πΌ ; πΎπππ πππππππ - ππππ ππππ π¬πππππ
Kamisato Ayato x Reader
Genshin Impact Β© Hoyoverse
Made by m4tsuch1
--------------------------------------------------------------------
"Apa yang kau lakukan disini sendiri?"
Nada lembut namun tegas itu berucap, tatapannya tertuju pada wanita yang bersimpuh pada halaman samping rumah kediaman Kamisato. Surai nila dan lengan pakaian khasnya tersapu oleh gelombang angin sepoi yang menambah pesona sang adam.
Tepat dipandangnya kali ini hadir seorang wanita yang telah ia kenal sejak lah dulu. Wanita yang buatnya terpukau, wanita yang buatnya penasaran, wanita yang buatnya menarik, dan wanita yang buatnya mengenal akan kata cinta.
Tak hanya cinta, wanita itu mengenalkannya akan perjuangan.
"Apa lagi kalau bukan menunggu sahabatku, Ayato."
Ya, ya itu. Itu masalahnya, itu yang buatnya mengenal apa arti perjuangan. Walau sedikit pedih, ia tidak mengenal kata menyerah. Jikalau ia menyerah, apa arti dari gelar seorang kepala klan Kamisato? Lebih baik melakukan seppuku daripada menyerahkan perasaan terpendam itu pada masa lalu.
Ayato terkekeh dan duduk di samping sang hawa, "Haha, aku hanya bercanda. Jadi ada apa?"
Tidak apalah ia merasa pedih, setidaknya ia masih dapat bercengkrama dan tertawa pada satu sama lain. Hanya duduk berdua, itu sudah cukup untuk bisa bersamanya.
Dan ia yakin, selain wanita di sampingnya ini, takkan ada yang dapat merubah ataupun membuatnya merasakan hal sama yang dirasanya dengan ( Name ).
γΌ
"Apa kau tidak bosan dengan semua ini, semua kemegahan dan ruang berantakan ini?"
Wanita itu bersandar pada lemari penuh kenangan yang terletak di sisi ruang kerja Ayato. Dalam ruang penuh dengan benda dan sesuatu yang elok tuk dilihat, netra ( e/c ) miliknya tetap tak lepas pada sosok lelaki yang sedang sibuk menyetujui beberapa dokumen. Walaupun memasang raut fokus dan tajam, wajah lembutnya tetap tampil indah dalam mata ( Name ).
Seorang lelaki yang tak sengaja ia temui, ia buatnya mengenal akan kelicikan, kerahasiaan, kerendahan, dan juga rasa sayang. Rasa penuh euforia yang dengan tetibanya muncul saat menatap bibir adam tersenyum manis.
"Tidak juga, dan ruanganku tidak berantakan."
"Iya iya, nggak berantakan sih. Cuma kumuh aja."
Lelaki itu beralih dari penanya pada sang wanita yang hanya tersenyum dengan tampang tak bersalah, menatapnya dengan tajam. ( Name ) tertawa dan ia membiarkan Ayato melanjutkan tugasnya dengan berjalan keluar pada halaman samping ruang pribadinya.
Menatap rembulan yang bersinar terang, bak memberkati makhluk hidup yang masih beraktivitas, ( Name ) mengulurkan tangannya seakan sedang menggapai benda angkasa itu. Iya, ia terdapat rasa sayang padanya, dan ia juga tahu jika Ayato merasakan hal yang sama. Tetapi wanita itu tak bisa menahan keinginan untuk mengerjai Ayato, menurutnya ekspresi frustasi yang terpampang pada raut sang adam sungguh menyenangkan tuk dilihat.
Dan ia takkan berhenti melakukan itu.
Ayato telah mengikatnya dengan tali asmara dan menyatukan keduanya. Dengan tali yang mengikat, ia tak bisa pergi jauh darinya dan hanya selalu ingin berada didekatnya.
Hanya butuh waktu yang tepat, ia harap takdir menghentikan sandiwara ini dan segera menyatukan mereka berdua.
γΌ
Berjalan di antara keributan festival, Thoma, kakak-beradik Kamisato, dan ( Name ) bersenda gurau menghabiskan waktu dalam hari yang penuh warna itu.
"Ah nona, bisakah kau mengurangi harganya sedikit?" ucapnya dengan senyum manis yang dapat meluluhkan hati para gadis. "... Untukmu, kuberi dengan diskon 90%." ucap sang gadis tanpa ragu.
Thoma dengan kemampuannya dalam menawar harga.
"Bau teh ini nikmat sekali, benar bukan kakak?" tanyanya sambil menoleh pada sang kakak yang tak mendengar dan sibuk meminum boba, "Hm? Ah kalau kau mau beli saja." ucapnya sambil lanjut mengonsumsi minuman kesukaannya.
Ayaka dan Ayato dengan kesukaan mereka pada teh dan boba.
"Wah, apa ini?" ia menatap pada sebuah kios yang menjual peralatan rumah tangga dan perhiasan, "Eh, murah sekali. Tuan, aku beli semua ya!" teriaknya dengan riang sambil mengeluarkan sebuah kantung penuh mora.
Serta ( Name ) yang suka membeli apapun yang ia lihat walau tahu ia tak membutuhkannya nanti.
Dengan kelebihan dan kebiasaan aneh, mereka menjadi sebuah kelompok yang sempurna dan melengkapi satu sama lain. Melengkapi satu sama lain dalam hal ketololan. Tapi, hei, setidaknya para pedagang akan pulang dengan tangan penuh mora.
Ayaka, adik dari Ayato, berkeliling melihat-lihat koleksi teh yang dipajang hingga matanya menangkap paket teh yang sangat ia inginkan akhir-akhir ini. Gadis itu terbelalak dan segera mencari Thoma, yang dapat membantunya dalam mendapatkan teh langka itu.
"Thoma, ikutlah denganku!"
"Eh nona Ayaka, ada apa?!"
Thoma yang sedang bercengkrama dengan tuannya itu ditarik menjauh ke kios teh, meninggalkan Ayato yang terpaku. Lelaki itu mengangkat bahunya lalu berjalan pada sang wanita yang sedang duduk dibawah pohon sambil memandang cakrawala penuh bintang.
Duduk disampingnya, Ayato memandang sekitar. Sebuah festival yang ramai akan lelampuan, sajian, dan tawa masyarakat. Mendengar itu semua membuat Ayato melembutkan matanya, setelah seluruh tragedi perburuan vision, Inazuma kembali terbuka untuk khalayak asing dan tak lagi menjadi area yang tertutup. Tak ada lagi perang, tak ada lagi ketakutan, tak ada lagi kesapahaman, hanya kedamaian lah yang tampil kali ini.
Sesuatu menyentuh bahunya, Ayato menoleh dan menatap pada ( Name ) yang menyenderkan kepala padanya, tetap memandang langit. Ayato mengangkat tangan dan dengan hati-hati memengang lengan sang wanita, mendekatkan mereka berdua.
Disaat inilah Ayato bersyukur, bersyukur karena telah bertemu dengan seseorang yang dapat mengerti dirinya, dan seseorang yang dapat ia cintai. Walaupun bertepuk sebelah tangan, setidaknya ia bisa memegangnya dengan erat.
"... -nanti."
Lelaki itu menoleh kembali pada ( Name ) yang bergumam rendah, ia tak dapat mendengarnya dengan jelas ja-
"... Seribu jalan pun kunanti."
( Name ) berucap- bukan, bersenandung lebih lantang dari sebelumnya, cukup hingga Ayato dapat mendengar, "Bila berdua dengan dirimu, melangkah bersamamu."
( Name ) menegakkan tubuhnya, tak lagi bersandar pada sang lelaki dan tetap menyenandungkan ucapannya, "Mungkin aku⦠terlanjur." Menoleh pada Ayato, keduanya bertatap pada satu sama lain. ( Name ) dengan wajah lembut, bukan lagi raut licik ataupun keusilan, dan Ayato dengan wajah terkejut, bukan lagi raut misterius dan penuh wibawanya.
Tetap menatap pada satu sama lain, wanita itu mendekat, hingga hanya menyisahkan beberapa senti diantara mereka. "Tak sanggup jauh darimu." Deru nafas satu sama lain dapat mereka rasakan dalam jarak yang cukup dekat tersebut.
"Kuingin kau selalu."
Bagi Ayato, kini hanyalah bisikkan lembut ( Name ) yang dapat ia dengar. Ia tak lagi mendengar keramaian, keributan, dan tawa para khalayak disekitar mereka. Yang hanya ada dipikirannya hanyalah sang wanita didepannya itu.
"Tuk jadi milikku, kuingin engkau mampu, kuingin engkau selalu bisa temani diriku sampai akhir hayatmu meskipun itu hanya terucap."
Tenggelam dalam palung masing-masing tatapan, dengan tak sadarnya Ayato ikut mendekat padanya.
( Name ) tersenyum, "... Dari mulutmu, dari dirimu yang terlanjur mampu bahagiakan aku hingga ujung waktuku, selalu."
Bersamaan dengan meluncur nya kembang api, jarak diantara mereka berdua berkurang sedikit demi sedikit hingga tak ada lagi yang menghalangi mereka. Dibawah sinar candra dan kartika serta diantara keramaian festival, mengencanglah ikatan tali asmara yang menyatukan kedua insan.
= The End =
BαΊ‘n Δang Δα»c truyα»n trΓͺn: AzTruyen.Top