15. Nah loh
Sepulang sekolah, Era dikejutkan dengan Bian yang sudah ada di yayasan panti. Pria kecil itu tampak bermain dengan anak-anak lainnya di halaman. Perlahan Era berjalan mendekat dan melihat ke sekitar. Dia tidak melihat ada mobil bu Ratna di sini.
"Bian?" panggil Era.
"Kak Era!" Bian yang asik bermain bola langsung berlari ke arahnya dan memeluknya erat.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Era bingung.
"Main lah, Kak." Tunjuk Bian pada halaman.
"Nenek mana?" tanya Era bingung. Tidak mungkin jika Bian ditinggal sendiri di sini.
"Bu Ratna ada arisan, Ra. Niatnya mau bawa Bian, tapi dia nggak mau jadi diturunin di sini," jelas Bu Ratna yang datang dengan banyak gelas yang berisi jus. "Ayo, anak-anak udahan dulu mainnya."
Era kembali menatap Bian yang masih memeluknya. Tangannya bergerak mengelus kepala pria itu dengan sayang.
"Kenapa Bian nggak ikut nenek?"
"Bian nggak suka, Kak."
"Kenapa nggak suka? Kan enak, ada banyak es krim di sana." Era membayangkan banyaknya es krim dengan senyuman lebar.
Bian memajukan bibirnya dan menggeleng tegas. "Temen-temennya nenek nakal. Masak Bian dikasih kartu nama anaknya buat dikasih ke papa. Katanya buat mama baru. Bian nggak suka."
"Eh, serius?" Era menahan senyum. Dia ingin tertawa sekarang. Mungkin teman-teman bu Ratna tidak tahu sifat Aksa yang sebenarnya. Dari luar pria itu memang penuh pesona, tapi kenyataannya dia itu duda pemarah.
"Udah makan tadi?" tanya Era berjalan bergandengan dan masuk ke dalam rumah.
"Udah, tapi mau makan lagi." Bian tersenyum lebar, "Tapi disuapin Kak Era."
"Ya udah, makan dulu habis itu mandi. Nenek jemput jam berapa?" tanya Era mempersilahkan Bian untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Nggak tau, biasanya nenek pulang malem kalo arisan makanya Bian males ikut," ucapnya dan duduk di atas kasur.
"Mau Kak Era anter?" tanyanya menawarkan diri. Bukan berniat mengusir, tapi Era tahu jika Bian kelelahan. Rumah adalah tempat paling ternyaman untuk beristirahat.
"Mau!" jawab Bian cepat. "Nanti beli es krim ya?" Lanjutnya.
"Boleh, nanti Kak Era minta uang bensin ke papamu," ucap Era tertawa geli mendengar ucapannya sendiri.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Era dan Bian tengah bersiap untuk pergi. Era sendiri sudah memasangkan helm kecil berwarna kuning di kepala Bian. Terlihat menggemaskan dan membuat Era mencium pipi Bian berkali-kali.
"Gemes banget, makan yang banyak ya biar makin gembul." Era kembali mencium Bian sekali lagi sebelum mengambil motornya.
"Nenek, aku pulang dulu ya, dadah temen-temen." Bian melambaikan tangannya pada Bu Asih dan beberapa anak yang masih berada di halaman.
Bian berlari ke arah Era dan langsung duduk di bagian depan. Di sana adalah tempat favoritnya jika dibonceng Era.
"Pake kaca matanya," ucap Era.
Bian mengangguk dan memakai kaca mata hitamnya untuk menghalau debu.
"Siap beli es krim?" tanya Era semangat.
"Siap!" jawab Bian tak kalah semangat.
***
Berawal dengan senyuman dan berakhir dengan wajah masam. Itulah ekspresi Era dan Bian saat ini. Secara mendadak, motor Era mati di tengah jalan. Dia yang bodoh tentang hal seperti ini tentu tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang mereka berdiri di pinggir jalan dengan wajah bingung.
"Nggak jadi es krim ya, Kak?" tanya Bian sedih.
"Nggak tau, Bian. Kak Era juga bingung. Ini motor pake mati segala!" Era memukul jok motor keras.
"Kita telepon papa aja ya," tawar Bian.
Era dengan cepat menggeleng. "Jangan, ntar papamu ngomel lagi anaknya terlantar di pinggir jalan."
"Terus gimana?" tanya Bian kembali menunduk. Masih dengan helm kuning dan kaca mata hitamnya. Pria kecil itu tampak begitu menggemaskan.
Saat masih berpikir, Era dikejutkan dengan suara klakson mobil yang berhenti di depannya. Kening Era berkerut saat melihat jendela mobil yang mulai terbuka.
"Ngapain lo?" tanya seorang pria yang membuat perasaan Era semakin memburuk.
"Nggak usah cari gara-gara deh. Gue lagi nggak mood. Mending lo pergi," sahut Era.
"Mogok ya?" tanya Ezra saat sudah keluar dari mobil.
"Buta lo?"
Ezra mengangguk dan menepuk pelan jok motor Era. "Mau ke mana? Ayo gue anter."
"Dih, lo amnesia? Kita baru aja berantem tadi di sekolah."
"Iya gue lupa." Ezra tersenyum. "Gimana? Mau nggak? Udah mau gelap loh." Tunjuknya pada langit.
"Kak?" Bian yang sedari tadi diam mulai menarik celana Era.
Jika tidak ada Bian tentu Era tidak akan mau. Sebenarnya mereka bisa menggunakan ojek online, tapi tidak mungkin jika Era meninggalkan motornya begitu saja di pinggir jalan.
"Motor gue gimana?"
"Gampang." Ezra meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu. "Gue udah chat temen gue. Bentar lagi mereka otw ambil motor lo."
Mata Era menyipit. "Lo nggak ngerjain gue kan?"
"Astaga! Kita emang sering berantem tapi bukan berarti gue nggak bisa jadi orang baik. Kalo lo nggak percaya sama gue, lo bisa ambil KTP gue. Lagian kita juga satu sekolah," jelas Ezra.
"Oke," jawab Era pada akhirnya.
Era dan Bian mulai masuk ke dalam mobil. Sedari tadi Bian masih diam karena memang dia selalu malu dengan orang asing.
"Hai, namanya siapa?" tanya Ezra pada Bian yang duduk di pangkuan Era.
"Bian, Kak."
"Adik lo?" tanya Ezra pada Era.
Era menggeleng. "Bukan."
"Kaca matanya keren banget. Bian beli di mana?" tanya Ezra mencoba mengakrabkan diri.
"Dibeliin papa," jawab Bian.
"Papanya itu pak Aksa," ucap Era menjelaskan.
"Pak Aksa?" tanya Ezra bingung.
"Iya, nggak usah tanya-tanya lagi. Gue males jawab."
"Dih, nggak tau terima kasih."
Di dalam mobil hanya ada keheningan. Ezra dengan patuh mengikuti arah jalan yang Era tunjukan. Jika tidak ada Bian, tentu Ezra akan membuat pertengkaran yang hebat dengan Era. Berdebat dengan Era cukup membuatnya terhibur.
"Ini rumah Pak Aksa." tanya Ezra saat pintu gerbang mulai terbuka.
"Iya," jawab Era.
"Lo ada hubungan apa sama pak Aksa?" tanya Ezra bingung.
"Dia yang punya yayasan panti."
Ezra mengangguk mengerti. Dia sudah tahu jika Era berasal dari panti asuhan.
"Ayo, turun Bian." Ajak Era.
Saat turun dari mobil, Era dikejutkan dengan Aksa yang keluar dari pintu utama. Era tersenyum dan melambaikan tangannya.
Saat akan berbicara, Aksa kembali terdiam saat melihat Ezra keluar dari mobil. Dahinya berkerut dengan bingung.
Ngapain itu kampret ke sini?
"Ada apa?" tanya Aksa setelah berhasil mengembalikan raut wajahnya.
"Saya tadi mau anterin Bian, Pak. Tapi motor saya mogok di jalan. Untung ketemu Ezra jadi dikasih tumpangan," jelas Era.
"Kenapa nggak telepon saya?" tanya Aksa.
Era menggaruk kepalanya bingung. "Saya takut Pak Aksa sibuk."
"Kalau ada apa-apa langsung hubungin saya. Nggak perlu sungkan. Jangan lupa kalau kamu bawa anak saya."
Era mengangguk dengan cemberut. Benar bukan? Apa yang dia lakukan selalu salah di mata Aksa.
"Ya udah. Kalo gitu saya pulang dulu." Era dan Ezra berpamitan. Saat akan masuk mobil, Aksa menarik kerah kemeja Era dari belakang.
"Mau ke mana kamu?" tanya Aksa sedikit kesal.
"Pulang, Pak." Era menjawab dan berusaha untuk melepaskan kemejanya.
"Masuk dulu dicariin mama," perintah Aksa. "Dan kamu, terima kasih. Sana pulang." Usir Aksa pada Ezra.
Aksa langsung menarik Era dan Bian untuk masuk ke dalam rumah, meninggalkan Ezra yang berkedip dengan bingung.
"Ra, lo nggak pulang?!" teriak Ezra saat Aksa masih menarik kemeja Era.
"Nggak!" jawab Aksa berteriak.
"Sorry, Zra. Makasih udah dianterin. Nanti gue chat!" Kali ini Era yang berteriak sebelum pintu utama tertutup rapat.
Ezra berdiri di depan mobilnya dengan bingung. "Kok gue nggak diajak masuk juga?" tanyanya pada diri sendiri.
***
TBC
Sumpah Pak Aksa jahat banget sama Ezra, kasih minum kek minimal 🤣😭
Follow ig viallynn.story
Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘
Viallynn
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top