3. a day with Firi
OCHA
Aku panas dingin sendiri, serius! Gilak! Ini kali pertama aku panas dingin gegara cowok. Shit lah, sama Ello aja gasampe kaya gini pas pertama kenal. Kenapa sama Pak Firi bisa kaya gini??
"Fir, lo udah kirim yang gue minta belum?" Tanya Pak Faisal.
"Bentar Sal, email yang lo kasih ilang." Sahutnya.
"Ocha, kasih email kamu ke Firi." Titah Pak Faisal bikin aku bingung.
"Buat apa Pak?" Tanyaku saat Firi mengulurkan ponselnya padaku.
"Udeh masukin email lo, gue orangnya ribet jadi lo kudu tau dulu." Kata Firi.
Aku menerima ponselnya dan memasukan emailku di kolom penerima, setelah itu mengembalikan padanya. Tak berapa lama, ponselku bergetar. Aku membukanya, email dari Firi. Ku unduh file yang ia sisipkan dan membukanya. Isinya data pribadi Firi, aku mendongkak ke arahnya dan Pak Faisal, kurang ngerti maksudnya apaan.
"Lo kan bakal jadi assist gue, jadi bantuin gue ingetin apa aja pantangan-pangangan gue. Gue rada ceroboh, suka lupa." Kata Firi menjelaskan padaku, dan aku pun mengangguk mengiyakan.
Sekilas aku melihat ponselku dan membaca tahun kelahirannya, gila! Dia masih muda, hanya 3 tahun lebih tua dariku. Dan nama belakangnya, Sambadha. Jadi dia termasuk kerabat pemilik properti tempatku bekerja? Gileee.
"Yaudah Cha, kamu udah boleh pulang kok, yang penting kamu udah kenalan sama Firi dulu. Sorry yaa ngajak sampe malem!" Seru Pak Faisal.
Aku mengangguk, membereskan barang-barangku dan turun ke bawah untuk pulang.
****
Faisal Duddley:
Cha, istri saya sakit
Hari ini kamu ya yang temenin Firi house tour
Sorry!
Aku sedikit deg-degan membuka WA dari Pak Faisal. Ya ampun, bisa mati bediri kayanya aku kalo seharian ini bakal duaan sama Firi doang.
Jangan gila Ocha! Dia bakal jadi bos lo, harus dibiasain! Aku menasehati diriku sendiri.
Me:
Oke deh Pak
Cepet sembuh buat istrinya
Aku mengirim balasan kepada Pak Faisal. Selesai mandi, aku keluar kamar dan menuju ruang makan. Mama dan kedua adikku sudah sarapan di meja.
"Eh ada Ka Ocha?" Ratu kaget melihatku sementara Adit, adik laki-lakiku hanya tersenyum. Ia yang membukakan pintu semalam untukku.
"Atu mau dianter kakak dong hari ini, pake mobil yaa?" Pinta Ratu, ia duduk di kelas 6 SD sekarang.
"Jangan, nanti Ka Ocha telat. Sama bang Adit aja yaa?" Kata Mama.
"Udah gapapa Ma, boleh kok. Dit lo ikut juga ya? Sesekali gausah bawa motor." Kataku dan Adit mengangguk. Ia sekarang kelas 2 SMA.
Selesai sarapan kami semua pamit kepada Mama dan berangkat menuju ke sekolah Ratu. Sekolahnya lebih dekat, sekolah Adit sejalur denganku.
"Belajar yang bener!" Seruku sambil melambaikan tangan pada Ratu. Setelah ia tak terlihat, aku melajukan kembali mobilnya.
"Kak, lo sama Ello tuh kumpul kebo ya?" Aku diam ketika Adit menanyakan hal itu.
"Kenapa lo nanya gitu?" Aku malah balik bertanya dengan suara menjengkelkan. Aku gasuka orang lain ikut campur urusan pribadiku.
Oke, Adit bukan orang lain dan pertanyaannya pasti karena ia peduli padaku.
"Kalo Papa masih ada, pasti lo dimarahin kak! Gue kan anak laki, yang gantiin Papa. Gue gamau lo kaya gitu! Udah lama gue pengen bilang tapi gue gaberani, secara gitu gue duit buat jajan sama bensin aja masih minta dari lo."
"Udah lo pikirin sekolah aja, terus lulus, terus pikirin mau kuliah di mana." Sahutku.
"Gue mau kerja Kak, gamau kuliah. Kasian sama lo, ga nikmatim gaji banget." Jelasnya.
"Santai, gue kerja kan emang buat Mama, Lo sama Ratu, dan gue mau lo kuliah. Yang bener, atau apapun gitu. Ga cuma jadi lulusan SMK kaya gue dan berakhir jadi kacungnya orang-orang gede." Kataku.
"Tapi kak?"
"Ga ada tapi-tapian!" Potongku. Mengakhiri pembicaraan tak santai pagi ini.
"Lo serius ga sih sama Ello?" Tanya Adit, dia mulai lagi.
"Ya serius lah!" Seruku.
"Kenapa ga nikah aja? Biar lebih resmi gitu kalian tinggal bareng."
Aku diam, aku juga maunya gitu. Tapi Ello masih fokus karir dan aku gaberani nuntut dia buat nikahin aku cepet-cepet.
"Masih jauh." Hanya itu yang keluar dari mulutku.
Kami sampai di sekolah Adit, agak lega juga aku karena mau ga mau, percakapan sinting ini berakhir.
"Yang bener lo sekolah!" Seruku.
"Iya Kak, lo semangat kerjanya!"
Aku menutup kaca mobil, lalu langsung tancap gas menuju Syltha. Ini masih kepagian emang, tapi tetep aja. Inget kalo hari ini aku bakalan nemenin Firi house tour bikin gabisa santai.
Aku naik ke lantai tiga, berganti baju lalu duduk di kursiku. Aku hampir kaget saat pintu ruangan Pak Faisal terbuka dan Firi keluar dari dalamnya.
"Dari tadi gue tungguin loh Cha!" Serunya.
Aku melirik jam tanganku, masih setengah sembilan. Masuk kerja kan jam 9.
"Maaf Pak, saya gatau kalo bapak nunggu." Kataku pada Firi.
"Anter ke pantry dong, mau bikin kopi nih!" Serunya.
Aku bangkit dari dudukku dan mengajak Firi ke pantry
"Mau di bikinin apa Pak?" Tanyaku.
"Kopi, gulanya sesendok aja. Thanks." Katanya, aku menoleh dan melihatnya sudah duduk di sofa yang ada di pantry.
Segera kubuatkan kopi untuknya dan sekalian, teh lemon untukku.
"Ini Pak." Kataku mempersilahkannya, meletakkan cangkir kopi di meja.
Dia mengambilnya dan menyesapnya sedikit.
"Emm, kopi bikinan lo enak!" Serunya.
"Makasih." Gila, jantungku yang dari tadi gamau diem makin semangat aja ini berdetak dipuji sama Firi.
Ya ampun, ada yaa orang seganteng dia? Suaranya berat khas cowo dan enak di denger. Badannya wangi, bikin pengen senderan di dadanya. Ya ampun Ocha, stop! Inget Ello! Seruku pada diri sendiri.
"Pak, house tournya beres morning briefing aja ya? Soalnya biasanya dep-head di sini pagi morning brief terus baru ada di ruangan masing-masing ya rada siangan." Kataku.
"Yaudah santai aja, gue udah khatam kok jam kerja orang hotel."
"Bapak mau ikutan morning briefing apa?" Tanyaku.
"Gausah ah nanti aja. Gue kan resmi kerjanya senin depan. Ini baru jumat." Jelasnya.
Aku mengangguk.
"Oh iya, kita ngobrolnya santai aja ya? Gue-Elo aja. Gausah saya-kamu-Anda pusing gue dengernya. Paling kalo lo lagi nemenin gue rapat baru, atau ada orang yang di atas gue. Kalo lagi sesama dep-head mah santai aja ya? Biar akrab." Jelasnya.
Aku mengangguk lagi, asli aku demen banget denger suaranya. Ya Tuhan. Lalu pandanganku beralih dari matanya, ke jarinya. Ada cincin melingkar di sana.
Yaaa... penonton kecewa. Dia sudah menikah rupanya sodara-sodara.
***
Setelah istirahat makan siang, aku mengajak Firi ke departemen-departement yang ada di sini. Karena ia akan menjadi director HR, dia perlu kenal dengan siapa saja yang bekerja di sini, terutama Departement Head.
"Kalo gue balik, lo ga ada kerjaan dong?" Tanya Firi ketika kami berjalan menuju ruangannya.
"Ya tetep aja baliknya sesuai jam." Sahutku.
"Kalo lo ikut gue mau ga? Gue belom lama tinggal di Bogor, ajakin gue jalan-jalan dong." Pintanya.
"Kemana?"
"Yagatau, sekitaran sini aja."
"Ke pasar Ahpoong mau?" Tanyaku.
"Apaan tuh?"
"Tempat makan gitu, tapi ada tempat wisatanya juga. Tadinya saya mau ajak ke Gunung Pancar tapi kayanya udah kesorean." Katakku.
"Lo mau ajak gue ke gunung?" Tanyanya dengan nada tak percaya.
"Bisa pake mobil Pak, ditengah-tengah hutan pinusnya ada cafe gitu. Asik deh." Kataku.
"Yaudah sekarang ke pasar apa tadi yang lo bilang, besok temenin gue ngopi di hutan." Katanya.
"Besok kan libur." Kataku.
"Santai." Katanya.
Aku mengangguk.
Lalu setelah berganti baju, kami turun ke bawah berbarengan, sampai di parkiran khusus karyawan.
"Bentar yaak, supir gue belom bales nih. Ketiduran dia kayanya." Jelasnya.
"Pake mobil saya aja Pak kalo ga keberatan. Nanti bapak saya anter pulang kok." Tawarku.
Firi menoleh ke arahku, menatapku dengan pandangan tak percaya. Ya Tuhan, lemes dengkul ditatap kaya gitu. Matanya itu loh, enak banget ditatap.
"Serius?" Tanyanya.
"Iya." Kataku.
"Yaudah deh, entar sopir gue, gue suruh balik aja." Sahutnya.
Aku mengangguk dan berjalan menuju mobilku terparkir, mobilnya Ello sih lebih tepatnya.
Aku langsung menekan tombol unlock dan masuk ke kursi kemudi, dan dengan santai Firi juga masuk di kursi penumpang di sampingku.
Ya ampun, Firi duduk di samping gueee!!!
"Ke pasar Ahpoong yaa pak?" Kataku sebelum menjalankan mobil.
"Jangan panggil gue pak!" Serunya.
"Oh iya, ke pasar Ahpoong yaa Fir!" Kataku mengulangi dan terlihat ia mengangguk.
Jarak dari Syltha ke pasar Ahpoong itu deket, yaa sama-sama di kawasan sentul sih, dan syukurnya ga macet, jadi gasampe 10 menit kami udah sampe.
"Waah rame yak!" Seru Firi saat kami turun dari mobil, aku hanya tersenyum kepadanya.
"Yuk!" Ajaknyaa.
Aku berjalan membuntutinya, seperti biasa jika aku berjalan dengan Pak Faisal.
"Cha, sini lah barengan. Ngapain lo di belakang gue? Kaya anak ilang gitu deh." Ia menarik lengan bajuku agar setara dengannya. Seperti biasa, jantungku jadi liar.
"Ini cara belinya gimana?" Tanya Firi.
"Kita tukerin uang kita sama uang yang berlaku disini, disini ada uang sendiri gitu Fir." Kataku.
Ia mengangguk, aku mengajaknya ke tempat penukaran uang. Ia menukar uang hampir satu juta, aku menatapnya tak percaya. Mau beli apa aja dia ampe sebanyak itu?
"Mau ngeborong Fir?" Tanyaku.
"Hahaha gue orangnya doyan makan, jadi beli aja semua yang menarik mata gue buat icip-icip." Jawabnya.
Aku mengangguk.
"Nih, kali aja lo mau jajan juga." Katanya memberiku beberapa pecahan uang.
"Makasih." Kataku.
Firi mengangguk mendahuluiku dan berjalan duluan. Aku membuka ponselku, mengecek apa saja pantangan dan alerginya. Setelah membacanya, okee rata-rata alerginya cuma seafood. Gampang diingetnya.
Aku menyusul Firi yang berada di stand takoyaki. Ia sedang melihat si penjual membuatkan makanan untuknya.
"Isinya apa mbak?" Tanyaku pada penjualnya.
"Baby octopus." Jawab Firi santai.
"Fir, kamu alergi seafood." Kataku mengingatkan. Ia menatapku dengan tatapan berfikir.
"Yaudah Mbak, bikin dua. Satau lagi isinya keju aja. Yang ini tetep ko." Katanya sambil memberi beberapa lembar uang.
"Cha, lo tungguin ya. Gue mau cari yang lain."
"Inget! Alergi seafood!" Seruku dan ia hanya mengedipkan sebelah matanya padaku.
Setelah takoyaki miliknya jadi, aku mencari meja kosong untuk menunggu Firi. Tak lama Firi datang, hanya meletakan nomor tunggu makanan lalu pergi lagi, begitu sampai 7 kali sebelum akhirnya ia duduk di kursi seberangku.
"Banyak banget." Kataku.
"Gapapa, gue doyan makan. Entar icip-icip berdua aja yak?" Katanya.
Aku mengangguk.
Sembari menunggu, ia banyak melontarkan pertanyaan tentangku, sudah berapa lama aku kerja di Syltha, aku lulusan mana, rumahku di mana, berapa adikku dan lain sebagainya.
Satu-per-satu makanan datang, kalo aku jadi Firi sih aku bakal bingung mau makan dari yang mana, semuanya keliatan enak, semuanya menggoda iman, termasuk dia. Eh?
Setelah selesai makan, asli walaupun judulnya icip-icip tetep aja kenyang banget! Firi beli makan kaya orang belom makan dari SD, banyak bangeeeet!
"Rumahnya di mana Fir?" Tanyaku saat kami sudah di mobil.
"Apartement yang di sebelah Aston itu loh." Jawabnya.
Aku mengangguk dan langsung mengarahkan mobilku ke rumahnya. Saat sedang menyetir ponselku bergetar, nama Ello terpampang di layar depan.
Segera ku sambungkan ear-piece sebelum mengangkat panggilannya.
"Hallo!" Seruku.
"Hey, aku besok pulang. Jangan lupa masak ya sayang!" Serunya dengan nada gembira seperti biasa.
"Okay siap, yaang. Kamu mau di jemput ndak?" Tanyaku.
"Gausah, kan ada travel dari kantor. Aku pulangnya jadi pagi." Katanya.
"Lha? Pagi aku ke kostan dong?"
"Gausah sore aja, aku mau balik ke rumah dulu temu Mama sama Sania. Sore kamu jemput aku di rumah Mama yaa?"
"Oh yaudah yaang, besok kabarin lagi aja ya?" Kataku.
"Iyaa, da-da. I love you."
"Yeah, I love you, bye." Lalu sambungan telefon mati.
Aku baru ngeh, aku ga sendirian ya? Ada Firi yang dari tadi dengerin semua obrolanku? Eh tapi obrolanku sama Ello biasa aja kan ya??
Pelan-pelan aku menoleh ke arahnya dan ia tersenyum.
"Kenapa lo? Berasa anak SMP pacaran ke pergok guru BP?" Ledeknya.
"Maaf Pak, saya lupa kalo ada bapak."
"Jangan panggil gue Pak!"
"Oh iyaa, maaf ya Fir." Kataku.
"Santai, emang begitu kok kalo anak muda pacaran. Lupa sama orang lain. Awas aja lo kalo lagi ngurus gue pikiran malah ke cowok lo!"
"Engga Fir, engga. Aku profesional kok."
"Okay, let's see!" Hanya itu jawabannya. Aku mengangguk.
Kami sudah sampai di apartemennya dan ia langsung turun tanpa mengucapkan apa-apa, jadi langsung saja aku menjalankan mobilku ketika ia sudah keluar.
So far, kerja sama Firi itu sepertinya enak. Orangnya santai, tapi terlalu santai kayanya, dan tetep aja. Mukanya selalu bikin aku mengap-mengap kehabisan udara saking gantengnya.
***
TBC
Thanks for reading
Chapter awal-awal masih santai dan perkenalan dulu yhaaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top