11. entahlah
OCHA
Ello Lug calling....
Entah sudah berapa ratus kali panggilan Ello yang kuabaikan sejak peristiwa laknat itu.
Karena kesal, akhirnya aku mengangkat panggilannya.
"Akhirnya Chaa!" Asli, aku kangen sama suaranya.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Bisa ketemu? Aku mau jelasin."
"Jelasin apa? Udah jelas kali." Kataku.
"Please lah Cha, kamu tahu aku sayang sama kamu." Katanya.
"Gapercaya gue, eh iya gue mau ambil barang-barang gue dong." Kataku, sebenarnya inilah tujuan utamaku menjawab panggilan dari Ello.
"Ke sini aja, ini kan tempat kita. Tinggal bareng lagi sama aku." Katanya seolah-olah kejadian laknat itu gapernah ada.
"Gausah sok manis, Ell. Gue siangan mau ambil barang gue." Kataku.
Aku sengaja memutus sambungan telefon itu, Ello menelefonku lagi. Kubiarkan tak terangkat. Asli, HPku akhir-akhir ini sering low gara-gara dia.
Aku keluar kamar, melihat Ratu sedang menonton TV, aku menuju meja makan, liat ada makanan apa, laper banget. Ada ayam goreng, telur dadar dan sayur bayem.
Aku ke dapur untuk ambil piring dan ngambil nasi, setelah ambil lauk aku duduk di samping Ratu.
"Kak sekolah yang Atu mau udah buka pendaftaran loh, pake nilai rapot jadi gausah nunggu lulus, tapi kata Mama jangan." Ia sengaja tak melanjutkan ceritanya, aku sudah tahu.
"Besok Kakak bawain duit buat daftarnya, Atu sama Mama besok pas pulang sekolah daftar ya?" Kataku.
Ratu mengangguk semangat, terbayar sudah kekesalanku ke Firi kemaren karena tampang bahagia adikku ini.
Selesai makan aku mendekati Adit yang lagi bikin PR di ruang tamu.
"Dit, pinjemin mobil dong ke si Dina." Kataku menyebut nama tetangga kami.
"Lha lo aja sana yang bilang ke Mas Tedi-nya, pasti boleh deh kalo lo yang bilang."
"Ayolah please, gue kasih duit deh." Kataku.
"Tiga ratus ribu?" Pintanya.
"Setirin gue ke kosan sekalian tapi ya ngangkut barang?"
"Yaudah iya." Katanya.
"Goodboy!" Aku mengacak rambutnya.
"Lo beneran udahan sama Kak Ello? Kaga mau balikan lagi Kak?" Tanya Adit.
"Iya udahan, gue mau cari duda aja." Kataku asal.
"Dih, selera lo om-om sekarang?" Ledeknya.
"Biarin, gue mau cari yang mapan biar bisa biayain lo sama Ratu, bisa sejahterain Mama. Ya ga?" Kataku.
"Sekalian aja sono lo jadi simpenan pejabat!" Ia sudah menoyor kepalaku sekarang.
Aku hanya tertawa.
"Kak, omongan tuh doa! Lo jangan kaya gitu ihh! Pesimis sama diri sendiri." Kata Adit.
"Santai coy gue cuma becanda. Tapi lagian, kayanya bukan ide buruk deh nyari duda. Pasti udah berpengalaman yaa dia dalam semua hal." Kataku, mengedip jahil pada Adit.
Lalu Adit menggulung bukunya dan memukulkan buku itu ke kepalaku.
"Gasopan lo monyet!" Makiku.
"Ya lo yang waras lah kak! Sedepresi apa lo putus sama Ello sampe mau cari duda? Gue ga kebayang deh lo dinikahin cowo berumur, kumis tebel, perut buncit, item dekil. Dihh amit! Mending gue kurung lo di kamar terus gue aja yang cari duit buat kita." Sahut Adit.
Aku tertawa mendengar Adit.
"Lo kenapa emang putus sama Ello." Tanya Adit.
"Godaan semua cowo, Dit. Harta, Tahta, Wanita." Kataku.
"Terus lo gamau kalah sama Ello, mangkanya Harta, Tahta, Duda?" Tanyanya.
Aku tertawa, aku bahkan ga kepikiran sampe sana. Adit nih bener-bener yaa!!
"Gue mau mandi, lo pinjemim mobil ke Dina!"
"Dih jadi tadi lo ga mandi dulu pas makan? Najisin banget lo kak!" Adit melempar bukunya padaku.
Aku tak peduli, aku berlari ke kamarku dan mengambil handuk untuk mandi, saat keluar kamar aku nengok ke ruang tamu. Adit udah ga ada di sana, good deh kalo dia udah gerak untuk minjem mobil.
**
"Kenapa ajak Adit?" Tanya Ello saat aku menggedor pintu kostan.
"Setirin aku, cape aku abis nyetir dari Bandung semalem." Kataku, lha ini kenapa aku kicep pas ketemu Ello.
"Ngapain kamu ke Bandung?" Tanyanya.
"Bukan urusan kamu lagi, Ell." Kataku.
"Sampe kapanpun kamu tetep urusan aku!"
"Ngausah ngaco! Minggir udah aku mau ambil barang-barangku." Kataku mendorongnya dari ambang pintu.
Entah kenapa aku jijik begitu masuk kamar ini, kebayang Ello sama Fiona monyet having sex di kasur yang udah aku tidurin lebih kurang dua tahun bikin aku mau muntah rasanya.
Aku membuka tas besar yang kubawa, kumasukan semua baju-bajuku. Lalu di tas lain memasukan sepatu, dan terakhir printilan-printilan sanitari yang ada di kamar mandi dan tualet.
Udah selesai, aku gamau barang-barang gede kaya tualet, rak buku atau apapun.
"Cha, tunggu dulu bentar sini. Suruh Adit pulang, aku nanti yang anter kamu." Ello menahan tanganku ketika aku hendak mengangkut barang-barangku.
"Jijik gue di sini Ell!" Seruku.
"Kamu mau kita pindah? Yaudah ayok, kita cari apartment aja, gausah kos-kosan kaya gini." Katanya.
"Gausah ngaco, kita udah putus. Udah ga ada kita-kita-an lagi sekarang!" Kataku, "Adit!" Aku teriak agar Adit yang diluar mendengar.
Langsung saja Ello melepaskan cengkraman tangannya di pergelangan tanganku.
"Apaan Kak?" Tanya Adit dari ambang pintu.
"Bawain ini gih!" Seruku.
Sedikit ragu, Adit akhirnya masuk ke kamar ini dan mengambil barang-barang yang aku tunjuk.
"Segini doang kak?" Tanyanya.
"Iya Dit, bawa aja." Aku berjalan keluar mendahului Adit. Ada Bang Aji di luar, abis beberes kamar dia kayanya.
"Eh, Cha? Pindah?" Tanya Bang Aji. Aku mengangguk.
"Cha?" Panggil Ello, aku menatap ke arahnya dan menggeleng.
Aku tahu maksudnya memanggilku apa, dan gelengan kepalaku sudah jelas sepertinya sebagai jawaban.
"Bang, duluan yaa! See you anywhere!" Seruku.
"Okee Cha da-da!!"
Aku melambaikan tanganku ke Bang Aji lalu naik ke mobil, setelah Adit selesai, ia duduk di kursi kemudi dan mengeluarkan mobil dari parkiran kostan laknat ini lalu mengarahkannya ke rumah.
"Dingin banget lo ke Kak Ello, kan gue jadi bingung kudu gimana sikapnya ke dia."
"Dih kaya ABG jatuh cinta lo segala bingung sikap."
"Dia selingkuh yak Kak?" Tanya Adit.
"Lebih parah dari pengertian selingkuh anak model lo." Kataku.
"Hah maksudnya?" Tanya Adit.
"Mampir Carl's Jr dong, gue mau burger." Kataku.
"Ga nyambung lo sumpah!"
****
FIRI
Senin pagi, gue ke Syltha seperti biasanya. Pikiran gue sekarang adalah ngebayangin ekspresinya Ocha pagi ini. Karena terakhir ketemu dia kan jijik banget sama gue.
Gue bertanya-tanya apakah pagi ini gue akan dapet secangkir kopi dari dia atau engga.
Kalo gadapet, yaudah gue pasrah. Gue coba lagi buat minta maaf sama dia. Kali aja kalo gue minta maaf berkali-kali bakal di maafin sama Ocha. Semoga.
Gue naik ke lantai tiga, terus jalan menuju ruangan gue begitu keluar lift. Ocha udah duduk di kursinya, percis di depan ruangan gue. Lagi beberes meja gitu, misah-misahin dokumen.
"Pagi Cha!" Sapa Gue.
"Pagi Fir." Dia menyahut dan tersenyum, jadi gue senyum balik. Takut dosa senyum semanis itu ga dibales.
"Inget Fir, siang lunch sama Pak Henry, terus meeting sama Bu Winda juga yaa." Ia mengingatkan jadwal gue hari ini. Dia ngomongnya pake senyum, berarti dia udah gamarah lagi nih sama gue.
"Okay, thank you!" Kata gue lalu masuk ke ruangan gue.
Ini siapa yang beresin dah? Kenapa ruangan gue rapi banget.
"Ocha!" Panggil gue dari dalam dan ga lama dia masuk.
"Kenapa Fir?" Tanya Ocha.
"Pak Surya ada beresin ruangan ini?" Tanya gue.
"Eh engga, tadi aku yang beresin Fir. Abis berantakan banget." Jawabnya.
Serius, ini si Ocha kesambet setan apaan pagi ini? Bentar deh, gue coba peruntungan gue sekali lagi.
"Cha, kopi buat gue mana?" Tanya gue.
"Eh iyaa, bentar aku ambilin. Udah di bikinin kok." Bener dah, ini hari keberuntungan gue kayanya, pasang togel apa ya? Kali aja menang hahaha. Ocha keluar bentar lalu kembali dengan segelas cangkir yang ditutup, dia bawa tempat makan juga.
"Ini tadi Mama bikin kue lebihnya banyak, terus disuruh bawa buat sarapan. Nih Fir aku pisahin, kali aja mau."
"Thanks yaa, pas banget gue belom sarapan." Kata gue, dan dia senyum manis terus langsung keluar.
Asli gue ga ngerti si Ocha ini kenapa. Bener kali yaa kecurigaan gue kalo dia bipolar??
Gue membuka tempat makan yang Ocha bawain buat gue, warna ungu gambar power puff girls, njir laah gue udah kaya anak SD ompreng PPG. Pas gue liat, dalemnya ada bolu gulung, lapis surabaya dan bolen.
Gue ambil bolen, gue suka banget sama kue ini. Gue cicipin dan enak, ya seriusan enak, adonannya pas, pisangnya manis, kejunya berasa, coklatnya juga ga lebay bikin gigi kotor. Pas!
Setelah menyelesaikan sarapan singkat gue, gue keluar. Ocha lagi sibuk sama komputer, entah ngapain.
"Cha, gue MB. Mau ikut kaga?" Ajak gue.
"Engga deh Fir, masih ngurus jadwal ini."
Gue mengangguk lalu berjalan ke executive office.
Sepagian ini orang-orang kantor yang bilang kalo gue banyak senyum. Gue juga ga ngerti kenapa, tapi kayanya sih gegara sikap manisnya si Ocha, mangkanya gue begini. Ahh, gila lah gue lama-lama gegara anak itu. Absurd banget!
Gue balik ke ruangan gue, Ocha keliatannya masih sibuk, bingung gue dia sibuk apaan.
"Cha? Ngerjain apaan sih?" Tanya gue.
"Ini jadwal buat besok sama lusa, ada yang bentrok antara meeting sama Bu Winda sama meeting sama Pak Oza, Pa Dimas juga ngikut nih." Katanya.
"Nanti aja kerjainnya, tanya dulu sama assist mereka, kalo ada jadwal kosong, ya masukin." Saran gue.
"Udah Fir, bentrok di Pa Oza sama Bu Winda."
"Yaudah siang aja kerjain, kusut gitu muka lo pagi-pagi." Katanya.
Ia menoleh ke arahku, tersenyum seperti tadi.
"Oh iya, beres istirahat boleh izin bentar ga? Balik lagi ko kesini, cuma mau ke rumah sebentar." Katanya dengan suara manis.
Emmm ini dia udang yang tersembunyi dari tadi pagi. Minta izin toh, halah padahal mah bilang aja yaa kaga usah sok imut ini anak.
"Mau ngapain emang?" Tanya gue.
"Nganter Mama." Hanya itu jawabannya.
Gue mengangguk, gue masih mau disenyumin sama Ocha, jadi biarkan saja dia keluar sejam-duajam daripada dia di sini tapi mukanya asem banget.
Dan benar saja, beres gue lunch sama Pak Henry, Ocha ga ada di mejanya. Gue cek email yang dia kirim ke gue, ngingetin gue buat meeting sama Bu Winda.
Sekitar jam 3 pas gue kelar meeting, gue udah liat Ocha di mejanya, masih sibuk kaya tadi pagi. Gue yang udah ga ada kerjaan milih nongkrong di gazebo bareng Dimas dan Riana.
"Sini Firi!" Ajak Riana, gue langsung senyum dan duduk di deketnya dia.
"Gimana sama Bu Winda?" Tanya Dimas.
"Banyak budget yang di cut buat F&B." Jawab Gue.
"Walah, besok gue giliran sama dia. Protes ah! Gue udah mikir setengah mampus buat barang-barang dagangan laku masa dia main potong-potong aja."
Aku hanya mengangguk, biarin aja Dimas protes, entar kalo udah cakar-cakaran baru deh gue turun tangan. Hahaha!
Kemudian kami semua menoleh saat ada suara ribut, dari ruangan gue. Gue, Dimas dan Riana langsung bediri dan nyamperin.
"Kenapa nih?" Muka Ocha udah merah banget, kentara dia nahan marah.
Gue ga kenal sama cewe yang di depan dia, dia pake seragam kantor ini, warna hijau muda. Anak front office, kenapa lagi.
"Kalian berdua, masuk ruangan saya sekarang!" Kata gue dengan nada formal.
Gue biarin si anak FO ini masuk terus Ocha masuk, gue tinggalin Dimas sama Riana, gue tutup pintu ruangan gue.
"Kenapa ini?" Tanya gue sambil duduk di kursi gue.
Ocha diem, si anak FO ini diem. Gue liat nametag-nya, namanya Fiona.
"Mau Ocha apa Fiona yang cerita?" Tanya gue.
Mereka berdua diem.
"Fiona, kamu yang dateng ke lantai tiga. Berarti kamu yang mulai masalah, kenapa?" Tanya gue.
"Gara-gara dia saya gajadi pacaran sama Ello, pak." Jawabnya.
What? Ello mana? Ello kampret yang ngatain gue pervert.
"Ello pacarnya Ocha?" Tanya gue.
"Mantan Pak." Sahut Ocha.
"Calon saya Pak." Sahut Fiona, suara keduanya hampir bersamaan.
Busetdah, cowo model si Ello mah di tanah abang juga banyak!
"Terus kenapa Fiona marah-marah sama Ocha?"
"Gara-gara Ocha saya gajadian sama Ello."
"Maksudnya?" Tanya Gue.
Kemudian Ocha angkat suara.
"Ello selingkuh sama dia, kepergok sama saya Pak. Udah, saya gapernah ikut campur lagi, lha dia tiba-tiba dateng marah-marah!"
"Kenapa kamu marah sama Ocha?" Tanya gue ke Fiona.
"Abis Ello ngejar-ngejar dia terus, saya dianggurin."
Busetdah ini cewe ko bego banget yaa?! Ya itu mah si Ello yang brengsek, bukan salah Ocha.
"Otak kamu kaya anak ABG banget yaa Fiona! Duh gimana ya, saya aja bingung jelasinnya, bingung bantu selesaiin ini gimana." Kata gue.
Ekor mata gue liat Ocha senyum, gue jadi pengen ikutan senyum.
"Gini deh Fio, selesaiin urusan kamu sama Ello, saya gamau kamu naik ke lantai 3 cuma buat marah-marah. Oke?"
Fiona mengangguk lalu keluar dari ruangan gue. Nyisa Ocha yang ada di depan mata gue, dia masih keliatan nahan ketawa sekaligus marah.
"Jadi gegara Ello selingkuh mangkanya lo mau gue ajak ke Bandung? Pelampiasan gitu?" Tanya gue.
"Sok tau lo! Banyak agenda di hidup gue." Lalu dia keluar juga dari ruangan gue.
Lha, gue tanya baik-baik kenapa dia jadi begitu? Mulai lagi tuh sisi Ocha-evil di dalam dirinya.
Jam pulang kantor, beres ganti gue langsung turun, gue udah di tunggu Pa Jajang. Ajakan anak-anak buat nongkrong gue tolak dulu, gue udah terlalu cape.
Pas gue turun ke parkiran, gue denger suara ribut-ribut lagi dari arah parkiran motor. Karena penasaran gue samperin dah, gue liat Ocha, lagi di tarik-tarik gitu sama orang.
Wah, jangan sampe dah itu si Ello, gue langsung lari nyamperin dia. Tapi ini orang asing, keliatannya mabuk dan mau ngapa-ngapain Ocha soalnya baju Ocha sobek bagian tangannya.
"Wey anjing!" Gue langsung nonjok orang itu dan dia langsung jatoh. Langsung gue tarik Ocha yang nangis.
"Cha? Lo gapapa?" Tapi Ocha malah makin nangis histeris.
"Cha? Udah Cha, gapapa." Kata gue lagi.
Ocha udah jongkok sekarang, seluruh badannya gemeteran. Gila, dia kenapa sih?
****
TBC
Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top