12. Siapa ya?

Era berdiri di depan sebuah foto dengan alis yang bertautan. Suara tawa Bian dan Aksa dari kamar mandi tidak menganggu konsentrasinya sedikitpun. Tatapannya masih tertuju pada figura berukuran besar yang terpajang di dinding kamar Aksa.

Setelah menjadi korban kejahilan bapak dan anak, Era terpaksa mandi di kamar Aksa. Pria itu meminta Era mandi terlebih dahulu agar tidak kedinginan, dan selanjutnya giliran Aksa dan Bian yang tampak bersenang-snenag di dalam kamar mandi.

Tatapan Era beralih pada figura kecil di atas nakas. Kamar Aksa terlihat begitu sepi dengan sedikit perabotan, tapi juga banyak foto yang seolah menjadi kenangan.

Mengabaikan rambut basahnya yang menetes, Era menghampiri sebuah foto agar bisa dilihat lebih jelas. Alisnya bertaut saat merasa tidak asing dengan potret pria muda di dalam foto itu.

"Kok kayak kenal ya?" gumam Era bingung. "Kayak pernah liat."

Sibuk dengan lamunannya, Era terkejut saat sebuah handuk mendarat tepat di atas kepalanya. Dia mendengkus dan menatap Aksa yang berdiri di depan kamar mandi dengan jubah handuknya.

"Kamu mau basahin lantai kamar saya?" tanya Aksa melirik rambut Era.

Era tersenyum konyol dan menujuk kaos Aksa yang dia pakai. "Saya ambil baju yang ini ya, Pak. Pinginnya saya ambil sweater tapi kok takot, pasti mahal."

Aksa tanpa menjawab berjalan ke arah walk in closet, sedangkan Bian sudah melompat-lompat di atas kasur dengan keadaan telanjang. Mengabaikan Aksa, Era kembali fokus pada foto di depannya. Lagi-lagi alisnya bertautan untuk mengingat siapa pria muda yang tak asing lagi untuknya itu.

"Gue yakin banget kalo pernah ketemu sama ini cowok, tapi di mana? Telmi banget sih gue," rutuk Era pada dirinya sendiri.

Tanpa Era sadari lagi-lagi Aksa melemparkan sebuah sweater ke arahnya. Era menatap sweater dan Aksa dengan kesal.

"Pak Aksa hobi banget sih liat saya ngamok?!"

"Nggak usah lebai, ganti baju sana. Saya nggak mau tanggung jawab kalau kamu masuk angin."

Dengan kesal, Era berjalan ke walk in closet, bahkan dia melewati Aksa begitu saja yang sedang memainkan ponselnya di samping kasur. Entah kenapa Era merasa seperti tuan rumah di sini. Dia tidak merasa sungkan sama sekali dan Aksa tidak terlihat keberatan dengan hal itu. Bahkan pria itu membebaskan Era melakukan apapun di rumahnya.

"Pak?" panggil Era sebelum berganti baju.

"Hm," jawab Aksa masih fokus pada ponselnya.

"Itu di meja, foto mudanya Bapak?"

Mendengar itu, Aksa mendongak dengan cepat. Dia menatap Era lekat mencoba menunggu apa lagi yang akan gadis itu katakan. Namun lama menunggu tidak ada lanjutan dari Era. Perlahan Aksa mengangguk.

"Iya itu foto muda saya. Kenapa?" tanya Aksa penasaran. Apa Era sudah mengingatnya?

"Nggak papa, kayak nggak asing aja gitu." Era menggaruk rambutnya bingung.

Mendengar itu, Aksa menghela nafas lelah. Entah kenapa dia merasa kecewa dengan jawaban Era. Tanpa menjawab, Aksa meletakkan ponselnya dan meraih Bian. "Ayo, Bian. Pakai baju dulu." Setelah itu dia berlalu keluar meninggalkan Era yang terpaku.

"Itu orang kenapa sih? Dasar duda senditif!" ejek Era dan berlalu untuk berganti baju.

***

Menuju ruang tengah, Era dikejutkan dengan teriakan keras yang mengejutkannya. Di sana, Bian sudah rapi dengan pakaiannya. Wajah yang penuh akan bedak membuat Era berlutut untuk merapikannya.

"Siapa yang kasih kamu bedak?"

"Papa," jawab Bian polos.

Era sudah bisa menebak. Aksa termasuk orang tua jadul yang masih memberikan anak seusia Bian minyak telon dan bedak. Hal itu Era ketahui dari aroma tubuh Bian. Tidak masalah, toh bisa membuat tubuh Bian menjadi hangat.

"Kak, Bian laper. Suapin ya?" Bian menarik tangan Era untuk ke ruang makan. Di sana sudah ada Aksa yang duduk dengan banyak makanan di depannya.

Menatap banyak makanan di atas meja, Era mengusap kedua tangannya dan bertepuk tangan senang. "Kita pesta Bian!" ucap Era yang disambut sorakan dari Bian.

Aksa yang melihat tingkah Era dan Bian hanya bisa menggeleng pelan. Dia seperti orang tua yang mengasuh dua bayi, atau bahkan sebaliknya? Jika dilihat, di sini Era yang seperti mengasuh dua bayi. Yaitu Aksa dan Bian.

"Pak, habis ini saya pulang ya?" tanya Era sambil memberikan sesendok penuh nasi ke mulut Bian.

"Kamu boleh pulang pas mama saya udah balik."

Bibir Era mengerucut mendengar itu. "Mending saya cepetan pulang deh, Pak. Ntar saya khilaf jadi nggak tau diri."

"Maksud kamu?"

"Saya udah mulai betah, jangan sampe rumah Bapak jadi tongkrongan saya." Era terkekeh.

"Boleh, tapi sambil jagain Bian."

"Boleh, tapi saya dibayar." Era kembali terkekeh.

Mendengar itu Aksa tersenyum tipis. Dia memperhatikan Era yang tampak semangat menyuapi Bian. Bahkan gadis itu belum mengambil makanannya sendiri. Perlahan Aksa meraih piring dan mengambil sepiring penuh nasi untuk Era.

"Kamu juga makan," ucap Aksa setelah meletakkan piring itu di hadapan Era.

"Banyak banget, Pak. Emang lambung saya segede apa?" Era menatap ngeri piring di hadapannya.

"Habisin, badan kamu kurus," jawab Aksa.

"Ini bukan kurus, tapi kayak model victoria secret. Katro banget." Era mencibir.

Mendengar itu, Aksa kembali mengambil nasi dan meletakkannya di piring Era.

"Pak Aksa!" teriak Era tidak terima. Bahkan Bian sudah tertawa melihat tingkah Ayahnya.

"Kamu cerewet. Cepet makan, habis ini kamu temenin Bian tidur."

Tanpa berniat protes, Era memakan makanannya dengan kesal. Dia ingin pulang tapi Aksa kembali menahannya di sini. Lagipula pria itu tidak lagi bekerja, seharusnya dia bisa menjaga anaknya sendiri bukan?

Dasar duda nggak tau diri!

***

Hawa dingin membuat Era mengeratkan pelukannya. Dia tampak bergelung nikmat di bawah selimut yang tebal. AC yang menyala membuat Era semakin menikmati tidurnya.

Tangannya meraih sesuatu di sampingnya untuk dia peluk, tapi saat tidak menemukan apapun, dia membuka matanya lebar. Era langsung terduduk dan menyentuh kepalanya yang berputar. Matanya mengedar dan tidak menemukan Bian di sampingnya. Di mana dia? Bukankah Bian tidur siang dengannya tadi?

Melihat kamar Aksa yang begitu sepi, Era memutusakan untuk keluar kamar. Hari yang sudah sore membuatnya mengumpat. Dia seperti tamu yang tidak tahu diri.

"Pak Aksa?!" panggil Era dengan sedikit berteriak.

"Di ruang tengah, Era."

Mendengar suara itu, Era dengan segera berlari ke ruang tengah. Dia meringis saat menemukan Bu Ratna yang tengah bermain dengan Bian. Wanita itu tersenyum melihat Era.

"Udah bangun, Era?"

"Maaf ya, Buk. Aku keenakan tidur."

Bu Ratna tertawa, "Nggak papa, pasti kamu cape jagain Bian. Tadi kamu dikerjain ya?"

Era mendengkus mengingat itu. "Aku diceburin ke kolam renang. Masa bapak sama anak sama aja."

Bu Ratna tertawa mendengar itu. Dia mengelus kepala Bian sayang. "Maaf, ya. Bian emang gitu, dia suka manja kalo udah suka sama orang."

"Kak Era nggak bisa berenang, Nek." Bian tertawa.

"Oh ya? Kan udah Nenek bilang suruh buat kolam renang dangkal  buat Bian belajar. Nanti Kak Era juga bisa belajar," ucap Bu Ratna.

"Aku juga mikir gitu, Ma. Tukang bakal dateng besok lusa." Aksa datang dan duduk di samping Ibunya.

Era melongo mendengar itu. "Emang beda ya kalo sultan," gumamnya yang masih bisa didengar Aksa dan Ibunya.

"Nanti kamu bisa belajar di sini sama Bian. Nanti Ibu panggilin guru privat."

Era dengan cepat menggeleng, "Nggak perlu, Bu. Saya nggak masalah nggak bisa berenang."

Era dengan cepat meraih tas dan jaketnya. Dia akan pulang sekarang. Era bisa gila jika berlama-lama di rumah ini. Jika tidak tahan nafsu, dia bisa terlena.

"Aku pulang dulu ya Bu, Pak."

"Sekarang? Kenapa nggak tunggu makan malem aja. Nanti biar dianterin Aksa," ucap Bu Ratna.

"Nggak, Bu. Saya bawa motor." Era berjalan menuju Aksa dan mengulurkan tangannya.

"Apa?" tanya Aksa bingung.

"Minta duit, Pak. Buat bensin."

Bu Ratna tertawa melihat tingkah Era. Gadis itu benar-benar tidak pernah sungkan ataupun malu.

Aksa mencibir tapi juga mengeluarkan dompetnya. Dia memberikan selembaran uang bewarna merah yang langsung Era terima.

"Lumayan, sisanya buat beli es krim." Era tertawa, "Lain kali kalo Bian nggak ada yang jaga, panggil saya aja ya, Pak."

Aksa tersenyum dan mengacak rambut Era gemas. "Pulang sana, keburu malem."

Era mengangguk dan mencium tangan Bu Ratna dan Aksa. Meskipun sering berseteru, tapi Era tidak melupakan kebaikan Aksa dan tetap bersikpa sopan. Setidaknya untuk sekarang.

"Kak Era pulang dulu, ya. Jangan nakal, jangan bikin Nenek sama Papa capek." Pesan Era.

"Siap, Bos!" ucap Bian semangat.

"Aku pulang, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab semuanya serentak.

Era keluar dan mulai menaiki motornya. Dia tersenyum selama perjalanan. Setidaknya dengan mengikuti perintah Aksa, Era bisa merasakan rasanya menjadi ratu sehari.

***

TBC

Nasib Era bejo banget, dahlah aku iri 🤡

Follow ig viallynn.story

Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘

Viallynn

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top