9. dia kenapa?
FIRI
Gue heran sama assistant gue akhir-akhir ini. Yaa si Ocha lama-lama bikin ngeri.
Kemaren-kemaren dia kaya sedih banget, kaya ga ada gairah hidup gitu. Meskipun kerjaannya semua selesai, tetep aja liat bawahan ga semangat bikin gemes juga.
Lha hari ini, dari pagi dia udah cengar-cengir mesem-mesem kaya apaan tau. Terus sekarang dia setuju buat jadi pacar bayaran gue. Ada yang salah kayanya sama otaknya.
"Bener kan lo mau?" Tanya gue memastikan kalo dia gak becanda.
"Iya Fir, mau aku." Katanya.
"Yaudah, ada waktu tiga hari buat lo kenal gue lebih jauh." Kata gue.
"Udah tau kok, kan waktu itu pernah di kasih file tentang kamu itu loh." Katanya.
"Okee good, bagus juga lo masih inget."
Dia mengangguk.
"Emak gue orangnya rese, dia suka cewe yang kalem tapi aktif. Nah, elo gaboleh kalem banget, lo juga gaboleh terlalu aktif. Pokoknya masuk katagori aman." Gue ngasih tau dia.
"Maksudnya?" Tanyanya.
"Pokoknya lo harus jadi orang yang nyokap gue suka, tapi ga suka-suka banget. Biar nanti kalo gue bilang kita putus, nyokap ga marah-marah ke gue." Kata gue.
"Terus kalo soal kerjaan?" Tanyanya.
"Jujur aja, gue bakal bilang lo assist gue dan naksir sama lo gegara lo orangnya asik dan lo nerima gue gegara nyaman. Oke?"
Ocha ngangguk mengerti.
"Dandanan?"
"Gausah dandan, natural makeup aja lah, gimana sih." Kata gue.
Nyokap gue orangnya doyan dandan, kalo ketemu cewe yang doyan dandan juga, kelar idup gue. Mending si Ocha suruh polosan aja dah.
"Eh bentar, cowo lo, si Ello kaga ngambek tau lo mau jadi pacar pura-pura gue?" Tanya gue heran.
"Gausah di pikirin kucing kupret kaya gitu mah." Jawabnya santai.
Ohhh, ini pasti alesan kenapa si Ocha kemaren-kemaren kaya orang bipolar. Sepertinya dia ada masalah sama Ello.
Yaudahlah ya, bodo amat. Ini si Ocha ko yang mau, bukan gue yang maksa. Kalo si Ello nonjok gue lagi, bisa gue bales karena bukan salah gue.
"Acara keluarganya di Bandung, jadi lo bakal gue jemput dari pagi." Kata gue.
"Wah?? Lama dong."
"Ya bagus. Duit buat lo jadi lebih banyak. Gue itung dari gue jemput lo di rumah ko. Santai!" Kata gue, kali aja dia itung-itungin duit.
Udahlah, demi Rafi bisa nikah. Gue rela keluar duit banyak.
"Oh iya, gaboleh cium-cium loh ya! Awas loh! Pegangan tangan doang bolehnya." Katanya mengajukan syarat.
"Iyeee!" Gemes gue asli sama ini anak. Sumpah!
****
Sabtu pagi, gue nyetir sendiri. Ngikutin google map untuk sampai ke rumah Ocha.
Pas gue udah ada di titik biru (tujuan gue) gue liat rumah yang sederhana tapi terawat dengan baik. Dengan cat warna biru bikin rumahnya keliatan adem. Halaman rumah Ocha gaterlalu luas, tapi muat lah kalo mobil gue parkir di situ. Tapi gue malah parkir di pinggir jalan.
Gue kirim wasap ke Ocha, bilang kalo gue udah sampe. Dia ga bales jadi gue balik merhatiin rumanya Ocha, di depan teras ada etalase kecil gitu. Kayanya orang tuanya bikin warung makan kecil-kecilan gitu deh. Gaberapa lama, gue liat Ocha keluar dari rumahnya. Ditemenin cowo yang masih muda, mungkin adeknya karena gue liat cowo itu salim sama Ocha dan Ocha ngacak-ngacak rambut si cowo itu.
Langsung aja Ocha masuk ke mobil gue, dia bawa dua jinjingan.
"Apaan tuh?" Tanya gue.
"Baju ganti, siapa tau aku keringetan di jalan. Sama roti bakar dari Mama katanya buat sarapan."
"Lo bilang apa emang sama keluarga lo?"
"Nemenin boss ke Bandung." Jawabnya.
Well, dia ga bohong sih. Cuma ko gue jadi ngerasa bersalah karena ga pamitan sama orang tuanya ya? Biar terkesan gue bos yang baik gitu.
"Nih yaa, gue nyalain stopwatch gue, gue matiin pas gue pulangin lo ke rumah!" Kata gue.
"Okay!"
Lalu gue pun menjalankan mobil menuju arah Bandung, ini weekend. Doa gue cuma satu, semoga ga macet.
**********
OCHA
Sekian jam di jalan, akhirnya kami sampai di rumah besar milik keluarganya Firi. Kalo dari yang aku tahu sih katanya ini rumah barunya mertua Bu Bianca.
Jadi kumpul kali ini tuh selametan rumah baru gitu.
Gila, rumahnya gede banget! Banget! Banget! Bisa bikin kos-kosan 100 biji nih kayanya.
Iye, cita-cita gue sekarang jadi juragan kos-kosan, kenapeee??
"Ayo masuk, sayang!" Leherku hampir putus gegara nengok pas denger Firi ngomong gitu.
"Gila! Acting lo bagus banget!" Pujiku.
"Kamu juga kudu acting, sweetheart." Dan seketika gue jijik. Biasa denger Firi ngomong gue-elo, rada ngebentak, nyuruh buru-buru. Lha ini? Fak!
"Okay, baby! Lets finish this shit!" Seruku sambil membuka seatbelt dan turun dari mobil.
Firi berjalan di sampingku, menggengam tanganku erat dan mesra, lalu jantungku mendadak liar, selalu begini. Kami masuk ke dalam rumah besar tersebut, Rafi melihat kami berdua sedikit shock lalu tersenyum. Ia sudah tau sepertinya sekenario yang di mainkan kami.
Aku menebarkan pandanganku ke sekitar, dan mataku terhenti di Bu Bianca, owner dari semua properti Syltha. Gila, masih muda. Cantik banget! Lagi gendong anak kecil yang mungkin berumur 8 bulan.
Busetdah, bahagia amat idupnya. Udah tajir, punya suami ganteng, anak lucu. Mantep lah!
Firi memperkenalkan aku ke keluarganya, asli aku ga hafal mereka semua. Coba ya aku inget-inget susunan keluarga yang ada di sini.
Bapaknya Firi: Nicholas Sambadha, Ibuknya Firi: Chaera Sambadha,
Adeknya Firi: Rafi Orin Sambadha, pacarnya Rafi: Juliet mantan romeo (canda! Aku gatau panjangannya apa)
Lalu..
Pak Wijaya: mertuanya Bu Bian.
Bu Widya: mertuanya Bu Bian.
Pak Dion: suaminya Bu Bian.
Evan: anaknya Bu Bian yang pertama (ganteng banget anjisss mirip Pak Dion uunch)
Varden: anak keduanya Bu Bian
Masih banyak lagi, sayup-sayup yang aku inget namanya Rachel, Marlo, Niko, Tia, Aga, Lark, dan lain yang aku bingung that's name belong to who?
"Cantik kan Ma?" Tanya Firi ke Bu Chaera.
"Iyaa, kenapa ga dari dulu aja ya Firi pindah ke Bogor, jadi kenal kamunya lebih cepet." Kata Tante Rara.
"Ya jalannya gini kali Ma." Sahut Firi.
"Ocha temenin Mama sama Bian masak yuk? Kasian soalnya kalo Mba Widya yang masak," Aku mengangguk ketika diajak. Bahkan aku udah disuruh manggil Mama, gilsss.
Akhirnya, tanganku lepas juga dari genggaman Firi, sumpah dari tadi kita pegangan tangan terus sampe keringetan.
"Ocha kupas bawang mau kan?" Tanya Bu Bian.
Ya ampun, ngefans banget lah sama Bu Bianca ini. Coyy, goals-nya semua cewe di dunia kali ya.
"Iya mau ko Mba." Kataku, yaelah kupas bawang doang mah udah sehari-hari kali bantuin Mama masak.
"Wait, umur kamu berapa?" Tanya Bu Bian.
"25 Mbak." Jawabku.
"Ya sama! Udah panggil nama aja." Katanya.
"Tapikan~"
"Gausah ada tapi-tapian!" Serunya memotong ucapanku.
Ya ampun, kita seumuran tapi beda banget yaa nasibnya. Dia umur 25 udah bahagia, lah aku? Masih luntang-lantung.
Udah udah udah! Ini bawang kaga bakal mengelupas sendiri kaya uler yang bisa ganti kulit. Aku kudu fokus ngupasin bawang.
"Kita sekeluarga gini Cha, kalo kumpul semua ngerjain sendiri. ART paling terakhiran buat beresin rumah sama cuci piring, soalnya kalo ga gini ga dapet feel kekeluargaannya." Jelas Tante Rara sambil memasukan beberapa bumbu ke dalam panci.
Aku mengangguk.
"Sering-sering ikut ya Cha kalo kita ada kumpul, nanti kamu aku masukin group keluarga deh." Sahut Bianca.
Ya ampun, ini berlebihan sumpah. Aku jadi gaenak bohongin mereka sebagai pacar pura-puranya Firi. Jahat banget ya?
Acara memasak berlangsung, dibantu sama Mbak Tia dan Mbak Rachel. Kita masak banyak banget ini, ya maklum aja orangnya juga banyak.
Memasak selesai, para lelaki ikut bantuin bawa masakan ke meja. Dan kami pun duduk di kursi masing-masing. Aku kebagian di samping Firi, sebelah kananku ada Juliet.
Kami makan sambil mengobrol, apa aja di obrolin. Mulai dari hotel, resto, resort, sampe perusahaan yang aku gatau namanya apa. Ini sekeluarga pengusaha semua kali ya? Aku bersyukur dari obrolan ini aku ga ditanya apapun, bisa jatoh banget obrolan keluarga ini kalo jadi ngomongin usaha cathering kecil-kecilan punya Mama.
Makan siang selesai, kami pindah ke ruang keluarga buat duduk-duduk santai.
"Boleh gendong?" Tanyaku pada Bianca.
Bianca lalu memberikan Varden untuk ku gendong, Varden langsung menempel di dadaku. Aku tersenyum kepadanya.
"DNA bapaknya banget sih ni anak! Tau aja mana boobs yang gede." Kata Bianca bikin aku sedikit malu. Untung yang lain kaga denger.
"Berapa bulan?" Tanyaku.
"Jalan 10, udah mulai belajar jalan dia, cuma kalo rame gini males, maunya di gendong." Kata Bianca.
Aku hanya mengangguk.
"Cewe gue lo apain?" Firi tiba-tiba nimbrung.
"Gue heran, ni cewe kena sirep kali yaa bisa mau sama duda ngaco kaya lo!" Seru Bianca sambil menoyor kepala Firi.
Ternyata Bianca anaknya santai yaa.
"Eh bentar, Cha kamu tau kan Firi duda?" Tanya Bianca dengan nada gaenak.
"Tau ko, Bian." Jawabku.
"And you deal with that? Your boyfie still wearing his wedding ring?" Tanya Bianca seolah tak percaya.
Aku diam, aku gakepikiran sampe sana. Kan kita bohong-bohongan.
"Lo jangan bikin Ocha galau lah!" Kini giliran Firi yang menoyor kepala Bianca.
"Jawab Cha." Bianca memaksa.
"Gapapa ko, semua orang kan punya masa lalu." Kataku akhirnya.
Lalu mataku dan mata Firi bertemu, aku gatau. Tapi sepertinya ada sesuatu hal yang tersirat dari pandangannya.
"Ngapain nih?" Dion, suami Bianca yang ganteng ini ikut nimbrung.
"Noh liat anakmu Yon. Nempel di boobs pacarnya Firi." Sahut Bianca bikin aku malu.
Firi dan Dion pun tertawa.
*****
TBC
Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xxoxx
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top