Bab 23

23:: Peringatan Bazel

☁️☁️☁️

Sebelumnya Batari tidak pernah semangat untuk pergi ke sekolah. Sudah dijanjikan oleh Andra akan dijemput dan berangkat bersama membuatnya sudah rapi lebih cepat dari biasanya. Dulu dia sering menerima teriakan dari Siera karena bersiap-siap sangat lama, maklum cewek itu bangunnya siang dan sulit diajar disiplin seperti Siera.

Sambil menunggu Andra tiba di tempat janjian yang jauh dari rumahnya, cewek itu yang ingin Andra tidak menjemput sampai ke rumahnya. Batari memegang ponselnya dengan tangan lain memegang buku, dia menunggu kabar dari Andra.

“Kamu berangkat dengan siapa? Kenapa udah nggak pernah berangkat bersama Siera?” Oma tiba-tiba muncul, wanita tua yang masih teliti dan kuat itu sedang memandangi Batari penuh selidik.

“Sama temanku,” sahut Batari berusaha datar daripada dia berbicara dengan nada judes yang biasanya.

Jujur saja kelakuan Siera tempo hari yang dengan sengaja memanasi emosi Batari membuatnya sakit hati.

“Yang bernama Riko, si atlet Taekwondo?”

Dahi Batari mengerut, dari mana Oma mengetahui tentang Riko. “Oma tau tentang Riko?”

“Rishad papasan sama kalian waktu itu, dan dia tau tentang Riko. Oma nyari tau tentang dia juga, anaknya pintar, sopan, dan berbakat. Semoga dia bisa memberi pengaruh baik sama kamu.”

“Oma nggak perlu nyari tau tentang teman-temanku. Kalo aku berteman sama orang yang Oma nilai buruk, terus Oma mau melarang?” Batari bertanya serius.

“Jangan kira Oma nggak peduli, semua orang yang berhubungan sama kamu harus Oma ketahui siapa saja mereka, termasuk teman dekatmu di sekolah. Oma tau juga kamu dekat sama Andra, dia nggak pintar apalagi berbakat.”

“Biarkan aku memilih teman-temanku,” kata Batari memohon. “Aku nggak butuh orang pintar dan berbakat, mereka belum tentu bisa memberi dampak positif buat aku. Rishad, Jerry, dan Siera contohnya, mereka cuma jadi bahan perbandingan hidupku saja. Yang aku butuh, orang yang bisa membuatku berasa lebih hidup dan dibutuhkan. Makanya, aku nemuin itu di luar rumah ini. Acha, Andra, dan Riko, mereka lebih tau siapa aku.”

“Tapi hubungan kamu sama keluarga terdekatmu belum baik? Kamu nggak bisa akrab sama Rishad dan Jerry, apalagi Siera yang sekarang kamu tak acuhkan lagi,” ujar Oma.

Semua benar, Batari tidak terlalu dekat dengan saudaranya. Dia lebih percaya dengan orang lain, dan memangnya semua itu salahnya?

“Aku nggak peduli lagi sama Siera.”

“Kenapa kamu marah sama dia karena kalah? Kegagalan, kecewa dan sakit hati itu mampu mengajarkan kamu jadi orang yang lebih dewasa dan kuat.” Oma kembali membahas tentang kejadian saat Batari kalah dengan Siera. “Kamu mencoba sekali, belum tentu bisa menang.”

“Ada yang mencoba sekali bisa menang, aku yang berusaha berkali-kali tetep gagal. Bikin aku capek.”

Sepagi ini dia tidak mau berdebat dengan Oma, karena wanita tua itu tidak pernah berada di pihaknya. Niat Oma menyadarkan Batari selalu menyudutkan gadis itu berada di pihak yang salah.

“Apa Oma juga mengatakan hal serupa? Apa Oma juga bilang ke Siera, kalo bisa menghargai orang lain yang lagi sedih itu pertanda sudah dewasa?” Gadis itu menghela napas yang berderu sudah tidak teratur.

Kesal bisa membuatnya nyaris menangis.

Batari tampak puas Oma terlihat kehilangan kata-kata dan wajahnya menjadi tegang, tatapannya tajam pada Batari penuh rasa emosi. Cewek itu menerima pesan dari Andra sudah tiba ditempat yang dijanjikan oleh Batari. Dia harus segera pergi tidak mau membuat Andra menunggu lama.

Andra pernah mencegah aku melakukan hal bodoh, sama kayak Acha dulu. Mereka pantas menjadi temanku, mungkin mereka dinilai Zero di mata Oma, tapi di mataku mereka adalah Hero.

Di perjalanan menyusul Andra yang berhenti di beberapa rumah jauh dari rumah Batari, cewek itu mengusap matanya yang tadi sempat ditahan-tahan menangis. Dia tersenyum riang melihat sosok cowok yang menunggu dengan tenang di bawah pohon mangga.

Setibanya Batari di sebelah Andra dan menepuk bahu itu, dia mengulum senyuman lebar. “Yuk!”

“Harus nggak gue dateng ke Oma? Gue bukan orang pengecut yang jemput lo di sini,” ujar Andra menyodorkan helm ke Batari. “Gue dimaki-maki bakal terima, daripada keliatan cupu begini."

“Nggak usah repot-repot nemuin Oma, hubungan sama gue aja dia nggak bisa baik, apalagi ke elo.”

Di perjalanan berangkat sekolah, Batari menyandarkan wajahnya ke punggung Andra dan tidak bisa ditahan lagi menangis tanpa suara.

Bayangan ucapan Oma tadi terlintas, tentang harapan Oma agar Batari seharusnya lebih dekat, dan bisa akrab terlebih dahulu dengan saudara-saudaranya.

Bagaimana bisa akrab dengan orang yang jalan hidupnya berbeda? Batari bisa menghargai mereka, namun yang didapat tidak setimpal.

Jalan hidup Batari yang membuatnya menjadi nobody selalu dianggap bodoh oleh para saudaranya.

“Kenapa nangis? Pagi-pagi udah sedih aja!” Suara Andra terdengar oleh Batari saat mereka sudah masuk ke jalanan menuju sekolah yang tidak seramai di jalanan raya tadi.

Cewek itu memandangi bangunan di sekitarnya yang baru saja dilewati, dia tidak pernah sadar dengan banyaknya bangunan itu sebab selama di jalanan menuju sekolah dulu di dalam mobil dia selalu fokus berkutat dengan notebook-nya. Dia kehilangan waktu untuk memperhatikan banyak hal di sekitarnya, yang bisa jadi menyadarkannya.

Banyak hal yang perlu dia pelajari dan syukuri. Dia pernah terlahir ke dunia.

“Pas kecil, aku udah diabaikan sama orang tuaku, nggak diurusin apalagi diarahkan. Nggak kayak Rishad, Jerry dan Siera yang disayang sama keluarganya, dan diperhatikan lebih. Mereka bahagia, nggak kayak aku tragis banget. Aku nggak bisa sepintar mereka, karena nggak ada yang ngajarin, bukan salahku yang nggak bisa menjadi kayak mereka.”

“Kesambet apa jadi ngomong aku? Iya terus-terus lanjut?”

“Aku nggak menyangka bisa bertahan belasan tahun hidup di dunia.”

“Terima kasih, kamu udah bertahan sampe sejauh ini.” Ucapan Andra menambah getaran dalam diri Batari yang sedang lemah-lemahnya. 

Baru kali ini Batari mengetahui bahwa lelahnya dia sampai ingin menyerah dengan berbagai cara, dan usahanya saat bangkit perlahan akan dihargai oleh seseorang.

☁️☁️☁️

Terlalu banyak kesedihan yang dipendam gadis itu. Tadi pagi Batari menangis saat perjalanan menuju sekolah. Menurut Acha, terkadang Batari menangis, hal yang mampu membuat Batari menangis tentu saja yang berhubungan dengan keluarganya.

Andra mendengarkan cerita panjang lebar tentang Batari yang mengeluh tidak sama seperti semua saudaranya, dia lelah dituntut agar bisa menyamai, dan pastinya itu menekan pikiran gadis itu. Andra sudah memilih keputusan dan tidak bisa mundur lagi, justru dia sangat ingin semakin mengenal Batari dan mendengarkan cerita gadis itu lebih banyak lagi.

Secara emosi Andra memahami apa yang Batari rasakan, dia juga memiliki masa kecil yang tidak bahagia dan traumatis. Dia tidak pernah merasakan pendidikan dasar yang layak dan penuh kasih sayang. Dia tidak diarahkan ke dunia yang baik dan indah, dia diperkenalkan ke dunia yang gelap dan menyedihkan.

Walau terlambat dia bisa mendapatkan kasih sayang dari orang yang seperti malaikat menyamar menjadi manusia, membantunya memberikan cahaya kehidupan. Manusia itu jahat. Dia merasa di dunia ini, orang baik adalah malaikat yang sedang menyamar menjadi manusia.

Saat dewasa pengalaman keras semasa kecilnya menjadikan dirinya pribadi yang kuat, keras, dan berantem adalah solusi masalah. Dia mau berhenti memukul orang, perlahan dia bisa mengendalikan diri, hanya orang yang perlu dikasih pelajaran patut dia hajar. Contohnya, anak buahnya Ronie yang masih suka datang untuk ngajak berantem.

Batari tidak sepertinya, cewek itu lemah dan kesedihan saat masa kecil itu menumpuk menjadi tekanan dalam pikiran, dan saat dewasa  mendapatkan banyak tekanan lagi dari lingkungannya.

Menurut cerita Acha, Batari kehilangan ibunya sejak lahir, dan ayahnya meninggal saat tragedi kebakaran beberapa tahun lalu. Sejak saat itu Batari tinggal bersama neneknya.

Batari terkadang kesulitan mengatur emosinya sampai bisa mengamuk, dan nekat melempar Revaldi dengan kursi. Batari juga terkadang memiliki saat di mana memorinya menghilang. Andra juga heran mengapa Batari sering bercerita seolah tidak ingat apapun. Andra dan Acha sudah berbicara banyak tentang itu, mereka satu misi membuat Batari menemukan solusinya.

“Oi, kenapa lo diem aja? Men, noh ada Ratu samperin!” seru Garda menyenggol lengan Andra yang melamun memikirkan rasanya menjadi seorang Batari.

Andra mendecak, “Kenapa gue?”

“Yah, kan lu kemaren-kemaren mepetin Ratu,” kata Jey heran. “Kenapa lo jadi sinis kita ledekin soal dia?”

“Sejak beberapa minggu lalu, Ratu emang sering hubungin dan ngajak ketemu.” Andra bercerita sedikit.

“Wuih, dia mulai melihat semangat lo yang pantang menyerah itu, terus?”

“Pas dia ngajak gue keluar, Batari nelepon gue. Jadi ada satu hal yang menyadarkan gue.”

“Terus Ratu nanya kenapa Batari nelepon lo? Lo panik dong, jangan gitu, bro, lo bisa kehilangan dia kalo ketauan dekat sama Batari juga.” Dewa tampak kesal.

Kepala Andra menggeleng kuat-kuat. “Justru itu, gue jadi sadar. Gue sedikit kesel sama Ratu, pas kita jalan Batari nelepon tapi dia nggak kasih tau gue. Maksudnya apa?”

Andra kesal tetapi mana bisa dia marah dengan perempuan, dia menyodorkan diri ke Batari waktu itu sebagai orang yang bisa diandalkan, namun tidak bisa diandalkan saat Batari butuh bantuan. Andra yakin malam itu Batari pasti membutuhkannya. Cewek itu kan hanya melakukan hal yang penting dan tidak mau basa-basi saja.

Pertanda dia sudah melanggar ucapan dan semacam ngomong doang. Dia tidak mau jadi orang yang besar bicara tetapi aksi tidak ada.

"Kok?” Dewa melongo tak habis pikir. “Maksud gue, kenapa lo jadi marahnya ke Ratu? Yang ganggu kalian kan Batari?”

“Yang bener? Terus kok jadi dunia terbalik?” Jey menggaruk kepala dan meringis.

“Ndra, gue nggak menyangka lo bisa jalan sama Ratu tetapi pikiran lo ke Batari?” Garda menganga tak percaya.

“Gue pergi sama dia sebagai teman,” tukas Andra.

“Lo secepat itu bisa ilfeel sama Ratu?” tanya Jey tak percaya.

“Gue bener-bener marah sebenarnya, pas malamnya liat panggilan di kontak dari Batari dan ada yang dijawab oleh Ratu. Karena gue nggak merasa menjawab telepon di jam segitu,” kata Andra.

“Bener-bener nggak bisa diprediksi,” ujar Dewa.

“Kalian dengerin penjelasan gue dulu. Gue mengira, hati gue buat Ratu, ternyata gue suka sama Batari tanpa bisa ditahan. Gue mengakui perasaan itu, Batari juga sayang sama gue, dan udah jadian. Gue nggak menyangka bahwa Batari bisa merebut semua perhatian gue.”

“HAH GILA LO?”

Semua orang berekspresi sama, melongo dan tidak percaya. Andra hanya memberikan senyuman simpul.

“Tapi, memang kaki nggak selamanya terus istirahat di tempat, lo harus pilih jalan ke mana yang lo inginkan.” Jey menepuk lengan Andra dan bagai sahabat yang mendukung dia percaya saja pada pilihan Andra.

☁️☁️☁️

Usai jam istirahat Andra dan para temannya kembali ke kelas, dia didekati oleh satu orang yang juga disebut oleh Acha, salah satu orang yang sering mencari keributan dengan Batari.

Bazel menepuk bahu Andra agar mereka bicara hanya empat mata saja di tempat yang sepi, sepertinya yang mau Bazel bicarakan penting, Andra menurut saja saat diajak bicara.

Mereka berdua kini berada di belakang gedung sekolah, di tempat yang sepi dan jarang didatangi oleh anak murid. Ngapain juga anak murid main-main ke belakang yang sepi dan lembab, banyak lumut dan serangga bikin gatal-gatal.

“Lo tinggalin dia sebelum tau siapa dia sebenarnya dan membuat lo kecewa. Lo bakal merasa bego banget kalo saat itu tiba,” kata Bazel sambil menatap ke arah lain, padahal yang diajak bicara Andra menatap tepat ke arahnya.

“Maksud lo, lo minta gue ninggalin Batari? Kenapa lo cemburu? Lo suka sama dia?”

Bazel menoleh dan melemparkan senyuman miring, dan sombong. “Mana mungkin gue suka sama dia! Kita satu bapak! Kalau pun, nggak satu bokap, mana mungkin gue suka sama cewek nggak normal kayak dia!”

Suatu fakta mengejutkan itu membuat Andra melongo beberapa saat dan tidak percaya dengan yang baru saja dikatakan Bazel, dia tidak pernah diberitahu oleh Acha dan Batari juga tidak pernah cerita.

“Jadi? Ayah Batari yang meninggal saat kebakaran itu bokap lo juga? Ternyata kalian saudara, gue baru tau.”

“Kebakaran itu suasananya aja, bokap gue meninggal bukan karena kebakaran, tetapi dibunuh sama cewek lo!” seru Bazel penuh kilatan dendam di matanya. “Batari mana pernah menganggap gue sodaranya jadi jangan harap dia cerita, dia juga nggak menganggap bokapnya.”

Andra tertawa keras tidak percaya dengan cerita Bazel, tetapi dalam hatinya juga menjadi tidak enak karena Batari dibilang sebagai pembunuh.

Cowok itu tidak bisa menahan kekesalan dan menarik kerah kemeja Bazel. “Bilang sama gue lo lagi bohong! Batari bukan pembunuh, karena dia juga sedih dan depresi!”

“Ya dia sedih karena merasa bersalah, lo tanya aja, barangkali dia mengakui perbuatannya. Kalo gue yang nanya, dia nggak pernah mengaku.” Bazel merapikan kerah kemeja yang tadi ditarik oleh Andra. “Sedangkan gue menunggu dia mengakui sendiri perbuatan itu.” 

“Kenapa lo nggak yakin dengan terus neror Batari? Jadi selama ini tindakan kekanakan lo adalah nindas Batari untuk mengakuinya? Lo nggak melihat sendiri, makanya memaksa Batari mengakui, kan? Kalo lo liat pake mata dan kepala sendiri, lo nggak perlu menuntut dia mengakui perbuatan itu.”

Senyum puas Andra melebar melihat Bazel yang memucat dan tatapannya menjadi berbeda, cowok itu merasa yakin dengan kata-kata yang terlontar barusan.

“Jangan ikut campur sama urusan keluarga gue!” seru Bazel.

“Keluarga siapa? Sikap lo aja nggak mencerminkan kalo lo nganggap dia sebagai bagian keluarga,” ucap Andra.

“Lo sok tau!”

Selama ini Andra heran mengapa Bazel sangat benci dan menindas Batari sejak kedatangan cewek itu. Andra sempat cemburu dan mengira Bazel dan Batari pernah terlibat kisah cinta, namun ternyata keduanya berhubungan darah.

Mendengar sendiri alasan Bazel sering mempermalukan Batari karena kematian ayah mereka, yang katanya gara-gara Batari, Andra menjadi sedikit tahu cerita masa lalu Batari yang tidak didapat dari Acha dan Batari.

"Eh bro, lo pikir mengaku itu mudah? Kalo memang nggak ngelakuin, kenapa harus mengakui? Lo jangan buta hati! Kalo lo salah, gue kasihan sama lo yang terlanjur benci sama dia, apa lo yang membuat cewek itu terabaikan oleh ayahnya sendiri?”

Kalimat terakhir Andra sebenarnya membuat Bazel ingin mengamuk sudah mengepalkan tangan ingin menghajar Andra namun kepalan tangan Bazel terhenti di udara.

Andra menarik napasnya, “Gue nggak mau ada pukul-pukulan sama anak sekolah sini, gue udah menahan dari tadi, lo jangan memulai. Kenapa lo marah saat gue mengungkit keberadaan lo di kehidupan antar Batari dan ayahnya? Seharusnya lo yang dibenci sama Batari,” kata Andra seraya menggertakkan rahang. “Lo yang merampas kebahagiaan masa kecil dia!”


☁️☁️☁️





🙏🤣

27 APRIL 2020



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top