Bab 49

49:: Petaka

☁️☁️☁️

“Lo gimana sih udah sembuh bukannya kelarin tugas lo? Mana sekarang dia masih hidup!” Tidak ada yang menyangka kata-kata sadis itu terlontar dari sosok anak perempuan, yang dari luarnya terlihat sangat imut, dan cupu. Gadis berambut panjang itu sedang memelototi orang di depannya.

Siera sudah kehilangan batas sabar. Dia kesal juga kerja sama dengan seseorang yang tidak bisa bertanggung jawab sama janjinya, padahal dia sudah membayar mahal untuk rencana itu. Dia hanya punya ambisi, dan uang. Rasa dendamnya, dan kekesalan itu menguasai dirinya hingga tega membuat rencana dengan seseorang yang juga menaruh dendam pada gadis itu.

“Masa ngabisin nyawa dia aja nggak bisa?” cetus Siera sudah kesal sekali. Dia berharap kalau bisa mencelekai Batari sesegera mungkin.

Beberapa waktu lalu, sebelum Revaldi kecelakaan akibat berusaha menculik Batari, mereka sudah terlibat perjanjian.Siera membayar Revaldi untuk bisa menghabisi Batari, dan selama Revaldi pemulihan pasca kecelakaan sialnya, mereka mengutus seseorang yang bisa dibilang sebagai pembunuh bayaran. Sayangnya, rencana mereka belum terealisasi.

“Batari nggak seperti yang lo bayangin, dia kuat, berbahaya, dan aneh. Tenaga dia itu beda kayak biasanya, dia bisa berantem!” seru Revaldi.

Mereka berdua sedang ngobrol di sebuah ruangan di mana ada sebuah meja billiard. Revaldi sudah tampak kesal sekali karena dimarahin oleh Siera.

“Masa?” Siera tidak peduli, tidak percaya amat kalau Batari berkali-kali lolos dari percobaan pembunuhan mereka.

“Ya, lo pikir aja, gimana bisa gue kalah? Bahkan si Dendi nggak bisa, itu cewek nggak lengah, selalu waspada. Gue dihajar sampe kehilangan kendali kecelakaan pas mau kabur, sedangkan Dendi dihajar juga sama dia malam itu. Sodara lo itu apa? Lo masih mau nyalahin kita yang nggak bisa habisin dia?”

“Gue udah bayar lo, kembaliin duit gue aja!” cetus Siera. Dia juga takut dalam dirinya yang nekat sekali kerja sama dengan Revaldi. Dia mengira Batari akan dengan mudah dihabisi oleh mereka. Namun, kenyataannya beberapa kali Batari bisa melawan pekerjaan kotor Revaldi dan Dendi.

“Gue cuma mau kasih pelajaran, bukan ngabisin dia. Lo yang dateng ke gue buat nawarin kerja sama, ya lo ngasih duit gue terima. Gue nggak janji  bisa mewujudkan mimpi lo. Kalo lo mau, habisin Batari sendiri.”

Revaldi belaga sok cuek, padahal dulu mereka kerja sama atas kesepakatan. Orang kalau sudah pakai duit memang lupa dengan janji-janji manis nan busuk.

“Terus sekarang gimana?”

“Dendi masih kerja buat kita, dia masih mengawasin Batari kapan cewek itu bisa lengah. Lo yang sabar dong! Hari ini dia nguntit Batari, tapi ternyata dia ketemuan sama Andra. Dia pulang aja, nggak mau dihajar sama tu preman sekolahan.”

“Mana bisa gue sabar! Gue benci banget sama dia, sekarang gue jadi kehilangan muka depan sodara yang lain. Dia tuh sekarang sakit, dan lagi di waktu yang tepat buat dihabisin.”

“Sodara lo emang sakit, jiwa. Mana mungkin dia bisa bahagia pas gue sekarat!” cetus Revaldi kesal.

"Ya mana mungkin juga dia berlagak kayak korbannya, dia anak pelakor!” seru Siera.

Siera bersidekap menatap ke arah tembok yang menampilkan lukisan pedesaan. Saat kecil Siera menganggap Batari adalah saudara sepupu yang tidak akan pernah bisa lebih darinya. Mereka memiliki latar belakang keluarga yang berbeda. Batari sangat menyedihkan sejak kecil. Siera masih ingat saat kecil Batari sering dioper ke sana-kemari.

Hidup Batari tanpa seorang ibu yang lebih miris. Siera sama sekali tidak ada rasa curiga pada Papanya yang selalu mengajak Batari bermain bersama mereka di halaman rumah Oma. Ya terkadang Siera cemburu kalau papanya lebih banyak ngajarin Batari untuk naik sepeda, dan bermain basket. Siera dipuji oleh papanya sebagai anak pintar yang cepat belajar. Dia jadi beranggapan Batari itu sangat sulit untuk diajarkan naik sepeda dan main basket. Wajar jika sang papa lebih lama mengajarkan Batari yang bodoh dan lelet. Walau sangat iri Siera sudah mendapat pengakuan pujian bahwa dirinya hebat. Dia jadi meremehkan kemampuan Batari dalam mempelajari sesuatu.
Dia memang sangat besar kepala menganggap dirinya lebih dari Batari.

Siera selalu menunjukkan semua yang dimilikinya depan Batari. Pintar. Banyak teman. Berbakat. Keluarga sempurna. Dia merasa hidupnya tidak ada cacat cela. Dan, menganggap takdirnya lebih baik dari Batari. Siapa sangka beberapa tahun lalu, kedua orang tuanya ribut besar. Keduanya berakhir menjadi perceraian. Siera mengetahui penyebabnya adalah sang papa, Ardekara ingin mengakui Batari sebagai anak kandungnya, dan memasukkan gadis itu ke dalam keluarga mereka.

Siera juga akhirnya mengetahui rahasia yang selama ini ditutupi oleh kedua orangtuanya, bahkan sang oma. Dia hanya anak angkat dari panti asuhan. Sang mama tidak punya anak kandung, sedangkan Ardekara memiliki anak kandung dengan perempuan lain, Tiana, adik mamanya sendiri. Hasil perselingkuhan yang konyol.

Betapa menjengkelkannya Siera dengan fakta itu, dia tidak bisa terima bahwa dia bukan siapa-siapa dalam keluarga Soeharso. Sedangkan si anak tak berguna alias Batari yang memiliki keturunan dari orang hebat.

Siera sudah senang dan bangga pada dirinya yang merupakan cucu perempuan terpintar, berbakat, dan bagai putri kerajaan. Siapa sangka, dia tak berhak atas semuanya, dia tak ada hubungan darah dengan Soeharso.

Dia menjadi benci pada Ardekara, dan juga Batari. Dia akan selalu berusaha membuat Batari sedih kehilangan harapan, dan lenyap dari hidupnya.

Rasa iri Siera memuncak saat tahu bahwa papanya sedang memperjuangkan umur Batari dengan membawa anak perusak kebahagiaan itu pengobatan di Luar negeri dalam waktu dekat.

“Gue nggak mau tau, cepat atau lambat. Batari pokoknya harus cepat dihabisin.”

“Kalo gue nggak bisa habisin dia, lo mau apa?”

“Gue bakal—“

“Gue duluan yang bakal laporin lo ke polisi udah berencana ingin bunuh Batari!” Revaldi mengulum senyuman mengerikan.

“Lo yang berencana duluan, lo juga bakal keseret.”

“Gue bisa ngeles, lo bisa apa? Lo jangan macem-macem, lo mau abis duluan sebelum Batari di tangan gue dan Dendi?”

“Jangan! Gue masih mau hidup! Lo gila apa berani ngancem gue?” cecar Siera kalang kabut dia akan terancam oleh Revaldi.

“Lo jangan banyak nuntut, ikutin cara main gue. Bagi gue, dia nggak mati, asal bisa menderita sama kayak gue dulu udah setimpal. Lo yang pengen dia mati, lo yang berencana untuk bunuh dia. Itu kesimpulannya, ya kan?” Tawa Revaldi buas.

Siera meneguk ludahnya yang jadi kering karena dinginnya AC dan perbincangannya dengan Revaldi membuat dia nyaris kesulitan menghirup oksigen. Dia sangat takut, tetapi faktanya dia memang otak pembunuhan itu. Dia yang memiliki ambisi kuat untuk melenyapkan Batari agar posisinya tidak bisa diambil. Dia tak mau Batari merebut kebahagiaan bersama Papa dan Oma.

Gadis itu merasakan hatinya sakit, kecewa, dan kesal sekali. Dia memiliki hubungan yang dingin dengan Oma sekarang, dia bagai orang asing di rumah itu.

Ingin sekali dia kabur, pindah rumah, tetapi dia adalah manusia yang entah berantah.

Membayangkan dirinya bakal diusir karena tak ada hubungan, dan lunta-lunta di jalanan mendadak jatuh miskin membuatnya ngeri, dan ingin menangis. Dia tidak mau derajatnya turun.

“Woi, kalian berisik banget. Bacot kalian gede banget, nggak takut ada orang yang denger?” Dendi, si pria berwajah preman jalanan, dengan tampilan kulit hitam legam, dan kriminal banget tampangnya muncul dari pintu.

“Lo dibayar buat ngabisin dia goblok, bukan buat nguntit doang!” maki Siera pada si mata rantai mereka, alias orang yang biasa bekerja saat Revaldi pemulihan.

“Lo kira gampang? Lo adalah orang yang paling bisa deket sama dia, apa susahnya tinggal lo racun aja? Lo nggak mau tangan kotor tapi maunya banyak!” balas Dendi mendecih jijik. Pria itu pergi naik tangga ke atas, tidak mau tahu dengan jawaban Siera.

Yang dikatain hanya mendengkus emosi, Siera menendang kaki meja billiard. “Gue nggak mau ngotorin masa depan, gue anak berprestasi, pengen kuliah di Oxford. Mana mungkin gue ngerjain pekerjaan menjijikan bunuh orang? Cuihhhhh!”

“Siera!!!!”

Sang pemilik nama, dan Revaldi menoleh ke asal suara yang muncul dari arah tangga. Keduanya terpekur mendapati siapa yang muncul di sana sedang menatap tidak percaya.
Batari.

What the hell.” Batari tersenyum miring.

☁️☁️☁️

Tangan Batari terkepal kuat di sisi pahanya, dia menggertakkan gigi sekuat tenaga. Emosinya memuncak kala mengetahui pembicaraan yang tak pernah dibayangkan dalam hidupnya. Dia mendapati bahwa Siera bekerja sama dengan Revaldi untuk menghabisi nyawanya.

Tadi saat di dalam mobil, Batari melihat sosok orang yang rada mirip dengan orang yang sering dia dapati menguntitnya dari jauh. Dia melihat sosok itu berjalan santai tidak sadar diikuti olehnya dan masuk ke sebuah bangunan yang merupakan tempat billiard yang sepi. Dia menemukan orang lain selain si penguntit itu.

Siera dan Revaldi.

Dalam dirinya sudah terbakar api, ada sesuatu yang ingin keluar dalam dirinya tetapi dia tahan. Batari menggelengkan kepalanya memandangi Siera. Dia tidak mau mengamuk menghajar dua orang itu.

“Lo jangan pengaruhin sodara gue!” seru Batari kepada Revaldi. “Lo juga sebelumnya pengaruhin Bazel kan? Gue pernah liat kalian ngobrol.”

“Siapa yang pengaruhin? Sodara lo yang benci sama lo! Semua orang benci sama lo!” balas Revaldi sinis.

“Gue sodara lo? Gue bukan sodara lo!” cerca Siera bengis.

“Lo jahat sama gue Siera—gue tadi salah denger kan? Lo punya rencana sejahat itu? Jadi, penguntit itu adalah kerjaan kalian? Kalian yang berencana bunuh gue di pemakaman malam itu?"

Batari tidak percaya, bahwa orang yang memiliki keinginan jahat padanya adalah seorang Siera.

“Lo duluan, lo ngambil kebahagiaan keluarga gue.”

“Lo dengan sengaja ngambil harapan gue! Nggak masalah sih kalo lo memang juga suka nulis. Cuma lo memang sengaja mau menjatuhkan gue di depan semua orang!” balas Batari keras.

“Lo kenapa ada di dunia sih?”

“Ya karena gue memang pantas ke dunia, lo yang ngambil mimpi serta keluarga gue! Nyokap lo yang manja itu ngerusak kebahagiaan orang lain. Harusnya gue yang bahagia punya keluarga, dan bisa lebih baik dari ini.”

Batari meredam emosinya sebelum parah, dia berjalan menuruni tangga ingin pergi. Dia masih memiliki kemampuan berkelahi itu dengan amat baik, tidak mau dirinya mengamuk untuk menghajar orang-orang itu. Dan, bisa jadi dirinya menjadi target yang bisa mati kutu, mengingat kondisinya tak seperti dulu lagi. Batari sekarang menjaga agar tidak meledak, dia tidak bisa membuat emosinya mengendalikan diri, dan mengeluarkan sosok Geri lagi.

Ketika sedang menuruni anak tangga demi anak tangga, tubuhnya didorong oleh seseorang dari belakang. Sehingga dia jatuh terguling merasakan sakit luar biasa pada kepalanya. Batari berteriak kesakitan luar biasa, sebab kepalanya terbentur hebat pada aspal jalanan.

Dia inginnya menghindar perkelahian, tetapi dia tertimpa kesialan berkat dorongan orang itu. Yakin sekali tangan kecil tadi merupakan milik Siera.

Dan kakinya yang tidak mampu digerakkan. Saat dia merintih kesakitan akibat didorong tanpa sepengetahuannya dan terjatuh ke bawah berguling melewati beberapa anak tangga. Air matanya keluar tidak bisa ditahan.

"Argh, sakit." Batari merasakan sesuatu yang sakit luar biasa pada kepalanya, dia sudah tidak bisa melihat pandangan dengan baik. Dia sangat ingin bangkit namun kepalanya yang sakit sekali, dan kekuatan untuk berdiri lagi sudah tidak ada.

"Papa, Mama, Oma, Andra... Arghh!"

Batari merasakan punggungnya masih dingin, dia terguling di lantai dasar bangunan gedung itu. Pandangannya sangat buruk sudah tidak bisa melihat lagi, semuanya terbayang-bayang.

“Argghhh!” rintihnya kesakitan tidak ada seseorang pun yang menolongnya.

Di saat dirinya kesakitan ada suara-suara di sekitarnya. Suara tawa yang menyakitkan hatinya. Suara itu milik Siera dan Revaldi.

Apakah ini balasan yang memang harus dia terima sebab sudah menyakiti banyak orang?

“Bangun lo cemen!” pekik suara si cowok, Revaldi.

“Mana tuh sosok kuat yang dulu hajar gue? Gini aja lo udah KO!”

“Ini balasan buat lo, rasain tuh!” seru Siera. “Gue nggak mau lo merasa di atas angin udah merebut Oma dan Papa!”

Batari memejamkan matanya, sialnya dia bisa merasakan rasa sakit luar biasa itu. Dia masih sadar, bahwa dirinya berada di batas ambang kematiannya. Dia ingin mati di tempat saja daripada merasakan yang sakit luar biasa tetapi tidak mampu berbuat banyak.

Tangan Batari mencengkeram kuat pada rambutnya menjambak sekuat tenaga. “Argggh!!! ARGHHH!!”

“Batari, lo ternyata di sini. Lo kenapa?” Suara seseorang, manusia berhati malaikat untuknya itu muncul. “Kalian, ini pasti ulah kalian!!” maki Andra dan ingin menghajar salah satu dari mereka

Batari masih kesakitan di jalanan dengan posisi merintiuk. Terdengar derap langkah cowok itu, dan bayangan Andra yang melewati Batari untuk menarik Revaldi.

“Impas!!” Revaldi tertawa cekikikan. “Dia bakal merasakan sesakit gue.”

“Lo nggak liat? Ini nggak seperti yang kalian pikirkan sakitnya, jelas Batari lagi kesakitan parah,” sahut Andra menatap bengis pada Revaldi dan Siera yang lagi puas sekali atas kecelakaan yang menimpa Batari.

Batari membuyarkan bayangan ketika dia dulu sangat ketakutan saat Batari setelah melempar Revaldi dengan bangku, dan melihat Revaldi yang kecelakaan di dekat sekolahnya.

Apa ini balasan untuknya?

“Dia ngeliat gue kesakitan pas kecelakaan, sekarang gantian gue yang seneng.” Revaldi terkekeh.

“Ini balasan orang kayak dia,” cetus Siera. “Liat deh, dia lagi kena balasan sialnya!”

“Brengsek!!” Andra ingin gebukin si Revaldi. Dari bayangannya Andra sempat memberi satu pukulan ke Revaldi.

“Andra, jangan!”

Batari hanya melihat bayangan buram di pandangannya, Andra sudah berjalan menuju padanya dan menggendong Batari ala bridal style. Andra napasnya memburu dengan dada naik turun.

“Batari, kenapa lo nggak bilang mau nyamperin Revaldi?” Andra cepat-cepat membawa Batari ke mobil yang tadi dibawanya. “Lo kenapa? Sakit apanya? Batari, kening lo luka parah.”

“Enggak sakit. Kepala gue yang sakit banget, gue udah nggak bisa lihat lagi. Gue nggak bisa liat sekitar terutama lo, Andra,” racau Batari nangis histeris dalam gendongan Andra. “Kening gue nggak seberapa sama sakitnya di dalam kepala gue. Arghh! Sakit banget. Badan gue juga kaku. Kaki gue keram.”

“Bertahan! Kita ke rumah sakit dalam lima menit, gue janji. Lo janji sama gue Batari buat bertahan!”

Batari memejamkan matanya, dia tidak mau kehilangan indera penglihatannya. Rasanya menakutkan kalau dia sampai kehilangan inderanya. Dunia yang dia rasakan gelap, akan semakin gelap saat tidak bisa dilihat lagi. Batari sangat takut membayangkan hal itu.

Ketika tubuhnya dibaringkan di kursi tengah mobil Andra, di atap mobil hanya ada bayangan abu-abu tidak jelas. Air mata turun membasahi terus menerus. Sedangkan nyeri, bagai pukulan tak ada hentinya menghujani kepalanya.

Batari meremas bajunya agar bisa meredakan rasa sakit itu, dia menangis terisak-isak dalam suasana mobil itu berjalan. Dia tidak menyangka, bahwa dirinya masih cukup sehat untuk pergi sebentar, ternyata maut menjemputnya lebih awal.

“Andra, gue mohon inget permintaan gue, dan inget selalu tentang gue si cewek aneh yang suka resek sama lo.” Batari menangis dan terbata-bata mengucapkan itu.

“Lo jangan ngomong yang aneh-aneh dulu, tenang Batari, bentar lagi kita sampe ke rumah sakit.” Andra memekik keras, tetapi cowok itu juga sedang menangis ketakutan dan khawatir. “Bentar lagi kita sampe. Batari, gue nggak tau lo kenapa sampe kesakitan gitu! Gue takut lo kenapa-napa, gue panik!”

"Badan gue banyak yang kaku, nggak bisa gerak," isak Batari ketakutan. "Kelumpuhan ini ... di dalam sini pecah. Gelembung."

Andra semakin ketakutan mendengar racauan aneh tak jelas yang keluar dari Batari. "Gerakin ... gerakin! Lo pasti bisa buat kendaliin syaraf tubuh lo lagi."

"ARGH!"

Tubuhnya Batari mengejang beberapa kali, dia tidak bisa menggerakkan otot kakinya, dan kehilangan kekuatan pada saraf di kedua kakinya.

“Batari, janji sama gue, sampe kita berjumpa lagi nanti,” ujar Andra. “Gue bakal selalu ada buat lo, kemarin, hari ini, dan seterusnya.”

“Andra, kepala gue keram, dan sakit banget. Gue bakal buta. Bakal lumpuh. Tapi, gue lebih udah nggak kuat, mungkin ini saatnya, jadi bantu gue—bacain itu—itu sebelum-arghhhh!"



☁️☁️☁️






Buat yg heran kenapa lagi sekarat Batari berisik dan ngomong aneh2 begitu, ya itu salah satu efek akibat sakit aneurisma otak. Bicaranya kacau.











3 JULI 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top