18. Kabur

FIRI

Gue masih diem pas liat Ocha bangkit dari duduknya dan setengah berlari keluar rumah.

Mata gue masih di kunci sama Mama, gue gaenak sama Mama, seriusan gaenak. Dalam hati gue bersyukur Papa ga ada di ruangan ini, bisa di tonjok gue sama Papa.

"Firi jawab? Kalo kamu ga jelasin berarti omongan Juliet bener!" Tuntut Mama.

Gue diem, gue gatau harus jelasin apa. Omongan Juliet tadi ngerendahin Ocha banget, gue ga terima tapi gue belum nemu kata-kata bantahan. Gue harus bilang apa sekarang?

Gue memejamkan mata gue, mikir sesaat terus berdiri, kayanya gue harus kejar Ocha deh. Yaa, gue memilih untuk nyari Ocha daripada beresin masalah sama keluarga gue. Gue kudu tenangin dia dulu sekarang.

Gue gamau dia nganggep dirinya rendah karena dia emang ga rendah, dan gue ga memandang dia sebagai cewek bayaran. Lebih dari itu, gue mulai sayang sama dia.

"Fvck you, Juliet!" Kata-kata itu keluar dari mulut gue saat gue berjalan melintasi ruangan menuju luar.

Di luar gue ga liat Ocha dimanapun.

"Pak? Ada yang keluar tadi dari sini?" Tanya gue ke satpam jaga.

"Ada cewe, sambil nangis minta di bukain pintu barusan." Jawabnya.

"Udah lama?"

"Mayan, kenapa den?" Tanyanya.

Gue pun minta dibukain pintu, lalu sedikit berlari. Shit lah! Ocha kan gatau jalanan Bali, ini anak kalo nyasar gimana. Dia juga gabawa apa-apa, cuma bawa HP doang kayanya.

Oh iya, HP! Telfon laah goblok! Maki gue ke diri gue sendiri.

Gue coba telfon Ocha tapi jaringannya sibuk, gua coba lagi sambil gue jalan arah keluar tapi tetep juga sibuk. Sekalinya nyambung ga diangkat.

"Ocha kamu di mana?" Tanya gue begitu panggilan gue diangkat.

"Gatau Fir!" Jawabnya, suaranya sedikit terisak.

"Kamu keluar gerbang belok kiri apa kanan?" Tanya gue.

"Kanan." Yaa elah, gue malah belok kiri lagi. Emang yaa, woman always right!

"Yaudah jangan ke mana-mana, aku susulin." Kata gue.

Gue memutuskan untuk balik ke rumah dulu, gue ambil motor gue yang gapernah dipake ini, terus gue telusuri jalan deket rumah gue, nyari Ocha.

Ga lama nyari, gue liat dia. Lagi duduk di shelter bus gitu. Langsung aja gue parkirin motor di pinggir jalan dan gue samperin dia.

"Hey, sorry ya?" Dia mendongkak melihat gue, matanya basah.

"Aku gabakal minta kamu buat maafin Juliet kok, aku juga marah sama dia." Kata gue.

Dia mengangguk.

"Jalan-jalan yuk. Mumpung di luar dan aku pake motor?" Ajak gue, Ocha tersenyum tipis dan mengangguk.

Gue ulurin tangan gue dan Ocha nerimanya. Gue ajak langsung dia ke motor gue dan kita pun nikmatin jalanan Bali sore hari.

"Semalem gajadi ke Green bowl, sekarang aja ya?" Ajak gue pas kita udah di jalan.

"Yaudah." Katanya dengan suara serak.

Gue arahin motor gue untuk sampai di green bowl. Hampir satu jam perjalanan, kami sampai. Gue menggengam tangan Ocha untuk menaiki satu-satu anak tangga agar sampai ke bukit biar liat sunset-nya lebih enak.

"Jadi pulang hari ini?" Tanyanya saat kami duduk diantara batu karang.

"Kalo kamu mau, yaudah ayok pulang."

"Tapi aku gaberani kalo harus balik lagi ke rumah kamu. Aku malu." Katanya.

"Aku juga udah ga ada rencana balik ke rumah itu lagi ko. Tapi baju kamu?" Tanya gue.

"Gapapa baju doang." Sahutnya.

"Barang-barang penting?" Tanya gue lagi.

"Ada di cardholder di saku celana kok, aman." Jawabnya.

"Yaudah aku pesen tiket dulu." Kata gue.

Gue buka aplikasi travel di HP (setelah gue insall ulang), memesan tiket pulang untuk nanti malam, penerbangan terakhir pukul 11.40 waktu Bali. Setelah membayar dengan credit card, semua terselesaikan.

"Udah, aku udah dapet tiket. Nanti malem kita pulang. Aku juga udah bilang Pa Jajang buat jemput." Kata gue.

Ocha mengangguk.

Kami diam, sudah petang. Senja sudah lewat namun matahari masih terang. Perlahan-lahan gue lihat, proses matahari menyetubuhi laut. Membuat langit dan laut berwarna unggu-jingga-kelabu, perpaduan warna yang memanjakan mata.

Kami diam sampai gelap, sampai bintang-bintang menampakkan dirinya. Gue menarik nafas, mencoba menjernihkan pikiran gue yang kacau dengan ketenangan ini.

"Cha?" Gue coba ngajak dia ngobrol.

"Apa?" Tanyanya.

"Kamu ada rasa ga sama aku?"

Dia diam, gak menjawab pertanyaan gue.

"Aku ada rasa sama kamu, suka sama kamu. Kamu mau mulai semuanya sama aku dari awal?" Tanya gue, entah kenapa gue mendadak berani ngajak Ocha pacaran.

"Jangan aku, keluarga kamu pasti udah ngecap jelek aku, semua keluarga kamu tahu kalau aku cuma cewe sewaan." Katanya.

"Engga, aku sekarang ga bayar kamu kan? Kamu bukan cewe bayaran, mereka harus tahu itu." Kata gue membantah pernyataannya.

"Jangan aku, cari aja yang lain." Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

"Kalo aku sayangnya sama kamu gimana?"

"Ya jangan, masih banyak orang yang lebih baik dari aku. Kamu tahu aku gimana, tau masalalu aku gimana, tau juga aku masih proses lupain Ello."

Entah kenapa gue mendadak benci denger nama Ello, pengen gue buang tuh Ello kampret ke Jaya Wijaya!

"Kalo aku gapeduli gimana?"

"Jangan aku." Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

"Kenapa?" Tanya gue.

"Jangan aja, aku punya keluarga aku, ada orang-orang yang jadi tanggung jawab aku. Aku gabisa sama kamu terus masuk ke keluarga kamu dan ninggalin keluarga aku." Jelasnya.

"Aku ga minta kamu tinggalin keluarga kamu kali Cha, emang kalo kamu sama aku, kamu bakalan ninggalin keluarga kamu? Kan engga."

"Udah Fir, pokoknya jangan aku." Katanya.

Gue sebel deh kalo cewe kaya gini. Sok nyari jalan pintas, padahal masih bisa di cari jalan keluarnya secara baik-baik biar sama-sama enak gitu. Bukannya motong masalah di tengah jalan.

"Kapan pesawatnya? Kapan pulang?" Tanyanya.

"Masih lama, dari sini deket ko ke bandara, ga ada satu jam. Santai." Jawab gue.

Hening lagi. Lama gue tatap dia, dia lagi mandangin kegelapan di depan sana.

"Cha? Aku tau kalo kamu juga suka sama aku. Dont ignore that feeling, it's hurt." Kata gue setelah puluhan menit terlewati dalam diam.

Tapi Ocha ga menyahuti omongan gue. Frustasi gue lama-lama. Perasaan dulu pas ngajak Elissa pacaran ga sesusah ini deh!

"Cha?"

"Sekalipun perasaan itu ada, jangan di terusin Fir. Jangan, karena kita ngawalin ini semua dengan cara yang salah. Entar ujung-ujungnya gabaik."

"Kenapa gamau diterusin? Kamu gamau perjuangin apa yang kamu yakinin gitu?" Tanya gue.

"Aku yakin ini salah." Jawabnya singkat.

Aahh gemes gue sama dia kalo kaya gini, kesel juga sih. Kenapa cewe-cewe tuh ga suka hal yang simple sih? Se-simple I love you, you love me too and we're growing old together.

"I love you, Cha." Kata gue, kali aja di sahutin gitu. Tapi zonk! Dia ga bales omongan gue, ga nyautin apapun.

"Kenapa idup gue begini amat ya??!" Dia tiba-tiba ngomong gitu.

"Begini gimana?" Tanya gue.

"Gapapa, lagi ngomong sama diri sendiri." Sahutnya.

"Ada orang di sini, bisa diajak ngobrol, ngapain ngomong sama diri sendiri? Orang nih orang! Bukan kentang." Kata gue nyindir dia.

Lagi-lagi Ocha diem. Karena gue kesel, gue tolehin aja kepalanya jadi ngadep gue, terus gue tempelin bibir gue ke bibir dia. Ga kaya tadi pagi yang pelan-pelan, kali ini gue grasa-grusu, kali ini ciuman gue menuntut. I need more! More than this!

Baru beberapa saat nyium dia, Ocha udah narik diri dan detik berikutnya pipi gue kena gampar.

"Ayo balik!" Gue langsung berdiri, jalan duluan ninggalin dia. Gatau kenapa gue mendadak marah.

Gue merasa Ocha mengikuti gue di belakang, baguslah jadi gue ga harus balik lagi buat drama tarik-tarikan ngajak kawin, eh ngajak balik maksudnya.

40 menit kemudian kami sampe di bandara, gue tunjukin bukti e-tiket kami ke petugas yang jaga. Mereka liat gue sama Ocha heran kali yaa, iyalah kita berdua masih pake baju rumah dan belom mandi seharian gegara drama yang dibikin Juliet.

Dalam hati gue berdoa kalo dia gausah jadi kawin sama adek gue, Rafi kayanya kebagusan buat dia, adek gue baik, mendingan cari calon istri yang laen deh, jangan kaya nenek lampir bernama Juliet tapi hati Rosalind. Eh emang Rosalind jahat yaa? Oh iya yang jahat mah Rosalie Hale, ko gue ngaco banget yaa dari roman Shakespeare jadi ke Stephanie Mayer?

Ah udahlah gapenting.

Gue duduk di ruang tunggu, jadwalnya sih pesawat kami take-off tiga puluh menit lagi. Kemudian mata gue berhenti di kunci yang lagi gue pegang, lha iya ini motor gue apa kabar yak? Ah udah lah bodo amat gapeduli gue sama motor doangan mah.

*****

TBC

Thanks for reading yaaa, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo

***

Chapter ini mau gue spesialin ah buat ParamitaAgustina yang jauh di sana
Sehat selalu mit
Bahagia selalu
Asli, kangen
Doain, gue bisa main ke kesana
Bosen elu ke Bogor mah
Hehehehe
Mwaaach 😘😘😘

******

Ps: se-chapter lagi kelar, uhuy! Heheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheheh 😅

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top