Ulasan Kedua
Pelangi
queen-nera
Hivi. Aku baru pertama dengar lagunya di Youtube. Dan agak bisa membayangkan cerpen Pelangi ini. Tentang cinta remaja yang dibalut dengan keteguhan si cewek untuk memegang prinsip dan kepercayaan bahwa cinta karena Tuhan akan selamanya bersemi.
Aku pribadi suka karena ada semacam alarm di cerita ini. Tentang batasan yang--mungkin--Malihah coba tuangkan ke cerpen ini. Good job 😂. Dan mengambil satu setting dengan sedikit kenangan masa lalu. Aku rasa di bagian itu enggak ada masalah. Hanya saja ada beberapa yang menurutku harus lebih diperhatikan:
Yang pertama:
Sedikit tentang pemilihan kata dan tanda baca 😂. Bergedek artinya menggeleng karena pengaruh pil ekstasi 😂. Ini sangat rawan kalau ada pembaca yang mengira seperti itu 😂. Mungkin ingin mencari kata baru, tetapi harus sesuai juga dengan kondisi si tokoh 😂.
(Hana menggeleng. "Enggak. Emang itu kertas apaan?" Dia melirik kertas yang segera dilipat Saffana).
("Mm ... enggak, kok." Tangan Saffana cekatan memasukkan kertas itu ke saku kemeja).
Dan soal penempatan koma 😂.
("Hayo ... lo abis ditembak lewat surat itu, yah?")
Yang Kedua:
Satu paragraf tanpa titik 😂. Ini aku usahakan enggak berbenturan sama minatku yang lebih condong ke paragraf dengan lebih dari tiga kalimat 😂. Jadi, paragraf (aku enggak yakin) ini sebenarnya sudah rapi secara penyusunan--menurutku. Cuma, yah, itu tanda bacanya sangat minim. Coba kalau kita kasih seperti ini:
(Saffana bisa saja mengikuti akal cerdik Hana, tetapi tidak mungkin. Namun, surat itu harus dia dapatkan kembali. Mata bulatnya yang jernih menatap bergantian bangku dan Hana. Kedua cuping hidung mancungnya tampak membesar dan mengecil dengan cepat. Bibirnya mengulum kemudian berdecak. Tidak bisa. Dia perempuan yang harus menjaga sikap. Bukan Hana yang tidak memiliki kejelasan pada gender).
Dan dibanding cantik, buat pembaca mengetahui sedikit wajah Saffana 😂. Sedikit deskripsi menurutku enggak akan membawa masalah. Asal tepat (catatan buat aku juga).
Yang ketiga:
Apostrof 😂.
("Gue baru inget. Artinya, gue cinta sama lo, 'kan?")
'kan ---> bukan 😂. Pakai petik tunggal untuk menandakan kalau kata tersebut dipotong 😅.
Yang Keempat:
Ber-oh-ria 😂. Ada masalah? Secara umum, enggak. Pribadi, iya 😂. Kata ini sudah sering banget dipakai buat menggambarkan tokoh yang menerima informasi dan enggak tahu harus menimpali dengan ucapan apa 😂. Saranku, cari body language lain untuk bisa menjadi tanggapan 😂, tanpa oh ria 😂.
Yang kelima:
Sekilas memang tidak ada masalah. Namun, aku butuh dua kali baca buat membayangkan dan menangkap apa yang dimaksud 😂.
("Aku enggak mau kamu nyebut nama dia lagi." Saffana mengalihkan tatapan. Ada desakan kuat untuk menangis; memuntahkan semua yang terikat dalam kenangan. Dia masih ingat ketika lelaki itu merenggut paksa kepercayaan, seolah cinta sudah salah berlabuh).
Aku pakai close camera 😂. Namun, hanya sekilas. Soal penggambaran Saffana yang ingin menangis. Sedikit gerak-gerik dan pikirannya. Kenapa? Karena menurutku akan lebih kena kalau kita pakai close camera, di mana tidak hanya memberi penggambaran yang terlihat lawan bicara si tokoh (seperti punya Malihah), tetapi juga agak spesifik soal perasaan dan gerak-gerik tokoh yang sedang berbicara 😂.
Yang Keenam:
Kenapa aku sorot? Karena kurang sedikit padat 😂. Biasanya, kalau aku, jika tokoh diberi jatah dialog itu hanya terjadi di satu paragraf. Kecuali pada dialog panjang. Dan ini menurutku masih bisa diringkas lagi.
(Hana mengambil botol minum Saffana. Sambil menyodorkan botol itu, dia merangkul Saffana. "Ayo, Saff. Diz, gue balik dulu, yah." Hana tersenyum jail melihat wajah Diza. "Kalau mau sekalian kerjain tugas gue, boleh juga," candanya. Namun, Saffana masih mematung. Tatapannya fokus pada lelaki berkacamata itu ....)
Memang, ada kekhawatiran Hana yang tersirat pada dialog awal, tetapi itu sudah cukup tergambar waktu adegan di tangga 😂. Jadi, langsung ke inti pamitan aja ke Diza.
Secara keseluruhan, aku suka. Ada amanat yang secara langsung tertera dalam cerpen ini. Plot juga sudah bertahap dan alur lumayan mulus. Inti dari lagu (karena orang memiliki pemahaman sendiri, jadi ini menurutku secara pribadi) yang menggambarkan seseorang ditinggal sang kekasih bisa disampaikan.
Namun, harus lebih diperhatikan lagi soal tanda koma dan pemilihan kata 😂. Lalu, ini pendapat pribadi, aku merasa Saffana terlalu muda untuk menjalani kisah ini 😂. Menurutku, jatuhnya jadi agak timpang. Dengan usia yang sangat belia, dia bersedia mematuhi janji dari orang yang sepantaran dengannya. Dan ucapan Dillah, rasanya seperti kurang pas 😂. Memang memiliki makna, cuma karena diucapkan anak belasan tahun jadi kurang feel 😂. Kurang kena di aku 😂.
Pemilihan tokoh memang hak penulis, hanya saja ada beberapa aspek yang bisa dijadikan dasar. Menurut aku, cerita ini lebih cocok dibawakan para tokoh dengan usia produktif (20-an ke atas 😂). Di mana-- kebanyakan--pola pikir mereka sudah matang. Kalau memang sasaran kamu anak remaja, maka penyampaiannya juga harus lebih rileks dan realistis 😂. Nah, ada satu lagi yang mengganjal. Seandainya, kamu buat Saffana dan Diza sudah saling mengenal, paling enggak Saffana tahu sifat dan sikap Diza, atau dari cerita Hana yang satu ekskul dengan Diza, dan mereka pernah berpapasan sebelumnya, itu akan lebih menguatkan ending 😂. Kesannya si Saffana enggak main pasrah aja menunggu Diza, karena Saffana sudah tahu Diza itu seperti apa. Dan itu juga menguatkan pikiran aku sebagai pembaca, kalau pilihan Saffana tepat.
Sekian. Maaf, kalau ada kesalahan kata 😂. Ini juga akan menjadi catatan buat aku.
Fighting!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top