14. session with Amanda Rosalia

FIRI

"Empat tahun lalu, aku sempet kerja di tempat karaoke keluarga, jadi cashier. Ga lama aku kerja disitu karena gabetah dan lingkungannya gaenak.

"Nah ada beberapa pelanggan karaoke yang suka goda-godain, aku udah pengen berhenti kerja, tapi aku mikirin adek-adekku, jadi aku bertahan. Sampai akhirnya, waktu itu aku pulang malem, sekitar pukul 1, dan di parkiran ada yang tarik aku.

"Aku gabisa lanjutinnya, Fir."

Ocha sudah membuka matanya sekarang, ia natap gue tajem. Gue memandangnya dengan tatapan prihatin,

"Cha, kalo mau sembuh keluarin semuanya. Segala sesuatu yang dipendem, numpuk terlalu lama itu gabaik. Kamu mau bikin kompos di hati kamu?" Tanya gue, balik ke aku-kamu biar Ocha nyaman. Abisan dia juga ngomongnya gitu sih.

Ocha menggeleng.

"Nah yaudah, ayok keluarin."

Lalu Ocha melanjutkan ceritanya, gimana dia ditarik sama dua cowo asing untuk masuk ke mobil, lalu dibawa ke suatu tempat, bajunya ditarik-tarik sampe sobek, lalu dia dipaksa untuk melayani nafsu si cowo anjing ini dan ditinggalin gitu aja.

Ocha cerita gimana dia pagi-pagi ditemuin sama orang, terus langsung lapor polisi sementara Ocha gainget apa-apa. Dia cuma bisa nangis, cuma bisa jerit-jerit. Polisi nyediain psikolog untuk dia, tapi itu ga membantu sama sekali karena Ocha gapernah diterapi, psikiaternga itu cuma ngasih Ocha obat penenang tiap kali Ocha nangis.

Gue miris denger ceritanya, sumpah. Ada anak kaya gini ya?

Lalu Ocha cerita kalo dia harus bangkit, dia gamau ketergantungan sama obat penenang, dia ga sakit jiwa, dia cuma kecewa kenapa hidupnya harus seperti ini.

Cerita Ocha selesai sampe disitu meskipun gue tau ceritanya masih jauh dari kata beres.

"Udah ceritanya, gimana rasanya?" Tanya gue.

"Sedikit lega Fir." Katanya sambil tersenyum, matanya masih basah karena Ocha cerita sambil nangis.

Gue ambil tissue di kabinet deket tempat gue duduk dan gue kasih ke dia.

"Besok lagi, lanjutin ceritanya. Belom beres kan?" Tanya gue.

Dia ngangguk.

"Mau aku anter pulang?" Tanya gue.

Dia menggeleng.

"Gapapa ko, sendiri aja."

"Set emergency calls kamu jadi nomer aku, kalo ada apa-apa telfon aku, jam berapapun. Oke? Kamu pasien aku sekarang." Kata gue dan Ocha mengangguk.

"Mau makan malem dulu?" Tanya gue. Busetdah Fir, nawarin makan, di apartment gue aja kaga ada apa-apa hahhaaha.

"Gausah, di rumah aja." Katanya, gue mengangguk lalu mengantar dia sampai bawah, sampe dia keluar dari parkiran.

Keesokan harinya, sepulang kerja Ocha ke tempat gue lagi, kali ini ceritain gimana dia ketemu Ello dan Ello yang bisa terima dia dan nenangin dia.

Gue lagi-lagi menjadi pendengar setia cerita-ceritanya. Cerita Ocha udah masuk ke Ello selingkuh, yaa sekalipun gapenting gue tetep dengerin dia dengan seksama. Akhirnya Ocha nangis lagi, gue tau ini anak sayang banget kayanya sama Ello.

Hari ketiga, gue paksa Ocha buat cerita dari awal, dia gamau karena menurutnya dia udah cerita ke gue. Tapi gue maksa, gue pengen itu cerita bener-bener keluar dari Ocha, dan dia menurut untuk cerita, kali ini lebih detail, dia bahkan bisa ceritain gimana perlakuan dua orang setan itu ke dia. Bikin gue meringis dengernya.

Lagi-lagi, Ocha nangis. Stock tissue gue udah diabisin kayanya sama dia. Tapi gapapa, yaelah tissue doang!

"Gimana?" Itu selalu jadi pertanyaan gue saat kami selesai sesi.

"Baikan." Hanya itu yang keluar, gue tahu masih ada yang di pendem.

Akhirnya di hari ke empat, Ocha keluarin semua. Dia cerita detail-detailnya gimana, dia bilang kalo dia inget gimana kejadian malem itu, cuma dia terlalu malu untuk bilang. Dan hari itu, dia ceritain semuanya ke gue, asli gue sampe pengen nangis dengernya, tapi gue tahan.

Ocha nangis sesegukan di sofa gue, selama ini kalo sesi gue duduk dengan jarak yang agak jauh, sekitar satu meter lebih. Tapi pas liat Ocha nangis kaya gini, mau gamau gue deketin, dan gue beraniin diri untuk peluk dia. Ocha gaberontak jadi gue biarin dia nangis dipelukan gue. Gue biarin dia nangis sampe cape, karena lebih baik keluar daripada ditahan-tahan.

Dua jam lebih Ocha nangis sampe akhirnya tangisannya mereda, gue lepas pelukan gue dan keliatan dia tenang.

"Gimana?" Tanya gue.

"Makasih udah mau dengerin." Katanya dan gue senyum ngangguk.

Gue telfon adeknya Ocha, minta Adit dateng ke apart gue buat jemput Ocha. Gue gabisa biarin Ocha nyetir motor tapi kondisinya kaya gini.

"Makasih, Kak Firi." Kata Adit pas gue anterin Ocha sampe bawah. Gue cuma senyum dan ngangguk.

Hari kelima, kemajuan luar biasa. Ocha bisa ceritain semua detailnya tanpa nangis. Dia kaya udah ngelepas semuanya.

"Nih pake." Gue ngasih VR gue ke Ocha. Sekarang gue mau tau, gimana reaksi Ocha kalo ngeliat kejadian pemerkosaan, gue gamau dia tiba-tiba blank lagi kaya waktu itu.

"Buat apa?" Tanya Ocha.

"Simulasi." Hanya itu jawaban gue.

Ocha nurut, dia make VR dari gue. Baru semenit, dia udah jerit-jerit. Gue bantu dia lepas VR tapi dia masih jerit-jerit, percis waktu itu.

Gue coba tenangin dia, tapi gue gabilang it's okay kaya waktu si Ello, it's okay my ass! Ini anak lagi kaya gini masa dibohongin.

Gue tenangin Ocha, gue bisikin kalo situasi kaya gini dia gaboleh drop lagi, gue bilang kalo dirinya sendiri yang punya kuasa atas tubuhnya, gue bilang kalo dia harus tenang, harus taking control ke tubuhnya sendiri. Gue bilang kalo everything not fine, but if she taking control, she's fine.

"Semuanya ada disini sama disini Cha." Gue nunjuk kepala dan dada gue.

"Taking controll of your mind and your heart, percaya kalo kamu bisa. Kalo kamu bisa nguasain diri sendiri, pikiran kamu, emosi kamu, hati kamu, kamu bakal merdeka." Kata gue.

"Dont trust me, trust yourself!" Titah gue sementara Ocha masih jerit-jerit.

"Ocha! Kalo kamu kaya gini tiap ada kejadian serupa, abis kamu! Kamu harus bisa, lawan semuanya! Lawan rasa takut kamu, lawan musuh kamu. You are the master of your body, beyond that, you're the master of yourself, your mind Cha, semua ketakutan kamu cuma ada di kepala kamu!" Nada suara gue meninggi sekarang dan seketika Ocha diam.

Gue liat dia berusaha narik nafas panjang-panjang buat nenangin dirinya sendiri. Dan detik berikutnya...

Plak

Tangannya Ocha mendarat di pipi gue. Busetdah, dosa apa gue ampe ditampar?

"Sorry!" Hanya itu yang keluar dari mulut Ocha.

"Gapapa." Kata gue sambil ngelus-ngelus pipi gue. Panas gils!

Gue biarin dulu Ocha ngatur nafas dan emosinya, gue bangkit ke dapur buat ambilin minum, tadi juga gue udah delivery McD, jadi adalah makanan di rumah.

"Nih makan." Kata gue,

Ocha masih diem, gue udah nyeruput soda gue. Aus coy nasehatin Ocha.

"Makan Cha, minum lah kalo engga." Dan akhirnya Ocha nurut. Dia udah keliatan tenang sekarang.

"Cha, orang-orang disekitar kamu tuh sayang sama kamu. Mama kamu, adek-adek kamu, temen-temen kamu. Bahkan mungkin Ello.

"Tapi kalo mereka bilang ke kamu gapapa-gapapa tiap kamu drop, itu gabaik. Jelas kamu kenapa-napa ampe kamu drop gitu, semua tuh bakalan gapapa kalo kamu lawan rasa takut kamu, kalo kamu bisa nguasain diri kamu, oke?" Kata gue.

Ocha mengangguk, yaudah gue mulai makan dan Ocha ngikut makan juga.

"Mau telfon Adit apa balik sendiri?" Tanya gue pas kita udah selesai makan.

"Sendiri aja Fir." Jawabnya.

Gue ngangguk dan temenin dia turun sampe bawah.

"Besok coba VR lagi ya?" Kata gue, dia mengangguk setuju.

Hari ini, gue kerja setengah hari, gue balik duluan. Gue di telfon Mas Marlo, Ferrari gue dateng, akhirnya.... jadi gue ngambil mobil cantik itu ke Jakarta.

Pas gue jemput, beuuhhhh sexy banget mobil gue. Sayangnya gue gabisa langsung nyetir, surat-suratnya belom keluar, nomor polisinya juga belom ada. Kan galucu kalo mobil baru beli langsung ditahan. Jadi gue sewa mobil angkut buat bawa si sexy ini ke Bogor, yeay.

Jam lima sore gue udah balik ke apartment, gue juga udah telfon Ocha kalo hari ini terapi lagi kaya biasa dan dia setuju buat dateng.

Seperti perjanjian kemaren, Ocha nyobain VR lagi, simulasi kalau terjadi pemerkosaan dan reaksi yang dia keluarkan. Gue standby di samping Ocha, siap-siap lepas VR kalo dia kenapa-napa lagi.

Asli, gue kaget. Ocha udah bisa ngendaliin diri. Dia ga jerit-jerit kaya orang mules mau melahirkan, tapi dia teriak minta tolong, teriakan yang keluarpun bukan teriakan takut melainkan teriakan tegas.

Gue senyum pas simulasi berakhir, Ocha masih ngos-ngosan tapi keliatan kalo dia baik-baik aja.

"Lega?" Tanya gue.

"Iya, makasih banyak yaa!" Ocha langsung meluk gue. Eh? Ya ampun, akhirnya gue dipeluk. Dada gue nempel lagi sama yang kenyel-kenyel.

"Eh sorry ya!" Ocha yang canggung ngelepas pelukannya. Yaelah, bentar banget, belom ada semenit.

"Gapapako, santai aja Cha." Unch, padahal mah lagi juga boleh lohh.

"Mau makan apaan kamu Cha?" Gue udah siap sama HP gue buat order lewat grabfood.

"Ada bahan masakan ga? Masak aja. Gabosen emang makan junkfood?" Tanyanya.

"Ga ada bahan masakan, eh tapi coba liat aja deh kulkas sama dapur, bongkar-bongkar aja kabinetnya. Kayanya sih pernah belanja sekali, sok-sokan gitu, tapi gegara gabisa masak ya didiemin." Kata gue.

Ocha ngangguk, dia berdiri dan masuk ke dapur gue. Gue pasang aja VR gue, nyoba game baru yang gue install.

"Fir! Firi!" Baru main bentar udah ke ganggu, gue lepas VR gue dan noleh ke arah Ocha.

"Apaan Cha?"

"Ada daging, ada salmon, bahan-bahan lengkap. Mau masak aja?" Tanyanya.

"Oh yaudah masak aja, aku salmon ya!" Kata gue dan dia mengangguk.

Ocha balik ke dapur dan gue lanjutin main game. Lagi asik tembak-tembakan, ehh fokus gue terganggu oleh aroma masakan yang enak.

Gue lepas VR gue dan gue pun berjalan ke dapur, terlihat Ocha lagi sibuk masak.

"Udah jadi Cha?" Tanya gue.

"Ehh Fir, ngagetin. Bentar ini dikit lagi." Katanya, dia kaya lagi numis sayuran gitu, apa itu bumbu? Ah bodo gue kaga ngerti.

"Cha, besok ke Bali ya." Kata gue mengingatkan.

"Hah? Bali?" Tanyanya tak percaya.

"Iya Bali, kan Rafi lamarannya di Bali." Kata gue.

"Ko gabilang kalo lamarannya di Bali? Aku kira di Bandung."

"Lah di Bandung mah rumah Ayah Bundanya Dion, keluarga aku mah di Bali." Jelas gue.

"Yaah, yaudah deh. Main acting-actingan aja jauh banget ke Bali."

"Tenang Cha, urusan izin udah aku proses kok dari kemaren-kemaren, Pak Henry udah setuju, lagian kan perizinan di Syltha semuanya balik lagi ke meja aku," Jelas gue, Ocha udah pasti ngerti.

"Yaudah oke, lagian aku belum pernah ke Bali."

Gue senyum pas dia ngomong gitu, mukanya keliatan semangat gitu.

****

TBC

Ps: this chapter specials for taufanjeko yang pura-pura sakit kepala 😘

Pss: udah yak lanjut senin xoxo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top