8. mess
*specials buat msshfr biar gak sakit kepala*
OCHA POV
Tanpa perlu merasa menutup pintu lagi, aku langsung kembali ke motorku dan pergi dari tempat ini.
Pulang bukan pilihan tepat kayanya, Mama atau Adit pasti curiga kalo aku kenapa-kenapa. Ya, aku emang gapinter ngatur emosi.
Akhirnya, ku arahkan motorku ke arah apartmen Lisa, sahabatku sedari SMP. Butuh waktu 15 menit untuk sampai tempat Lisa. Aku langsung menekan bel-nya. Berdoa semoga ia ada di tempat.
Tak berapa lama, pintu terbuka dan Lisa tersenyum menyambutku.
"Gue boleh di sini dulu ga?" Tanyaku.
"Masuk ayok, nanti aja ceritanya." Ia menarikku ke dalam.
The best thing of Lisa is, she never ask my problem. She let me cry, she let me mad. Then she hug me, tell me if everything gonna be okay, without knowing my problem.
"Mau apa? Wine? Vodka?" Tanyanya dari arah mini bar yang ia miliki.
"Vodka Lis." Jawabku.
Dan tak berapa lama, Lisa mengulurkan segelas vodka untukku. Pikiranku masih bercabang kemana-mana.
Ke satu orang sih yang pasti. Ello!
Dia bilang hari ini lembur, dia bilang hari ini balik ke rumah. Tapi dia malah bawa cewe ke tempat kami, ya, tempat kami! Brengsek banget!
Aku meneguk vodka yang kupegang. Masih berusaha memahami kalau ini adalah akhir dari hubunganku dengan Ello.
Ya ampun, aku ga nyangka. Aku kira aku sama dia bakal terus sampe nikah. 3 tahun pacaran, 2 tahun tinggal bareng, aku kira itu bukti kalau kita sama-sama serius. Tapi ternyata engga.
Untung aja aku belum buat tattoo namanya di badanku.
"Mau nginep sini Cha?" Tanya Lisa.
Aku mengangguk.
"Yaudah gue rapihin dulu kamar buat lo, lo kalo mau tambah minum ambil sendiri aja ya." Katanya. Aku mengangguk lagi.
Yang aku herankan saat ini adalah, kenapa aku ga menangis? Sudah sesesak apa hati ini sampe air mata pun gamampu keluar? Aku menarik nafas panjang, menenangkan diriku agar kata-kata makian tak keluar dari mulutku.
Tak lama Lisa kembali, ia mendekat ke arahku yang saat ini berusaha memeluk diriku sendiri agar tidak hancur.
"Cha? Mau makan, tidur apa nangis?" Tanyanya.
Aku menggeleng. Aku masih ingin meratapi nasibku dulu.
"Ocha, jawab ah!" Serunya.
"Ello selingkuh Lis, gue baru aja mergokin dia lagi having sex sama cewe di kostan."
"What the hell! Di kostan kalian? Itu anak pengen ketauan apa gimana?!"
"Dia ngira gue balik ke rumah, mangkanya dia berani kayanya."
"Gue tau Ello sayang sama lo, tapi kalo dia udah sampe kaya gitu sih udah ya Cha. Lo. Pinter kan?"
Aku mengangguk. Paham maksud dari obrolan Lisa ini apa.
"Gue di sini dulu boleh kan?" Tanyaku.
"Iya boleh ko, lo mau tinggal bareng gue juga boleh. Ada dua kamar kosong di sini. Jarak dari sini ke kantor lo juga gajauh. Santai aja ga Cha."
"Thank you Lis." Kataku.
"Ga ada apa-apanya dari yang lo nolong gue." Sahutnya.
Aku mengangguk.
"Tidur gih, apa mau makan dulu?" Tanyanya.
"Tidur aja, gue cape. Eh iya numpang charging dong." Kataku, ponselku mati saking low-nya.
Aku harus kabarin Mama kalo aku gajadi pulang.
"Boleh pinjem HP lo buat telfon nyokap ga?" Tanyaku
"Segala nanya lo!" Lisa memberikanku ponselnya dan mengambil ponsel dari tanganku untuk dicharge.
Aku langsung memasukan sedertan nomor menghubungi Adit. Aku ga hafal nomor Mama, iya tau aku anak durhaka. Bodo ah!
"Hallo!" Seru Adit di kejauhan sana.
"Dit ini gue!"
"Lo dimana?! Ini Ello ada di rumah nyari lo. Gue kasih Ello ya?"
"Jangan brengsek! Lo keluar rumah gih, pura-pura gue ga nelfon. Nurut!" Bentakku.
"Iya-iya!" Sahutnya dengan nada santai.
"Kenapa?" Tanyanya setelah jeda beberapa saat.
"Gue sama Ello putus, ini gue lagi di rumah temen gue. Bilang Mama gue gabisa balik dulu. Oke?"
"Kenapa putus?" Tanya Adit.
"Gapapa."
"Kak? Dia nyakitin lo?" Tanya Adit, nada suaranya udah ga santai sekarang.
"Engga ko," Jawabku berbohong.
"Kak, mumpung Ello ada di rumah. Jadi bisa gue hajar."
"Apa sih lo sok jagoan! Udah lo suruh aja sana si Ello balik. Sampein ke Mama pesen gue yang tadi."
"Jadi gue boleh nonjok Ello ga?" Tanya Adit.
"Kalo lo mau yaudah, biar dia gausah balik-balik ke rumah lagi." Kataku.
Ya, Ello pantes ko di tonjok. Lebih dari itu, dia pantes kalo digebugin sama Adit.
"Jadi boleh nih? Tapi masa gue tiba-tiba nonjok dia?" Suara Adit sudah kembali santai.
"Serah lo deh Dit. Udah yaa, inget pesen gue. Daahh!"
Aku mematikan sambungan telepon. Aku baru sadar kalo Lisa sudah ada di sampingku lagi, di meja sudah tersedia pizza, sepertinya baru kelar diangetin di microwave.
"Makan!" Serunya.
Aku mengembalikan ponselnya,
"Makasih yaa Lis." Dan Lisa pun tersenyum
***
Tiga hari di rumah Lisa, akhirnya aku berani pulang ke rumah. Alesannya simple, gaenak pake baju Lisa terus dan banyak barang-barang pentingku di rumah, lebih banyak lagi di kostan. Tapi aku belum berani ambil.
Selama tiga hari ini aku ke kantor dianter sama Lisa, di jemput juga sama dia biar ga ketemu Ello yang ternyata jadi doyan nongkrong di parkiran Syltha.
Aku pulang ke rumah dengan motorku. Memarkirkannya di halaman kecil milik kami.
"Maa!" Seruku memanggil Mama.
"Kak kamu kemana aja? Ello nyari kamu terus. Kalo berantem jangan kaya anak kecil ah." Kata Mama, aku hanya mengangguk lalu masuk ke kamarku.
Tak lama mama menyusul dan duduk di kasur.
"Kak, Mama boleh cerita ga?" Tanya Mama.
"Ya cerita aja Ma." Sahutku sambil berganti pakaian.
"Asli kalo Mama ada juga Mama gabakal repotin kamu." Kata Mama.
"Apaan Ma? Bilang aja?" Tanyaku, sekarang sudah duduk di depan Mama.
"Sekolah yang di pengenin Ratu, udah buka pendaftaran buat gelombang satu. Tapi uang sumbangan pembangunannya gede banget Cha. Mama udah bilang dia, masuk sekolah negeri aja biar murah~"
"Berapa Ma?" Potongku.
"Kak dengerin Mama dulu coba."
"Gaperlu, Ratu mau di sekolah itu, yaudah gapapa. Kakak cariin uangnya, kan sekolah bagus juga pendidikannya lebih bagus, SDM gurunya juga lebih bagus." Kataku.
"Tapikan kita ga mampu. Maksud Mama ya gausah dipaksain gitu."
"Mampu, kan tadi kakak bilang kalo kakak bisa cari duit buat Ratu. Berapa emang Ma?" Tanyaku.
"Sumbangan pembangunannya doang 20 juta, belum duit buku, seragam, SPP. Gausah ya kak? Gausah dipaksa." Kata Mama.
"Senin kakak kasih duitnya. Mama sama Ratu nanti yang daftar." Kataku.
Entah lah aku bakal dapet duit dari mana. Tapi selama buat Ratu atau Adit ya bakal aku usahain walau harus jungkir balik. Semuanya bakal aku jabanin kalo buat 3 orang berharga di hidupku ini.
"Bener Ka?" Tanya Mama agak tak yakin.
"Iya Ma, udah ya Ma. Kakak mau istirahat." Kataku.
Mama mengangguk dan keluar dari kamarku. Dalam hati, aku menghitung tabunganku di ATM, gasampe. Uang tabunganku ga sampe 20 juta. Apalagi sekarang aku udah ga sama Ello, uang tabunganku pasti bakal ke ambil buat kebutuhanku sendiri.
Kadang aku kesal, kenapa aku ga dilahirin jadi orang kaya aja. Tapi kadang aku bersyukur, kalo aku terlahir jadi orang kaya, aku gabakal tau susahnya nyari uang kaya apa.
Almarhum Papa cuma ninggalin sedikit pensiun, karena beliau cuma pegawai negeri di kecamatan setempat. Gajinya ga terlalu tinggi, apalagi uang pensiunannya.
Dulu, setelah lulus SMK, aku pengen kuliah, jurusan ekonomi atau apapun biar bisa punya kerjaan layak. Tapi sialnya Papa meninggal saat aku lulus SMK, serangan jantung. Otomatis aku lah tulang punggung keluarga yang satu-satunya di harapkan oleh Mama dan kedua adikku.
Gajiku di Syltha emang lumayan, tapi egoku yang tinggi. Aku ingin adik-adikku bersekolah di tempat terbaik, gapeduli aku ngos-ngosan cari duit. Aku cuma gamau mereka berakhir sepertiku.
Aku memikirkan peluang apa yang harus aku ambil saat ini untuk bisa dapet duit buat sekolahnya Ratu, karena yang jelas aku udah gamau minta sama si brengsek Ello.
Aku juga gamau jual diri, aku ga serendah itu.
Kemudian, aku teringat sesuatu. Ga serendah jual diri tapi ngasilin duit yang lumayan. Yaa! Firi!
Aku tersenyum sendiri.
Oke deh, besok aku bakal bilang ke Firi. Mudah-mudahan aja dia gaberubah pikiran.
***
"Cha, ikut morning briefing ya?" Ajak Firi.
Aku tersenyum manis kepadanya dan mengangguk.
"Lo akhir-akhir ini aneh tau ga! Kemaren kaya orang depresi, eh sekarang cengar-cengir kaya Adul! Hih, ayok buruan!" Serunya.
Dengan sigap aku mengambil peralatanku dan berjalan di samping Firi, mengikutinya ke executive office.
"Parfum lo apaan sih?" Kami sudah selesai MB dan ini dalam perjalanan balik ke ruangan.
Sudah kesekian kali Firi nanya parfum aku apaaan. Dan pagi ini, aku menyemprot lebih banyak parfum dari yang biasa kugunakan. Sengaja, biar dia tertarik hahaha!
"Kenapa emang?"
"Familiar gue sama wanginya." Katanya
Aku hanya mangut-mangut. Sebenernya kesel, kok si Firi ini belom nanya lagi soal cewe yang buat jadi pacar pura-puranya dia. Jangan sampe deh dia udah dapet cewe.
"Ikut ke ruang gue dulu ya lo!" Serunya.
Aku mengangguk, meletakkan agendaku di meja dan mengambil dokumen yang harus dia tandatangan, lalu masuk ke ruangan Firi.
"Gimana?" Tanyanya ketika aku duduk di kursi di depannya.
"Gimana apanya?" Tanyaku sambil menyerahkan dokumen.
"Ituloh yang buat acara keluarga gue, lo lupa?"
Good! Akhirnya dibahas juga sama dia.
"Mau nanya nih Fir, penawaran yang waktu itu berlaku ga?" Tanyaku.
"Yang mana?"
"Sejam dua juta." Kataku.
"Lo mau?" Tanyanya, wajahnya mendadak tak terbaca.
"Iyaa." Kataku, menurunkan semua egoku. Biarin dah, demi Ratu.
"Okee deh, berarti gue yang training lo langsung." Katanya.
Aku mengangguk setuju.
Good!! Jadi deh Tu, kamu masuk itu sekolah!
***
TBC
Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top