Bab 17

17:: Siapa Andra, siapa Geri?

☁️☁️☁️

Batari hanya bisa ingat ketika Andra tergeletak tak sadarkan diri di depan kakinya. Hal nekat itu dia lakukan karena Andra tak kelihatan lagi dan tak ada tanda cowok itu berada di dekat tempat sekitar saat dirinya disuruh menunggu.

Siapa sangka, Batari melihat Andra di tanah di tengah kebun karet itu dengan kondisi pingsan.
Dengan ketakutan Batari mencari taksi dan membawa temannya itu pinggir jalanan, memesan sebuah taksi online untuk membawa Andra ke rumah sakit terdekat.

Di perjalanan menuju rumah sakit, dia menghubungi Garda CS alias temannya Andra untuk membantu mengurus. Garda juga menghubungi orangtuanya Andra agar segalanya diurus oleh keluarganya. Batari yang panik dan ketakutan langsung pulang saat keluarga cowok itu sedang sibuk mengurus berkas di loket administrasi.

Di rumah, Batari baru pulang sampai jam 10, dalam kamarnya pikirannya hanya melamun. Setelah mandi dan berganti pakaian, cewek itu menatap benda-benda yang tergeletak di atas kasurnya. Dia semakin tidak terkendali, kalau dia terus seperti itu, dia akan menjadi menyeramkan dan membahayakan.

Batari berusaha menyembunyikan benda-benda itu ke dalam plastik putih besar, membuangnya ke pojokan kamar.

Mulai lelah Batari membaringkan tubuh di kasur menatap langit kamarnya. Suara deringan panjang mengejutkan cewek itu. Tidak lama Batari berbicara dengan orang itu, baru saja Garda yang menelepon Batari mengatakan bahwa Andra sudah sadar dan mendapat perawatan luka-lukanya yang tidak parah.

Deringan telepon di tepat pukul 1 malam, Batari sangat gugup saat melihat nama yang muncul adalah Andra. Dia sangat ingin memastikan sendiri keadaan Andra, tetapi dia takut bahwa keadaannya sekarang berbalik Andra yang akan menginterogasinya.

“Halo?” Batari mengangkat teleponnya.

“Kok belum tidur? Eh, apa gue ganggu lo?” Andra meringis tiba-tiba.

“Iya, lo ganggu gue, lagi babak belur masih aja cerewet.”

“Gue nggak separah itu, lo aja lebay segala bawa gue ke rumah sakit,” cetus Andra.

“Soalnya lo pingsan, jadi gue bawa lo ke RS terdekat. Mana gue tau lo cuma memar dan benjol dikit,” sahut Batari jutek.

Kenapa sih Andra marah-marah begitu, ucapannya mengesalkan!

Jadi begini rasanya bicara sama orang yang menyebalkan?

“Hmmmm, ya nggak benjol dikit juga kali. Kepala gue masih cenut-cenut, tapi udah bisa pulang malam ini juga,” ujar Andra. “Jangan cemasin gue!”

“Idih, apaan sih, bodo amatan! Hmm, ya sori, karena seharusnya gue bisa menahan lo buat nggak menjalankan jebakan itu. Ternyata bahaya banget sampe lo tepar,” kata Batari dia tidak mau kelihatan simpati banget. Makanya cepat-cepat menambahkan ucapan sadisnya, “Tapi itu ide dan konsekuensi lo yang keras kepala!”

“Hm, oke-oke. Gue akuin itu kesalahan gue, tapi bener kan yang tadi bantuin gue itu elo?” terka Andra tiba-tiba membahas itu. “Lo yang tadi muncul naik motor gue dan menghajar para penyerang bantuin gue? Lo beneran bisa berantem, gue baru inget pas turun dari motor lupa nyabut kuncinya. Untungnya, si Dewa mau ke kebun itu ngambil motornya lagi. Hei, Batari?”

Batari merasakan tiba-tiba sekujur tubuhnya membeku dan dia meneguk ludahnya panik. Dia seingatnya sedang menunggu di depan minimarket lalu melihat banyak motor masuk ke dalam jalanan yang di seberang minimarket. Saat sadar, Batari sudah berada di tengah kebun dengan tubuh Andra tergeletak pingsan di depan kakinya.

“Gue nggak bisa naik motor,” kata Batari dengan takut-takut. Dia berbohong, tapi kan memang tidak ada yang tahu dia bisa bisa atau tidak. Gadis itu tidak pernah bawa kendaraan seperti Acha.

“Lo! Gue yakin itu elo!” tuduh Andra.

“Dia bukan gue,” sahut Batari cepat.

“Lo selalu bilang beberapa kali ‘bukan gue’, ya terus siapa?” Andra terdengar bingung. “Tapi gue inget dia nyebutin namanya, namanya Geri,” kata Andra ngasih tahu.

“Dia bilang namanya Geri? Jadi, dia beneran ada?” tanya Batari tenggorokannya tercekat kuat. Dia tidak bisa merasakan air liur di kerongkongan.

“Apa dia nama lengkapnya Geriandy? Kayak nama karakter tokoh di novel bokap lo?” terka Andra sambil terkekeh, tidak sadar bahwa hal-hal yang menyangkut ayah Batari amat sensitif untuk gadis itu.

“JANGAN BAHAS TENTANG DIA! GUE NGGAK SUKA!”

“Batari, sori—“ Suara Andra menjadi tidak enak hati.

“Sori ya, gue bikin lo sedih ya karena ngomongin orang tercinta lo yang udah nggak ada—“

Tut.

Batari segera menutup telepon dengan perasaan kesal. Cewek itu melempar sembarangan ponselnya ke meja, dan membanting tubuhnya  ke kasurnya.

Apakah dia mulai membagi rahasia besarnya pada orang terdekat? Bagaimana kalau perlahan mereka menjauh karena menganggap dirinya seram dan aneh? Geri? Geriandy?

Suara Andra tadi memenuhi kepala dan terus berputar bagai kaset dan melekat kuat dalam ingatan Batari. Siapa yang harus bertanggung jawab atas semuanya? Tentu saja sang pencipta karakter tersebut.

Apa mereka bisa terima, bahwa dirinya bukan hanya satu, melainkan beberapa?

Kenapa dia tidak bisa menjadi satu yang seutuhnya?

☁️☁️☁️
   

Batari sudah tidak pernah lagi berangkat dan pergi bersama Siera, alasannya dia perang dingin, hubungannya tidak membaik. Sebab entah mengapa Batari merasa Siera jadi angkuh dan menganggap dirinya remeh sejak mengalahkan dirinya waktu itu.

Saat di sekolah pun Siera bersikap selalu menatapnya sinis dan rendah dirinya, selalu diam-diam tertawa bersama para kawannya.

Batari yakin banyak yang membicarakan dirinya, apalagi kalau bukan gosip Siera yang mengatakan Batari mengamuk di rumah karena kalah dan cemburu Siera bisa menang.

Batari tak ada niat minta maaf apalagi berbaikan dengan Siera, dia merasa tak ada salah. Sikap Batari pada saudara sepupunya itu tidak ada yang perlu diubah, apalagi yang dituding kemungkinan menyakiti Siera. Batari tidak merasa bersalah sama sekali.

Lupakan soal Siera, sepertinya cewek itu sudah terpengaruh sama gosip aneh tentang dirinya yang terlibat dalam kecelakaan Revaldi. Di pojokan kantin Batari segera bergabung ke meja Garda, Dewa, dan Jey yang lagi bercanda ria.

“Gue perlu tau, Andra digebukin malam itu sama penjahat yang suka berkeliaran atau bukan?” Satu pertanyaan itu kontan membuat tiga cowok yang lagi tertawa keras itu jadi terdiam dan menatap Batari kikuk.

Semuanya hanya terdiam.

“Duduk dulu.” Dewa akhirnya mengendikkan dagu ke arah kursi sebelahnya dan permintaan itu dituruti oleh Batari.

“Duduk dulu, dateng-dateng langsung ngomong dengan juteknya!” seru Jey, yang sama saja kayak Batari dalam bicara jutek.

Batari memandangi teman-teman Andra, dia penasaran saja mengapa Andra bisa dikeroyok ramai-ramai begitu. Menurut cerita dari Andra yang menyeroyok dirinya sampai beberapa orang, tentu saja itu sekadar informasi karena Batari tidak ingat. Tetapi Batari ingat sebuah motor dengan dua orang penumpang yang menguntit dirinya saat dibonceng Andra.

Sial, dia baru menyadarinya bahwa mereka mengincar sejak berada di jalanan dengan satu motor itu.

Di antara teman Andra, yang lumayan serius dan terlihat seram adalah Dewa. Cowok dengan rahang tajam itu bisa dibilang lebih tampan dari Andra, banyak yang naksir tetapi terlalu seram untuk didekati.

“Ayo, cerita!” Batari menuntut ketiga anak itu buka suara.

Jey dan Garda menatap Dewa, dua anak itu sudah menyerahkan ke Dewa agar tidak salah bicara, tepatnya mempercayakan ke Dewa untuk menjelaskan tentang Andra.

“Dewa aja yang ngomong,” cetus Batari yang tak suka kalau banyak mulut berbicara nantinya.

“Lo bisa dipercaya?” Dewa melipat kedua tangannya depan perut sambil menatap Batari penuh selidik dan air muka yang serius.

Batari melirik ke arah Jey dan Garda yang manggut-manggut dengan pandangan terpekur ke arah meja.

“Bisa, emangnya gue terkenal sebagai tukang gosip bin julid? Gue nggak punya banyak komunitas buat bahas gosip,” jawab Batari, memang begitu kenyataan manis dan juga pahit tentang dirinya. Yang tak punya geng berisi cewek-cewek tukang julid.

“Siapa yang tahan ngomong sama lo sih tepatnya,” cetus Jey membuat kedua temannya, bahkan Batari jadi menoleh dengan mata super sinis.

“Biji cabek lo juga pedes tau kalo nyeplos!” seru Batari jadi kehilangan fokus bahas hal serius tentang Andra.

“Lo cabenya dong!” balas Jey merasa menang.

“Ibu dan anak kok ribut aja sih,” celetuk Garda menambah suasana jadi makin aneh. “Keluarga cabe.”

“Bodo amatan, Wa, lanjutin!” Batari menoleh kembali ke Dewa untuk menuntut lanjutan cerita itu.    

“Lo bakal tau salah satu rahasia Andra, yang dia tutupi dari semua orang, bahkan dia kubur rapat karena itu menyiksa dan membuat dia nggak bisa hidup tenang.”

Batari menahan degub jantungnya, dia seperti merasa memiliki suatu rahasia yang sama dengan Andra.

“Tapi gue mohon sama lo, setelah tau ini, jangan tinggalin, dan menganggap dia buruk.” Dewa mengangguk pelan ke arah Batari. “Bahayanya lagi, kalo ini bocor dan Andra ditangkap polisi karena tuduhan itu. Lo bisa jadi diabisin duluan sama mereka.”

Cewek itu jadi ikutan mengangguk. Apakah dia bisa berjanji tidak meninggalkan, dan menganggap Andra buruk? Kenapa jadi terdengar menyeramkan banget?

“Apa? Dia dulu kenapa?” tanya Batari langsung tersentak kaget saat Dewa memajukan tubuhnya untuk menyamakan posisi bibir cowok itu ke telinganya.

“Andra dulu pas kecil, pernah bekerja jadi kurir pengantar paket rahasia bos premannya.” Dewa berbisik memelankan suaranya di telinga Batari.

“Paket seperti apa?” Suara Batari nyaris tak terdengar untuk merahasiakan obrolan mereka dari tembok yang bertelinga.

Jawaban dari bisikan Dewa membuat Batari langsung membeku seketika dan mengerjapkan matanya tidak percaya. Dewa sudah memundurkan tubuhnya kembali sedang tersenyum penuh makna.

“Beneran? Jadi, orang-orang yang kemarin muncul itu suruhan si mantan bos preman?”

Tiga cowok di depan Batari mengangguk kompak.

“Beneran?”

Jey mendecak. “Tanya Andra aja langsung deh.”

“Andra kayaknya nggak bakal keberatan cerita, dia kadang suka kayak ember bocor kalo udah percaya sama orang.” Garda menggelengkan kepalanya geli.

“Kalo gue nanya langsung bakal dijawab?”

Batari tak pernah menyangka, bahwa setiap orang memiliki rahasia gelapnya masing-masing yang tak ingin diingat tetapi selalu menghantui karena ada yang belum terselesaikan.

Dia baru tahu bahwa sosok cowok bernama Andra, yang gosipnya masuk sekolah itu karena nyogok, dan keluarganya rutin memberikan dana ternyata bukan anak kandung keluarganya. Tentu tak banyak yang tahu, rasa solid di antara teman-temannya Andra cukup kental.

Mereka adalah kelompok cowok yang katanya sudah ketahuan, dan diawasi oleh pihak sekolah sering melakukan balapan liar di suatu komunitas.

Bukan hanya itu yang mengejutkan, masa lalu Andra saat kecil juga sangat menyedihkan menurut cerita dari para teman dekatnya. Batari memiliki beberapa pertanyaan hidupnya, seperti, untuk apa keberadaan dirinya ketika lahir di dunia? Jika Batari menjadi Andra, akan memiliki pertanyaan lain seperti, dari mana dia berasal.


☁️☁️☁️

Saat pulang sekolah tiba, Batari dengan Acha pulang bersama dengan angkutan umum. Mereka menghentikan angkutan umum depan jalanan pemakaman. Ada hal yang ingin Batari ceritakan ke Acha, saat yang tepat adalah pulang sekolah. Mereka rencananya mau main ke rumah Acha agar lebih leluasa bicara rahasianya.

Di dalam angkutan umum menuju rumah Acha, Batari terlihat diam saja seperti sibuk dalam pikirannya sendiri. Kepalanya memang benar sedang dipenuhi banyak hal, sosok bernama Geri, Andra, Bazel, Siera, dan para pelaku pengeroyokan Andra.

Kendaraan angkotnya melaju dengan cepat, mereka seperti terbang karena supirnya membawa dengan kecepatan yang maksimal.

“Tau kan Andra nggak masuk?” tanya Batari, di angkutan umum itu hanya ada mereka dan mereka bisa bicara rahasia.

“Tau sih, dia nggak keliatan. Emang kenapa?”

“Kemarin malam dia dikeroyok pas mau jalanin rencana pengen menjebak pelaku penjambretan, tapi dia malah dikeroyok sama suruhan musuhnya.”

“Lo tau? Hebat banget! Lo sama Andra udah jadi sohiban? Gue nggak mau ya posisi gue diambil sama dia!”

“Masalahnya, gue ikut mau menjebak menangkap pelakunya, tapi gue nggak diizinin sama dia. Dia keluar, di saat gue tau Andra dalam bahaya dikeroyok.”

Dia?”

“Iya dia, sosok yang sama pas gue hajar Revaldi, dan Andra udah tau namanya Geri. Sebenarnya gue kenapa sih?” keluh Batari gusar.

“Geri? Dia punya nama? Namanya Geri? Gue untuk pertama kalinya mau bilang—ini berat buat gue tapi demi kebaikan lo, karena gue juga pengen tau lo ini sebenarnya kenapa. Gue takut lo kenapa-napa, sori, Batari, lo beneran harus pergi ke psikolog atau psikiater.” Acha berkata demikian dengan takut bisa melukai perasaan Batari. Tangan Acha merangkul bahu Batari. “Biar lo bisa tenang juga, gue nggak mau lo selalu gelisah, bingung, dan takut sama diri lo sendiri.”

“Psikolog? Psikiater?” Batari menggeleng lemah. “Gue harus ke sana? Apa gue bakal dapet jawaban? Gue takut dihakimin, lo tau kan, semua orang cuma mencibir dan menghakimi gue!”

“Lo emang bisa cerita apa aja sama gue, tapi gue tau gue nggak banyak bisa membantunya. Lo butuh bantuan dari yang lebih ngerti,” kata Acha merasa kecil.

Batari menggeleng lemah. “Lo dengerin tanpa menghakimi udah cukup.”

“Tapi lo butuh yang bisa mengerti keadaan lo dan bisa bantuin, gue cuma menampung dengerin cerita lo.”

Batari dan Acha lalu terdiam, Batari mendesah lemah, dia melirik dari ekor matanya ada seseorang yang melajukan motornya mengebut di belakang angkotnya. Seseorang itu.

Manik hitam milik Batari bertatapan dengan pemilik mata tajam itu, ada cahaya sinar licik yang terpancar dari mata orang itu.

Kendaraan di jalanan saat itu sedang cepat, dan melajukan kendaraan super ngebut.

“STOP BANG! KIRI-KIRI!!!” seru Batari tiba-tiba membuat supir angkutan kecil itu jadi buru-buru segera meminggirkan kendaraan, dan membuat beberapa pengemudi di belakangnya terkejut dengan pergerakan yang dadakan itu.

Suara besi saling beradu tak bisa lolos diabaikan pada telinga Batari, dia tahu itu sebelum mendengar seruan Acha.

“Batari, Bazel jatoh tabrakannya beruntun!” seruan Acha membuat Batari menjadi gemetaran.




☁️☁️☁️

A/n:

Hahaha kalian lebih suka di cerita ini adegan romance atau yang serem serem gitu?

8 APRIL 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top