Bab 19
19:: Andra dan Riko
☁️☁️☁️
Di sebuah kafe yang lumayan sepi, hanya beberapa meja yang berisi manusia yang bercengkerama dengan kawannya. Musik lembut mengalunkan nada lagu yang nyaman di telinga.
Batari sedang santai membaca buku di salah satu meja, dia sendirian tidak ditemani siapa pun. Hujan di luar menambahkan alasan cewek itu agar tak beranjak pergi cepat-cepat. Ditemani secangkir moccachino hangat, cewek ber-hoodie warna merah itu fokus membaca buku di mejanya.
Sudah beberapa hari Batari berusaha membunuh pikirannya dengan membaca buku, fiksi maupun non fiksi. Perasaan dan pikirian cewek itu membuat kemampuannya menulis sedikit menghilang, bawaan gadis itu menjadi tidak fokus dan tidak nyaman.
Kenapa sih gue bisa cemburu?
Apa hak gue buat kesal?
Beberapa kali Batari melihat cowok itu ngobrol bercanda ria dengan perempuan cantik. Batari mengetahui kabar dan kenyataan bahwa Andra memang naksir berat sama Ratu. Mengetahui saingan Batari adalah seorang perempuan cantik tak tertandingi, pintar, supel, dan ramah, tentu saja membuat hati Batari langsung patah hati terus setiap harinya. Dia jadi uring-uringan tidak jelas, dan kehilangan mood buat menulis cerita lagi. Itu adalah hal yang langka terjadi.
Dia biasa membuat kisah para karakter perempuannya bisa dicintai dengan tulus dan tiba-tiba mengerti banget dengan perasaan salah satu karakter dalam cerita buatannya yang memiliki perasaan bertepuk sebelah tangan.
Mana mungkin dia suka sama cewek aneh kayak gue?
Batari menutup bukunya, dia tidak bisa membaca bahwa nyatanya perasaan dan pikiran gadis itu tidak sampai ke dalamnya. Mulai besok, dia mau berusaha melupakan perasaan aneh itu. Caranya dengan mengabaikan kehadiran Andra, dan menjauh seperti dulu layaknya tidak kenal. Dia sudah terlalu jauh terbuka dengan Andra, dia tidak mau akan jatuh semakin dalam pada cowok itu.
Batari membuka aplikasi pesan, berharap mendapat pesan dari guru Matematika agar remedial dan pastinya ada satu jadwal agar bisa bertemu, mengerjakannya bersama si cowok itu.
Dia menggaruk kepalanya serba salah. Bukankah tadi dia berencana untuk menjauh dan mengabaikan Andra, mengapa dia berharap mendapat pesan dari guru Matematika yang biasanya suka memberikan jadwal remedial ulangan harian?
Batari tersentak nyaris melempar ponselnya ketika ada panggilan video muncul dari nomor Andra.
Kenapa dia ingin video call?
Batari memencet tombol menerima panggilan itu dan memasang wajah datar menatap ke arah layar ponsel yang menampilkan bayangan Andra sedang duduk dan memegang gitar.
"Lo lagi di mana?" tanya Andra penasaran, di layar ada bayangan cowok itu memakai kaos polos warna hitam.
"Yeee, kepo! Ngapain sih nelepon?" Batari jarang sekali video call, sama Acha aja paling kalau sohibnya itu lagi pamer barang-barang atau pergi ke suatu tempat. "Kalo nggak penting mau gue matiin."
"Ya abisnya lo nggak hubungin gue, jadi takutnya kenapa-napa. Jadi gue yang hubungin lo duluan deh," jawab Andra.
"Idih, apaan sih, ya itu artinya gue nggak kenapa-napa," tukas Batari.
"Lo kemarin pas kenapa-napa juga diem aja, Batari," sahut Andra membuat Batari tertegun.
Batari tak bisa menjawab apa-apa hanya menatap Andra dengan perasaan runtuh seruntuhnya di hadapan cowok itu.
"Eh, kayaknya nilai kita nggak remedial, itu prestasi baru, kan?" Andra tertawa di seberang sana seperti berusaha mencairkan suasana, tidak membahas yang tadi lagi. "Acha itu pinter dan mau ngajarin kita, kenapa lo nilainya begitu-begitu aja ya?"
"Ya berkat diajarin sama Acha, kemarin gue cukup serius mencerna yang diajarin sama dia. Gue sebenarnya gengsi diajarin sama orang. Lo bakalan tau kalo gue adalah orang yang arogan dan selalu merasa benar. Gue nggak mau diajarin sama orang lain."
Di seberang sana Andra tertawa keras sampai Batari menutup speaker, karena suara Andra yang besar keluar dan mengusik orang lain. Batari mengambil handsfree dan menyambungkan ke ponselnya.
"Batari, lo dengerin omongan gue barusan nggak?" tanya Andra karena Batari sibuk menyumpal telinga.
"Ngomong apaan?" Batari bisa bicara pelan ke mikrofon handsfreenya. "Nggak denger, pake headset!"
"Tebak gue mau ngapain ganggu lo? Lo lagi sendirian atau sama sodara lo?"
"Sendirian, gue lagi di kafe kejebak hujan. Nggak kejebak sih, gue yang sengaja duduk-duduk baca buku."
"Sendirian aja, gue ke sana ya?"
"Nggak usah! Nikmatin waktu libur lo aja di rumah sekalian ngembaliin tenaga yang waktu itu terkuras karena lawan preman," tandas Batari. Dia kan ingin membatasi kedekatannya dengan Andra.
"Ya udah, hamba bisa apa?" Andra berbicara dengan suara besar di telinga Batari.
"Eh, suara lo kenceng banget, ganti nama aja deh jadi AndroTOA."
Andra tertawa geli, sampai rasanya Batari ingin menyumpal mulut lebar itu dengan roti Breadtalk. Cewek itu bergidik, lama kelamaan kegilaan Batari bisa bertambah sebab kelakuan Andra. Batari berpikir orang gila di sekolahan hanyalah dia, ternyata Andra juga rada-rada.
"Lo tau nama asli gue?" Andra terkekeh.
"Tau lah, kecakepan tau orang kayak lo namanya Andromeda."
"Lo juga tuh, nama lo tuh cantik banget, tapi orangnya-"
"APA? MAU BILANG GUE JELEK, NGGAK KAYAK RATU YANG CANTIK?" Suara Batari mengeras dan matanya melotot mengerikan.
Andra terlihat langsung berwajah masam, "Jangan baper, lo ngatain gue pasrah aja loh, tapi lo bisa ngamuk. Nggak adil banget dunia!"
"Ya soalnya gue nggak bandingin lo sama orang lain," tukas Batari cepat. "Lo ngerusak mood gue, udah ya gue tutup!" seru cewek itu galak agar menunjukkan betapa emosi dirinya.
"Tunggu dulu-"
Batari terdiam ketika melihat di layarnya muncul Andra sudah memainkan lagu dengan gitar, dan bernyanyi-nyanyi penuh percaya diri.
"Pergilah sedih, pergilah resah, jauhkanlah aku dari segala prasangka. Pergilah gundah, jauhkan resah. Lihat segalanya lebih dekat, dan ku bisa menilai lebih bijaksana."
Cewek itu tersenyum kecil sedikit terhibur dengan Andra yang menyanyikan lagu yang tidak diketahui Batari, maklum cewek yang hidup dalam imajinasi itu kurang gaul.
Mata Batari menatap ke layar ponselnya, Andra masih bernyanyi dan balas menatap ke tepat matanya.
Usai Andra bernyanyi menyelesaikan lagunya dengan lirik lagu lebih panjang lagi, Batari tersenyum lebar dan mengacungkan jempol.
"Udah cocok ikut Indonesian Idol," puji Batari bernada geli.
"Ah, biasa aja kok!" kilah Andra terkekeh malu. "Udah ya, gue matiin, takutnya lo mual-mual dengerin gue nyanyi. Atau lo malah ketagihan pengen dengerin lagu tambahan?"
"Udah cukup!" seru Batari ketus, langsung berusaha lunak lagi, dia ingin bicara dengan Andra tanpa emosi alias nge-gas. Namun, terkadang dia kelepasan bicara dengan nada yang tidak seharusnya.
"Sans dong, jangan gas kayak motor aja!" seru Andra masam.
"Eh, besok pagi gue mau lari pagi, gue nggak ngajak lo sih tapi kalo lo mau dateng aja. Gue cuma ngasih tau ya, nggak ngajak lo!"
Baru saja dibilangin Andra agar jangan galak-galak, tapi nada bicara Batari sudah kembali lagi menjadi seperti itu.
"Apa bedanya? Lo ngasih tau ngarep biar gue pengen ikut kan? Besok pagi beneran? Lo lagi boongin gue kagak? Tapi gue udah ada janji hari Minggu, kalo gue sempet bakal dateng kok nemenin lo."
"Idih, siapa yang minta ditemenin woi, bye!"
Batari memutuskan menghentikan duluan panggilan video itu padahal Andra sepertinya masih bicara sesuatu.
Bisa bikin baper aja ni kutu satu.
"Hai, Batari?"
Batari menoleh ke asal suara dan menyipitkan mata ke arah orang yang baru saja memanggil dirinya. Tidak jauh darinya ada cowok berpostur tinggi sedang memegang ice americano, sosok bermata kecil itu tersenyum melambaikan tangannya. Orang itu berjalan mendekat ke mejanya nyamperin Batari.
Dia terus mencoba mengingat siapa orang itu, namun dia mengingatnya sebagai Jeriko alias Riko, teman satu Sekolah Dasar-nya dulu, sekaligus teman satu club di The Revolution, salah satu club Taekwondo yang pernah Batari ikuti saat masih kecil.
"Beneran Batari, ya kan? Lo apa kabarnya?" Riko mengulurkan tangannya dan menggenggam erat ketika Batari membalas uluran itu.
"Gue baik kok. Iya, lo Riko kalo nggak salah-"
"Bener, gue Riko." Riko tertawa kecil dan meletakkan gelasnya. "Gabung bentar ya, gue males di jalanan ujan. Lo sekarang sekolah di mana? Udah berapa tahun nggak ketemu sumpah ya."
"SMA Soeharso," jawab Batari. "Yayasan punya kakek gue. Lo di mana?"
"Gue di Penta Garuda, tau kan?"
Batari tahu sekolahan itu sangat keren dan kelasnya Internasional.
"Oh, yang isinya banyak anak pinter ya? Wajar sih lo kan pinter banget," ujar Batari.
Cewek itu masih ingat bahwa Riko adalah si juara kelas dan menjabat jadi ketua kelas selama bertahun-tahun.
Riko meletakkan ponsel yang tadi sempat dimainkan sebentar dan memberikan senyuman geli dan lebar.
"Lo rankingnya nggak jauh beda sama gue. Oh ya, lo masih lanjut sampe sekarang? Gue kehilangan lo banget setelah lo memutuskan keluar club," kata Riko.
"Gue udah berhenti sejak bokap meninggal," jelas Batari. "Lo pasti udah jadi atlet kebanggaan sekolahan, atau di kelas Jaksel?"
Gelengan kepala Riko disertai tawa kecil memberikan jawaban, "Nggak, gue nggak bisa jadi juara bahkan di Jaksel. Tapi gue tetep aktif di sekolahan, dan masih berusaha biar bisa juara."
"Wow, keren, lo masih semangat! Mungkin beberapa tahun lagi gue bakal liat lo di kejuaraan Internasional."
"Nggak tau deh, gue nggak berambisi banget sih, malah seharusnya lo yang bisa di atas gue. Lo kan waktu itu bibit paling unggul," ujar Riko membuka kenangan masa kecil Batari.
Dan hanya karena alasan konyol Batari menyia-nyiakan hal itu, dia menjadi pembangkang dan membuat ego dan kekesalan dalam dirinya memenangkan. Batari tidak menyesal, hanya saja makin benci, orang itu sudah memilihkan jalan untuknya tetapi tidak pernah mendukungnya.
Pertemuan Batari dengan Riko, dia yakini bukan hanya sebuah kebetulan semata. Batari tersersit suatu perasaan bahwa takdir hidupnya akan berubah dengan kedatangan Riko. Dia akan memikirkan berbagai cara untuk bisa mencapai tujuan itu.
☁️☁️☁️
Sosok gadis langsing dengan rambut berkucir satu berlari-lari pelan, seluruh tubuhnya sudah terbakar menjadi energi panas menciptakan buliran keringat yang menetes dari kening mengalir ke pipi lalu terjatuh tanpa disadari olehnya.
Dia melupakan sejenak beban masalah dalam pikiran untuk fokus berlari-lari sepuasnya sambil mendengarkan lagu. Dengan baju lengan pendek warna putih gading dan celana legging sebetis berwarna hitam, serta sepatu warna putih bergaris pink.
Gaya Batari sudah benar-benar mirip sekumpulan orang, ibu-ibu, yang berada di sekitar lapangan gelanggang olahraga sedang melakukan senam bersama.
Tahu begitu dia akan memilih gaya berpakaian yang berwarna berbeda agar tidak diledek oleh Riko yang menemaninya lari sore ini. Tidak jadi lari pagi, Batari diajak Riko untuk lari sore saja. Karena berubah jam bepergiannya menjadi sore, Andra mengatakan tak bisa datang ke GOR.
"Gabung ke sono aja ngapain lari sendirian?" Ledek Riko suaranya sangat keras karena dia tahu Batari menyumpal telinga dengan airpods.
"RIKOOOO!" seru Batari menahan kekesalan, tetapi dia tidak bisa menyusul Riko yang larinya sangat cepat sudah berada di depannya sambil tertawa-tawa keras.
Berlari bersama Riko mengelilingi area luar gelanggang olahraga membuat Batari seperti teringat masa kecilnya. Dulu dia juga akan pemanasan terlebih dahulu sebelum berlatih dengan mengelilingi lapangan.
Tidak ada yang menyangka, dulu Batari mau melakukan hal itu, masuk club bela diri. Sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Sudah berlari beberapa kali mengelilingi lapangan, suasana sekitar luar GOR semakin ramai didatangi oleh orang-orang yang berolahraga atau hanya sekadar bermain-main saja.
Batari berhenti berlari tatkala melihat di salah satu aula di bangunan gelanggang olahraga itu banyak dipenuhi anak-anak kecil memakai seragam putih, dengan sabuk pinggang berwarna. Bibirnya mengulum senyuman miris, dengan hati tercabik sakit walau tidak berdarah.
"Batari, lo udah mau pulang belum? Gue udah disuruh balik soalnya jam setengah tujuh nanti udah harus cabut jemput Mama di bandara," ujar Riko menyentak Batari, cowok itu masih mengatur napasnya dengan tangan memegang ponsel.
"Eh, gue belum pendinginan nih, lo gapapa pulang duluan."
"Yah, ayo balik bareng! Satu kali muter lagi aja dulu buat pendinginan, terus kita istirahat bentar langsung cabut ya?"
Batari menganggukkan kepalanya. Mereka berdua berjalan cepat untuk pendinginan sehabis olahraga sambil mengobrol hal remeh-remeh.
"Lo gapapa nganter gue dulu nanti kesorean pulangnya?" tanya Batari dengan tidak enak hati.
Ponsel di saku celana perempuan itu bergetar, mengira ada telepon masuk, ternyata ada beberapa buah pesan dari seseorang.
Andra:
P for punten
Lagi di mana?
Jadi lari sore?
Gue mau ke GOR, kasih tau gue kalo lo udah pulang
Tangan Batari secepat kilat mengetik balasan pesan untuk Andra, cewek itu tidak menyangka Andra bakalan menyusulnya ke GOR. Padahal sejak tadi pagi sudah tahu, cowok itu tidak bisa pergi bersama dirinya. Andra tidak pernah berkata akan menyusul Batari.
"Rik, lo pulang duluan aja, gue mau di sini dulu deh. Mau minum es buah dulu," ujar Batari membuat kening Riko berkerut.
Cowok yang sedang memanasi mobil hitamnya itu menggelengkan kepala.
"Jangan minum es buah abis lari, minumnya air mineral," sahut Riko terkekeh. "Lah, kok lo nggak bareng gue aja? Nanti gue anterin sampe rumah. Gara-gara gue mau pulang, lari lo jadi nggak puas ya?"
"Bukan gitu! Nggak usah gapapa, gue kayak barang aja dianter-jemput. Gue udah mau selesai kok, cuma pengen nyantai dulu di sini," jawab Batari sembari duduk di pinggiran taman yang dibangun semen kecil, kedua kakinya diselonjorkan lurus.
"Lo gapapa? Kaki lo ngerasa pegel atau keram?"
Batari menggeleng lemah. "Nggak apa-apa, beneran deh gue nyantai dulu, masih capek kalo langsung cabut. Gue mau cari udara segar dulu."
"Oke deh, ya udah gue duluan ya, sori banget." Riko memberikan ransel hitam ukuran kecil milik Batari.
"Thanks!"
Senyum manis Batari menguar, cewek itu mengambil minuman dari dalam tasnya dan duduk bermain ponselnya. Suara mobil Riko yang mulai berjalan keluar dari area parkiran dan terlihat cowok itu melambaikan tangan dengan kaca terbuka. Riko tersenyum lebar lalu mobil itu berjalan menuju pintu keluar.
Batari sendirian duduk di pinggiran taman sambil memijat kakinya, dia menggerak-gerakkan kedua kakinya ketika merasakan keduanya kesemutan. Tangannya membentuk kepalan dan dipukul-pukul ke arah betis sebelah kanan.
"Heii, kakinya nggak salah apa-apa kenapa dipukulin?" Seseorang bersuara berat, tapi nadanya menyebalkan muncul mengejutkan Batari.
Batari mencebikkan bibirnya kesal. "Diem deh lo! Ngapain pake ke sini gue udah selesai."
Tapi tidak bisa dibohongi perasaan dalam dirinya ada rasa senang yang tidak bisa didefinisikan.
Andra yang memakai celana chino warna coklat dan kaus putih dibalut jaket motif army itu duduk sambil menyodorkan plastik putih.
"Gue abis pulang dari main nih, kalo lo larinya pagi kan gue bisa ikut. Terus gue keingetan rute pulangnya lewatin GOR yang lo datengin sore ini. Jadi mampir aja sekalian pengen liat lo lari."
"Gue nggak maksa lo ikut, kemarin cuma ngasih tau aja. Ngapain orang lari diliatin? Apaan nih?" Batari membuka-buka plastik tersebut berisi minuman isotonik dan roti sandwich isi selai kelapa.
"Ya emang gak boleh pengen liat aja, ntar gue semangatin gitu." Andra terkekeh pelan. "Ayo, semangat Batari, lo pasti bisa!! Sebentar lagi sampe di garis finishnya!!"
"Idih, apaan sih! Kalo seandainya gue tadi ngerjain lo gimana? Misalnya, gue udah pulang tapi bilangnya masih di sini."
"Wah, besok lo nggak bakal selamet beneran deh," jawab Andra serius lalu tertawa aneh.
Batari jadi ikutan mengulum senyuman bahagia, melihat cowok di depannya yang terlihat sangat bahagia, dia bisa merasakan virus bahagia itu menular.
Apa yang bisa membuat lo bisa bahagia banget sih, Ndra?
Gadis itu bertanya-tanya dalam dirinya, dan dia jadi penasaran ingin mengetahui sesuatu. Padahal jelas banget itu bukan urusannya.
"Lo abis ke mana sih? Sok-sokan banget jalan liburan di hari Minggu sore gini, inget banyak PR lo di sekolah," cetus Batari.
Andra mengelak tuduhan Batari dengan ekspresi wajah yang masam sekali.
"Gue abis nonton film, diajakin sama Ratu. Abis nganter dia balik, terus gue mampir ke sini."
Hati Batari menjadi terenyak, oh jadi itu alasannya mengapa Andra terlihat sangat bahagia sekali. Cewek itu menjadi kaku tidak bisa menyembunyikan raut wajah sinisnya, tetapi dia segera tutupi dengan omongan julid.
"Kok Ratu mau sama cowok kayak lo sih?"
Pertanyaan itu langsung membuat Andra protes mengomel panjang lebar.
"Karena gue cowok? Kriteria utama pacar Ratu yang pasti adalah cowok! Gue udah memenuhi syarat pertama!" seru Andra dengan nada super pedenya.
Bukannya Batari sakit hati, dia jadi tertawa geli, Andra memang terlihat lucu banget. Untuk sementara Batari bisa menutupi rasa sakit dalam dirinya.
"Lawak aja lo!"
"Lo lari sendirian? Emang bisa, barang-barang lo dititipin?" tanya Andra memperhatikan barang bawaan Batari.
Gadis itu tersenyum penuh makna, kalau Andra bisa, memang dirinya tak bisa juga menunjukkan sosok lain yang menarik perhatiannya.
"Sama temen gue, namanya Riko, baru aja pulang." Kekehan Batari yang lebar semakin bertambah saat melihat Andra sedang menarik sudut bibirnya kaku terlihat tak senang.
"Oh."
☁️☁️☁️
Saingan cinta muncul eyaaaaa😂🤫
15 APRIL 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top