5. Kekasih Isaac


Part 5 Kekasih Isaac

Tiga bulan kemudian ....

"Siapa kau?" Wanita itu meneliti Naya dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Ah, pelayan baru. Bawakan aku teh hangat," perintahnya sambil melemparkan tas merah muda dengan corak kulit buaya tersebut pada Naya.

Naya menangkap tas tersebut sebelum mendarat di lantai. Yang kemudian mendapatkan hadiah senyum mencemooh dari wanita berambut pirang tersebut. "Kali ini kau beruntung," komentarnya sebelum berjalan masuk.

"Kekasih tuan. Nona Leela." Naya tak terkejut dengan jawaban tersebut ketika menuangkan air panas dengan hati-hati ke cangkir. Ia hanya ingin memastikan. Isaac tak memiliki saudara laki-laki maupun perempuan seingat yang diketahuinya.

Saat Naya keluar dari dapur, ia melihat Leela sedang sibuk mengamati buket bunga yang diletakkan di samping sofa. Setelah menyesap tehnya, wanita itu sibuk merapikan polesan make up sambil memerintah ini dan itu pada pelayan yang lain untuk persiapan penyambutan Isaac yang tak lama lagi.

Naya menunggu di samping pintu dapur. Sudah tiga bulan sejak Isaac meninggalkan rumah. Menyiksa dirinya dengan pertanyaan penuh kegamangan tentang keinginan pria itu dari dirinya untuk membayar semua bantuan yang diberikan padanya.

Kenapa pria itu mau membantunya?

Kenapa pria itu menikahinya?

"Kau!" Naya tersentak, menatap Leela yang menunjuk dirinya lalu tumpahan teh di meja. "Bersihkan ini."

***

Begitu Isaac melewati pintu utama, hujan kelopak mawar tujuh warna menyambut pria itu. Bersamaan tepuk tangan para pelayan yang diperintah Leela. Langkah Isaac terhenti, pandangannya menemukan Naya yang berdiri di antara para pelayan dengan pakaian yang membuat ujung bibir pria itu berkedut kesal.

Ia menghabiskan berjam-jam duduk di kursi pesawat dan mobil, tubuhnya terasa pegal semua dan rasa penatnya semakin ditumbuk lebih banyak ke dalam dirinya dengan pemandangan yang menyambutnya saat ini. Leela masalah lain, tapi Nayalah pusat masalahnya sekarang.

"Kejutan!" seru Leela dengan wajah berseri-seri. Muncul di hadapan Isaac dengan satu tangan memeluk buket bunga besar dan lengan lainnya yang melebar. Mendekati sang kekasih dengan penuh semangat.

"Apa semua ini?" Isaac menyingkirkan kelopak mawar merah yang tersangkut di pundaknya. Tak ada ekspresi apa pun di wajahnya yang dingin.

Leela mendekat dengan sisi kiri dan bergelayut manja di lengan Isaac. "Aku tak sabar untuk bertemu denganmu, sayang. Jadi aku membuat kejutan ini untuk ..."

"Aku lelah." Isaac menarik lengannya. "Dan aku ingin beristirahat. Pulanglah, ini sudah malam."

"Pulang?" Bibir Leela memberengut, tapi ia sudah terbiasa dengan penolakan pria itu. "Aku tak akan mengganggu istirahatmu. Tapi ..."

"Ada di bagasi mobil," potong Isaac berjalan masuk. Memberikan buket bunga dari Leela pada salah satu pelayan yang terdekat saat wanita itu memekik senang dan segera mendekati mobil. "Ikut denganku," perintahnya sebelum melewati posisi Naya. Langsung naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar utama.

Sekilas mengedarkan pandangan ke sekeliling, tak ada yang berubah. Kecuali koper yang digeletakkan di samping ranjang. Resletingnya terbuka dan beberapa helai pakaian mengintip keluar. "Apa itu?"

Naya lekas mendekati kopernya dan merapikannya. "Aku tak tahu kalau kau datang hari ini, jadi aku tak sempat untuk membereskannya ..."

Garis di bibir Isaac semakin menajam. "Untuk apa benda itu ada di sana?"

"Maaf, aku ..." Naya gegas menyeretnya menjauh, tetapi Isaac menyentakkan pegangannnya dan membantingnya menjauh. Kepucatan seketika merebak di wajahnya bercampur rasa takut. Sejak tatapan mereka bertemu untuk pertama kalinya begitu pria itu datang, ia bisa merasakan kemarahan yang berkobar di mata pria itu. Dan saat ia menyadari kesalahannya, seharusnya ia minta maaf lebih cepat karena muncul di hadapan kekasih pria itu.

"Tak heran jika Aariz menceraikanmu, Naya. Lihatlah penampilanmu saat menyambut suami, yang bahkan sudah tiga bulan tidak kau temui," cemooh Isaac yang jika mungkin, kulit wajah Naya bisa lebih pucat lagi. Tatapan tajam pria itu mengamati Naya yang tertunduk. "Berapa lama Leela datang?"

"Satu jam yang lalu."

"Apa satu jam tidak cukup bagimu meski hanya untuk menyisir rambut?" Isaac maju satu langkah untuk melepaskan tali rambut di kepala Naya. "Aku tidak suka rambutmu ditali dan pergilah mandi."

Naya hampir menangis dengan makian tersebut. Tetapi itu seketika mengingatkan dirinya bahwa dirinya adalah istri Isaac dan kesalahan sepenuhnya berada di posisinya jika dirinya tidak segera mengabulkan keinginan pria itu masuk ke dalam kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, Naya tak menemukan koper miliknya dan Isaac di dalam kamar. Ia hanya mengenakan jubah handuk membungkus tubuhnya yang telanjang. Dan saat mendengar suara langkah mendekat dari balik pintu, kepanikan segera menyergapnya. Isaac berjalan masuk.

"Mencari sesuatu?"

"Koperku."

"Lima tahun menikah dengan Aariz. Selain patah hati, apakah hanya semua sampah itu yang kau dapatkan darinya?"

Napas Naya tercekat dengan keras. Hanya perasaannya saja atau pria itu benar-benar sedang marah dengannya? Tatapan cemooh yang kental menusuknya dalam, membuat wajahnya tertunduk dalam.

Isaac melempar dua kantong di tangannya ke lantai tepat di depan kaki Naya. "Aku sudah memberikan semua yang kau inginkan, Naya. Apakah hanya sebatas ini caramu memperlakukanku sebagai seorang suami?"

Naya menelan ludahnya. "Maaf."

Isaac melewati Naya, berjalan menuju pintu kamar mandi. "Aku tak sempat makan siang dalam perjalanan pulangku. Sekarang aku sedang lapar, jadi bukan kata maaf yang kubutuhkan darimu."

Naya mengangguk, mengeluarkan isi dari kantong yang diberikan Isaac. Entah bagaimana pria itu mendapatkan semua barang-barang ini. Pakaian dalam dan dres selutut dengan kerah yang cukup lebar. Bukan model yang disukainya tetapi Naya segera mengingatkan diri bahwa sekarang sudah menjadi istri Isaac.

Selesai berpakaian, ia menyempatkan diri untuk melihat Aaron yang masih terlelap boks bayi sebelum turun untuk menyiapkan meja makan. Ia tak benar-benar tahu apa makanan kesukaan pria itu, tetapi beruntung pelayan yang bekerja cukup lama di tempat ini mengenal kebiasaan Isaac dan membantunya banyak. Dan saat ia menyadari, seharusnya dirinya mempelajari kebutuhan Isaac di sela-sela waktu luangnya mengurus baby Aaron.

Isaac turun tepat ketika Naya selesai merapikan piring bersih, tanpa mengatakan apa pun pria itu duduk di kepala meja. Membiarkan Naya menyendokkan nasi dan lauk pauk, serta menuangkan air putih. Ada kepuasan dalam hatinya, wanita belajar dengan cepat.

Naya menghabiskan isi piringnya tak lama setelah Isaac meninggalkan ruang makan lebih cepat dan menyuruhnya menyusul ke atas. Memastikan pada pelayan kalau Isaac tidak membutuhkan apa pun tanpa sebuah perintah yang jelas sebelum kembali naik ke kamar.

Kembali masuk ke dalam kamar, ia disambut kesunyian. Langsung menemukan pria itu duduk di tepi ranjang. Sedang memeriksa ponsel dan langsung meletakkannya di nakas begitu Naya masuk.

"Tutup pintunya," pintah Isaac lagi. Beranjak berdiri dan kedua tangannya memegang ujung kaos polosnya sebelum menariknya ke atas melewati kepala saat berjalan mendekati sang istri. Ya, istrinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top