satu persatu kancing kemeja Sasuke. Saat hampir menyelesaikan kancing terakhir lengan Naruto tidak sengaja menyentuh perut Sasuke. Lalu terhenyak saat melihat namanya terukir dibawah belikat Sasuke.
Naruto berhenti. Tiba-tiba proses membuka pakaian ini terasa begitu intim baginya. Wajahnya memerah karena pikiran kotornya malah mengingat masa lalu. Masa dimana ia melepaskan dirinya pada laki-laki dihadapannya.
"Kenapa berhenti?" Tanya Sasuke serak.
Naruto sangat berusaha untuk bersikap biasa dan tidak terpengaruh dengan suara yang sialan begitu seksi terdengar ditelinganya. Ketika memandang mata Sasuke yang kini menatapnya penuh hasrat, Naruto dengan berani menjawab dengan pertanyaan. "Berapa banyak lagi kau mentato tubuhmu dengan namaku?"
Sasuke menyeringai menggoda. "Dua.. Dan kurasa tidak buruk untuk menambahnya lagi."
Naruto salah tingkah dan Sasuke berusaha untuk menahan dirinya agar tidak menerkam mangsa yang begitu empuk dihadapannya. Dengan perasaan gemas, Sasuke memeluk Naruto. "Aku merindukanmu, sayang."
Naruto memalingkan wajahnya. Sasuke menggeram karena tidak berhasil mencium pipinya. "Cepatlah berganti pakaian, badanmu demam, kau harus segera meminum obatmu."
Sasuke nampak kesal, namun perkataan Naruto selanjutnya membuatnya tersenyum. "Kau harus lebih berusaha untuk meyakinkanku. Karena kau masih memiliki banyak penjelasan dan.."
"Dan?"
"Dan butuh makan malam." Naruto menambahkn buru-buru. Hampir saja Naruto mengucapkan, 'dan berushalah membuat hatiku kembali mempercayai juga mencintaimu.'
"Lalu cepatlah keluar, karena aku tidak yakin bisa menahan diri lebih banyak. Setiap melihatmu, aku selalu ingin menciptakan Uchiha baru."
"Brengsek!"
Sasuke tertawa saat Naruto membanting pintu dengan cukup keras.
.
.
Makan malam terasa aneh bagi Naruto. Dan terasa jauh lebih aneh saat Naruto menyadari bahwa ia belum mengganti pakaian dan mandi saat makan. Gadis itu ingin cepat-cepat menyelesaikannya. Rasanya tidak nyaman. Apalagi setiap melirik kearah Sasuke, Naruto selalu mendapati sang Uchiha tengah menatapnya dengan tatapan oniksnya yang tajam dan begitu intens. Sampai-sampai merasa heran bagaimana Sasuke bisa menghabiskan dua mangkuk kecil sup ayam itu tanpa melihat mangkuknya.
Waktu berlalu dan makan malam selesai. Naruto membereskan meja dan mengangkut wadah bekas ke pencucian. "Aku meletakan obatmu dimeja, kau bisa meminumnya dan beristirahatlah."
"Kita sepakat untuk berbicara malam ini Naru."
Naruto memandang Sasuke jengah. "Tidak bisakah kita bicarakan ini esok hari? Setelah keadaanmu membaik? Setidaknya dalam kondisi kau tidak demam? Aku berjanji tidak akan menghindar." Naruto membujuk dan mencoba bernegosiasi. Walau harapan Sasuke menurutinya sangat kecil. Sasuke selalu memaksa.
"Aku tidak peduli."
Sudah Naruto duga. Menghela nafas lalu berkata, "Terserah. Kau bisa menungguku di ruang tamu. Aku akan membereskan ini dulu," tunjuk Naruto pada tumpukan piring.
"Hn." Sasuke bergumam, lantas pemuda itu menunggu Naruto di sofa seraya menyalakan sebuah program televisi. Beruntung siaran langsung sepak bola dapat ditemukannya. Beberapa menit Sasuke terlarut dalam pertandingan sepak bola yang berimbang itu. Sebelum suara getaran ponsel milik Naruto berbunyi.
Gaara Memanggil...
Sasuke langsung mematikan panggilan itu dengan rasa marah dan kesal. Namun saat hendak kembali menyimpan ponselnya, sebuah pesan dari Gaara masuk. Karena penasaran, Sasuke membukanya. Beruntung Naruto tidak mengganti pola yang biasa dia pakai untuk mengunci.
Lalu dibacalah pesan dari Sabaku Gaara.
Naru, kau pasti sedang sibuk.
Aku hanya ingin memberitahu bahwa serangkaian pengobatan dan kemoterapi untuk kankerku tidak berjalan dengan baik. Konyol sekali, Rumah Sakit German merujukku untuk melakukan Operasi di Konoha. Rumah sakit milik Uchiha.
Ayahku tentu akan mencari alterntif lain. Sayangnya, tidak ada yang sebaik Uchiha Itachi untuk kanker otakku.
Sepertinya aku akan mati. Tapi kau jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Minggu depan aku akan kembali ke Konoha.
Aku merindukanmu, cantikku.
Sasuke mengabaikan kata-kata romantis Sabaku Gaara. Ia terlalu terkejut dengan fakta baru yang diterimanya. Gaara, memiliki kanker? Sejak kapan? Larut dalam pikirannya sendiri sampai-sampai tidak menyadari Naruto telah berdiri dibelakangnya dan berteriak marah.
"Apa yang sedang kau lakukan dengan ponselku, sialan?!"
Naruto merebutnya dan memeriksa sebuah pesan yang telah Sasuke baca. Lalu memekik. "Oh Tuhan! Gaara!" Naruto hampir menangis membaca pesan Gaara.
"Bagaimana ini?" Naruto berbicara sendiri karena panik mendengar kabar dari Gaara. Melupakan Sasuke.
Sasuke menghampiri Naruto dan mencengkram bahunya. "Katakan, Naru... Katakan sejak kapan Gaara memiliki penyakit ini?!" Sasuke sama paniknya.
"Demi Tuhan! Si Bodoh itu...! Ceritakan apa yang kamu tahu, Naruto. SEMUANYA!"
Naruto yang melihat Sasuke ikut panik dan kacau akhirnya menghela nafas kasar. Mungkin tidak salah ia menceritakannya pada Sasuke setelah pemuda itu mengetahui semua ini. "Kau berjanji tidak akan membocorkan hal ini pada siapapun? Dan tidak akan mempengaruhi Sabaku Corp?"
"Jangan konyol! Aku tidak selicik Sabaku dalam berbisnis. Dan aku harus tahu, Gaara adalah mantan sahabatku. Jika analisa dan tebakanku benar, maka aku akan mengerti alasan kenapa si sialan Gaara itu dulu lebih memilih berpihak pada ayahnya dan menjadi boneka Sabaku Rasa."
Naruto menghela nafas. "Baiklah..."
Lalu Naruto menceritakan semuanya. Sejak kapan Gaara mulai divonis. Menceritakan apa yang sudah Gaara ceritakan termasuk hubungan rumitnya dengan sang Uchiha. Diakhir ceritanya Naruto memungkas dengan kalimat, "Dan kau dengan jahatnya merebut tunangannya? Kemudian memusuhinya. Gaara hanya ingin menyelamatkan keluarga dan bisnisnya dan hidup dengan orang yang dia cintai."
Sasuke mendengus kasar. "Sekarang aku mengerti dengan sikapnya dulu. Tapi bukan berarti dia benar, sayang. Dunia bisnis memang kejam, tapi bukan berarti harus bersikap curang dan mengambil jalan pintas yang merugikan pihak lain. Uchiha bisa saja membantu Sabaku, tapi Sabaku Rasa tidak akan membiarkannya. Karena jika itu terjadi, lebih dari 50% saham akan dikuasai Uchiha."
Naruto berfikir, mungkin benar Ayah Gaara terlalu serakah, seharusnya tidak membebani Gaara seperti itu. Didunia bisnis untung rugi adalah hal biasa. "Lalu bertunanganmu?" Naruto menuntut. Dia masih tidak terima dengan perlakuan dimasalalu Sasuke terhadap Gaara.
"Baiklah biar aku ceritakan yang sesungguhnya. Jangan pernah sekalipun untuk memotong perkataanku, mengerti?" Sasuke memberi peringatan terlebih dahulu karena tahu Naruto memiliki kebiasaan suka memotong perkataan saat sedang dilanda emosi.
"Sayang, pertunangan itu memang dilakukan jauh sebelum aku mengenalmu. Aku akui pertunangan itu merupakan bentuk formalitas dan bentuk kepedulian Uchiha terhadap Namikaze. Kesalahan yang dibuat Sabaku akan menghancurkan Namikaze diketahui Kurama. Dan Itachi –kakakku, tidak mungkin berdiam diri saat mengetahuinya. Dia meminta tolong kepadaku untuk membantu paman Minato dari keserakahan Sabaku."
"Tapi ayah Gaara melakukannya karena-"
"Diamlah, sayang. Atau kau tidak ingin aku melanjutkan cerita membosankan ini." Sasuke tidak pernah suka menjelaskan apapun, berbicara panjang lebar bukan keahliannya. Tapi untuk Naruto, dia rela melakukannya tanpa diminta.
Naruto menghela nafas. "Baiklah."
"Sebelum Sabaku melakukan hal keji kepada Namikaze, mereka terlebih dahulu melakukannya pada keluarga terdekatnya, Akasuna. Kemudian pada Hyuga walau tidak separah Akasuna. Gaara yang saat itu tahu persis apa yang sedang dilakukan ayahnya tidak berbuat apa-apa bahkan pura-pura tidak tahu seperti orang tolol. Semua orang mungkin dikelabuinya, tapi tidak berlaku untukku. Sementara aku tidak bisa melihat perusahaan kedua sahabatku hancur dan dikuasai oleh Sabaku dengan cara yang licik. Persahabatanku dengan Gaara sudah dipastikan hancur. Aku menunggu Gaara untuk bicara berbulan-bulan, tapi si sialan itu hanya diam dan menjadi boneka ayahnya." Sasuke mengehentikan penjelasannya, lalu merenung.
Sasuke terlihat seperti sedang mengenang masa lalu dan kilatan kekecewaan pada matanya memang semudah itu Naruto baca. Ada rasa lega yang menghampiri benaknya. Ternyata, keduanya salah faham. Naruto merasa tidak adil pada Sasuke karena dulu sudah menilai sangat buruk Sasuke.
"Lalu?" Naruto membuyarkan lamunan Sasuke.
"Kami keluarga Uchiha sepakat untuk menambah kerja sama agar Namikaze tidak mengalami kehancuran. Malam itu kami sekeluarga makan malam untuk membahas kerja sama kami. Namun secara mengejutkan Karin memintaku untuk menjadi tunangannya. Aku menerimanya, karena kupikir itu baik untuk Namikaze dan untukku. Kau tahu betapa aku marah pada Sabaku sialan itu? Dan cara itu merupakan balas dendam terbaik. Paman Minato tidak harus hancur. Karinpun mengakui bahwa dia tidak pernah mencintai Gaara. Lalu kenapa hubungan mereka harus dipaksakan?"
Naruto nampak sangat terkejut karenanya. "Karin tidak pernah mencintai Gaara? Sialan!" Naruto tiba-tiba merasa sangat marah.
Sasuke mendengus dan tersenyum miring. "Sejak awal aku tahu bahwa dia hanya mengejarku. Entah bagaimana mereka bisa bersama. Aku hanya pura-pura tidak pernah tahu."
"Lalu kau menghancurkan hati Gaara dengan menemuinya beberapa minggu sebelum mereka hertunangan?"
Sasuka menyahut. "Itu diluar dugaan. Karin yang membawaku untuk menemuinya. Dan dia pantas mendapatkannya." Dan mengedikan bahu. Sasuke lalu bergeser untuk duduk lebih dekat dengan Naruto.
Naruto menggeram "Dengan kata lain, sejak awal Karin manfaatkan Gaara? Wanita ular!" Naruto meraung.
Sasuke mendelik. "Mengapa kau harus bergitu peduli?"
"Tentu saja aku peduli pada Gaara!"
Sasuke melotot. Dengan kecemburuan yang tiba-tiba menyeruak kedalam hatinya Sasuke melempar tatapan tajamnya pada Naruto. "Apa katamu, Dobe?"
"Aku peduli pada Gaara! Wanita itu tidak pantas memperlakukan Gaara seperti itu! Bahkan dia tidak pernah pantas mendapatkan cinta Gaara!" Naruto yang emosi sepertinya memang tidak peka terhadap kecemburuan sang Uchiha yang mulai menampakkan bahaya.
"Lalu siapa yang lebih pantas. Apakah itu dirimu?" Jika saja tangannya tidak terasa sakit mungkin dengan senang hati Sasuke melempar Naruto keatas ranjang. Berani sekali gadis nakalnya itu!
"Kau melenceng jauh, Sasuke. Tapi mungkin saja aku lebih pantas."
Sasuke seperti api yang disiram bensin. "Katakan Naru, kau meninggalkanku karena pria lain?"
Naruto hanya mendelik, karena ia sedang terfokus pada kemarahannya sendiri kepada Namikaze Karin.
Sasuke semakin diselimuti oleh kecemburuan dan emosi gelap sehingga kata-kata selanjutnya yang dia ucapkan tidak tersaring dan terkesan sembrono. "Apakah kau tidak memilihku karena untuk tidur dengan Sabaku Gaara?!"
PLAK!
Naruto menamparnya. Keras. Itu pertama kalinya salah satu dari mereka memukul yang lain. Naruto terkejut melihat bekas tamparannya dipipi putih sang Uchiha. Kalau telapak tangannya tidak berdenyut-denyut seakan ditusuk ratusan jarum, ia tidak akan pernah percaya telah melakukannya. Sebersit rasa takut menjalari tubuhnya ketika memikirkan apa yang akan dilakukan seorang Uchiha Sasuke sebagai balasan.
Tetapi bukannya marah, Sasuke malah tersenyum miring. Ia tahu, dari reaksi kasar Naruto, tuduhannya tidak mungkin benar. Ia merasakan kelegaan yang amat sangat. Sebongkah penderitaan mulai mencair dalam dadanya. Hal yang paling mengerikan dan ditakutinya tidak terjadi, Naruto memiliki pria lain. Alasan Naruto tetap memilih meninggalkannya bukan karena mencintai pria lain. Malam ini ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan Naruto kembali. Membuat kompromi apapun. Menyembuhkan luka apapun. Meluruskan kesalahfahaman apapun. Tapi jika Naruto mencintai pria lain, Sasuke tidak ingin disalahkan jika harus melenyapkannya. Tidak peduli jika ia adalah Sabaku Gaara. Seseorang yang kini diam-diam Sasuke kembali akui bahwa dia adalah sahabat.
Senyuman miring Sasuke membuat keberanian Naruto kembali. "Beraninya kau mengatakan hal itu kepadaku, brengsek!"
"Kau tampak sangat manis saat sedang marah," komentar Sasuke melenceng jauh. Saat Naruto hendak beranjak karena marah, Sasuke menarik lengan kecil Naruto. "Dengar Naru, aku belum selesai. Aku mengatakannya karena aku sangat cemburu. Tahukah kau bagaimana rasanya aku menahan diri untuk tidak menemuimu selama beberapa bulan ini? Aku selalu merasa ingin membunuh pada setiap laki-laki yang berusaha mendekatimu, menyentuhmu." Sasuke menyentuh bibir Naruto dan gadis pirangnya hanya diam. Kemudian melanjutkan, "Aku ingin mencabik-cabiknya. Aku bahkan tidak peduli saat paman Minato dan Kurama memukulku saat dengan tiba-tiba aku memutuskan pertunanganku dengan Karin yang sama sekali tidak berarti untukku. Pukulan mereka tidak bisa membuatku mati. Tapi..," Sasuke mengikis jarak mereka berdua dan berkata dengan nada putus asa, "Aku bisa saja mati jika melihatmu bersama pria lain dan aku hanya menyaksikannya dari jauh."
Naruto meghirup nafas. "Kau gila!"
"Aku memang gila. Aku tergila-gila padamu, Naruto. Gila, dan jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam hidupku." Tangan depan Sasuke yang bebas membelai pipi Naruto dengan mesra.
Naruto kehabisan kata-kata. "Kenapa?" Rasanya Naruto menjadi sangat konyol karena kata yang dia ucapkan hanya itu. Kenapa?
Dengan tarikan lembut Sasuke membimbing Naruto untuk berdiri dan mengelilingi ujung lain sofa yang sedanga mereka duduki. Lalu Sasuke meletakan tangan kirinya yang tidak sakit ke bahu Naruto dan menekannya sampai Naruto terduduk dikursi tinggi dibelakangnya.
Naruto bersyukur kursi itu ada disana. Ia pikir ia akan pingsan. Lega atas apa yang diucapkan Sasuke padanya dan karena pengakuan cinta sang Uchiha. Oh, Naruto bisa saja menyangkal perasaan itu, tapi hati kecilnya tidak bisa membohongi bahwa perasaan bahagia itu menyelimutinya. Sasuke tidak mencintai wanita manapun selain dirinya.
"Lalu apakah aku harus mempercayai semua ceritamu?" tanya Naruto dengan suara yang lebih berkompromi.
Sasuke membuka paha Naruto dan melangkah masuk, mendekatkan tubuh mereka. Naruto bisa merasakan otot-otot perut dan seksinya dada sang Uchiha. "Kau bisa bertanya kepada ayah, ibu dan kakakku untuk kebenarannya," katanya. "Pada masa remajaku yang kacau, ku pikir seks itu hanya untuk iseng. Aku serakah tapi menjaga jarak, kau paham?"
"Bisa jadi. Mana tahu, isi pikiran dan hatimu."
Keras kepala, pikir Sasuke gemas. "Sayang... Aku tidak tahu arti bercinta sampai melakukannya denganmu. Dan aku tidak tahu rasanya mencintai sampai kau membuatku cemburu sampai gila. Walau aku sangat marah padamu waktu itu karena kau juga terlihat mempermainkan aku, aku sama sekali tidak bisa hidup tenang saat aku mengusirmu. Setiap detik pikiranku hanya untukmu. Dan ketika aku melakukannya dengan orang lain, rasanya seperti sampah." Sasuke mengingat dimana malam ia bercinta dengan Karin.
"Apakah setelah semua yang terjadi dan apa yang ku jelaskan ini membuatmu berfikir bahwa perasaanku hanyalah kebohongan?"
"Tidak."
"Kalau begitu, masalah kita selesaikan sayang?" Sasuke menundukkan kepala, mendekatkan wajahnya kewajah Naruto. Bibirnya membelai leher dan dan daun telinga Naruto.
Sasuke mencium bibir Naruto, tetapi menahan gairah yang berdenyut-denyut diantara mereka. Ia memainkan bibir Naruto dengan bibirnya. Tetapi menahan diri untuk sesuatu yang laki-laki itu inginkan. Menghisap bibir ranum yang menjadi candunya. Yang menjadi bayangan setiap malam sebelum tidurnya.
Naruto berkata dalam hati, 'Maafkan aku Gaara. Mungkin kau benar, ciuman pertama kita waku itu adalah ciuman terakhir kita. Selanjutnya, aku hanya menganggapmu sebagai kakakku. Dan sejak awal memang seperti itu.'
Sasuke mengangkat tangan Naruto ke belakang lehernya dan menautkannya. Lalu ia menelusuri bagian dalam lengan Naruto, menikmati erangan yng tanpa sadar Naruto keluarkan karena sentuhannya. Ibu jarinya membelai ketiak yang tertutup kemeja Naruto. Tangannya berhenti. Lalu telapak tangannya membelai sisi payudara Naruto. Meremasnya pelan.
"Berhenti Sasuke."
Sasuke menggeram. "Apalagi, Naruto?"
Naruto menjawab. "Dengan satu syarat. Kau akan melakukan apapun untukku."
"Apapun."
Naruto menyeringai. "Biarpun dunia memusuhimu?"
"Ya."
'Uchiha adalah lawan yang tangguh untuk Senju dan Namikaze. Maafkan aku Sasuke, tapi akupun memiliki tujuan lain saat menerimamu kembali.'
Saat Sasuke hendak memeluknya, Naruto menahan Sasuke dengan tangannya. "Cukup. Kau harus istirahat. Besok pagi aku ada pemotretan dan kau terkena demam."
Sasuke mengerang saat Naruto kabur dan mengunci diri didalam kamar Sakura.
.
.
Bersambung...
Ark hapus note yang sebelumnya. Diganti sama curhat :
KENAPA WATTPAD EROR BIKIN MAKAN ATI GINI?
Seteelah perjuangan dan doa.. Akhirnya tulisan chapter 15 ini berhasil di publish.
Ajegilee... Dua hari erornya. Publish unpublis terus berulang-ulang sampe pengen lempar HP.
See U next Chap
Vote yang banyak biar moodku membaik. Besok libur loh... Ada banyak waktu buat ngetik sapa tau bisa apdet kalo vote nya banyak. HAHAHA
Regards
Ark
Istri SAH BANGET Uchiha Itachi. Udah pake surat pengadilan agama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top