Bab 34

34:: Suara hati paling takut

☁️☁️☁️

Duduk di ranjang rumah sakit dengan selang-selang terpasang membuat Batari benci dengan keadaan itu. Dia terlihat sangat lemah.Sudah sejak kemarin malam dia diinfus. Ketika tadi pagi Batari terheran-heran dengan selang infus itu, akhirnya dia mengingat mengapa harus dipasang benda itu.

Pagi buta, beberapa jam setelah dirinya masuk rumah sakit, dirinya mengalami muntah-muntah parah dalam keadaan lemas. Sesuatu yang tak pernah dia bayangkan, dia baru bangun dari pingsan, setengah jamnya langsung muntah karena dia memakan buah pisang.

Tidak ada yang bermasalah dengan lambungnya, bukan sama sekali. Mual, memuntahkan makanan, dan sakit kepala parah adalah gejala yang sudah muncul sejak lama tapi diabaikan olehnya.

Batari tak pernah mengabaikan, dia hanya tidak mau ingin tahu lebih lanjut karena takut. Selama ini sudah beberapa kali pergi ke klinik untuk berobat ketika sakit kepala itu datang, dia meminum obatnya hanya saat sakitnya menyerang. Dokter klinik memintanya untuk pergi ke rumah sakit, Batari tak mau, dia cuek menganggap dirinya baik-baik saja. Dan, ya pada akhirnya dia mengetahui memang ada sakit yang selama ini dia abaikan.

Di sore hari Batari kedatangan tamu, yaitu Acha yang datang menjenguk sendirian. Semua keluarganya sedang berada di luar, yang melegakan Batari karena dia bisa berjauhan dengan orang-orang itu.

"Andra ke mana ya? Kok nggak dateng, tapi ngirim pesan ke gue sih," gerutu Batari.

Acha menoleh dari layar ponselnya yang membuat gadis itu sejak tadi menunduk saja. "Nggak tau, gue lebih parah nih, pesan gue diabaikan sama dia. Padahal gue ngajak dia tadi ke sini," sahut Acha kesal.

"Ya udahlah, dia lagi pergi kali ya?" Batari berusaha menghibur diri sendiri dengan tawa aneh yang kecil.

"Kata dokter lo sakit apa sih?"

Batari mengangkat kedua bahunya. "Kecapekan aja, ya lo tau sendiri pola tidur sama makan gue gimana. Dan, gimana nih pikiran gue selama ini juga bisa ngefek ke sakit fisik ya?"

"Gue udah selalu bilang sama lo, pergi buat konsul," kata Acha menepuk lengan Batari dengan senyuman lebar dan hangat khas miliknya. "Gue udah takut lo sakit apa pas dikasih tau sama Rishad, jantung gue langsung jleb pas baca pesan dari dia jam dua malem. Gue lagi bangun tuh kan mau Sholat," jawab Acha.

"Sholat apa?"

"Tahajud, gue lagi bingung, jadi banyakin Sholat deh. Biar gue tau harus gimana, dan keinginan gue terkabul juga," cerita Acha membuat Batari jadi tertarik mendengarnya.

"Lo jadi gimana setelah rajin sholat malem?" tanya Batari, dia menggigit bagian dalam bibirnya, dan sadar sesuatu. Dia masih jauh dari seseorang beragama yang bagus, dia ibadahnya masih bolong-bolong.

"Rasain sendiri deh," jawab Acha tertawa misterius.

"Cobain, lo pasti bakal berada di jalanan yang membawa lo untuk melakukan hal itu. Dan, itu hal yang istimewa karena lo diberikan jalan buat lebih dekat."

Batari jadi membayangkan betapa miris dirinya selama ini, tak pernah ada bayangan atau dorongan untuk memperbaiki dirinya ke jalan yang lebih baik lagi.

"Sebenarnya, karena ada jalannya kita bisa menemukan suatu tempat padahal masih ada banyak tempat lain yang bisa didatengin, atau memang kita dikasih jalan untuk menemukan tempat itu?"

"Sori, gue kira gue lebih pinter dari lo, tapi itu cuma berlaku di bidang akademik. Bu Angela bener, pertanyaan lo itu jawabannya susah banget, wahai sobat," jawab Acha tertawa, dan menular ke Batari yang jadi ikutan tertawa.

☁️☁️☁️

Beberapa hari menginap di rumah sakit sejak Sabtu malam dan hari Senin sorenya Batari sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya. Setelah membuat satu rumah gempar. Selama di rumah sakit Batari mendapatkan perawatan dan menjalani beberapa pemeriksaan lebih lanjut. Ada hasil yang harus dia terima dengan lapang dada.

Batari sudah tahu dalam dirinya ada tidak yang beres, dan hasil pemeriksaan di rumah sakit sudah membuktikan. Gadis itu menerima, perasaan tentu saja sangat hancur sedih. Dia mengira perjuangannya tinggal melawan depresi dan ketakutannya. Perjuangan Batari sekarang bertambah, untuk melawan penyakit itu.

Dia baru saja kembali ke kamarnya usai mengantar Acha sampai ke depan pintu kamarnya, dia tidak bisa mengantar Acha sampai ke pintu depan sana sebab naik-turun tangga membuatnya cukup lelah.

"Hai!" sapa seorang cowok memakai seragam sekolah dan logonya bukan anak SMA Soeharso. "Boleh gue masuk?"

"Pintunya dibuka jadi masuk aja, barusan Acha pulang, ketemu sama cewek cantik tadi?" tanya Batari yang memakai baju piyama warna ungu muda. Dia duduk di kursi ujung kasurnya.

Riko berjalan sambil membawa sesuatu untuk Batari. Dia menyerahkan bungkusan plastik itu.

"Kok ngasih sesuatu ke gue? Repot-repot banget sih lo, Rik." Batari terkekeh dan menaruh plastik bungkusan itu ke nakas.

Cowok berpipi tembam itu memandangi Batari simpati dan sendu. "Sori ya, gue baru jenguk lo pas udah pulang. Gue kemarin ada acara LDKS di puncak. Gimana keadaan lo? Kejadiannya kayak di villa?"

Batari mengiyakan dengan kepala angguk pelan. "Gapapa, cuma kecapekan aja kok. Sekarang butuh istirahat banyak aja."

"Oke, jangan bandel lagi kalo gitu, makannya yang teratur dan tidurnya nyenyak." Riko nyengir lebar membuat Batari ikutan tertawa.

"Iya, tapi gue sukanya junk food, dan lebih suka begadang."

"Jangan begitu lagi makanya!" seru Riko. "Banyak-banyak olahraga juga, biar sehat."

"Ya kebiasaan dan sayangnya itu buruk. Kenapa kebiasaan yang baik nggak jadi jalan hidup gue?" gumam Batari sendirian sambil menerawang.

Kedatangan Riko menyadarkan Batari satu hal, mengapa Andra sama sekali belum datang mengunjunginya sejak di rumah sakit. Padahal kemarin Batari sempat membalas pesan Andra yang menanyakaan keadaan Batari dan sempat bertanya Batari sedang ingin makan apa.

Cewek itu menunggu ponselnya berdering atau berharap tiba-tiba cowok itu muncul di pintu bagai keajaiban dunia.

Mereka berdua bercanda membicarakan banyak hal seperti misalnya gosip artis yang diketahui oleh Riko. Batari yang tidak tahu banget hanya mendengarkan cerita Riko dengan diselingi tawa.

Di depan pintu ada Andra melihat keduanya sedang berbicara, sudah sejak tadi Andra berada di sana dan mendengarkan perbincangan dua orang itu. Perasaan Andra langsung kacau, cemburu, tidak suka dengan cowok yang sedang bersama Batari.

"Hai, Batari!" panggil Andra membuat Batari terperanjat kaget.

Batari membulatkan matanya ketika melihat Andra memakai seragam sekolah, dengan jaket hitam, dan memakai masker hijau. Di tangan Andra menenteng plastik berisi sesuatu.

"Hai, Baymax-ku!" pekik Batari melupakan rasa sakitnya lari-lari menuju Andra. Dia inginnya memeluk Andra tetapi menahan diri. Cewek itu merasa ini kejutan yang tak pernah disangka Andra akan datang ke rumahnya sangat nekat, dan mendapat izin masuk dari Oma.

Batari mengerjapkan mata ketika Andra mengusap puncak kepala dengan tatapan super rindu.

"Kenapa pake masker?" tanya Batari menarik masker Andra yang talinya dari karet.

Dia tersentak melihat di sudut cowok itu ada bekas luka memar. Kecil tetapi itu sudah bisa dipahami Batari. Batari merapikan kembali masker Andra dan mencubit pelan pipi pria itu.

Andra meringis sebentar lalu tatapannya geram tapi lucu, membuat Batari menahan ketawa pelan. Cowok berwajah masam itu tetap memandangi Batari tak bicara apa-apa lagi.

"Hai, lo yang namanya Andra?" Riko menyusul ke arah pintu dan berkenalan sama Andra. "Gue Riko, teman Batari pas SD. Pernah satu klub Taekwondo juga dulu."

"Oh-hai juga. Iya, gue Andra." Cowok itu mencerna ucapan Riko. "Taekwondo?"

"Gue pamit pulang ya, duluan Batari. Semoga cepat sembuh." Riko tersenyum ke Batari dan Andra. "Duluan ya, Bro."

Di kamar Batari menyisakan dua orang itu saja yang masih berdiri kaku di depan pintu. Andra mengangkat kantung kresek yang dibawanya.

"Ada larangan makanan nggak? Aku bawa bolu tales Bogor."

Dibawanya plastik isi bolu itu meja Batari yang lain. Perasaan Batari amat yakin bahwa suasana hati Andra berbeda dari biasanya, dia mengajak Andra masuk ke dalam kamar duduk di kursi dekat kasur Batari. Andra melepas tas dan jaketnya duduk dengan gelagat super dingin.

Batari was-was dengan sikap aneh Andra, dia membuka kotak bolu tersebut dan mengambil pisau kecil untuk dipotong-potong.

"Sini duduk, nggak usah dipotong-potong, kan kuenya buat kamu. Nanti aku aja yang potongin, kamu istirahat jangan banyak gerak," ujar Andra menepuk sofa sebelahnya.

Menghentikan aktivitas memotongnya, Batari menghampiri Andra di sofa tersebut dan melihat cowoknya sudah melepaskan masker hijau di wajahnya.

Batari menjadi sedih melihat luka-luka di sudut bibir Andra. Tangan Batari menangkup wajah Andra dan memandang tepat di kedua matanya.

"Aku minta satu hal, jangan berantem lagi, Andra. Berantem bukan jalan keluar masalah kalian, nggak pernah selesai karena setiap ketemu cuma berantem." Dia sangat takut kalau Andra terus-terusan luka.

"Ya, aku juga nggak tau solusinya, mereka mengira aku tau di mana Troy. Papi udah sering lapor polisi buat menghentikan geng itu, tapi mereka selalu dilepas-jumlahnya banyak. Setiap ada yang ketangkep yang datang nanti beda lagi. Aku nggak tau caranya, tapi Troy harus ketemu kalo aku ingin mereka berhenti ganggu hidupku. Padahal aku kabur buat hidup yang lebih baik dulu."

"Plis, aku nggak mau kamu luka-luka begini lagi." Batari memandangi Andra memohon.

"Maaf, kamu pasti benci sama kelakuanku, tapi duniaku sekeras itu dipenuhi kekerasan. Aku cuma membela diri, kamu tenang aja jangan khawatir, sudah sering kok aku digebukin sama anak buahnya Ronie."

Batari mengelus wajah Andra pelan-pelan dan mulai yakin, jalan hidup Andra berbeda darinya, sesuatu itu tidak bisa dihindari begitu saja. Keduanya diam saja hanya memandangi satu sama lain. Batari sangat benci dengan pukulan, namun Andra sepertinya tak bisa lepas dari hal itu.

"Maaf, kemarin aku nggak bisa ke rumah sakit. Aku yang membuat kamu diikutin orang-aku berbahaya banget buat kamu," kata Andra. "Yang sering menguntit kamu pasti adalah mereka."

Beberapa kali Batari memergoki ada yang memperhatikannya dari jauh, dia sangat takut dan merasa bahaya mengintai. Namun belakangan ini sudah tidak merasakan demikian, atau dia sedang lengah tidak sadar saja karena terlalu banyak masalah dan pikiran.

"Udah nggak usah dipikirin, itu cuma perasaan aku aja yang parnoan kali," jawab Batari agar Andra tidak merasa cemas lagi.

Andra terkekeh. "Aku nggak cocok serius kayaknya, ya udah nanti kalo ada yang ketahuan ganggu kamu. Bakal aku gebukin, sampe ngga bisa liat hari esok. Tadi kamu manggil aku apa? Baymax?"

Tawa Batari keluar mengingat persamaan Baymax dengan Andra adalah sama-sama suka memeluk dan menenangkan. "Bedanya Baymax putih lucu, kamu nggak lucu banget. Kayak gorila!"

"Bilang apa kamu?" Andra melotot dan hendak ngerjain Batari dengen menggelitiki pinggang gadis itu.

Batari tidak kuat dengan gelinya padahal Andra belum sampai bisa menggelitiki gadis itu. Saking menghindari Andra, sambil tertawa Batari tidak sadar sudah menjatuhkan dirinya ke atas kasur, dan Andra berhenti mengejarnya duduk di tepi ranjang Batari.

Batari melihat gelagat aneh Andra, dia bangun dari posisi rebahannya dan memeluk Andra dari belakang. Kepala gadis itu menempelkan dagu di bahu Andra.

"Kamu kenapa?"

"Janji sama aku bakalan sehat terus ya?" tanya Andra menoleh tepat di depan wajah Batari hanya berjarak beberapa senti saja.

"Kalo aku udah sehat, nanti kita jalan-jalan ya."

"Iya, kamu sehat terus ya. Oh ya, cowok tadi siapa sih?"

"Temanku dulu saat SD, satu club Taekwondo."

"Aku baru tau kamu pernah ikut bela diri," ujar Andra.

Batari tersentak dengan ucapan Andra. Tepatnya tidak menyangka bahwa Andra menyadari ucapan Riko tadi. Gadis itu belum mampu menjawab, lantas dia memundurkan tubuhnya dan membenarkan posisi duduknya menjadi di sebelah Andra. Dia mengalihkan pandangan sementara isi otak dan hatinya ada yang saling bersahutan, dia memutuskan ini belum saatnya membicarakan itu. Ternyata bisa mengalihkan pikiran dengan menyaksikan semburat oranye muncul di pintu kaca balkonnya.

Batari membuka pintu kamarnya yang sebentar lagi matahari akan tenggelam. Dibukanya pintu tersebut, dia berdiri di pagar balkon melihat langit sore dengan campuran warna yang menarik, terangnya dari langit, gelapnya dari awan, dan cahaya oranye dari sinar matahari.

Sudah berapa lama Batari tidak melihat pemandangan dari balkon kamarnya. Ditemani oleh Andra di sore ini.
Batari menahan sakit di dadanya, perasaannya hancur tidak bisa diungkapkan langsung ke Andra.

Ketika dia menoleh ke Andra, cowok itu terlihat menatap teduh pada bintang paling besar di semesta. Batari bisa melihat mata Andra menampilkan pantulan cahaya matahari yang indah.

Aku nggak menyangka bahwa akan ada orang yang bisa membuat aku berat meninggalkan dunia ini. Andra, ternyata kamu orangnya. Sebelum ketemu sama kamu, aku selalu benci dengan hidup, selalu ingin berusaha menghentikan waktu kehidupan, melarikan diri ke dunia imajinasi, dan membuat kesenangan sendiri tanpa ada orang yang bisa menggangguku. Namun sekarang yang aku takutkan adalah nggak bisa memiliki waktu kehidupan lebih lama lagi, terutama nggak akan bisa ketemu lagi sama kamu.

☁️☁️☁️





PAS NULIS INI DULU BAYANGINNYA ROMANTIS 😂😂😂😂😂😂😂😂

HAHAHAHAHAA



30 MEI 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top