Bab 40
40:: Bahagiaku kini hanya kamu
☁️☁️☁️
"Beliin green tea."
Andra segera menuruti perminaan Batari yang seperti tuan ratu. Dia awalnya ingin mendecak, tetapi keinginan pacarnya tetap dituruti saja. Beli minuman tersebut tidak terlalu jauh dari danau yang pernah menjadi saksi tempat jadian mereka. Sekembalinya Andra membawa dua gelas minuman itu, langsung disambar oleh Batari dan menenggak dengan ganas.
"Aus, Neng?" ledek Andra namun memandangi Batari tak berkedip. Dasar bucin.
"Iya, haussss," jawab Batari sekenanya, dan meletakkan gelas minuman di bawah kakinya, di kolong kursi yang mereka duduki.
"Maaf ya, pacaran sama aku, kadang nggak modal. Kamu mau nggak sekali aja nonton film sama aku?" tanya Andra seraya membuka layar ponsel membuka halaman bioskop yang dekat dengan daerah mereka.
"Film apa? Aku jarang nonton, kecuali yang trailernya menarik. Coba liat-liat filmnya apa, kalo ada yang bagus kita nonton sekarang."
"Eh buset, jangan sekarang juga. Nanti aja pas hari libur. Oh ya, kita kan masih ada rencana jalan-jalan. Jadiin nggak nih?"
Batari memikirkan hari Sabtu minggu ini dia sudah memiliki jadwal acara. Minggu ini sudah dimulai terapi. Belum lagi jadwal Batari untuk pergi ke dokter spesialis lainnya.
"Aku masih pengen ke Museum Wayang, aku udah sembuh kamu nggak jadi-"
"Kan bulan lalu sibuk ujian semester, secepetnya aku mah oke aja."
"Au ah, aku beneran nanti sibuk banget." Punggung Batari disandarkan ke kursi sehingga dia bisa menatap langit sore dan dedaunan dari pohonan yang tangkainya memanjang sampai membuat dedaunannya banyak dan rindang sekali.
"Semangat ya, tapi ajak aku buat liat langsung dong. Kenapa kamu nggak pernah ngajak aku ke tempatnya sih? Aku pengen tau."
Di sebelah Andra juga melakukan hal yang sama, mengadahkan kepala menatap ke atas, tentunya cowok bertubuh tinggi itu kesulitan. Batari sangat ngeri dan menduga kemungkinan Andra bakal terjatuh berjongkok ke depan kursi besi itu.
"Nanti, pas terapi aku mau bikin video cerita. Aku ajak tapi nggak janji, aku takutnya nggak bisa mengeluarkan semuanya, malu tau."
"Kenapa malu? Emang nggak pake baju?"
"Terserah, kadang capek ngomong sama kamu, pusing."
Cowok itu tertawa geli. "Gimana akhir-akhir ini?" tanya Andra.
"Udah kayak dokterku aja," jawab Batari terkekeh.
Perasaan gadis itu sedikit saja sudah berbeda dari yang dulu, masih ada yang mengganjal karena belum bisa dikeluarkan. Sekarang bisa lebih baik, dia sudah menjalani konsultasi ke psikiater, dan memasuki jadwal untuk terapi.
"Aku kan udah janji bisa mengalihkan kamu dari dunia imajinasi," kata Andra. "Bikin cerita cinta versi Batari dan Andra."
"Udah, aku sedikit lagi bisa melepas bayangan mereka. Aku udah nggak pernah bicara sendiri-maksudnya sama Kesha dan lainnya."
"Jangan menyesali sama hal-hal yang nggak kamu punya."
"Hmm, aku pengennya juga begitu. Tapi aku dituntut mendapatkan banyak hal yang bagiku itu sulit. Bahagia menurutmu bagaimana?"
"Itu nggak akan tercapai selama kamu nggak senang dalam melakukannya. Bahagia untukku itu saat kita bisa melaluinya."
"Kamu benar."
"Jangan dijadikan beban. Nggak semua hal harus kita miliki. Sedih dan bahagia itu bagai sesuatu yang akan terus mengikuti bersama kita. Kita nggak bisa memilih mana yang akan muncul di kehidupan, tapi saat hal sedih yang muncul, kita belajar untuk menghadapinya, dan mengendalikannya."
"Belajar menerima kesedihan ya?" tanya Batari pelan.
"Menerima diri sendiri. Mencari solusi untuk menyelesaikannya. Kamu lagi sedih banget ya?"
Kontan Batari menggeleng. "Engga kok. Cuma yang jadi pikiranku sekarang, gimana caranya membuat Acha maafin aku."
Mata Andra memandangi dedaunan dari pohon itu dan langit yang biru, walau bokongnya cukup pegal karena dia tidak sekecil Batari yang bisa nyaman sandaran di kursi besi itu. Namun, ternyata pemandangan yang didapatkan sangat indah.
"Acha itu percaya sama kamu, makanya sangat kecewa. Dia butuh waktu dulu untuk memahami alasan yang kamu lakukan-" Andra terdiam sembari menatap langit dengan kening berkerut. Andra juga sebenarnya tidak paham, harus banyak baca dulu di buku atau internet. Tapi berita di internet tuh tidak jelas sumbernya, dia jadi takut salah paham. Kebiasaan pola manusia ternyata bisa menjadi lebih luas dan tidak ada di dalam buku Sosiologi.
"Aku tau bohong itu menyebalkan, aku nggak bermaksud berbohong begitu, aku yang percaya sama kebohonganku sendiri. Padahal aku tau itu nggak benar, dan bisa parah kalo aku nggak cepat sadar. Nama penyakitnya Mythomania. Aku pernah bermaksud bohong untuk cari perhatian kamu dan Acha."
Andra mengerjapkan matanya, jujur dia bukan orang pintar yang memahami ilmu pengetahuan. Mungkin setelah mendengar kondisi Batari yang baru diceritakan itu, dia akan mencari tahu agar bisa memahami apa yang bisa dilakukan untuk gadisnya.
"Hasil dari dokter psikiaternya seperti itu? Terus gimana?" tanya Andra, dia merasa senang bahwa hasil usahanya membuat gadis itu berani mengambil tindakan, dan melawan omongan si Oma. Andra senang Batari sudah bisa menemukan penyebab dirinya yang berbeda.
"Aku juga PTSD dan gejala Mythomania. Dan, aku punya koping mekanisme yang ternyata buruk, Maladaptive Daydreaming, hidup dalam lamunan. Aku bisa melarikan diri ke dunia imajinasi untuk menghindari kesedihan, aku merasa senang dengan dunia buatanku sendiri. Andai, aku bisa berani lebih awal, mungkin sekarang udah bisa lebih baik lagi."
Andra mengingat kata-kata yang Batari ucapkan dalam otaknya sebisa mungkin. Dia yang tidak pintar amat juga tidak paham mengapa Batari berbohong mengaku sebagai Geri, tetapi ternyata itu tak beralasan. Batari ingin menjadi anak laki-laki seperti yang papanya inginkan. Dia takut bertanggung jawab pernah mengamuk pada Revaldi, dia berusaha berpura-pura tidak tahu apa yang dilakukannya.
Siapa bilang Batari anak bodoh, perempuan itu bisa jadi sangat pintar, jenius dan memiliki kemampuan berimajinasi yang begitu hebatnya.
"Itu semua hasil konsultasinya? Aku bakalan nyari tau tentang semuanya."
Batari bangun dari duduknya dan menatap lurus ke atas danau yang tenang dan ada pantulan matahari sore. "Dulu, kalau aku ke sini sore-sore, bayanginnya kayak merasa berada di sebuah desa di negara Eropa. Kadang Inggris, Jerman, dan Swiss. Di sini nyaman dan teduh ya, romantis banget."
Benar saja Batari memang jago sekali membayangkan suatu tempat, Andra mengerjapkan matanya dan pandangan danau di depannya hanya seperti danau pada umumnya di Jakarta. Malah ya mirip-mirip dikit sama empang Engkong Mamat di dekat rumahnya.
"Di Eropa ya, jauh banget Batari, kok bisa bayangin? Pernah ke sana?"
"Iya pernah dalam mimpi, udah yuk pulang. Kayaknya udah sore banget," kata Batari dengan gerakan kasar berdiri, dia merasakan kakinya dingin karena baru saja tidak sengaja menyenggol gelas minuman green tea-nya dan sudah tumpah di rumput. "Yah, minumanku!!!" seru Batari langsung merasa bersalah sama orang yang sudah membelikan minumannya.
Gadis itu nyengir gugup ke Andra. Si cowoknya sudah pasang wajah masam kecut menahun jutek banget.
Andra mengerang sebal karena Batari yang membuat minuman itu tumpah. "Astaga, Batari!! Kemarin pas kamu ulang tahun, aku doain kamu biar pinter dikit."
"Sori, sori, beliin lagi yayaya?"
"Ogah! Kamu yang jatohin!"
Andra jadi ngeri ketika Batari mendapati minuman milik Andra masih aman karena diletakkan di kolong agak terbelakang, yang jauh dari kaki-kaki jelek.
"Buat aku!" pinta Batari mengambil minuman itu langsung kabur menghindari Andra.
Andra menjadi kalang kabut saat teringat sesuatu. "Hey, astaga, kamu mau itu kan bekas mulutku?"
"Oh iya, aku lupa! Hueeeeeeeek!!!!! Cuuuihhhhh!!" Batari sok memuntahkan isi mulutnya, tetapi dia melanjutkan menyedot sampai tinggal sedikit isi minumannya.
Andra mencubit pipi Batari saat bisa mendekati gadis yang tadi pura-pura muntah, dibuat-buat jijik karena minum bekas Andra. Sok jijik tetapi dihabiskan juga.
"Aku aus, jangan diabisin," ucap Andra memohon karena Batari masih menyedot dengan sadis.
"Tenang, itu air danau banyak, warnanya sama." Batari tertawa sadis dan mendapat pelototan tajam dari Andra.
Keduanya main tarik-tarikan gelas karena isinya sudah tinggal sedikit.
Andra bisa saja merelakan, tetapi dia hanya ingin berniat usil dengan gadis yang sedang lucu-lucunya dan manis itu.
Kapan lagi Andra bisa melihat Batari yang lagi ceria dan usil?
Dari balik pohon ada yang melihat dengan tatapan mata tajam penuh kebencian. Tidak suka melihat dua orang yang lagi tertawa bercanda, dan rebutan gelas minuman. Matanya menyipit lalu bibirnya menyunggingkan senyuman miring, sinis.
☁️☁️☁️
Selama ini Andra mencari tahu, dia sempat berpikir tindakannya sangat menyebalkan, untuk mencari tahu di mana letak klinik kesehatan mental yang biasa didatangi Batari. Kalau Batari mengetahui kelakuan Andra yang menguntit, pasti bakalan kecewa.
Alasan Andra melakukan hal itu, sebab dia hanya ingin memastikan bahwa Batari sungguhan sudah ditangani oleh seseorang yang ahli dalam bidang tersebut. Andra sangat khawatir cerita Batari selama ini hanya bualan untuk menenangkan dirinya saja.
Beberapa kali Andra menguntit dari jauh di hari dan jam yang sama, Batari akan pergi diantar oleh keluarganya untuk pergi ke suatu tempat. Dia menyamakan jadwal kepergian Batari, ketika Batari pamitan mau pergi ke klinik, Andra sungguhan melihat Batari pergi dengan sopir keluarganya, atau kadang dengan papanya.
Tapi mengapa tidak pernah sekali pun, Andra diajak oleh Batari untuk pergi ke sana? Andra mewajarkan agar Batari bisa tenang pergi, tanpa diantar olehnya.
Hanya karena itu Andra jadi curiga dan memutuskan untuk memastikan sendiri Batari sungguhan pergi. Cowok itu pergi ke sebuah tempat yang pernah disebutkan sebagai klinik tempatnya menjalani pengobatan. Berkat Google Maps, dia menemukan tempat itu. Di hari dan jam yang sama dengan yang biasa Batari pergi pamitan untuk konsultasi.
Dari jauh Andra mengamati bangunan cukup besar itu dan bertingkat, yang letaknya di pinggir jalan raya utama. Dia berusaha memilih tempat yang sulit untuk ditemukan, bagaimana nanti kalau ketahuan oleh Batari.
Dia menunggu selama setengah jam di seberang jalanan, tepatnya di sebuah kedai milk tea boba. Cowok itu tidak terlalu suka boba, terpaksa memesan agar bisa duduk di pinggir jendela lantai satu supaya bisa jelas melihat ke tempat parkiran Klinik Kesehatan Mental Dokter Kanya, nama kliniknya seperti itu.
Andra menyedot minuman sampai sudah setengah gelas dengan mata terus menatap lekat ke parkiran tempat berwarna putih dengan tambahan warna hijau tenang.
Matanya terbelalak saat melihat mobil keluarga Batari, dengan nomor plat yang sudah dihapal oleh Andra. Mobil hitam itu berhenti di halaman depannya, dan di pintu depan keluar sosok gadis memakai tas selempang sambil menenteng ponsel di tangannya. Batari melambaikan tangan ke arah mobil tersebut, lalu dengan langkah cepat pergi menuju pintu masuk bangunan itu.
Andra tersenyum lega dengan perasaan dalam dirinya campur aduk tak terkira.
"Maaf, bukannya gue nggak percaya sama lo. Gue cuma mau tau sampe sini aja kok. Gue lega lo udah beneran pergi ke tempat itu," gumam Andra sendirian dengan mata masih menatap jalanan depan kedua bangunan itu.
Ponsel cowok itu bergetar menerima pesan dari nama yang selalu membuatnya berdebar-debar senang.
Batari:
Aku udah sampe nih, lagi nunggu antrean masuk ruangan, nanti aku kabarin lagi ya :*
☁️☁️☁️
A/n:
Andra pasti nggak nyata! Dia terlalu baik jadi manusia 😭😭
12 JUNI 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top