Bab 57

57:: Keputusan

☁️☁️☁️


Bosan.

Beberapa kali Batari melempar pandangan ke jendela, pemandangannya masih sama, awan-awan putih yang bertebaran seakan ikut berjalan mengikuti pesawat.

Awan itu tentu saja memang bergerak tetapi tidak mengikuti pesawatnya. Dia sudah tidak sabar untuk segera tiba di Jakarta, ibu kota negara Indonesia sekaligus kota kelahirannya.

Ada perasaan yang menggelitik hatinya, saat mengingat sebentar lagi tidak ada jarak ratusan kilometer lagi yang membentang menjauhkan dirinya dengan para penyemangat hidupnya.

Berkat perjuangannya Batari sudah berhasil bangkit dari dunia gelapnya, dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

Dia tidak mau kabur lagi dari mereka, justru sebaliknya dia mau berterima kasih. Tanpa kehadiran mereka, Batari tidak bisa mencapai di chapter kehidupan yang lebih baik dari terdahulu. Melihat foto-fotonya bersama Acha, Andra, dan juga Riko sesering itu, namun air matanya tidak bisa ditahan lagi menggenang begitu saja.

Jika hari itu kalian nggak narik gue, mungkin gue nggak akan bisa jadi manusia yang lebih baik lagi, batin Batari.

Sudah cukup dia kabur, tidak mau tahu dengan keberadaan mereka selama 5 tahun itu. Waktu selama tiga tahun di habiskan di kota Yogyakarta untuk pemulihan fisik, dan juga psikisnya, ini hanya bantuan kecil-kecilan dari Oma yang ingin Batari selalu bahagia dan tenang.

Dan waktu dua tahun dihabiskan di Bandung, berkarir sebagai penulis novel dengan nama pena yang super dirahasiakan. Gadis itu tidak berani muncul di publik hanya berkarya di balik nama pena. Sudah memiliki dua buah judul yang sangat bombastis angka penjualannya.

Dia akan melanjutkan karirnya di Jakarta, dia tidak akan pergi jauh lagi dari keluarganya, dia kembali untuk menepati janjinya, janji terhadap sosok cowok yang menangis sesenggukan mengantar dirinya ke rumah sakit beberapa tahun silam.

Janji untuk segera bangun.

Entah sekarang pria itu sudah dengan siapa, yang terpenting Batari akan menunjukkan dirinya lagi.
Batari meraih amplop berwarna pink dengan gambar hati lucu yang terselip di bagian kantong kursi penumpang dihadapannya, dia tersenyum kecil sambil mengambil sesuatu dari dalamnya.

Beberapa lembar fotonya bersama sahabatnya, Acha, foto pertama saat kelas 1 SMP, di situ penampilan Batari masih berantakan.

Batari masih teringat betul foto ini diambil saat dirinya ditarik paksa oleh Acha, yang banci kamera, untuk mencoba kamera baru milik Marsha yang nekat dibawa untuk pamer ke anak-anak kelas.

Batari masih berpenampilan aneh maklum anak baru, dia juga tipe yang cuek.

Berkat dirinya difoto bersama Acha, cewek itu yang minta fotonya dicetak oleh Marsha.

Foto kedua diambil saat study tour ke Ancol kelas 2 SMP, meski mereka berada di rombongan yang berbeda, karena beda kelompok yang dibuat per-empat orang, mereka menyempatkan moment berlatar matahari tenggelam di pantai.

Foto ketiga diambil setelah pengumuman kelulusan SMP, di situ Acha sudah mulai sangat kurus, karena Ujian Nasional, dan tetek bengeknya membuat dirinya stress. Acha yang sekolah di tempat umum merayakan kelulusan bersama Batari yang lulusnya dari homeschooling.

Foto terbarunya diambil beberapa tahun lalu saat mereka datang ke acara pernikahan kakak sepupu Acha. Saat Batari belum menyadari bahwa dirinya depresi, dan pikiran buruknya menguap di udara. Saat itu dia tidak sadar dirinya tenggelam dalam lautan ketakutan, namun bersikap kasar untuk menutupi semuanya.

Sebenarnya dia masih memiliki banyak foto lagi yang ditempel di album pribadinya, hanya foto-foto ini yang masih dia lepas untuk sekedar memandangi wajah rekan-rekannya jika sedang suntuk bahkan jenuh dengan naskah ceritanya sendiri, belum lagi diteror revisi oleh Editor, Mbak Meysha.

Di belakang selembar foto terbarunya, ada selembar foto cowok yang selama ini mengisi hatinya.

Cowok yang masih mengisi hatinya. Menjadi sumber inspirasi Batari untuk menulis cerita, dan membayangkan sosok cowok baik dan tertulus.

☁️☁️☁️

Batari tidak menyangka, dia akan bisa bertemu dengan teman-teman yang seprofesi dengannya, para penulis yang satu publisher dengannya. Nama pena Batari adalah Ady Yura. Batari senang bertemu dengan orang-orang baru, sering komunikasi hanya dengan sosmed oleh Ashabelle, Bastian, Darel, dan Yudha. Terkadang kalau Ashabelle main ke Bandung akan mampir ke apartemen Batari.

Kedatangan Batari ke Jakarta disambut baik oleh mereka. Batari belum pulang ke rumahnya, masih membawa koper besar ke sebuah kafe di Kemang, dia sudah dipaksa bertemu oleh Ashabelle, daripada Ashabelle nanti bakalan sibuk karena lagi ikutan promosi buku yang sudah dijadikan film lagi promosi besar-besaran.

Batari biasa dipanggil Ady oleh para teman-temannya itu agar nyaman, sebab Batari belum bisa menjadi dirinya sendiri dan novelnya terpajang di toko buku dengan nama aslinya. Entah mengapa dia merasa tidak percaya diri.

Mereka membahas buku-buku yang sedang booming di pasaran, dan berbagi pengalaman dalam mencari ide naskah.

Seorang gadis dengan dress selutut berwarna ungu muda memasuki Cafe BlingBling usai membayar kepada supir taksi yang mengantarnya ke tempat ini.

Gerimis kecil membuatnya harus segera mencapai teras kafe, tidak mau rambutnya yang masih halus hasil creambath kemarin acak-acakan lagi padahal belum ada satu hari.

Ashabelle melempar senyum lebar ke arah sekumpulan manusia yang menempati sebuah sofa set, perasaannya senang sekali melihat pemandangan sofa itu sekarang terisi penuh setelah Batari yang datang jauh-jauh dari Bandung. Dia mengedipkan sebelah matanya ke arah Batari sambil mengangkat jari telunjuknya kedepan bibirnya.

Mereka langsung buru-buru membuang muka setelah paham Ashabelle ingin mengagetkan satu-satunya cowok yang duduk membelakangi Ashabelle, namanya Bastian

"Nah, yang ini namanya Sinta, badannya ughh bohay, seksi banget deh. Cocok banget buat lo, bro Darel. Muka lo kan masih kelihatan belasteran bulenya tuh, kalo sama dia pasti anak kalian hot banget."

Ucapan Bastian membuat Darel menyernyitkan dahi, tatapan Bastian beralih ke arah Yudha, Yudha juga bergidik setelah mendengar ucapan Bastian namun disalahartikan oleh Bastian sebagai bentuk ekspresi iri.

"Tenang bro, Yudha. Lo mau yang kayak gini juga? Sinta punya kembaran yang bohay juga, montok deh ... namanya Santi."

Cowok yang disebut-sebut belasteran bule itu bernama Darel, ayah Darel dulunya berkebangsaan Amerika, ibunya sendiri asli orang Sunda. Paras bule ayahnya yang bernama Patrick menurunkan gennya ke Darel.
Menurut gosip di group Whatsapp, dulu saat masih SMA rambutnya pernah dipotong mirip Justin Bieber, mendadak Darel digandrungi banyak cewek. Merasa gerah dikerubungi oleh fans-nya Justin, Darel memotong kembali rambutnya sejauh mungkin dari bentuk Justin Bieber dan memberi warna hitam. Sebenarnya warna asli rambut Darel bukan hitam, benar-benar pirang asli. Menghilangkan imej Justin Bieber, Darel berubah menjadi sosok Lee Kwangsoo. Darel adalah penulis novel dengan latar luar negeri, Metropop.

Meski Darel memang keturunan kebaratan, dia sama sekali tidak memiliki pola hidup kebaratan, sangat jauh berbeda dengan sosok yang tadi menawarkan 'cewek bohay'.

Sosok ini bernama Bastian. Bastian adalah cowok ter-playboy di antara mereka, hobi-nya berpacaran dengan banyak cewek, seakan sisa hidupnya akan dia gunakan untuk foya-foya saja. Pokoknya dia paling badung, susah diatur dan keras kepala. Terlihat sangat mesum tapi suka ngaku-ngaku polos, mereka agak kurang percaya bahwa Bastian masih menjaga keperjakaannya dengan sangat. Bastian tidak akan sembarangan melakukan hal itu diluar nikah, katanya. Bastian yang pengalaman cintanya banyak menuangkan ke dalam novel-novel karyanya. Dia penulis novel perjalanan cowok cassanova.

"Nggak deh. Makasih, man. Buat lo aja," sahut Yudha setengah menahan pandangannya agar tidak melirik ke belakang Bastian, di sana sudah berdiri Ashabelle menggelengkan kepala usai mendengar ucapan Bastian yang rada mirip mucikari kelas kakap.

Yang ini namanya Yudha, meski terlihat seram karna alisnya yang sehitam pantat panci, rahangnya yang tegas, dia adalah moodmaker di geng-nya. Dia yang biasanya suka berinisiatif mengajak foto, atau mengumpulkan para sahabatnya. Ya, mungkin dia cocok menjadi ketua. Jiwa leadership-nya bagus. Yudha adalah penulis novel yang kebanyakan membahas tentang kehidupan sehari-hari.

Asal tau saja sebenarnya dia adalah partner in crime-nya Bastian diikuti oleh Darel dalam hal 18+. Tentu saja mereka melakukannya di belakang para cewek, terutama Ashabelle, karena cewek itu langsung menghindar jika para cowok membahas 18+ di hadapannya.

Alis Bastian menyatu menyadari keganjalan disini, tumben sekali si Yudha menolak saat disodorin cewek bohay. Kalo tidak ada Ashabelle mungkin Yudha, bahkan Darel menanggapi tawaran Bastian dengan semangat.

"Anjir lo. Gue kalo dikasih yang segede gitu bisa kolapse juga," Darel tertawa geli.

Sosok kalem yang duduk di ujung sofa mengamati rekannya, "Kenapa kolapse?"

"Bocor, Man. Belum apa-apa udah keluar, Man," jelas Bastian ke arah Batari.

Batari melirik kikuk ke arah lainnya. Ini ngomong apaan sih?

Bastian memandangi Yudha dan Darel, "Halah sok nggak mau lo pada. Kemarin yang minta hard disk isi full siapa coba?"

"Dorrrrrrrrrrrrr!!!!" Tiba-tiba Bastian merasakan seseorang memeluknya dari belakang, Ashabelle muncul, dan melingkarkan tangannya di leher Bastian dari belakang. Bastian menoleh ke belakang setengah terkejut menerima perlakuan mesra dari Ashabelle.

"Arghh, jauh-jauh dari gue, itu lo ... itu lo," kata Bastian setengah menjerit dan tergagap, "Nempel dipunggung gue, arghh ... awhhh ... shhh."

Ashabelle tertawa bak mak lampir sambil memukuli bahu Bastian.

Disusul Darel, dan Yudha yang tertawa heboh.

Hanya Batari yang memandang Ashabelle dengan ekspresi wajah heran. Tatapan Ashabelle bertemu dengan manik mata Batari, menyamarkan kelakuan absurdnya gadis itu berdeham kecil.

Segera Ashabelle melepaskan diri dari Bastian, dia melempar tubuhnya duduk di samping Bastian, tepat di hadapan Batari.

"Gaya lo baru ditempel udah jerit kayak banci kaleng!" ledek Yudha sadis, "Katanya biasa yang main kasar."

Darel tertawa paling keras hingga seisi kafe melempar tatapan ke sofa tersebut, dan kepo ingin tahu apa yang tengah terjadi di sini.

"Hey Dy! Miss you!" sapa Ashabelle kepada Batari yang dibalas dengan senyum tipis khas Batari, "Bagi yak?" tanpa menunggu jawaban Batari, Ashabelle menyeruput lemon tea milik Batari.

"Yang ini beda gitu loh, kalo yang menggoda Ashabelle bahaya banget," sahut Bastian mengedipkan sebelah matanya ke arah Ashabelle. Dibalas dengan ringisan kecil Ashabelle.

"Sok polos lo di depan Ashabelle," kata Darel sinis.

"Heh, kampret! Siapa yang tadi sok polos di depan Ashabelle. Kalian tadi sok-sok menolak tawaran gue, karena tau ada Ashabelle di belakang gue, kan? Bejat mah bejat aja. Cih," Bastian sandaran di sofa sambil bersidekap kesal.

Ashabelle sedikit bersyukur sekarang sudah ada Batari, cewek kelihatan pendiam, tak banyak bicara, dan polos. Batari tidak ikut-ikutan dalam perbincangan 18+ ini, dan tetap diam menikmati segelas lemon tea, sedotannya bekas bibir Ashabelle.

"Gimana udah dapat apartemen di Jakarta?" tanya Ashabelle kepada Batari. "Apartemen lo di mana biar gue bisa main-main."

Cewek itu menggeleng lemah. "Gue bakal tinggal di rumah bokap."

Tapi dia berpikir bahwa tinggal berpisah lagi terdengar lebih baik.

☁️☁️☁️

Batari kembali pulang ke rumahnya sampai pukul 11 malam. Terlalu asyik bicara sama teman-teman yang ternyata sangat seru. Saat baru sampai di depan pintu karena diantar oleh taksi, dia tak meminta dijemput karena akan memberi kejutan untuk Papa. Di ruang tamu terlihat Ardekara membelalakan matanya tak percaya.

"Batari, kamu kembali ke Jakarta? Kenapa nggak bilang?" tanya Papa mengerjapkan matanya, dan meneliti barang bawaan Batari.

"Barang-barangku yang dikirim sama mobil box udah sampe kan, Pa? Hay, Pa, aku kangen rumah. Kangen juga sama Papa, dan Oma. Aku merindukan semua ini."

"Ya Papa jadi bingung tadi sore baru pulang kerja, katanya ada banyak barang kamu datang, tapi kamunya entah di mana." Papa terlihat syok berat.

"Aku mau di sini, aku bosen di Jogja, dan Bandung. Udah nggak ada inspirasi di sana," jawab Batari sambil duduk, lelah banget abis penerbangan langsung diajak main.

Papa menyusul duduk di sebelahnya, pria yang masih tampan di usia yang tak muda lagi itu menggelengkan kepalanya. "Kamu pernah bilang nggak mau ke sini lagi."

"Iya, tapi aku kangen kamar. Kenapa sih Papa nggak seneng aku balik?"

"Ada hal yang harus kamu tau."

"Apa?" Batari menautkan kedua alisnya, dia tidak percaya bahwa masih ada rahasia yang tak pernah dia ketahui.

"Kami membuat kamu seolah-olah udah meninggal sebulan setelah masuk RS itu, orang lain taunya kamu dirawat di RS Singapura, dan dimakamkan di Jogja."

"APA?"

Batari membungkam mulutnya tak percaya. Dia sama sekali tidak tahu bahwa keluarganya membuat berita seperti itu pada teman-temannya. Ya benar Batari menutup diri, tidak mau berhubungan dengan masa lalu, terutama sama orang-orangnya. Siapa sangka, karena dia tidak peduli, dia tidak tahu bahwa dirinya diberitakan sudah meninggal.

"Iya, dan sekarang kamu udah di Jakarta."

"Kalian kelewatan banget!"

Papa terlihat sangat sendu, dan menatap Batari dengan sorot penuh luka. "Kita nggak mau, mereka selalu memikirkan kamu, dan rasanya kita sangat nggak enak hati."

"Mereka mikirin aku karena sayang, sama kayak kalian."

Dulu juga Batari sangat tidak mau membuat orang-orang terdekat sedih jika dia pergi, makanya dia menghempaskan semua orang agar menjauh. Tetapi, dia lebih sedih lagi jika pergi meninggalkan mereka. Apa orang-orang sesedih dirinya, yang berada di ambang kehidupan tak jelas?

"Saat itu, kamu udah berada di titik yang-kami udah ikhlas, asal kamu nggak sakit lagi, jadi bagaimana pun kamu nantinya, kami bisa terima. Tapi kamu nggak bangun-bangun, kritis, dan koma panjang. Dokter juga bingung mengapa kamu kritis, padahal operasi DSA kamu cukup lancar."

"Aku ngerti kalo kalian nggak mau aku jadi beban pikiran banyak orang, tapi kalian bohongin mereka. Ya, aku juga nggak punya nyali buat kembali datang ke mereka. Aku takut mereka udah nggak inget, apalagi peduli sama aku. Ini yang bikin kita bohongin mereka selama ini karena aku nggak nyari tau mereka lagi. Aku akan ketemu sama mereka-"

"Sekarang kamu udah hidup tenang, kalo suatu saat kamu menyesali bertemu dengan mereka, itu akan jadi tanggung jawab kamu sendiri. Terutama Bazel, jangan pernah ketemu sama dia. Papa nggak mau kamu kayak dulu, kamu pasti paham, dan setuju sama pemikiran Papa."

Bazel.

Batari sudah lama sekali tidak mendengar nama itu, dia tidak peduli. Percuma. Orang itu tidak pernah percaya padanya. Tetapi kadang kenangan itu masih melintas dalam benaknya. Dia sudah berusaha sebisa mungkin dulu untuk meyakinkan Bazel, berkat banyaknya terapi dan hidup positifnya. Batari sudah mencoba melupakan Bazel.

"Aku udah gede, dewasa, aku tau mana yang baik atau enggak untukku."

"Bahagia itu kamu yang atur sendiri, kalo kamu memutuskan sesuatu dengan konsekuensinya juga, Batari."

"Papa sama Oma, dan yang lain dulu juga mikir konsekuensinya buat kabar bohongan seperti itu Kalian tau konsekuensinya?"

Batari tidak tahu harus memulai dari mana untuk menghubungi teman-temannya dulu. Dia tidak mau mengandalkan Rishad dan Jerry. Dia yang akan menyelesaikan sendiri masalahnya.

Bagaimana muncul di hadapan mereka tanpa takut ditendang?


☁️☁️☁️

Menurut kalian siapa yang harus Batari temuin pertama kali?


23 JULI 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top