Bab 21
21:: Sebenarnya yang mana ilusi?
☁️☁️☁️
Suasana sore itu cerah, sosok perempuan memakai corn cardigan warna putih sedang gelisah berdiri di depan sebuah bangunan bimbingan belajar. Dia mendesis sambil menggigit bibir tidak sabar menunggu orang yang dinantinya.
Jalanan besar yang berada tepat di depan bangunan itu suara kendaraan yang lalu lalang menambah hati Batari semakin kacau. Sudah lama dia tidak datang ke tempat itu untuk menemui atau hanya sekadar melihat dari jauh seseorang.
Sebenarnya dia nekat sekali datang, sama saja nyari keributan dengan orang itu kalau ketahuan. Tetapi fakta yang Batari tahu orang itu tidak akan datang untuk menjemput sang adik perempuannya, karena biasanya yang menjemput adalah supir pribadi keluarga mereka.
Di sekitar bangunan gedung bimbingan belajar itu ada orang jualan di luar pagarnya, sedangkan halaman sudah berisi beberapa buah mobil. Dan, biasanya mobil jemputan terparkir di luar, tepatnya di depan sebuah warung yang sudah tidak pernah buka lagi alias sudah berdebu lapuk.
Batari rindu dengan gadis kecil itu, dia hanya beberapa kali berkesempatan menyapa sebelum gadis itu teracuni oleh cerita buruk tentangnya. Setiap Batari datang gadis itu akan mengusirnya dan ketakutan. Siapa lagi kalau bukan ulah orang-orang di sekitarnya yang mempengaruhi pikiran gadis itu.
“Melody!” Panggil Batari ketika melihat sosok perempuan yang jauh di bawah umurnya berwajah cantik campur imut baru saja keluar dari pintu bersama teman-temannya.
Batari tersenyum lebar akhirnya sosok yang dirindukannya keluar juga, tetapi dari reaksi Melody yang berubah menjadi tegang bahkan suasana juga ikut berubah, seperti dilindungi oleh beberapa temannya, membuat perasaan Batari menjadi sedih.
“Ngapain ke sini? Pergi!” teriak Melody yang sudah mundur lagi ketakutan.
“Melody, Kak Batari pengen ngajak—“
“Kak Bazel, tolongin!” seru Melody.
Suara Melody bersamaan dengan sebuah tarikan kuat memaksa Batari menoleh ke belakang. Batari mendesis saat melihat Bazel menatap tajam padanya dengan cengkeraman kuat di lengan gadis itu.
“Melody tunggu di dalam ya, Kak Bazel telepon Pak Gaduh dulu buat jemput.” Suara Bazel menjadi tajam pada Batari. “Ngajak ke mana? Udah gue bilang, jangan pernah datengin Melody lagi!” seru Bazel penuh penekanan, cowok itu menarik tangan Batari pergi keluar dari gerbang gedung tersebut.
“Lo mau bawa gue ke mana? Tolong—“ Batari tidak sempat berteriak karena keburu dibawa ke dalam mobil Bazel dan dipaksa masuk ke dalamnya.
Batari tidak bisa membuka mobil itu karena memiliki lock yang hanya bisa dibuka oleh Bazel yang sedang pergi kembali ke gedung tersebut. Batari tidak bisa membuka pintunya dan takut cowok itu berniat buruk padanya. Dia berusaha membuka pintu mobil tersebut, namun tidak bisa. Entah Bazel melakukan modifikasi apa terhadap mobil miliknya itu. Batari menarik napasnya yang berat ketika melihat Bazel kembali dengan ekspresi wajah menyeramkan.
“Lo mau bawa gue ke mana? Biasanya lo benci deket gue terlalu lama, terus sekarang lo mampu berbagi satu ruangan oksigen sama gue,” ujar Batari tersenyum sinis. Dia menatap Bazel dari samping yang sedang diam saja menahan emosi dan kata-kata kasar yang biasanya dilontarkan.
“Gue kasih tau tempat, lo pasti nggak bakalan bisa tenang lagi, bakalan dipenuhi kenangan merasa bersalah. Itu juga kalo lo punya perasaan, gue ragu lo punya apa enggak,” sahut Bazel.
“Maksudnya ke tempat apa? Bazel, turunin gue cepet sekarang! Gue cuma mau ketemu sama Melody, kenapa lo tega bikin dia benci sama gue?”
Batari tidak mau nyawanya terancam kalau mengamuk di dalam mobil, bisa saja dia membuat keributan agar Bazel berhenti. Namun, takut kejadiannya berakhir mengerikan. Cewek itu memandang dengan tatapan sendu.
Bazel mendengkus marah, dia tertawa sinis. “Gimana bisa gue biarin lo ketemu sama Melody? Lo pikir keluarga kami gila membiarkan lo bisa deket ke Melody yang belum tau apa-apa,” ucapnya.
“Hanya karena dia nggak tau apa-apa, terus kalian bebas fitnah gue? Kalian membuat dia takut sama gue?” Batari melotot dan mendongak pada Bazel.
“Lo nggak inget, lo pernah nyaris bunuh dia sejak dalam kandungan nyokap gue, pas baru tiba dari di rumah sakit abis lahir, dan beberapa kali setelah Melody lahir. Lo mau bilang lo nggak inget?” tanya Bazel tajam.
Batari mengerjapkan matanya seperti kilatan memori itu muncul dalam benaknya. Tubuhnya bergetar hebat dan kedua tangannya saling mengusap gusar di depan dadanya. Dia masih mengingat saat memegang gunting besar di dekat seorang perempuan yang hamil besar sedang tertidur lelap, dia menutup seluruh tubuh sosok bayi yang baru lahir dan terbaring di atas kasur dengan sebuah kain, dan bayangan saat melihat anak kecil terjatuh tepat di hadapannya.
Apakah semua bayangan itu beneran pernah terjadi? Batari tidak mengingat jelas, apa benar dia sejahat itu?
Bayangan kenangan saat dirinya kecil muncul satu per satu, sampai Batari cukup besar dan menjadi orang yang berani melakukan hal itu.
Ada banyak kejadian mengerikan yang melibatkan dirinya.
“Lo inget kan lo nyaris membunuh nyokap dan adek gue? Gue mau lo inget kejadian yang sebenarnya saat kebakaran itu terjadi, gue yakin lo pasti inget kejadian itu!” ucapan Bazel membuat Batari sadar.
Dalam diamnya gadis itu memejamkan mata menahan agar air matanya tidak keluar.
☁️☁️☁️
Batari membuka matanya yang sudah diliputi air, dia menatap kanan kirinya adalah sebuah komplek pemakaman. Dia menjadi sangat panik dan takut.
“Mau ke mana? Makam siapa?”
“Ya bokap lo, siapa lagi? Biar lo inget!” seru Bazel kasar, dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan tengah pemakaman. “Keluar lo, biar tau di mana tempat peristirahatan salah satu korban lo!”
Batari bergetar hebat bibirnya, dia dipaksa Bazel keluar dari mobil. Angin sore meniupkan rambut Batari, gadis itu menjadi gelisah dan kacau, sedih. Dia tidak pernah sekali pun datang ke makam orang itu.
Dulu saat orang itu dimakamkan, Batari tidak diizinkan melihat sosok terakhir ayahnya maupun mengantar ke pemakaman oleh ibunya Bazel, yang bernama Eliana, alias ibu tirinya. Sang istri kedua ayahnya.
Eliana, Ibu Bazel selalu mengamuk ketika melihat Batari dan berusaha mencelakai atau mengamuk marah-marah. Demi keselamatan dan kondisi mental Batari yang masih kecil, Batari dijauhkan dari Eliana.
Batari setelah itu jadi membenci sosok ayahnya, karena gara-gara peristiwa itu dia dikucilkan dikatain sebagai pembunuh. Batari tidak pernah mencari tahu di mana pemakaman ayahnya, apalagi datang untuk ziarah. Toh semasa hidupnya pria itu, Batari tidak pernah dianggap keberadaannya, maka dia membalaskan apa yang sudah dia terima dari pria itu.
Tangan Batari ditarik kasar oleh Bazel menuju titik pusara di mana Wiratama dimakamkan, Batari dengan pasrah ikut, dia nyaris terjatuh gara-gara Bazel yang kasar dan tidak peduli pada keadaan Batari yang sedang syok dan down.
Kelemahan Batari yang membuat gadis itu langsung merasa di titik jurang kesedihan, dan trauma, kala ada yang mengingatkan bahwa dirinya pernah dituduh membunuh sang ayah. Diingatkan memori tersebut dengan drastis bisa membuat Batari seperti boneka menyedihkan dan tatapannya kosong.
Mereka berhenti di atas pusara dengan keramik menampilkan nama Wiratama Atmadinata.
“Apa pernah lo datengin dan berdoa buat beliau? Gue nggak ngerti sama perasaan lo yang mati itu, apa lo baru tau makam dia di sini?”
“Yah, benar, gue baru tau.” Kaki Batari menjadi lemas tidak berenergi, dia menitikkan air mata hanya beberapa kali. Setelahnya gadis itu tiba-tiba tertawa kecil, sangat menyeramkan membuat Bazel menatapnya ngeri.
“Lo nggak punya perasaan, ini makam bokap lo sendiri! Dan nggak ada rasa bersalah juga udah membuat dia meregang nyawa,” ujar Bazel.
“Dia mati karena keegoisan dan kesalahannya sendiri. Bukan salah gue,” kata Batari menyeringai pada Bazel. Suasana di sekitar menjadi dingin mencekat tulang. Sebab Batari terlihat menguarkan senyuman geli.
“Maksud lo apa?” Bazel menyentuh bahu Batari dan menggoyangkan kuat. “Dan sekarang lo lagi ketawa tanpa merasa bersalah?”
“Dia ninggalin gue di dalam ruangan kamar dan kabur sendiri. Gue ketakutan, pasrah, dan bingung. Kenapa dia meninggalkan gue sendiri, apa saking bencinya dia sama gue?” Batari meracau dan menangis.
Perubahan yang drastis dalam dirinya, dia mengingat saat dirinya berteriak minta tolong. Namun, sosok pria yang disebut sebagai ayahnya itu pergi begitu saja tanpa berniat membantunya.
“Lo pelakunya, karena bokap gue matinya nggak wajar!”
“Gue nggak inget setelahnya, yang gue inget saat gue harus keluar melompati bagian rumah yang terbakar, bahkan kaki gue terkena api, dan gue liat kalian di depan rumah sambil nangis dan menuduh gue. Kenapa lo nuduh gue bisa mencelakai dia?” Batari mengangkat sudut bibirnya. Matanya menatap Bazel dalam-dalam.
Bazel mendesis, dia membuang napasnya kasar dan menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Lo pas kecil punya banyak rencana jahat—“
“Gue nggak membunuh Papa, karena gue bukan orang jahat. Lo salah besar kalo nuduh gue sebagai orang yang kemungkinan berani habisin nyawa Papa karena gue meracuni Nanny. Nanny Olla emang layak minum minuman beracun itu!” Batari berbicara keras mengingat kenangan dulu, itu hal yang mengerikan tapi dia sangat senang melakukannya.
“Lo dulu mengaku kalo sebenarnya racun itu bakal dikasih ke elo, tapi lo nggak mau karena tau itu minuman beracun, dan Nanny Olla nggak sengaja minum teh itu. Tapi ternyata, lo sebenarnya tau gelasnya dia berisi racun? Atau lo yang emang sengaja meracuni dia? Lo yang nuker gelasnya atau naruh racun ke gelas minumannya?”
“Lo inget dia, kan, lo tau alasannya kenapa gue harus lakuin itu?” Suara Batari menjadi menyeramkan dan menikmati raut wajah Bazel yang berubah menjadi pucat pasi. “Lo salah menuduh gue sebagai orang jahat, jangan menuduh hanya karena cuma ada gue yang berani membunuh orang. Lo jadi lupa, Bazel, siapa yang menyelamatkan masa kecil mengerikan itu?”
“Jangan ingetin gue sama perempuan gila itu! Gue nggak ada sangkut pautnya sama rencana mengerikan lo!”
Batari tersenyum penuh kemenangan. “Lo juga punya kenangan buruk yang bakal bikin tidur lo nggak nyenyak, ya kan? Perempuan itu mimpi buruk kita, makanya gue harus menyingkirkan dia.”
“Cukup! Jangan bahas dia!” seru Bazel sambil menutup kedua telinganya, dengan gestur tubuh yang sedang panik.
“Tapi rencana berjalan lain, meski nggak seperti yang gue inginkan, gue senang dia berakhir di penjara. Lo itu pengecut sejak dulu, seharusnya kita bisa lebih awal menyingkirkan dia, siapa yang lebih lama tersiksa oleh dia? Elo kan? Andai, lo bisa bantuin gue lebih cepat dulu! Kenapa lo nggak bilang, cuma lo yang didenger sama mereka!”
Gadis itu tersenyum akhirnya berkesempatan membangkitkan memori buruk Bazel, yang selau dia tahan selama berada di sekolahan.
Kini Batari senang bisa membuat Bazel terlihat syok dan tenggelam dalam memori yang membuat trauma.
Batari tidak menyangka bahwa kejadian itu juga membuat Bazel sangat trauma, ternyata tidak hanya dia yang tersiksa selama ini. Hanya berbeda saja efek trauma itu saat muncul begitu mereka dewasa.
Cowok tinggi dan tampan itu sudah berjalan mundur menjauh dari Batari. Dia menggelengkan kepala tidak percaya.
“Karena dia sudah terbukti jahat melakukan penganiayaan ke beberapa korban yang sebelumnya juga ada, makanya dia nggak dipercaya oleh polisi saat membela diri. Gue menjalankan peran sebagai orang baik, bukan yang jahat. Lo harusnya utang besar ke gue, jangan pernah lupain itu. Hanya karena satu kesalahpahaman yang membuat lo jadi benci sama gue!”
Bazel bagai kehilangan akal sehatnya mendengar cerita Batari. Cowok itu menatap Batari ketakutan dan sudah kehilangan rasa nyaman. Bazel sangat berbeda menatap Batari, tentu saja bahwa rahasia Batari pasti masih banyak lagi.
“Gue berhasil menyingkirkan si perempuan monster jahat itu dari rumah, si tukang dongeng sebelum tidur malam lo! Orang yang selalu fitnah gue dan membuat gue nggak dipercaya sama siapa pun. Gue salah karena menyingkirkan dia?” seru Batari menyipitkan mata mencoba memberikan penjelasan, ingin menyadarkan Bazel. “Terus lo percaya sampe sekarang dengan cerita dongeng yang keluar dari mulutnya?”
☁️☁️☁️
Semenjak kejadian ributnya Batari dengan Bazel di pemakaman ayahnya, cewek itu menjadi sosok yang lebih banyak diam dan kebahagiaan yang pernah dia rasakan beberapa hari belakangan mendadak tertutup. Kalah dengan perasaan sedih, menyiksa, dan membuatnya tidak tenang bahkan selera makan. Pikiran dan perasaan Batari menjadi terus gelisah dan berat.
Ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya. Batari membuka kalendar di ponselnya karena ada getaran yang berasal dari pengingat kalendar. Batari yang sedang duduk memeluk lutut di sisi kasurnya hanya menatap kalimat dalam kalendar itu dan meletakkan ponselnya di kasur.
Jadwal konsultasi dengan Dokter Nieke.
Dia merasa tidak ada yang berbeda dari sebelum pergi konsultasi, hasilnya tetap sama dan perasaan Batari tetap kacau. Mungkin dia bisa ganti ke tempat lain. Namun, dia belum memiliki keberaniaan lebih lagi. Sudah beberapa kali dia melewati jadwal konsul, sebab dia mulai menyerah dan semakin takut.
Batari mengerjapkan mata saat dalam benaknya terbersit bayangan sosok Kesha, Geo, dan Erik. Sebelum bayangan itu muncul di otaknya dan menciptakan bayangan yang terlihat seperti nyata. Jika manusia nyata, mereka adalah objek yang ditangkap oleh panca indera sehingga bisa masuk ke dalam otak.
Tapi makhluk-makhluk ciptaan Batari berbeda, mereka adalah bayangan yang diciptakan dalam otak. Jika dianggap lebih nyata bisa dilihat dengan jelas tepat berdiri di depan Batari. Sebelum Batari melihat makhluk itu muncul di hadapannya, dia segera mengenyahkan bayangan-bayangan teman imajinasinya dalam pikiran gadis itu.
“Kalian nggak ada, aku nggak mau temenan sama kalian lagi! Aku bakal bangkit dengan menyingkirkan kalian semua terlebih dahulu. Maaf, terima kasih sudah hidup dalam pikiranku sejak kecil. Aku tumbuh dewasa, sedangkan kalian enggak, sifatku menjadi berbeda dipengaruhi lingkungan dan orang-orang sekitar, sedangkan kalian enggak. Aku pernah bilang, menciptakan kalian dengan harapan kalian bisa mendukung aku. Sikap kalian aku buat sesuai harapanku. Tapi, aku akan selalu menjadi egois dan arogan menganggap semua orang harus mendukungku. Aku ingin bertemu dengan orang yang nggak sesuai dengan harapanku, aku butuh orang yang bisa menyadarkanku bahwa aku bukanlah pusat kehidupan yang penting, karena aku memang bukan siapa-siapa.”
Batari menitikkan air mata.
Kenapa hanya untuk kebahagiaan saja, dia hanya bisa dapatkan dengan imajinasi di mana Batari sebagai pusat dunianya?
Kapan dia bisa merasakan kebahagiaan yang nyata?
Batari mencari ponselnya di atas kasur, dia mencari nama orang itu. Keberaniannya berbeda kali ini, dia ingin menunjukkannya sebelum terlambat. Tanpa ragu Batari menekan tombol memanggil ke nomor Andra, sempat bernada tunggu lama Batari menjadi lesu, dia tidak mendapat jawaban Andra. Dia mencoba panggilan sekali lagi dan dijawab oleh seseorang.
“Halo, ini Batari? Andra lagi ke antre di kasir. Ini gue Ratu, ada apa ya lo nelepon Andra?”
Suaranya itu beneran milik Ratu. Telepon itu segera Batari putus dan melemparkan benda itu ke atas kasur.
Manusia tidak bisa dipercaya!
Batari menyandarkan kepalanya ke kasur dan menatap langit kamarnya. Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat ketika bayangan yang tadi sudah diusirnya muncul dalam pikiran gadis itu lagi.
“Tolong, kalian jangan muncul lagi! Gue nggak perlu dihibur sama kalian! Kalian nggak nyata!”
Aku ingin bertemu dengan orang yang nggak sesuai dengan harapanku, aku butuh orang yang bisa menyadarkanku bahwa aku bukanlah pusat kehidupan yang penting, karena aku memang bukan siapa-siapa.
Andra bisa membuatnya sangat percaya. Namun, bisa juga menjatuhkannya seperti itu.
☁️☁️☁️
A/n:
Panjang yuhuuuu~~~
Back to dark mode Batari heheehehe
22 APRIL 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top