Bab 50
50:: Kritis
☁️☁️☁️
Usai menerima kenyataan pahit yang layaknya mimpi, bahwa Batari masuk rumah sakit dengan kondisi parah. Andra juga tidak tahu Batari kenapa sangat kesakitan seperti itu. Tapi dengan kening Batari yang berdarah disertai cewek itu kehilangan kendali tubuhnya, seperti ada yang tidak diketahuinya sangat berbahaya.
Pemuda itu menghubungi semua orang yang dekat dengan Batari, memberi kabar buruk bahwa gadis itu mengalami kejadian terjatuh dari lantai atas di sebuah ruko. Acha dan Riko datang tidak banyak bicara, keduanya sibuk berdoa masing-masing. Tidak lupa juga Ardekara dan Oma langsung mendatangi rumah sakit.
Batari segera ditangani oleh para petugas IGD. Berkat kecekatan keluarga tajir mereka, Batari langsung ditangani masuk ke ruang operasi. Andra cukup heran ketika dokter di rumah sakit itu seperti sudah tahu mengenai Batari dan mengambil tindakan penting. Setelah beberapa menit mendapat perawatan di ruang gawat darurat, Batari dipindahkan ke ruang operasi.
Oma Batari tak kuasa menahan tangisnya melihat kondisi Batari. Mengenaskan. Kabarnya di dalam ruangan darurat tadi Batari harus mendapatkan alat bantuan. Dokter mengatakan pada keluarga Batari, kemungkinan setelah operasi nanti kondisi Batari akan kritis.
“Rik, lo yakin tadi kata resepsionis pasien atas nama Batari bakal dipindahin ke rumah sakit lain karena alatnya kurang memadai?” tanya Acha menangis sesenggukkan. “Itu artinya, waktunya sempit kalau dioperasi hari ini juga ya?”
“Kemungkinannya gitu, akan dioper lagi,” jawab Riko lesu. “Iya. Katanya harapannya—ya nggak bisa diprediksi. Ya, tapi kita harus berdoa banyak buat dia. Kita harus yakin.” Riko mengusap wajahnya gelisah.
“Gue nggak nyangka, gue menyesal harusnya ketemu sama dia tadi sore. Batari sakit apa, Rik? Gue nggak tau apa-apa kayak orang bego begini. Sejak kapan Batari sakit?” Acha sudah meracau.
Andra berusaha menghubungi seseorang yang dirasa penting harus tahu kabar keadaan Batari yang sedang gawat. Bazel. Namun, orang itu tidak mengangkat telepon miliknya. Andra menyerah menghubungi si cowok sombong bernama Bazel, dia mengirimi pesan ke kontak nomor Bazel berupa pesan beruntun yang isinya memberitahukan kondisi Batari saat ini.
“Dia pasti bisa bertahan,” gumam Andra menutupi rasa bersalahnya.
Semenjak datang ke rumah sakit fokus mereka memang hanya ke Batari. Acha dan Riko hanya sibuk mengikuti Andra yang panik sekali karena kondisi Batari. Ke mana pun Andra melangkah akan diikuti oleh teman-temannya.
Andra paling khawatir dengan kondisi Batari, mereka memiliki hubungan yang tidak bisa digambarkan lagi. Dia yang membawa Batari sangat ketakutan selama di perjalanan tadi.
“Bilang sama Batari, dia bakal baik-baik aja. Dia harus bangun kayak dulu lagi.” Andra terus meracau aneh.
“Kenapa feeling gue nggak enak,” kata Acha gelisah.
“Sebenarnya Batari kenapa, Rik? Kenapa lo nggak mau kasih tau kita!”
“Kenapa gue sesak banget ya?” gumam Andra yang memegang dadanya. Dia sudah kacau sejak tadi membawa mobil apalagi ketika Batari minta dibantu melakuan sesuatu hal. Yang cukup menegangkan, dan menyeramkan.
“Batari sebenarnya sakit aneurisma otak, ada suatu kelainan pembuluh darah di otaknya. Selama ini masih belum berani diambil tindakan,” kata Riko menjelaskan. “Udah banyak konsultasi sama dokter. Tapi gue nggak tau udah separah itu karena kejadian terjatuh dan terbentur, dia terlihat baik-baik aja dari luar, kan?” Penjelasan itu membuat semuanya terbelalak tak percaya.
“Parah? Itu parah banget ya kan?” Acha menangis histeris. “Maaf. Maaf. Gue nggak tau lo sakit, Batari.” Ketakutan kehilangan itu menghantui perasaannya yang sangat bersalah.
“Psst, Cha, jangan gitu. Hei, kita harus segera ke sana!” seru Andra memandangi Acha sangat yakin.
Dari ujung koridor muncul beberapa manusia keluarganya Batari. Setelah Acha dan Riko jalan duluan tak sabar, dari ujung lorong tadi muncul Ardekara bersama Oma dan saudara Batari yang lain.
Mereka mendekati Andra tatapan cemas, ingin menangis dan bahkan Jerry sudah nangis sesenggukan begitu sampai ke Andra.
“Om, Batari gimana?” tanya Acha membuat Ardekara menggeleng lemah. Tidak memiliki jawaban pasti.
“Kita berdoa buat Batari.”
“Andra, gimana bisa kecelakaan?” tanya Rishad jutek. “Kecelakaan apaan? Dia lagi sama lo, jadi tanggung jawab!”
“Kepalanya pasti terkena benturan keras, dan pembuluh darahnya semakin terluka ... jadinya pendarahan,” timpal Jerry dengan nada suara lesu.
“Bukan kecelakaan, Batari ribut sama Revaldi, dan Siera di tempat billiard di ruko daerah Setiabudi.” Andra menyesal dia tidak bisa menemukan Batari lebih cepat lagi. “Gue nggak tau Batari kenapa, tapi sepertinya terjatuh karena dia tergeletak di aspal. Gue nyari dia cukup lama, karena dia kabur saat lagi sama gue di dalam mobil yang lagi berhenti.”
“Siera?” Ardekara membelokan matanya. Dengan raut wajahnya yang menegang, dia segera mengeluarkan ponsel dan menjauh dari kerumunan.
“Siera dan Revaldi kenapa bisa ada di sana?” Oma mendesis marah, dia segera menangis lagi ditenangkan oleh Rishad. “Revaldi si anak itu, dia selalu bahaya untuk Batari, dan Siera kenapa bersama dia? Rishad—“
“Oma tenang, Om Ardekara lagi coba hubungin Siera. Nanti kita akan dengar penjelasan dari dia.” Hibur Rishad.
“Lo pasti denger suara gue, kita nunggu lo di sini, lo kuat-lo kuat,” gumam Jerry menarik napasnya lesu.
Andra mengacak rambutnya kasar, dia berjalan menjauh dari para keluarga Batari yang sedang sibuk dengan pikiran, dan doa masing-masing. Pemuda itu menepi berdiri di pinggir taman rumah sakit melihat ke arah air mancur. Dia tidak mengerti bahwa melihat orang tersayangnya sakit bisa membuatnya seperti itu.
Nyaris gila.
Andra merapalkan doa-doanya untuk keselamatan Batari yang sedang berjuang di dalam ruang operasi.
“Andra, maafin gue, gue nggak tau,” ucap Acha menangis dan menatap Andra sangat bersalah selama ini tak mau berbaikan dengan Batari. “Gue harus apa?”
“Gue juga gatau apa-apa.”
Andra memalingkan wajahnya, dia menarik napas lalu membuangnya perlahan. Dia tidak kuat lagi menahan kekesalannya, tangan cowok itu menonjok tembok, dia tidak bisa menyembunyikan perasaan itu. Andra menangis dengan wajah berpaling dari Acha. “Kenapa gue sampe gak tau bahwa selama ini dia sakit!!” racaunya terisak-isak.
Acha duduk di kursi taman dan menangis tak berhenti-hentinya. Dari jauh Riko memperhatikan dua manusia itu dengan perasaan campur aduk. Riko juga sama hancurnya, walau dia sudah tahu tetap saja dirinya takut.
Takut kehilangan.
“Hari Senin adalah jadwalnya dia berangkat ke Singapore buat perawatan di sana. Kalian tau nggak, dia awalnya takut dengan keputusan itu sebab risikonya gede. Tapi dia berani, pengen sehat bersama kalian setelah sembuh nanti.”
Ucapan Riko membuat Andra dan Acha menoleh bersamaan, dan meresapinya dalam hati.
Andra mengepalkan tangannya meninju-ninju dinding pelan tetapi cukup menyakitkan. Bayangan senyuman, keceriaan, dan memori tentang Batari muncul.
☁️☁️☁️
Andra menatap nanar pintu bangsal ruangan di mana sosok gadis itu sedang terbaring lemah di ranjang putih itu. Dia tahu suara alat-alat mesin mengiringi kesunyian yang ada. Matanya juga bagai bisa memandangi kepala Batari yang berbalut perban dan kedua tangannya yang sehingga tampak lebih besar dari seharusnya.
“Batari, katanya mau ke Museum Wayang? Let's go and play,” bisik Andra dengan suara tercekat.
Dia menahan riak yang lengket di tenggorokan. Matanya berair, andai dia bisa menggantikan posisi Batari. Tidak akan dia biarkan Batari sakit. Andra membayangkan bagaimana bisa menyentuh jemari Batari lembut.
“Cepat bangun, Batari. Lo masih mau terus main dan bersama kita, kan?”
Tidak jauh dari Andra, berdiri Acha dan Riko, yang menatap cemas kelakuan Andra.
Keluarga Batari juga sedang sibuk ke sana-kemari, minus Ardekara yang lagi mencari keberadaan Siera. Keluarganya tadi sibuk mondar-mandir dengan wajah membengkak terlalu banyak menangis.
Andra mengusap matanya yang basah. Dia berusaha tidak menangis. Bagaimana saat Batari bangun mendapatinya sedang menangis akan menjadikan bahan godaan. Seorang Andra menangis, karena tidak tega melihat Batari sakit. Pastinya bakal diketawain sampai tua.
“Ndra, udah dapat kabar jelasnya dari keluarganya mengenai Batari?” tanya Acha memecahkan keheningan.
Diamnya Andra sejak tadi setelah mendapat kabar dari Rishad bahwa Batari sedang kritis, sebab operasinya tadi belum maksimal.
“Parah banget ya?” gumam Acha.
“Batari bisa bertahan sampai beberapa jam udah keajaiban.” Andra memejamkan matanya berusaha menghilangkan bayangan air matanya.
Dia belum siap. Belum siap menerima ini semua. Semuanya terjadi sangat tiba-tiba dan seperti mimpi. Terakhir dia sedang berbicara dengan Batari dalam mobil. Batari terlihat sangat senang yang tak biasa, ternyata dia pamitan mau pergi, dan meminta agar Andra menjaga Acha. Tapi, sekarang Batari tak sadarkan diri, dan berjuang menahan sakit.
Riko memalingkan wajahnya dari Andra yang masih mengoceh bercerita banyak hal bagai berimajinasi sendirian.
Ternyata Batari memiliki banyak teman baik. Dia harus bangun dan membuat mereka yang mengkhawatirkannya bisa kembali tersenyum. Jangan ada air mata lagi.
Ponsel Andra bergetar. Nama Bazel yang muncul di layar.
“Halo, Zel? Ke mana aja lo bajingan, akhirnya lo mau respon juga!” pekik Andra, dia mengirimi pesan spam ke Bazel memberi tahu kabar buruk itu.
“Lo nggak bercanda, kan?” pekik Bazel marah di sana. “Nggak lucu, kalo ini cuma akal-akalan kalian!!”
“Mana mungkin, nyawa dia bukan bahan candaan. Terserah lo, Zel. Gue cuma kasih tau. Lo kalo masih keras kepala, bakalan nyesel seumur hidup!” Andra menutup telepon itu dan menerima pandangan sendu dari Acha dan Riko.
“Bazel, lo keterlaluan, dia masih sodara lo tau gak sih,” gumam Acha yang sedang merasakan menyesalkan kelakuannya kemarin.
Riko tidak bisa komentar apa-apa.
Di lain tempat ada seseorang yang sedang berdiri membeku di tempatnya, cowok itu Bazel sudah kehilangan fokus. Dia baru mengetahui kabar buruk itu. Hatinya menjadi sangat berat, dan dada sangat sesak.
Bazel mengedipkan matanya yang mulai perih, beberapa bulir air mata itu menetes tak bisa ditahan. Tangan cowok itu memegang erat pada meja di sampingnya. Dia tidak tahu bagaimana menanggapi kabar itu.
Maaf, gue selalu doain agar lo nggak bahagia. Tapi, gue nggak berharap lo kesakitan.
Dalam kepalanya terdengar suara tenang, dan lembut. Suara Batari kecil yang dulu selalu menghiburnya.
“Bazel, jangan nangis, di sini gelap ya? Sini aku peluk biar nggak takut lagi.”
☁️☁️☁️
Jam waktu menjenguk rumah sakit sudah habis, Andra sangat ingin selalu berada di sisi Batari sampai kapan pun. Tetapi dia sudah diminta oleh keluarga Batari untuk pulang. Acha dan Riko juga pulang karena sudah larut malam.
Rasanya Andra tidak tenang, dia menjadi sangat gelisah, ketakutan dan tidak semangat melangkah pulang.
Kini dia dalam perjalanan pulang bersama Acha. Keduanya tidak banyak bicara, Acha masih sibuk dengan pikiran dan perasaan bersalahnya. Andra sangat terpukul, dia bisa memahami keadaan Acha yang kacau. Dua perempuan itu berselisih sejak lama, saat satu hatinya sudah luluh tidak berada di waktu yang tepat.
Andra mengambil sebuah kotak beludru. Dia membukanya di depan Acha, cewek itu menatap kotak dengan kening mengkerut dan matanya bersorot heran.
“Ini dari Batari buat kita, tapi gue nggak berhak punya salah satunya, ini kalung persahabatan kalian.”
Acha memegang dua buah kalung dengan bandul yang jika disatukan akan membentuk hati yang utuh. Dia menggeleng lemah. “Bukan, ini kalung couple kalian. Gue nggak mau terima kalung itu.”
“Kalo bukan gue, dan lo juga nolak. Siapa yang mau menyimpan barang berharga dia ini?” Suara Andra melemah.
“Percaya sama gue, lo bisa jaga kalung itu.” Acha meletakkan kotak itu di dashboard mobil.
Acha kembali larut dalam lamunan kesedihannya, dia menatap kosong jalanan sekitar dan gelisah tak karuan. “Gue menyesal udah egois sama kalian,” ucapnya kemudian setelah keheningan lama menemani. “Andai bisa mutar waktu.”
“Semua egois. Lo egois, udah berkorban tapi mengungkit apa yang lo lakuin. Gue egois, nggak ngerti sama perasaan lo. Batari juga egois, memutuskan hubungan dengan kita dengan cara yang nggak kita pahami. Bikin salah paham.”
“Gue udah buang banyak waktu yang bisa digunakan buat nemenin, nyemangatin, dan dengerin ocehan kacau dia. Gue nggak ada buat dia, gue lebih buruk dari teman imajinasinya. Gue yang cuma imajinasi buat dia.” Acha menangis memukuli dashboard di depannya meluapkan kekesalan.
Andra mengingat segala ucapan dan kenangannya bersama Batari. Cerita dari Riko juga membuat cowok itu merasa selama ini dia tak sadar bahwa Batari memang menyembunyikan sesuatu.
“Kenapa Batari nggak egois buat bertahan sama lo tanpa mikirin gue? Harusnya gue yang berusaha meyakinkan dia buat lanjut bertahan sama lo! Harusnya begitu, kita akan baik-baik aja bisa menyemangati dia yang lagi sakit selama ini! Kenapa dia menyerah sama lo, Ndra?” Acha sudah mengamuk mengatakan hal seperti itu.
Lantas Andra teringat ucapan Batari sore itu di restoran fastfood, yang menyadarkannya beberapa hal.
“Tapi gue jahat sama lo? Gue udah pernah bagi perasaan ke orang lain. Lo bisa sama cewek lain yang lebih cantik, seru, dan nggak aneh. Lo cuma gagal move on sama kenangan, bukan sama orangnya! Nggak lama lagi juga lo move on kalo udah ketemu sama yang lebih dari gue,” kata Batari.
“Kenapa lo nggak ninggalin gue sendiri, Ndra? Gue jahat banget sama lo, kenapa lo masih baik sama gue?”
“Lo nggak salah, cuma kebaikan lo ini yang bikin gue jadi merasa nggak enak hati. Lo nggak percaya sama gue yang udah jahat banget sama hubungan kita. Dan nggak bisa terima keadaan kita udah berakhir, mungkin saat ini lo cuma butuh waktu buat lupain gue. Lo bisa mudah mengenal gue, nanti lo juga akan mudah buat lupain gue. Dengan orang yang lebih dari gue dalam hal segalanya."
Jadi begitu rencana yang sudah diatur lama oleh Batari, gadis itu menghempaskan semua orang di dekatnya agar bisa pergi tanpa banyak pikiran, dan diharapkan kembali.
Caranya salah dan menyakitkan banyak orang. Kalau itu rencananya untuk membuat semua orang jadi mengabaikannya. Agar bisa tenang menjalani perjuangan kehidupan terberatnya.
Harusnya lo tau Batari, dengan mendengar harapan, dan ucapan semangat dari orang lain. Lo bisa lebih kuat, ya gue tau lo nggak mau kita berharap lebih sama perjuangan lo. Lo takut perjuangannya nggak sesuai ekspektasi orang lain kan? Tau gak, kalo semakin banyak yang berdoa, akan dikabulkan doanya. Bangun, gue berharap lo kuat berjuang di sana.
Usai mengantar Acha pulang ke rumahnya yang nyaris sampai di pukul 12 malam. Andra masuk ke dalam rumahnya yang sepi semua orang sudah pergi tidur.
Cowok itu membersihkan dirinya, setelah makan seadanya sebab dia tidak napsu makan. Andra merebahkan dirinya di kasur, dan menatap langit kamarnya dengan tatapan kosong. Dia coba pejamkan mata, tetapi tidak bisa.
“Selamat malam, Batari. Tidur yang baik, semoga mimpi yang indah. Tapi jangan lupa untuk bangun, karena pagi hari yang indah sedang menanti lo.”
Dalam gelapnya kamar Andra tidak bisa menahan lagi, dia bisa menahan agar isakannya tidak semakin keras, sebab tangis tanpa suara adalah hal yang sulit.
Andra menangis, hal yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, bahagia, hancur, dan gelisah karena satu perempuan.
Mata Andra terbuka dalam kegelapan secara tiba-tiba saat mendengar suara yang entah dari mana asalnya. Inginnya berpikir itu hanya ilusi dan bunga tidur gara-gara ketakutannya. Andra meremas bantal dan menutup telinganya dengan bantal.
Bayangan buruk secara random terbayang-bayang menghantui tidur Andra. Mulai dari kenangan saat masa kecil yang hidupnya keras penuh tekanan, sering dipukuli, dimarahi dalam ketakutan, dan menjadi kurir seorang bos preman yang bertransaksi hal ilegal.
Tubuh Andra menggigil sebab tidur malam itu tidak nyenyak, bikin kepala sakit, dan matanya yang habis nangis membuat bengkak sakit. Dia jadi takut memejamkan matanya karena yang muncul membuat dada berat serta sesak.
Apakah ini yang dinamakan ketakutan parah?
“Andra, aku mau pamit untuk pergi ya?"
Ada satu suara perempuan yang amat dia kenali berbisik lembut di tengah bayangan buruk yang sedang mengisi kepalanya.
Jangan! Jangan pergi!
☁️☁️☁️
"Di setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Tiada perpisahan yang sangat menyedihkan, kecuali maut.
Aku hanya ingin jika kita berpisah dengan cara yang sebaik-baiknya.
Aku sangat ingin hanya maut yang mampu memisahkan kita.
Mungkin aku yang akan lebih dahulu menemukan jalanku untuk pulang.
Andai aku bisa memilih, salah satu harapanku ingin berpisah saat kamu yang menjadi kebahagiaanku yang terakhir untuk selamanya.
Izinkan aku mencintaimu sampai di akhir ceritaku, sesudahnya kamu pasti akan terus melanjutkan hidup seperti sedia kala dengan seseorang yang menjadi kebahagiaan akhirmu.
Tak apa-apa kita tak bisa bersama sampai akhir kehidupan. Kamu sudah menjadi akhirku yang membahagiakan.
Aku sudah berada di akhir cerita kita sebagai titik, sedangkan kamu akan memiliki lembaran baru dalam sebuah buku yang berbeda.
Terima kasih, kamu sudah ada di dunia ini Sang Penjaga."
☁️☁️☁️
hehehe
5 JULI 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top