Bab 35
35:: Rahasia, dan mengapa?
☁️☁️☁️
Ardekara sudah memutuskan sesuatu, dia harus segera melakukan hal itu sebelum semuanya terlambat. Dia tidak bisa berdiam diri terus menerus menunggu waktu yang tepat. Karena sudah beberapa kali rencananya dia selalu gagal.
Malam itu di mana dia ingin mengatakan sesuatu hal penting, Batari terlebih dahulu menunjukkannya sesuatu. Suatu rahasia yang tak pernah dibayangkan akan mengingatkan mereka pada kejadian menyedihkan itu, yang pernah terjadi di keluarga Soeharso.
Di tempat kerjanya, sang direktur sebuah bank swasta itu tidak tenang sekali dan di tengah sibuknya pekerjaan Ardekara mencari-cari informasi di internet. Dia akan memberikan semuanya, demi gadis itu. Untuk menebus semua kesalahannya di masa lalu.
Sepulang dari tempat kerja Ardekara datang ke rumah keluarga Soeharso. Dia sudah datang di waktu yang tepat, yaitu setelah jam makan malam. Biasanya setelah jam makan malam anak-anak di keluarga itu akan berada di dalam kamar masing-masing.
Ardekara hanya ingin berbicara pada Batari, menguatkan gadis itu yang terlihat sangat syok saat divonis tentang penyakitnya.
Ardekara disambangi Oma karena kehadirannya diketahui oleh wanita tua itu. Sebelum mencapai tangga untuk menyusul ke kamar Batari, Ardekara sudah berhadapan sama Oma.
“Kamu mau apa ke sini?” tanya Ranny curiga, air mukanya sudah ketakutan. Sangat tidak suka dengan kedatangan Ardekara ke rumahnya. Ardekara adalah ancaman yang akan membahayakan merusak suasana yang sudah setenang itu.
“Aku mau bicara sama Batari, aku mau mengajak dia untuk pengobatan dan operasi di rumah wakit di Singapore atau Korea Selatan sekalian.” Ardekara menjelaskan rencananya pada Ranny. Dia sudah membaca banyak artikel tentang penyakit Batari, membaca berbagai pengalaman orang lain yang berjuang mengobatinya. Untuk hal yang sangat berisiko tinggi, Ardekara ingin pengobatan itu yang bisa menjamin kesembuhan Batari.
“Kamu jangan manjain anak itu! Jangan berlebihan untuknya!” tukas Oma Ranny.
“Siapa?” Ardekara bertanya balik. “Aku cuma ingin memberikan yang terbaik untuknya.”
“Selama ini kamu memberikan barang ini-itu, tanpa pernah mempedulikan perasaan Siera. Sekarang mau mengajak perawatan di rumah sakit luar negeri? Pengobatan dalam negeri saja udah bisa, kita bisa secepatnya operasi. Minggu depan juga bisa. Ngapain sampai pengobatan di luar negeri?”
Ardekara menggertakkan gigi. “Apa salahnya aku memberikan semua keinginannya dan ingin memberikan pengobatan terbaik untuknya? Ibu bilang aku memanjakan anak itu? Iya, pengobatan dalam negeri bisa, tetapi risikonya besar. Ibu tau kan risikonya besar karena sakit Batari di kepalanya, di otaknya, dan di pembuluh darah yang menjadi sentral penting dalam tubuhnya. Bisa berakibat fatal nantinya. Dokter di rumah sakit kemarin sudah bilang nggak berani mengambil tindakan apa-apa! Setelah ini kita juga udah harus mengurus pendaftaran untuk pindah ke rumah sakit lain!”
“Siera bakal sakit hati kalo kamu terlalu baik dan perhatian ke Batari. Kamu nggak bisa menjaga perasaan Siera, dan perhatianmu menjadi untuk Batari seutuhnya. Kamu tanggung jawab dengan Siera nantinya yang bakal kecewa dan sedih, bisa terpuruk kalau sampai kamu bicara.”
“Ibu selama ini hanya mementingkan Siera, lalu selama ini memangnya Batari nggak sakit hati, dan cemburu kalau tau yang sebenarnya?” Ucapan Ardekara mampu membuat Ranny tertegun. “Ibu mau kehilangan lagi? Dulu kejadian Tiana, kita terlambat sadar, dan sekarang Batari juga mengalami sakit itu.”
“Lupakan, jangan merusak suasana yang damai ini dengan pengakuanmu.” Ranny ketakutan bahwa Ardekara akan membongkar masa lalu kelam dalam keluarga itu. “Aku udah bilang, jalani saja seperti ini, kamu jangan merusak kebahagiaan mereka.”
“Mereka siapa maksud Ibu?”
“Siera, Fadli, Syara!” Ranny memekik marah.
“Syara udah bahagia sekarang, bercerai sama aku dan pergi sama pacarnya. Siera, Fadli, mereka udah besar untuk mengetahui yang sebenarnya—“
“CUKUP! KAMU PULANG! JANGAN BONGKAR SEMUANYA!” pekik Oma keras menggelegar ke seluruh ruangan. “JANGAN INGATKAN SAYA DENGAN KEJADIAN MEMALUKAN ITU! SAYA BENCI DENGAN KEJADIAN ITU!”
“Tapi ini nggak adil buat Batari, dia nggak tau yang sebenarnya, bahwa dia adalah anak kandung aku. Dia darah dagingku, bukan Mas Wira. Dia satu-satunya yang nggak bahagia di sini. Jika bisa aku mau kasih seluruh duniaku buat dia, untuk menebus kesalahan yang dulu!”
Keributan mereka sejak tadi ternyata sudah mengundang banyak perhatian, tentu saja yang berani menguping hanya anak-anak keluarga tersebut.
Ardekara mengerjapkan mata mendapati Batari berdiri dengan wajah pucat pasi lemas, dan di sekitarnya ada Rishad dan Jerry yang berdiri mematung syok bukan main. Di tangga, Siera terlihat mengintip lalu masuk ke dalam kamarnya.
“Siera!” Ardekara berteriak memanggil anaknya. “Dengerin penjelasan Papa dulu!”
“Saya udah tau dari lama. Anda bukan PAPA saya! Mama yang udah kasih tau, saya benci sama Anda!” seru Siera dari lantai atas.
“Aku ini siapa?” tanya Batari tergagu, dia menatap Ardekara tidak percaya. “Om jangan bercanda, aku nggak salah dengar kan?”
“Ibu, aku bakal cerita sama Batari yang sebenarnya.” Mata Ardekara berubah menjadi sayu, dia ingin memberi tahu dengan keadaan yang tenang dan baik-baik. Karena keributan itu, rahasianya jadi terbongkar sampai ke Rishad bahkan Jerry. “Rishad, Jerry, kalian masuk ke kamar aja!”
☁️☁️☁️
Dalam kejutan di hidupnya tidak pernah sejahat ini. Batari baru saja mengetahui fakta bahwa ternyata dia sebenarnya memiliki hubungan darah dengan Ardekara. Pria yang merupakan adik dari Wiratama.
Batari sangat ingin tahu rahasia terbesar dalam hidupnya, mengapa papanya dulu bersikap tak pernah menganggap dirinya ada. Ternyata Batari baru saja mendapatkan jawaban itu. Dia bukan anak kandung dari Wiratama.
Pembicaraan Batari hanya dengan Ardekara, empat mata saja. Oma tidak mau ikutan, menghindari pembicaraan itu dengan masuk kamar. Kenapa sih sudah seperti ini Oma masih saja tidak bisa berada di pihaknya.
Jujur saja semua ucapan Oma yang tadi mengenai Siera dan dirinya, sangat menyakitkan hati Batari. Cewek itu kecewa, sakit hati, kesal, iri pastinya. Sang Oma tidak pernah berada di pihaknya, lebih berusaha melindungi posisi dan perasaan Siera.
“Om, apa benar yang udah aku dengar tadi?”
Keduanya sedang berada di ruangan perpustakaan keluarga Soeharso, di mana letaknya cukup jauh dari kamar-kamar dan ketenangan di sana mendukung agar Batari bisa mendengar kejujuran Ardekara.
“Iya, kamu adalah anak kandung saya. Saya berani tes DNA untuk membuktikannya. Maaf, saya dan Tiana saling mencintai saat melakukan itu. Saya dan Tiana saling mengenal karena satu kantor lalu pacaran, tetapi saat saya ke rumah keluarga Soeharso untuk meminang Tiana. Ibu Ranny tidak menyetujui hubungan kami, karena Syara menyukai saya sejak kuliah, dan nggak bisa dilangkahi lagi. Natlia, ibunya Jerry sudah melangkahi Syara duluan kala itu.
“Ibu Ranny meminta saya menikahi Syara, dia nggak mendukung saya sama Tiana. Orang tua kami juga mendukung saya sama Syara. Dan Mas Wira, kakak saya yang sangat dingin dan cuek itu meminang Tiana hasil perjodohan. Orang tua kami udah hopeless karena Mas Wira kekeuh nggak mau nikah, tapi dia anehnya mau menikah sama Tiana. Iya pernikahan Syara dan Saya, Mas Wira dan Tiana nggak lama jedanya. Kami menjalankan pernikahan itu dengan baik, perlahan saya mencoba mencintai Syara, walau masih ada cinta untuk Tiana. Tiana masih mencintai saya, karena Mas Wira nggak bisa memperlakukannya dengan baik.”
Mendengarkan cerita menyedihkan itu Batari seperti berada kembali ke masa itu, dia seperti bisa melihat sendiri bagaimana hancurnya perasaan Tiana, alias ibunya.
“Awalnya dari sini, Syara dan saya nggak dikaruniai anak. Tiana bercerita bahwa Mas Wira sama sekali nggak mau melakukan hubungan itu, sedangkan fitnah keluarga udah sangat kejam. Dia dituduh mandul, bahkan Mas Wira juga sering berpendapat begitu. Tiana cerita sama saya dalam keadaan kalut dan kita masih saling mencintai sampai melakukan itu. Tiana hamil hasil kami berhubungan gelap itu, Mas Wira tau itu bukan anaknya. Tiana memohon ingin membesarkan anak itu. Karena Mas Wira cuek, tidak mencintai Tiana, yang penting baginya, dia nggak akan diganggu lagi oleh pertanyaan orang tentang anak. Yang kita udah ketahui, saat itu Mas Wira juga berhubungan sama mantan pacarnya lagi, Eliana.”
Mata Batari menitikkan air mata kesedihan, dia mendengar cerita masa lalunya, bagaimana dia bisa muncul ke dunia. Pantas saja hidupnya sial. Wiratama benar-benar tak punya perasaan mempermainkan ibunya seperti itu.
Pantas saja Batari bisa memiliki naluri benci setengah mati dengan Wiratama tersebut.
“Mas Wira meminta saya fokus menjaga ke Syara yang mulai stres, dan kacau karena nggak bisa hamil. Sedangkan Natlia dan Tiana hamil berbarengan. Makanya usia kamu, dan Jerry nyaris sama. Kami mengadopsi anak kecil, Fadli. Kehadiran Fadli belum cukup untuk Syara, dia cemburu melihat Natlia dan juga Tiana yang sebentar lagi melahirkan anaknya. Syara mengadopsi bayi kecil, yaitu Siera, dan nggak lama Tiana melahirkan kamu. Sayang, dia meninggal beberapa hari setelah melahirkan, penyebab utamanya pendarahan otak karena pembuluh darahnya pecah.”
Isak tangis Batari menemani cerita Ardekara, dia menangis tersedu-sedu. Baru mengetahui bahwa kisah masa kecilnya banyak kejutan.
“Mama meninggal karena pembuluh darah otaknya pecah saat melahirkan aku? Aku juga sakit yang sama. Hiks, hiks,” tutur Batari sesenggukan. "Aneurisma Otak?"
Ardekara mengangguk. "Tapi kamu jangan takut, kita udah lebih cepat tau daripada dulu saat kejadian Tiana."
"Aku nggak peduli tentang sakit itu! Kenapa aku nggak diakui sejak dulu sama Om? Kenapa? Kenapa Oma juga merahasiakan bahkan sampai saat ini dia nggak rela aku tau rahasia ini? Oma dulu juga jahat sama Mama, lebih mementingkan Tante Syara!”
“Saya udah ingin mengakuinya, sejak Mas Wira meninggal. Tapi, nggak hanya itu, jauh sebelumnya, saat kamu dititipkan oleh Mas Wira di rumah Oma, karena hubunganmu nggak baik sama Eliana, kamu dibawa kembali ke rumah itu sebab Mas Wira nggak mau saya mengambil kamu. Semakin kamu dewasa, kebenaran ini harus cepat atau lambat diketahui. Saya mengaku ke Syara, berharap dia bisa menerima dan membiarkan kamu masuk dalam keluarga kami. Tapi, keputusannya, dia ingin cerai.”
“Semua salah, semua egois! Papa dan Oma jahat! Mama bodoh banget bisa melakukan hal itu, dan Om Ardekara tega banget melakukan ini semua, mengkhianati semua orang. Aku paling benci dengan perselingkuhan dan pengkhianatan!” Batari tidak tahu bahwa hubungan orang dewasa bisa sangat rumit dan menyakitkan hati orang lain. Batari semakin yakin, ternyata orang jahat padanya benar-benar ada banyak.
Ardekara bangun dari duduknya dan duduk bersimpuh di depan kaki Batari yang masih menangis. “Maafkan saya, Batari, sebelum terlambat. Saya pengen kamu tahu, bahwa kamu selalu punya saya. Saya adalah ayah kandung kamu.” Ardekara menggenggam kedua tangan Batari, tatapannya membuat Batari percaya.
Pikiran Batari terfokus pada Oma. Sikap Oma menyakitkan hatinya luar biasa sejak dulu.
“Kenapa Oma nggak mau Om mengakuinya selama ini? Kenapa Oma sangat jahat sama aku?” Tangisan Batari makin histeris dan dipeluk erat oleh Ardekara. Gadis itu tak menyangka bahwa sikap Oma padanya lebih dari yang dia perkirakan jahatnya. “Oma jahat banget, lebih peduli sama keseimbangan hidup Siera yang sekarang tampaknya sempurna! Oma nggak adil!”
“Makanya, ini nggak adil buat kamu, sekarang kamu tau yang sebenarnya. Saya udah sering mencari momen untuk menceritakan, tapi—sekarang baru bisa.”
Malam itu Batari sudah mengetahui, mengapa papanya bersikap tak pernah menganggapnya ada, karena dia memang bukan anak Wiratama. Kalau memang tak mau menganggap ada, kenapa tidak diberikan saja ke ayah kandungnya? Tangan Batari terkepal di atas paha. Wiratama juga jahat menjauhkan Batari dengan Ardekara. Ada apa sebenarnya dengan lelaki dewasa bernama Wiratama itu? Mengerikan!
“Walau banyak yang jahat sama kamu, akan ada orang yang baik datang ke hidupmu. Batari, kita mulai kehidupan keluarga kita dari awal. Maafkan saya, dan mulai terima kehadiran saya sebagai papamu.”
“Papa?” ulang Batari tidak pernah perasaannya campur, sedih, kesal tetapi juga tidak percaya.
Ada rasa bahagia dalam dirinya yang tak pernah terbayangkan. Bahwa dia masih memiliki ayah. Orang yang pernah dia harapkan menjadi sosok ayah, ternyata sungguhan ayah kandungnya.
Kenangan Batari kecil saat bermain bersama Ardekara muncul dan membuat hatinya menghangat. Suara tawa Batari kecil yang bermain basket, belajar sepeda, dan makan bersama di taman rumah bersama memenuhi pikiran dan bayangannya.
Kenapa hal yang bahagia tenggelam, hanya yang kenangan buruk muncul mengganggunya?
“Siera sebenarnya udah tau dari lama ya?” tanya Batari memastikan.
“Sepertinya, tadi dia bilang begitu. Saya juga nggak tau harus berbuat apa untuk menjelaskannya. Saya yang menjelaskannya nanti, kamu nggak perlu mikirin dia. “
Ucapan Ardekara dengan Oma tadi masih terngiang jelas di bayangan Batari.
“Jangan berlebihan untuknya!”
“Aku cuma ingin memberikan yang terbaik untuknya.”
“Siera bakal sakit hati kalo kamu terlalu baik dan perhatian ke Batari. Kamu nggak bisa menjaga perasaan Siera, dan perhatianmu menjadi untuk Batari seutuhnya. Kamu tanggung jawab dengan Siera nantinya yang bakal kecewa dan sedih, bisa terpuruk kalau sampai kamu bicara.”
“Ibu selama ini hanya mementingkan Siera, lalu selama ini memangnya Batari nggak sakit hati, dan cemburu kalau tau yang sebenarnya!”
“Lupakan, jangan merusak suasana yang damai ini dengan pengakuanmu.”
“Tapi ini nggak adil buat Batari, dia nggak tau yang sebenarnya, bahwa dia adalah anak kandung aku. Dia darah dagingku, bukan Mas Wira. Dia satu-satunya yang nggak bahagia di sini. Jika bisa aku mau kasih seluruh duniaku untuk dia untuk menebus kesalahan yang dulu!”
☁️☁️☁️
A/n:
Selamat menikmati drama ini 😭😅🤣🤣
Nah udah tau kan kenapa Batari dan Papanya saling benci.
Si Wiratama kayak apatis banget sama Batari, dan Oma juga sikapnya begitu.
Emak-emak benci skandal keluarganya 🧐
Semua bakal dibahas sampe detail makanya ceritanya panjang.
Anggap aja lagi baca biografi perjalanan semasa hidup manusia bernamaAdyura Batari.
Selamat menikmati selanjut selanjutnya!
2 JUNI 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top