🎼 ; 𝕷𝖔𝖛𝖊𝖗 - 𝕿𝖆𝖞𝖑𝖔𝖗 𝕾𝖜𝖎𝖋𝖙

Anasthasius De Alger Obelia © plutus, spoon
Mary © @aby09099
Anasthasius × Mary (oc)
Made by aby09099
Modern! AU

! Warning!
- OOC
- cringe (fak)
- hars word

------------------------------------------------

Wanita itu berkali-kali menghela nafas. Terbaring di kasur yang nyaman nyatanya tak dapat memperbaiki suasana hatinya yang sedang runyam saat itu.

Berkebalikan dengan kamar tidurnya yang menghadirkan nuansa lembut dan nyaman, kini Mary tak dapat merasa nyaman sama sekali, malah dia sejak tadi merasa gelisah dan selalu merubah posisi tidurnya setiap lima detik sekali.

Dia kemudian bangkit dari tidurnya, beralih untuk duduk di kasurnya, berusaha menenangkan diri.

Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Dia melakukan itu secara berulang-ulang sebelum akhirnya memutuskan untuk ke luar kamarnya dan menuju ke ruang tengah.

Ah, itu dia. Hal yang sedaritadi ia khawatirkan. Pacarnya.

"Sayang, kau mau ke mana?" Tanya Marry pada pria itu.

Pacarnya, Anasthasius, seorang pria workholic yang selalu sibuk rapat sana-sini hingga sangat sulit untuk memberikan waktu bagi kebersamaan keduanya, sampai-sampai itu semua terasa mencemaskan bagi Mary.

Anasthasius menjauhkan ponselnya dari telinganya, kemudian tersenyum sembari menatap wanita itu. "Aku harus pergi, sayang."

Mata Mary membesar mendengar kalimay yang dilontarkan pria itu. "A- Apa, jangan pergi dulu dong!" ucapnya tertahan, dia menghela nafas sebelum melanjutkan dan berkata, "kau bilang kan akan mengantarku ke Fashion Week yang akan diadakan hari ini! Lagi pula ini hari Minggu. Siapa yang berkerja di hari libur begini?!"

Anasthasius tampak mengalihkan pandangannya, kemudian membuka mulutnya, namun tak mengucapkan apa pun. Menimbang kata-kata yang pas untuk diucapkan kepada wanita di hadapannya.

"Hmm, ini mendadak, sayang. Jadi aku harus pergi, maaf. Untuk Fashion Week, mungkin minggu depan-"

Ini dia yang paling Mary cemaskan, kalau Anasthasius mengundur agenda mereka lagi dan lagi.

"Kau sudah mengatakannya untuk ketiga kalinya minggu ini!" sergah Mary sembari melotot pada pria itu.

Anasthasius menarik senyum simpul, kemudian tangannya beralih pada pucuk kepala wanita yang lebih pendek empat belas sentimeter dari dirinya itu. "Maaf," ucapnya untuk yang terakhir kali sebelum mengecup dahi wanita itu dan memutuskan untuk pergi, meninggalkan wanitanya sendirian.

Mary mendengus melihat kepergian pria itu yang mendadak. "Sial ...," gumamnya sembari kembali menghela nafas.

Hubungannya dan Anasthasius memang mengkhawatirkan. Setiap hari sibuk dan selalu tak punya waktu untuk saling memperhatikan.

Mary menjatuhkan dirinya pada sofa panjang pada ruang tengahnya. Dia mengambil ponsel yang berada di kantung celana pendeknya, kemudian mengetuk ikon 'chat' pada layar ponsel itu.

Dia berencara memberikan pesan kepada salah satu seketaris Anasthasius.

Windy (online)

Win |
Hari ini di kantor ada kerjaan |
mendadak, kah?

| Iya, kak?
| Eh, engga ada kok. Hari ini
  kan libur. Pak Anasthasius juga ga
  ada kerjaan mendadak.

Oke, Win |
read

Mary mendengus. Ah, bohong lagi. Sudah berapa kali Anasthasius berbohong padanya, selalu saja alasannya adalah 'kerjaan mendadak'. Walau pun itu adalah hari libur atau akhir pekan.

Akhirnya wanita itu memutuskan untuk mengganti pakaiannya saja—guna pergi ke Fashion Week. Ah, masa bodoh dengan Anasthasius yang berkata kalau agenda ini bisa ditunda ke minggu depan, menghadiri Fashion Week adalah kewajiban tersendiri bagi Mary, dan tanpa bosan dia selalu menunggu-nunggu untuk merasakan momen itu setiap minggunya—entah itu dengan kehadiran Anasthasius sebagai pasangannya atau tidak.

Akhirnya Mary mengenakan sebuah gaun sepan berwarna coral, tanpa lengan—hanya tali tipis di bahunya—dan bagian dada yang turun.

Dia memegang sebuah dompet berwarna merah di tangan kanannya, kakinya melangkah ke luar ruangan, kemudian berjalan ke mobil yang akan dia kendarai.

"Huft, menyebalkan."

────────────────

Mary duduk di salah satu kursi yang cukup dekat dengan para model yang tengah berjalan melenggak-lenggok di catwalk.

Salah satunya sangat mengundang atensi Mary, sebab dinilai 'sangat mirip dengan kekasihnya' oleh wanita itu.

Ah, mungkin model baru, atau model yang baru pertama kali berpartisipasi dalam Fashion Week di tempat itu sebab Mary tak pernah melihatnya sejak dia pertama kali menghadiri acara itu.

Kemiripan mereka bisa dilihat dari surai pirang cerah dan mata biru mereka yang terlihat seiras. Bahkan menurut Mary, cara berjalannya saja sama. Mungkin satu-satunya fitur yang tampak berbeda dari mereka adalah gaya rambutnya. Ketika Athanasius memiliki model rambut yang setengahnya naik ke atas, maka model itu memiliki rambut yang seluruhnya turun.

Katanya, dari tujuh miliar orang di dunia ini, setiap orang memiliki tujuh kembaran. Sepertinya Anasthasius sudah menemukan salah satunya.

Dia tampak menawan dengan balutan setelan karya salah satu desainer yang juga merupakan favorite Mary, membuat wanita itu berdecak kagum. Matanya terus menatap pria itu sejak dia memasuki catwalk sampai sesinya selesai.

Mary menerawang ke masa lampau, kalau diingat-ingat, Anasthasius juga pernah berkata kalau dirinya memiliki saudara lelaki. Tapi, kalau memang dia dan saudara lelakinya sama miripnya seperti dia yang begitu mirip dengan model tersebut, bukankah mereka lebih cocok dikatakan sebagai kembar?

────────────────

Tiiin tiiin!
Ah, hiruk pikuk kehidupan ibu kota. Mary tengah terjebak pada sebuah jalan yang tak jauh dari lokasi Fashion Week. Wanita itu tak sempat putar balik lagi, sebab mobilnya sudah terjebak pada jalan ini sebelum dia sempat melakukan apa pun.

Wanita itu berdecak dan menatap ke arah jendela mobilnya, dia dapat melihat sebuah toko bunga yang tampak menawan. Dan di sana, ada seorang wanita yang tak kalah menawannya. Dia berdiri dengan mengenakan gaun yang tampak ringan dan sederhana, berkebalikan dengan apa yang sedang Mary kenakan saat ini. Membuatnya ber'oh' kagum, maksudnya, wanita itu tetap tampak menawan dengan gaun yang sederhana. Mungkin itu juga didukung oleh rambutnya yang berwarna pirang cerah dan bergelombang, yang tampak amat pas dengan gaunnya.

Sesaat memperhatikan gerak-gerik wanita itu yang tengah memilik bunga. Sesaat kemudian matanya yang tengah menilik ke arah wanita itu terbelalak dan mulutnya terkatup rapat-rapat.

Lalu, mata Mary menyipit skeptis bersamaan dengan hidungnya yang mengerut. Jari-jarinya beralih mengusap kedua matanya.

Apa yang dilihatnya itu tak salah, kan?

Seorang pria menghampiri wanita cantik itu, dan itu adalah ...

Anasthasius?!

Tidak, matanya pasti tak salah. Harusnya dia meyakinkan dirinya seperti itu. Tapi, tak bisa! Sangat sulit untuk percaya pada batinnya sendiri di saat-saat tertentu—dan saat ini adalah salah satunya.

Bahkan pakaian pria itu mirip dengan milik Anasthasius, perawakannya juga. Semuanya persis.

Tangan Mary menggapai kenop pintu mobilnya, hendak membukanya sebelum— tin tinn!  Suara klakson mobil yang bersahutan itu membuatnya tersentak. Kemudian kembali memfokuskan diri pada jalanan di hadapannya. Ternyata jalanan di hadapannya sudah agak lenggang selama fokusnya teralihkan, membuatnya berdehem.

Dia memutuskan untuk melajukan kembali kendaraannya, walau pun matanya masih mencuri-curi pandang pada kejadian di toko bunga itu.

Di jalan, Mary berusaha ber- positive thinking, mungkin penjaga toko itu sudah berganti sejak terakhir kali ia mampir ke sana seminggu yang lalu. Mungkin—kalau benar itu adalah Anasthasius—kekasihnya itu ke sana untuk membelikannya sebuket bunga karena merasa bersalah sebab mereka tak jadi ke Fashion Week bersama.

Tapi apa perkerjaan—bohongan—pria itu benar-benar sudah selesai? Apa dia sengaja berbohong padanya dan menunda agenda pergi ke Fashion Week mereka hanya untuk pergi ke toko bunga itu?

Ah, tapi itu malah memperunyam perasaannya, Mary mengembuskan nafas berat. Semoga saja dugaannya salah.

────────────────

Mary berjalan dengan langkah berat ke depan rumahnya. Siapa sangka dia akan terjebak kemacetan begitu lama? Sial, harusnya dia memilih jalan pintas saja.

Dia merogoh dompetnya guna menemukan kunci rumahnya. Tapi ketika hendak memasukkan kunci, dia teralihkan pada celah ventilasi rumahnya yang tampak bersinar. Ini sudah sore —menjalang malam—hari, dan Mary yakin kalau matanya masih baik-baik saja untuk bisa melihat sinar macam ini.

Tunggu- kalau diingat-ingat, Mary sudah mematikan lampu rumahnya sejak dia pergi tadi, kalau begitu siapa yang-

Jegrek. Kenop pintu itu terbuka tanpa dia membuka kuncinya. Itu artinya ... ada yang membuka pintu itu sebekum dirinya!

Keringat dingin mulai mengucur dari tengkuk dan dahi Mary, pikirannya berusaha menebak siapa makluk yang membuka pintu itu sebelum dirinya.

Ah, yang memiliki kunci pintu itu hanya dua orang.

Dirinya, dan ... Anasthasius yang meminta kunci cadangan rumahnya dua hari lalu!

Bibirnya mengatup gugup. Berusaha berpikir positif kalau kekasihnyalah yang membuka pintu itu. Semoga.

Krieeet.
Beberapa saat sejak dirinya memegang kenop pintu itu, akhirnya dia memberanikan diri untuk membuka pintu itu, kemudian-

"Selamat datang!!!" Suara lembut seorang perempuan menyambutnya, membuat wanita itu terlonjak.

Matanya menangkap ketiga orang itu. Dan ketiga-tiganya sangat familiar. Matanya terbelalak. Itu adalah Anasthasius, wanita yang bersamanya di toko bunga, dan ... model catwalk yang bahkan dari cara jalannya pun mirip dengan Anasthasius?!

"Hah?!" ucap Mary melongo, mulutnya terbuka dengan mata yang membola ketika melihat Anasthasius yang berposisi di tengah—diapit kedua orang disebelahnya—berjalan ke arahnya, dan di tangannya ia memegang sebuket bunga mawar raksasa.

Anasthasius menyodorkan bunga itu ke arahnya, yang disambut dengan tangan wanita itu, tapi dia tak menarik buket itu ke sisinya.

"Apa-apaan?"

"Ini untukmu, sayang. Kupikir sudah saatnya kita menjadi serius. Jadi, Mary Cornell, apakah kau mau menjadi-" ucapannya terhenti sesaat, kemudian ia menghela nafas. "Menjadi ... tunanganku?"

Dengan mata yang masih membola, Mary menarik bunga itu ke sisinya. Kemudian dia kembali membuka mulutnya. "Sebelum aku menjawab, bisakah kau menjelaskan situasi apa ini, Anasthasius?" ucapnya dengan serius.

Anasthasius mengulas senyum simpul. "Ya, aku sedang melamarmu."

"Melamarku setelah berbohong denganku kalau kau berkerja, lalu pergi ke sebuah toko bunga dengan wanita itu?" ucapnya dengan mata yang mengarah kepada wanita berambut pirang di samping model pria tersebut. Yang disebutkan terlihat agak kaget, sementara itu Anatshasius mengikuti arah mata Mary.

"Ah, aku berbohong karena aku harus mempersiapkan kejutan untukmu, lihatlah hiasan yang telah kami buat. Dan dia itu adalah istri adikku. Yang itu adikku," ucapnya sembari menunjuk ke arah keduanya secara berurutan.

Setelah dilihat-lihat, memang rumah Mary telah dihias dengan cantik, bahkan ada harum makanan yang tak dapat Mary cium karena ia sedang terserang flu.

Mata Mary mengerenyit, menunggu kalimat selanjutnya yang akan Anasthasius lontarkan. "Dan sepertinya kau agak salah paham ... yang tadi pergi ke toko bunga adalah Claude—adikku—bukan aku, sayang."

Mata Mary kembali membola. Ah, pantas saja! Pakaian yang tengah mereka kenakan itu mirip—berupa kemeja putih dan celana hitam—juga semua-muanya mirip. Dari belakang juga rambut keduanya tak terlalu tampak berbeda, jadi ...

"O- Oh, begitu ...," Mary mengatupkan bibirnya, agak malu. Bisa dilihat dari matanya yang menghadap bawah dan bibirnya yang mengerut ketika terkatup. Hal itu membuat Anasthasius terkekeh—menahan tawanya yang hampir pecah.

"Lalu di mana mobilmu? Aku tak melihatnya. Bikin cemas saja, kupikir rumahku telah dibobol."

Anasthasius mengalihkan pandangannya. "Ah, aku meletakkannya di rumah dan pergi dengan taksi, mereka juga. Jadi ... begitulah." Lalu dia berdehem saat hendak melanjutkan.

"Jadi jawabanmu?"

"Jadi jawabanku ..."

"Tolong dipercepat, aku malas melihat kemesraan tanpa tahu tempat kalian."

"Diam kau, Claude."

"Sayang, jangan ganggu mereka."

Mary menyodorkan bunga yang berada di pegangannya pada Anasthasius, sebelah tangannya beralih pada tengkuknya, membuat semua mata menatapnya heran.

"Ah, kupikir aku tak mau menjadi tunanganmu ..."

"Ada apa? Jangan bilang kau-" Sebelum Anasthasius dapat menyelesaikan kata-katanya, Mary sudah memotong deluan. Dan kata-kata yang wanita itu ucapkan mnegundang senyum dari semua orang.

"Bagaimana kalau kita menikah saja?"

— The End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top