HAPPINESS
Life.
Never was easy.
DON'T GIVE UP
ON YOUR DREAM
BECAUSE IT IS NOT
GOING IN THE
DIRECTION YOU WANT.
THERE ARE DIFFERENT
ROUTES TO THE SAME
DESTINATION.
~~~
Author POV
Dug Dug Dug!
Senja memukul keras pintu toilet yang tepat berada di samping kamarnya.
Dug Dug Dug! Dug Dug Dug! Dug Dug Dug!
Senja mengulangi ketukan nya tak berirama.
"Siapa sih lama banget?!!" teriak Senja sembari mengetuk terus pintu itu. "Aughhh..." kali ini ia meraung memegangi perutnya. Kakinya terjinjit menahan buang air kecil.
Dug Dug-
Ceklek
Hehe... tawa seorang pria yang memperlihatkan deretan giginya membuka pintu toilet.
"Astaga! Lama banget sih! Di kamar kalian kan ada toiletnya! Kenapa pakai yang disini?!"
"A-"
"Minggir!" usir Senja tanpa menunggu alasan dari sang pria.
~~~
"Wae?" ( kenapa? ) tanya Melodi begitu keluar dari kamarnya.
"Gwenchanayo." ( Tidak apa-apa. ) Yeol mengusap pelan kepala Melodi, kini pandanganya teralihkan pada anak perempuan kecil yang digendong Melodi. "Ah.. yepeoyo" ( cantik ) puji Yeol mencubit pipi anak itu gemas.
Yeol menjulurkan tangannya, ingin menggendong anak kecil yang berumur sekitar tiga tahun itu. Melodi memberikannya pada dekapan Yeol.
"Annyeong.." sapa Yeol pada anak kecil itu, "Ireumi mwoyeyo?" ( Siapa nama mu? )
Dug.
Terdengar pintu toilet yang baru saja ditutup. Langkah Senja perlahan menuju ruang tamu, dimana ada Yeol dan Melodi yang sedang asik menimang anak perempuan itu.
"Gak akan ngertilah pake bahasa korea gitu," celoteh Senja kemudian duduk di sofa. Tangannya menggapai remot tv.
"Yeobo, pakai bahasa Indonesia," Melodi meringis menatap Yeol.
"Ne, Algesseoyo," ( Ya, Aku mengerti. )kata Yeol sembari tertawa mengangguk-angguk. "Annye..." Yeol menahan perkataannya begitu dilirik oleh Senja. "Aku sedang belajar bahasa Indonesia pelan-pelan, santai saja dong melihatnya." kata Yeol dengan bahasa Indonesia yang super kaku. ( tulisan yang digaris bawahi menggunakan bahasa Indonesia )
"Udah hampir dua tahun kali di sini, masih aja belum bisa," kata Senja sembari kembali memperhatikan saluran tv yang ia pilih-pilih.
"Bisa kok, ini sedang menggunakan bahasa Indonesia," jawab Yeol.
Senja hanya menaikkan sebelah alisnya, meremehkan.
Yeol menatap anak kecil yang ia gendong, kemudian teringat sebuah lagu "Burung kakak tua... hing..hinggap di jendela... nenek sudah dua.. giginya tinggal tua!..... Tuh bisa kan?" tanya Yeol.
Melodi meringis tertawa mendengar dua kata tertukar, sedang Senja bersiap mengambil bantal disampingnya.
"Senja, nanti kena jihan!" tahan Melodi melihat Senja ingin melempar bantalnya pada Yeol.
"Kok Jihan yang dikhawatirkan? Bukan aku?" tanya Yeol membuat muka memelas menatap Melodi. Melodi hanya mengacak rambut Yeol.
"Lagunya salah!" teriak Senja, "Anak orang nanti diajak sesat sama dia, sana pulangin!" perintah Senja. Lagipula anak itu sudah main dirumahnya sejak beberapa jam lalu di kamar Melodi.
Melodi meringis lagi, kemudian menggapai Jihan dari dekapan Yeol, "sini, aku balikin dulu anak tetangganya."
"Yah, aku masih mau main dengan Jihan," kata Yeol namun tak mengelak saat Melodi mengambil Jihan dari dirinya.
"Bye bye om yeol, tante Senja..." Melodi menggerakan tangan Jihan melambai pada keduanya bergantian.
"Wait wait.." tahan Senja. Senja berjalan perlahan menghampiri Melodi. "Bye cantik, muach," Senja mencium pipi kanan dan kiri Jihan kemudian mencubitnya.
Melodi berjalan keluar untuk mengantar Jihan. Sedang Senja dan Yeol melambaikan tangannya pada anak perempuan kecil itu.
~~~
Yeol tersenyum baru saja melihat tingkah natural Senja pada anak perempuan kecil itu.
"Kalau sama anak kecil aja bisa manis gitu," celoteh Yeol.
Senja segera menengok ke arah Yeol, sedang Yeol buru-buru mengambil langkah menjauh dan duduk di sofa.
Hehe.. Senja tertawa sembari ikut duduk disamping Yeol. "Engga kok, aku memang manis ke semuanya, tadi lagi kesel aja," wajah Senja dibuat semanis-manisnya.
Yeol mengacak rambut Senja, "Oh ya???" ledeknya, "Iya percaya kok, kamu udah berubah."
"Ish!" Senja mendengus sebal sembari mengambil kembali remot tv nya.
"Ohya, kemarin aku ke supermarket sama Melodi, aku udah beli aroma terapi yang kamu suka tuh, sama makanan organik gitu, kamu masih belum bisa makan yang aneh-aneh kan?" tanya Yeol.
Senja mengangguk, "Lagian kenapa sih repot-repot segala, nanti aku bisa pesen gituan lewat aplikasi online."
"Repot apanya? kan sekalian belanja bulanan," kata Yeol.
Senja mengangguk lagi, "Thank you,"
"Apa? Apa? Coba ulang!" Ledek Yeol mendekatkan telinganya pada wajah Senja. Senja segera mendorong kepala Yeol menjauh.
"Te-ri-ma-ka-sih!" tekan Senja.
Yeol meringis, "Udah bisa bilang terimakasih?"
Senja hanya memajukan bibirnya sebal. Dia memang sudah berusaha mengubah sikapnya dan sejauh ini ketika ia bertindak manis, orang disekitarnya malah meledek dan tertawa. Namun ia senang, karena dengan begitu ia telah membuat orang lain tertawa.
"Ganti rtv dong, ada drama korea tau!" Melodi tiba-tiba saja sudah masuk dan duduk disamping Senja, membuat posisi Senja jadi di tengah.
"Sejak kapan suka drama gitu sih?" tanya Senja.
"Hehe... Dari dulu kali! Tapi sekarang lagi kangen aja liat orang Korea," tawa Melodi.
Senja dan Yeol segera meliriknya. Senja menunjuk wajah Yeol yang disampingnya, "Dia bukan orang Korea?"
"Kalau dia aku bosen.." bisik Melodi pada Senja.
"Aku dengar!" Yeol mencubit pipi Melodi, membuat wajah Senja tenggelam terkena tangan Yeol yang besar.
"Ish!" Senja memukul tangan Yeol yang menutupinya. "Gak ada drama-drama Korea'an! Kalau mau nonton drama sana pulang aja, aku mau nonton national geographic."
"Ngusir nih? Kan kita kesini cuma weekend gini, kamu gak kangen?" tanya Melodi membuat wajah memelas.
"Sejak kapan aku kangen kamu?" tanya Senja melirik Melodi sebentar.
"Kalau sama aku, kangen gak?" tanya Yeol. Senja segera melirik sinis.
"Gak lah! Apalagi sama kamu! Rusuh!" jawab Senja.
"Yaudah yeobo, kita pulang aja yuk, aku merasa terusir." kata Yeol pada Melodi.
"Ne, yeobo, kita pulang aja," sambung Melodi.
"Aku mau ngadu sama ibu mertua dulu," Yeol hendak berdiri, namun tangannya ditarik Senja dengan tambahan tatapan sinisnya.
"Nih, nonton doraemon aja biar adil!" kata Senja.
Melodi melingkarkan tangannya di pinggang Senja, "Yaudah nonton ini aja," katanya sembari menyandarkan kepalanya kepundak Senja.
Senja tak mengelak, ia bersandar dan kemudian menatap tv.
Yeol yang terduduk kembali sambil meringis, "Kalau aku boleh peluk kamu juga gak?" ledeknya.
Senja meliriknya lagi, "Kamu tukang ngadu! Aku gak suka temenan sama orang yang suka ngadu!"
Yeol tertawa dan mengelus kepalanya, "Maaf adik Senja, kaka tidak akan mengulanginya lagi."
Melodi dan Senja tertawa mendengarnya, "Baiklah, akan aku maafkan jika kaka bersedia membuatkan kami jus jeruk, sekarang! Go Go!!" Senja menunjuk arah dapur.
Yeol segera berdiri, "Baik adik Senja dan Nona Melodi, akan saya siapkan," Yeol menggulung tangan kanannya kedepan, sedang satunya ke belakang pundaknya yang menunduk, sedang sebelah kakinya disilang kebelakang, bak pelayan.
"Cemilannya sekalian ya," tambah Melodi.
"Ohya, maaf, untuk adik Senja, sepertinya jusnya hangat saja ya? kan masih sakit," ingat Yeol.
Senja segera menggeleng, "Emangnya es bikin penyakitku makin parah? Aku tuh bukan sakit flu! Udah sana buatin, cepet gak pake lama!"
Yeol menggembungkan pipinya, "Iya-iya." Ia membalikkan badannya. Dan lama kelamaan dirinya hilang dibalik tembok yang mengarah ke dapur.
Entah ini minggu yang keberapa setelah pernikahan Yeol-Melodi yang sudah berlangsung hampir satu tahun. Yeol sendiri artinya sudah tinggal dua tahun di Indonesia, satu tahun untuk persiapan pernikahan, ia juga tinggal dan sering bolak-balik Indonesia-Korea. Mungkin baginya itu tak sulit, mengingat ia keturunan keluarga kaya raya. Sedang ia juga telah menyelesaikan segala urusan perkuliahannya di New York. Dan dalam waktu beberapa bulan lalu, ia telah memastikan untuk bekerja di Indonesia, ia bekerja disebuah perusahaan Korea yang ada di Indonesia.
Dan tentang status kewarganegaraannya, menurut Pasal 58 UUP bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Jika melihat ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3) UU Kewarganegaraan, dapat diketahui bahwa apabila hukum negara asal si suami memberikan kewarganegaraan kepada pasangannya akibat perkawinan campuran, maka istri yang WNI dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia, kecuali jika dia mengajukan pernyataan untuk tetap menjadi WNI.
Kemudian, jika menanyakan mengenai status kewarganegaraan si suami yang WNA jika pasangan perkawinan campuran tersebut menetap di Indonesia. Di dalam ketentuan UU Kewarganegaraan, tidak ditentukan bahwa seorang WNA yang kawin dengan WNI maka secara otomatis menjadi WNI, termasuk jika menetap di Indonesia. Hal yang perlu diperhatikan oleh si WNA selama tinggal di Indonesia adalah harus memiliki izin tinggal.
Jika si WNA telah menetap tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun berturut-turut, barulah dia memenuhi syarat mengajukan diri untuk menjadi WNI jika ia menghendaki (lihat Pasal 9 huruf b UU Kewarganegaraan).
Jadi, jika Yeol memang ingin menjadi Warga Negara Indonesia, setidaknya dia harus tinggal selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun berturut-turut, atau jika tidak, ya tinggal mengurus izin tinggal.
Yeol-Melodi sendiri setiap weekend akan tinggal dirumah orang tua Melodi-Senja untuk menginap. Padahal rumah merekapun sebenarnya tak begitu jauh, masih sama-sama di daerah Jakarta Selatan.
"Dyo gimana?" tanya Melodi tiba-tiba.
"Ya gitu," jawab Senja sekenanya.
"Kapan sih resminya?" selidik Melodi.
"Tanya dia gih," jawab Senja malas-malasan.
"Kamu dong minta kejelasan."
Senja melirik Melodi, "Gengsi lah!"
"Gengsi tapi sayang kan? Buruan gih, tunggu apalagi coba? Karir kalian udah sukses, agama pun udah sama, masih nunggu apa lagi?" kesal Melodi.
"Nunggu putus kali!"
Melodi segera bangun dan melepas pelukannya, "Apaan sih? Kalian marahan?" Senja terdiam. "cerita dong!!!"
"Ga tau ish! Dia sibuk kali, sama pacar baru," kesal Senja.
"Dyo gak gitu kok," kata Melodi menenangkan.
"Tapi buktinya, udah tiga bulan sejak dia balik lagi ke Korea, dia jadi jarang hubungin aku. Line ga di read pula," Senja mengigit bibirnya.
"Mungkin lagi sibuk, dia kan baru aja buka cafe di Bali, belum lagi sebulan lalu di Singapore kan? Wajar lah sibuk." Senja terdiam, "Percaya deh, Dyo itu setia. Dan waktu aniv kalian ke satu tahun dia datang kan ke Jakarta!"
"Itu karena pembukaan cafenya di Jakarta, lagian sekalian ngerayain aniv pernikahan kamu juga kan?"
"Ah, lagian siapa suruh sih jadian di hari pernikahan orang!" ledek Melodi. Senja terkekeh sebentar kemudian memasang wajah sebal lagi. Melodi mengelus kepala Senja pelan, "Tenang aja, dia pasti punya alasan kok."
"Ugh, ngertiin Dyo banget sih." kata Senja sembari mengucek matanya yang baru saja ingin menangis.
"Apaan sih? Aku kan udah temenan sama dia lama, hu...." Melodi mengacak rambut Senja.
"Loh emang aku mau bilang apa? Mantan?" tanya Senja.
"Ooooh, cemburu?" tanya Melodi.
"Engga kok, biasa aja."
"Jadi kamu udah bisa cemburu sekarang?" ledek Melodi.
"Enggak! Aku gak pernah ya cemburu gitu."
"Bohong!" Melodi mencubit pipi Senja, Senja mengerutkan keningnya, "Itu namanya cemburu." tawa Melodi.
"Apasi? Aku aja gak pernah tau rasanya cemburu gimana," kata Senja sembari mengerutkan kembali keningnya.
"Sekarang udah tau kan gimana rasanya?" tanya Melodi.
"Ga tau, lagian masa iya aku cemburu sama istri orang!" tawa renyah Senja.
"Istri orang?" tanya Yeol yang datang membawa 3 gelas jus jeruk dan segera diletakkan di atas meja.
"Ada yang baru aja cemburu, gemes deh kaya anak remaja." ledek Melodi mengambil gelas yang diatas meja.
"Enggak ya, aku gak cemburu." kata Senja mengelak.
Yeol menyeruput minumannya, "Cemburuin siapa?" katanya kemudian.
"Siapa sih yang cemburu?" tanya Senja.
"Siapa lagi? masa ke kamu!" ketus Melodi. Yeol segera tersenyum jahil dan mengangguk-angguk.
"Aku gak cemburu ya-"
"Itu na-"
"Assalamualaikum!" panggilan dari luar itu menghentikan keributan diantara ketiganya untuk seperkian menit. Seseorang masuk kedalam tanpa menunggu balasan, "Eh udah rame, yuk lah main." Ajak Kai yang masuk membawa papan karambol.
"Kai!!!" panggil Yeol yang memang sudah menunggu kedatangannya. Kai memberikan papan karambol itu pada Yeol.
"Hari ini karambol?" tanya Melodi.
Kai mengangguk, "Bosen ah main uno."
Melodi segera beranjak untuk mengikuti Yeol yang meletakkan papan karambol dilantai. Senja masih mendengus sebal sementara Kai....
"Makasih ya, tau aja aus." glek glek glek.
"Kai itu.." Melodi dan Yeol memanggil Kai kemudian menatap ke arah Senja.
"Kenapa?" tanya Kai usai meneguk jus jeruk yang habis tak bersisa.
"Punyaku." jelas Senja menatap Kai.
Hehe... Kai membalas tatapan Senja dengan takut-takut, "Yah.. aku minum..." Kai meletakkan gelas kosong itu di meja, "Maaf ya... na-nanti aku buatin deh," katanya pelan-pelan. Senja segera berdiri, "Ampun-ampun! Nanti aku buatin..." kata Kai berlutut sembari menutup matanya. Tidak ada repon, ia segera membuka matanya. "Eh, ilang?" tanyanya ketika Senja tidak lagi dihadapannya.
Dug.
Terdengar pintu kamarnya ditutup. "Eh dia marah?" tanya Kai.
"Lagi PMS, makanya gak mood." tawa Melodi.
"Senja ikut main karambol gak?!" teriak Yeol.
"Gak! Males mainan anak kecil!" teriak Senja dari dalam kamarnya.
~~~
Haha!!! Tawa Kai puas setelah memoles wajah Senja yang kini hampir cemong dipenuhi bedak bayi tabur di wajahnya. "Kalah lagi?" ledek Kai. Sedang Senja hanya memanyunkan bibirnya menahan kesal.
Kalau saja Kai tak berhenti menggedor pintu kamarnya. Ia sudah terbaring tenang diatas kasurnya. Dan tidak menjadi badut dengan wajah super putih tidak teratur hasil karya jemari Melodi, Yeol dan tentunya Kai. Ia sekarang menyesal ikut bermain, dan juga mungkin ini karma karena tadi dirinya baru saja menyebut permainan ini adalah permainan anak kecil!
Ya.. terkadang beginilah kalau sudah bersama, Senja menjadi korban bercanda Yeol dan Kai. Jika Senja marah, itu malah lebih mengasikan bagi keduanya, sementara Melodi hanya menggeleng tak bisa membantu.
Tidak, Senja tidak marah sungguhan, ia tau memang begini cara bermain dengan dua manusia super usil dan menyebalkan. Tapi ia senang dan bahagia bisa menikmati waktu ini.
"Aku duluan ah yang mulai," kesal Senja kini memulai permainan.
"Oke, oke gapapa kok. Kita lihat saja," ledek Kai.
Cekrek.
"Ish!!! Yeol!!" bentak Senja reflek menyadari sinar blitz baru saja menyilaukan kedua matanya.
Haha! tawa Yeol kemudian memperlihatkan hasil jepretannya pada Melodi.
"Yeobo, hapus lah, itu jelek banget, kasian." bujuk Melodi.
Yeol menggeleng segera sembari menyentuh layar di handphonenya.
"Kalau sampai dikirim ke Dyo awas ya!" ancam Senja. Yeol menjulurkan lidahnya meledek. "Ish!! Sini handphonenya!!!" kesal Senja.
Yeol segera berdiri sembari berusaha mengirimkannya ke Dyo.
"KIM YEOL!" panggil Senja yang ikut berdiri, menghampiri Yeol.
Keduanya berlarian mengelilingi rumah, dengan tubuh yang belum sehatpun Senja tetap saja ikut berlari kecil, meski sampai kapanpun ia tak akan bisa mengalahkan kaki panjang Yeol.
Dug.
Yeol berdiri didepan pintu masuk yang terbuka, tangannya keatas masih berusaha mengetik, sedang Senja sudah hampir dekat.
"Kesini kau!" teriak Senja menghampirinya.
"Dikit lagi..." bisik Yeol, "duh sinyal!" kesalnya.
"Yeol sini gak!" perintah Senja. Yeol berjalan mundur keluar pintu, sementara Senja segera mengikutinya dan kemudian berdiri didepan pintu.
"Yeol ke-" Senja menghentikan kalimatnya.
"Senja?"
Yeol segera menengok kebelakangnya, sedang mata Senja membesar melihat yang di tatapnya.
Seorang pria membawakan bucket bunga mawar putih yang sangat besar didekapannya.
Deg. Hati Senja meleleh, rasanya bagai ada ratusan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Tangannya dingin segera, dan wajahnya... wajahnya sangat panas.
Deg. Senja mengingat sesuatu, wajahnya! Benar, wajahnya pasti sangat tidak bagus dipandang! Senja membalikkan badannya segera ingin berlari dan menghapus bedak yang merusak suasana ini!
Namun tangannya ditahan.
Dyo meraih tangan Senja, memutar tubuh Senja menghadapnya, ia mendekap tubuh itu, "Aku merindukanmu." bisik Dyo dalam pelukan itu.
Senja terdiam mematung. Sedang tangan Dyo mengelus kepalanya.
Masih tak ada balasan, Dyo memundurkan tubuhnya lagi.
Ia memberikan bucket bunga itu pada Senja. Dan tersenyum menatapnya.
Senja masih menunduk, "Ja-jangan lihat wajahku."
Dyo terkekeh, "Kenapa? kau cantik."
Senja menutupi wajahnya dengan sebelah tangannya, hingga menyisakan kedua matanya, "Ish! Apanya yang cantik kalau seperti badut gini!"
"Apa kau terlihat seperti ini ketika sedang operasi?" tanya Dyo tiba-tiba.
"Apa?" tanya Senja heran.
"Jika kau menutup wajahmu seperti itu, dan hanya matamu yang terlihat. Sama seperti kau sedang mengenakan masker. Pasien mana yang akan menolak kau untuk mengoprasi mereka?"
Senja terkekeh, "Kau sedang merayuku?"
Dyo menggeleng, kemudian menurunkan tangan Senja. Tangan Dyo meraih wajah Senja, dan mengelus bedak diwajahnya. "Kau tak pernah terlihat jelek dimataku," tawanya.
Senja terkekeh, "Jadi kau selalu menyukai wajah ini?"
Dyo kini meletakkan tangannya di pundak Senja, "Bukan begitu," Senja menaikkan kedua alisnya, Dyo tersenyum, lalu memejamkan matanya, "Aku bahkan menyukaimu meski aku menutup mataku. Datangi aku, dan bicaralah, maka aku tau itu kau."
Dyo membuka matanya, ia tersenyum menatap Senja yang masih kebingungan.
"Are you free tonight?" tanyanya. Senja mengangguk, "Would you like to go with me?"
"Dinner?" tanya Senja. Dyo mengangguk, "of course yes, but not at your cafe." tawa Senja.
Senja POV
Kondisiku memang belum terlalu pulih, bahkan untuk dirawat dirumahpun masih memerlukan banyak pengawasan. Namun aku adalah seorang dokter, aku tau bagaimana kondisiku. Dan karena itu, aku bisa ada disini.
Aku memandangi kota dimana aku dilahirkan. Dengan gemerlap cahaya perkotaan yang mengalahkan sinar bintang dilangit sana. Di atas ketinggian 56 lantai, aku bisa melihat indahnya kota Jakarta di malam hari dengan sudut pandang 360 derajat.
Sedang seseorang yang sedari tadi bersamaku entah hilang kemana, dari yang ku dengar ia ingin memesan makanannya. Dan ditinggalah aku sendirian.
Pandanganku teralihkan pada suasana yang cukup aneh disini, yang ku tahu restaurant SKYE, adalah tempat yang cukup ramai di malam hari, dan terlebih disini hanya ada tiga sampai empat orang dengan dua pasangan yang sedang menikmati makan malam mereka. Ya, aku memang tak pernah ke tempat-tempat yang cozy atau tren di Jakarta, karena kesibukanku. Tapi aku mengenal banyak tempat yang biasanya ramai di Jakarta.
"Kenapa?" tanya dirinya yang sudah datang kembali dihadapanku. Aku menggeleng dan tersenyum, "Pakai saja coatnya, nanti kau kedinginan."
Aku menggeleng lagi, lagi pula aku mengenakan skirt dress dengan lengan sesiku, bahannyapun tak tipis sehingga aku tak kedinginan. "Kau sudah memesan makanannya?" tanyaku, ia mengangguk.
"Kau terlihat sudah sehat, apa semuanya berjalan lancar?" ia menopang dagunya dengan kedua punggung tangannya menatapku.
Aku tersenyum dan mengangguk, "Aku mencoba bertahan, karena aku ingin hidup lebih lama lagi."
"Bersamaku?"
Aku terkekeh, "Bersama semua orang yang ku cintai."
"Apa kau bahagia belakangan ini?"
Aku mengangguk, "Ya, tapi tidak dengan tiga bulan belakangan ini."
"Kenapa?"
"Kau tau alasannya, kau yang paling tau." ulangku.
Dia terkekeh sembari menutupi wajahnya, "Maaf, aku sama sekali tidak bermaksut begitu."
"Kenapa?" tanyaku.
"Apa?" katanya bingung.
"Mengajakku kesini, apa karena ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" kataku menebak.
"Sesuatu? Seperti?"
"Entahlah, aku hanya berpikir..." aku menghela nafasku, "mungkin kau jenuh, atau kau.. ingin menyerah padaku?" aku tak menatapnya, aku menundukkan kepalaku memainkan clutch ditanganku.
"Apa? Kenapa kau berpikir seperti itu?" katanya dengan nada yang sedikit tinggi. Ah, pasti dia terkejut, bodohnya aku berpikir seperti itu.
Aku memejamkan mataku sebentar, "Em, entahlah maaf. Belakangan ini aku selalu berpikir hal yang buruk."
Dyo meraih tanganku, membuatku menatapnya, "Apa tidurmu nyenyak?"
Aku mengangguk, namun sebenarnya, belakangan aku susah sekali untuk tidur. Sakit dikepalaku lebih sering menganggu ditengah malam. Namun aku tak bisa mengatakannya. Aku tak ingin orang-orang cemas.
"Ada sesuatu yang ingin kau tanyakan padaku?" kali ini Dyo menggenggam tanganku lebih erat. Aku menggeleng, namun ia tak percaya. "Aku akan menjawabnya. Apapun itu."
Aku menunduk lagi, tak menatapnya, "Em, apa yang membuatmu menyukaiku?"
Dia terdiam, dia melepaskan genggaman tanganku. Membuatku segera menatapnya, apakah ia marah? Apa pertanyaanku sangat berlebihan? Aku sudah hampir satu tahun juga bersamanya, dan aku memang menghindari pertanyaan ini. Aku berusaha menjalani semua kebersamaanku dengannya tanpa menanyai perasaan satu sama lain, perasaan tentang masa lalu. Aku mengalihkan pandanganku.
"Kau masih belum percaya padaku?" tanyanya. Aku bahkan tak tau bagaimana wajanya saat ia bertanya.
"Bu-bukan begitu," jawabku pelan.
"Iya, memang begitu." Ia terkekeh, "Senja..." panggilnya. Aku menoleh, "apa kau ingat pertama kali kau datang ke Korea?" aku mengangguk, aku ingat saat hari kelulusan Melodi di Korea sana, "apa kau ingat pertama kali kita bertemu?"
"Ya, aku ingat. Melodi mengenalkanmu padaku."
Dyo menggeleng, "Bukan. Kita bertemu sebelum itu." Aku mengerutkan keningku, sedang ia tersenyum. "Saat itu, kau menghampiriku. Kau marah karena aku tak membantu seorang nenek tua yang sedang membawa barang-barang dibelakangku."
Aku masih meraba, mencoba mengingatnya. Dan.. "Ahya!! Aku ingat! K-kau pria yang ku marahi didepan umum karena malah sibuk dengan handphone dan bukannya membantu nenek tua dibelakangmu kan?! Ah! Kenapa aku bisa lupa!" aku menepuk keningku.
Ia tertawa, "Ya benar, itu aku. Dan saat itu, apa aku memanggil namamu?"
Aku kemudian menggeleng, "Tentu tidak, kau belum mengenalku."
"Tapi aku mengenal Melodi, dan kau sangat mirip dengannya. Menurutmu, kenapa aku tak memanggilmu?"
"Kenapa?"
"Karena aku tau kau bukan Melodi. Kau dan dirinya sangat berbeda. Mungkin diluar sana, banyak yang menganggap kalian sama. Tapi kau jelas bukan dirinya, dan sebaliknya. Mungkin kau ragu padaku, karena aku pernah menyukainya. Namun kau harus tau, bahwa aku mencintaimu. Dan aku tak melihat sedikitpun Melodi disisimu, yang aku tau kau Senja. Dan sekalipun kau mengubah wajahmu, aku akan tetap menyukaimu."
"Tapi kau tau bahwa aku memiliki banyak kekurangan, kau tau aku tidak sebaik dirinya atau ya-"
"Apa kau sedang membandingkan kekuranganmu dengan kelebihannya?" putus Dyo.
"Apa?" tanyaku terkejut.
"Kau tadi hanya mengatakan kekuranganmu dan kelebihannya. Jika kau ingin membandingkan sesuatu, carilah yang sejenis. Kekurangan dengan kekurangan, dan kelebihan dengan kelebihan." Dyo menghela nafasnya. "Pernahkah kau berpikir tentang kelebihanmu? Apa kau selalu menilai dirimu tak berarti bagi siapapun?"
"Bukan begitu-"
"Apa untuk mencintai seseorang harus ada alasannya? Apa kau hanya berpikir aku menyukaimu hanya ketika aku membuka mataku?" Dyo menghela nafasnya, "I'm amazed when I look at you. Not Just because of your looks, but because of the fact that everything I've ever wanted is right in front of me."
"Ma-maaf." gugupku, "Kau tau, aku hanya takut. Takut jika kau meninggalkanku."
Dyo kembali meraih tanganku, "Apa sekarang kau masih takut?"
Aku mengangguk pelan, "Sekarang aku lebih takut lagi,"
"Kenapa?"
"Aku takut... jika aku pergi meninggalkanmu. Dan kau akan sendirian lagi."
Dyo mempererat genggamannya, "Apa karena penyakitmu?" Dyo tersenyum, "Kau lihat kebawah sana? Jika aku melompat ke dasar sana, apa aku masih bisa hidup?" aku menggeleng segera, "Begitu juga kehidupan. Untuk apa takut dengan sesuatu yang belum pasti terjadi, kalau tiap detikpun kita bisa saja lenyap dari dunia ini."
"Dyo..." panggilku.
"Senja, kau hanya perlu satu hal... percaya. Percaya padaku. Dan aku percaya padamu."
Aku menggulum bibirku, dan kemudian berbisik, "I love you, sorry."
Dyo tersenyum dan melepas genggamannya, tanganya menyentuh pipiku yang basah. "It's you Senja. I love you."
Tepat setelah itu pelayan datang dan membawa makanan yang dipesan Dyo. Aku bahagia melihatnya hari ini. Aku bahagia mendengar perkataannya. Dan aku ingin sekali mengubur driku yang penuh dengan pikiran buruk tentang kehidupan. Aku ingin meninggalkan semua ketakutanku bersamanya.
Tidak seharusnya aku tak percaya akan cintanya yang tulus, dan harusnya aku malu pada dirinya yang tak pernah sekalipun bertanya 'kenapa aku mencintainya?' Jelas kami telah melupakan cinta yang dulu. Sudah tertinggal sejak kami bertemu dan saling mengobati.
Dan kebahagiaan apalagi yang ku inginkan selain mempunyai kakak seperti Melodi, kakak ipar seperti Yeol, sahabat seperti Natt, Baekhyun, Tan, Kai dan tentu saja kekasih seperti Dyo.
Kebahagiaan apa lagi yang ingin ku minta dari Tuhan?
Aku tau bahwa hidupku sulit, tapi aku percaya dan akhirnya aku memang percaya, bahwa kabahagiaan bukan dicari namun dijalani. Kebahagiaan datang ketika aku bisa membuka mataku, ketika aku membuka hatiku dan ketika aku memulainya pada diriku sendiri.
"Senja, ada apa?" tanya Dyo yang heran melihatku menangis.
Ya, aku menangis. Tak sengaja air mataku menetes, aku bahagia. Aku kemudian menghapusnya dan menggeleng, "Aku baik-baik saja,"
"Apa kau sakit?" tanyanya. Aku segera menggeleng. "Baiklah, Hm.. apa kau sudah selesai makannya?" tanya Dyo. Aku segera mengangguk.
Kini jam sudah menunjukkan pukul 11 dan Dyo mengajakku berpindah tempat. Kami berpindah ke sebuah tempat didalam restaurant. Ia tak menginginkan angin malam menjulur keseluruh tubuhku.
Kami duduk didalam pada sofa yang lumayan nyaman, dengan lantunan musik yang menghangatkan. Dyo mulai bercerita tentang kesibukannya selama di Korea. Dengan cafe nya juga dengan segala rutinitas lainnya.
"Senja, lihatlah." kali ini ia menyuruhku menatap sebuah layar yang dipasang disudut ruangan, tepat dihadapan kami.
Layar yang semula mati itu kemudian terang menderang seperti sebuah blitz yang menyala, kemudian layarnya berubah berwarna hitam dengan sebuah kata berwarna putih tertulis, 'HALLO.'
Layar itu berganti lagi, "Halo.." seorang anak kecil diatas kursi roda adalah yang terlihat pertama kali, dia melambaikan tangannya menghadap kamera, "Dokter Senja apa kabar?" tanyanya. Aku menutup bibirku terkejut, ya, aku mengenalnya. "Dokter ingat aku? Aku Jason... em... dokter kemana aja? apa dokter sakit? aku.. aku punya kabar gembira untuk dokter." anak kecil itu kemudian berdiri, "Aku sudah bisa jalan! Dan kata suster, aku besok sudah bisa pulang!" katanya bergembira. "Dokter, jika kau mengingatku, datanglah besok. Aku merindukanmu. Kau harus sehat dan bahagia, sepertiku." anak itu melambaikan tangannya,
Bip.
Videopun berganti, dan aku kini bisa melihat seorang wanita yang terduduk di ranjangnya, berganti lagi lagi dan lagi, kemudian kali ini aku benar-benar mengingatnya, jika tadi pasienku yang dari Indonesia, aku bisa melihat seorang ibu yang memangku anaknya yang berusia 7 tahun.
"Dokter Senja, apa kabar?" tanyanya. "Apa kau mengingatku?" kini air mataku semakin mengalir deras, "Terimakasih, terimakasih karena kau datang menyelamatkan aku dan bayiku. Terimakasih kau rela menerjang banjir untuk membantu persalinanku." Ya, aku ingat. Aku ingat bagaimana persalinan yang mengerikan itu terjadi di tenda dengan alat seadanya saat di Thailand. Aku ingat perjuangan itu. "Kau lihat dia, dia anakku. Mungkin ini aneh, tapi aku memberikan namanya dengan nama tiga dokter yang telah membantuku, Byun Harmoni Nattasha," ibu itu tertawa geli mendengar nama anaknya. "Aku sangat berterimakasih padamu dan juga yang lainnya, terimakasih sudah terlahir dan menjadi dokter untuk orang banyak."
Hingga berlanjut pada beberapa rekanku di rumah sakit, dan kini, aku bisa melihat sahabatku ada disana, astaga, air mataku tak bisa berhenti. Dadaku sesak begitu melihatnya,
"Senja!!" kali ini Tan memanggilku, "Kau lihatkan, banyak sekali yang ingin mengucapkan terimakasih untukmu. Entah akan sepanjang apa jika semua pasienmu ingin mengucapkannya lewat video. Mungkin bisa bertahun-tahun karena sangat banyak," Tan meringis geli disana, "Aku ingin kau selalu bahagia dan tak pernah meresahkan apapun lagi. Aku juga ingin berterimakasih padamu karena telah datang menjadi sahabat baikku, kau memang yang terbaik!" Tan menunjukkan kedua jemarinya pada Senja.
"Senja!!!" panggil Baekhyun dan Natt dilayar. "Kami merindukanmu!!!" tawa keduanya.
"Aku juga berterimakasih karena akhirnya aku tau, kau merelakannya untukku kan?" tanya Natt. "Maaf Senja, aku tak pernah mengetahui perasaanmu. Tapi yang aku tau, kau memiliki seseorang yang lebih baik darinya," bisik Natt.
"Ish!" kata Baekhyun pura-pura kesal. "Senja, terimakasih telah mengajariku banyak hal. Tentang perjuanganmu, dan banyak hal lainnya. Kami mencintaimu." Baekhyun dan Natt saling menyatukan tangan mereka membentuk love.
Dan kemudian layar berubah berwarna hitam, ketika air mataku belum juga mengering, seseorang yang sedari tadi disampingku tiba-tiba saja hilang.
Dan layar kembali menyala dan memperlihatkan semua yang ada divideo dalam kotak-kotak kecil, "would you marry him?" kata mereka serempak.
Dan kemudian sebuah lampu sorot mengarah pada seorang pria yang sudah ada dihadapanku dengan berlutut. Sebuah kotak cincin ia perlihatkan dengan sesuatu yang berkilau didalamnya.
Aku tak bisa berkata-kata, dan air mataku kembali lebih deras. Inikah alasanmu Dyo? Alasan kenapa kau menghilang selama tiga bulan? Untuk memperlihatkanku semua ini?
Dyo tersenyum dihadapanku, ia berjalan mendekatiku, menggapai tanganku sehingga aku kini berdiri dihadapannya.
"Kau selalu berkata, bahwa kau bukan siapa-siapa. Tapi dimata orang lain, kau berharga, kau berarti dan itulah dirimu. Dengan segala kekuranganmu, aku mencintaimu. Aku disini Senja, kita ada dan bersama untuk saling melengkapi. Kita bersama untuk saling mengobati dan untuk mengisi kebahagiaan yang kita rindukan. Apa aku tidak punya rasa takut? Jelas aku punya. Setiap hari aku seperti ketakutan tak bisa melihatmu, aku setengah mati merindukanmu. Jauh disana aku selalu memikirkanmu. Aku memang tak sempurna. Dan kau juga. Tapi kita bisa saling melengkapi, dan menjadi sesuatu yang sempurna. Sempurna untuk kita."
Ia kemudian kembali berlutut dihadapanku, "would you marry me?"
Apa aku harus menjawabnya? Aku menyentuh pipiku yang basah, untuk menghapus air mata kebahagiaan ini.
Aku mengangguk, "Yes."
Dyo segera bangkit dan memasangkan sebuah cincin yang berkilau, mengantikan cincin yang sebelumnya. Seperti janjinya, ia akan memberikanku sebuah cincin yang memang dibuat untukku.
Aku tersenyum menatapnya, hangat dan lembut. Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Dan biarkanlah aku hidup lebih lama lagi untuk bersamanya. Aku mohon Tuhan, ku mohon. Biarkan kami bersama untuk saling melengkapi dan berbahagia. Seperti bahagia yang kami rindukan.
Dyo memelukku dalam dekapannya. Kami terdiam dalam alunan musik yang menghangatkan itu.
Aku tak pernah tau bahwa takdir membawaku bersamanya. Bersama seseorang yang baru saja hadir di hidupku. Aku hanya perlu percaya padanya, seperti ia percaya padaku.
Dan setiap kali ingin menyerah, aku hanya perlu mengingat hari ini, juga selalu mengingat, alasanku untuk memulainya dan bagaimana aku-dan dia bisa menjalaninya begitu lama.
You have to fight through some BAD DAYS to earn the BEST DAYS of your life.
-Senja.
***
Author Notes :
Hello all, This is The End of "HARMONIES"
Ini the last kok, seriously.
How do you feel?
Well, kembali lagi, saya mengucapkan banyak-banyak terimakasih untuk pembaca, sekaligus yang sudah vomment. Sekalipun kalian membacanya ketika sudah completed dan gak harus repot nagih ke author untuk kelanjutan ceritanya, jangan lupa untuk vomment ( saran, review dan wish ) juga boleh dan akan aku respon kok. Ya saya tau banyak typo bertebaran~ karena gak jarang saya menulis hingga tengah malam hehe, terimakasih banyak yang sudah mengingatkan tanpa menjatuhkan ^^
Bagi kalian yang belum baca cerita saya yang lainnya, boleh loh mampir kesana, terutama "Pesawat Kertas dan Mawar Matahari." Mungkin bukan ff, ya tinggal bayangin pemerannya anggota EXO sih.. hehe.. Saya gak tau menurut kalian itu bagus atau engga, karena masih sepi vomment. Mungkin karena short stories dan one shoot. Hoho..
Oke, udah ah promosinya, dan ohya kalau mau ambil quotes dari cerita saya, beberapa sudah di post di blog dengan link yang ada di profile. Kalau mau post di ig, boleh tag ke saya juga ya.
Dan bagi yang mau berteman jangan sungkan untuk tanya line saya, karena saya sangat terbuka, apalagi untuk EXO-L!! Wuhuuu.. Multifandom juga apalagi >< karena saya suka jalan bareng atau meet up gitu sesama k-popers! Yey!
Pokoknya saya ramah kok, gak gigit ><
Saya pamit dari cerita Harmonies dulu ya, sampai berjumpa di cerita-cerita lainnya!
Jakarta, 23.06.16
xoxo
dwen_michan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top