Bab 15

⚠️ peringatan sebelum melanjutkan, part ini mengandung hal keinginan untuk bunuh diri.

Maafkan 🙏⚠️


☁️☁️☁️

15:: Coretan mengerikan

☁️☁️☁️

Andra melihat gadis itu bersorot mata kosong. Saat tadi mereka remedial pelajaran Sejarah bersama, beberapa kali Andra berusaha mengajak Batari bicara. Mulai dari menyapa, menanyakan kabar, dan bertanya mengapa tangannya diperban seperti itu, tetapi respon Batari sangat dingin, bahkan cenderung menghindari tatapan Andra.

Usai remedial Sejarah, Andra sempat mencari keberadaan Batari yang sudah menghilang begitu saja ternyata sudah keluar dari sekolah. Andra tadi menemukan secarik kertas yang terjatuh dari buku-buku milik Batari. Kertas yang isinya sudah dia baca juga.

Dia ingin mengajak Batari pulang bersama. Namun, terlambat cewek itu sangat gesit dan sudah tak terlihat di area depan sekolah. Dia juga sangat ingin membahasnya bersama Batari mengenai isi kertas itu. 

Andra memelankan motornya memasuki ke parkiran sebuah minimarket, dia mendapat pesanan dari orangtuanya untuk membelikan sesuatu. Cowok itu baru saja turun dari motor melihat sosok mirip Batari dari belakang, sudah berjalan cepat menjauh dari area depan minimarket.

Dia mengejar Batari menuju pinggir jalan raya, mulut Andra terbuka dan matanya melebar melihat Batari. Dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Namun, dari dalam dirinya tergerak cepat untuk lari segesit mungkin dan menarik gadis itu dengan sekuat tenaga.

Andra menarik tangan gadis itu agar mundur ke pinggir jalan kembali dan berusaha merangkul bahu Batari ketika sadar tubuh gadis itu sangat kaku dan berat sekali saat ditarik tadi. Sepertinya Batari menahan agar tidak mudah untuk dibawa kembali ke pinggir jalanan.

Kejadian tersebut menarik perhatian banyak orang karena efek setelahnya.

Andra merasa dirinya gila kalau berpikir tadi Batari dengan sengaja berjalan ke tengah jalanan raya itu, padahal ada truk tronton yang sedang melaju sudah lumayan dekat jaraknya dengan gadis itu.

Sengaja atau tidak? Tubuh gadis itu memang berat seolah menahan, bukan?

Truk tronton itu mengerem mendadak karena ulah Batari, membuat beberapa motor di sekitarnya menjadi berhenti mendadak. Ada beberapa buah motor yang saling bertubrukan karena terkejut dengan berhentinya truk tersebut. Sang supir menjadi diteriaki oleh banyak warga.

Andra masih merangkul lengan Batari di pinggir jalanan dan seketika dia lemas, karena kejadian itu nyaris membuat dirinya kehilangan nyawa juga. Kalau dia tidak gesit membaca situasi dan melangkah mundur kembali ke pinggir jalanan.

Andra merasakan tubuh Batari kaku, tetapi bergetar kuat. Cewek itu terlihat syok dan menggelengkan kepalanya.

“Kalo mau menyebrang liat jalanan dulu, Batari. Bahaya banget jalanan kalo lo nggak waspada! Yang waspada aja masih sering—“

“Kenapa lo nolongin? Lo seharusnya biarin aja dia jalan ke tengah, biar berakhir di waktu saat ini!” bentak Batari dengan suara parau, gadis itu napasnya memburu tidak teratur.

“Otak lo rusak, Batari? Lo barusan ngapain? Lo tadi beneran sengaja lari ke tengah jalanan?” Andra menatap Batari tidak percaya.

Dia tidak paham apa maksud dari cewek di depannya itu, tetapi pasti sesuatu yang buruk dan membuatnya capek sampai ingin mencelakai dirinya sendiri. Andra yakin sesuatu hal buruk itu membuat Batari lelah dengan kehidupan.

“Bisa lebih bahagia kalau pergi dari dunia yang jahat ini,” ujar Batari tajam. Cewek itu berontak melepaskan diri dari pegangan Andra dan kabur.

Mata Andra mengekori ke mana Batari pergi takut gadis itu kembali melakukan hal yang nekat seperti tadi. Cewek itu pergi memasuki sebuah area deretan warung makanan di pinggir jalan.

Sesaat Andra tertegun karena isi tulisan dalam kertas itu mengingatkan dengan kejadian barusan. Kata-kata yang tertulis di balik coret-coretan kasar yang hanya seperti rambut kusut jika hanya dilihat sepintas. Di balik itu semua berisi kata demi kata yang mengerikan.

Sedih

Bosan

Capek

Mau mati aja

Benci

Marah

Takut

Nggak ada yang peduli

Sendirian

Mati

Nggak berguna

Mati

Mati

Mati 

Andra berjalan cepat mengikut ke mana Batari masuk, yaitu ke sebuah warung bubur ayam. Hanya ada beberapa pengunjung dan Batari duduk sendirian di meja besar. Di dalam warung itu Batari sudah duduk sambil minum soda warna merah.

Sang penjaga warung sedang sibuk memanaskan bubur di dapurnya dan beberapa pengunjung tak menghiraukan keberadaan Andra dan Batari. Suara TV dan radio nyala bersamaan, menampilkan tayangan gosip dan diiringi lagu yang cukup familier dengan Andra.

Batari hanya melirik sinis,tidak menggubris keberadaan Andra.

“Batari, kenapa tadi lo nekat?” tanya Andra duduk di sebelah Batari.

Pemuda itu menatap figur Batari dari samping, sudah terlihat lebih rileks daripada saat tadi. Bahkan Batari sudah pesan minuman. Pertanyaan Andra tidak dijawab sama sekali, dia juga tidak dilirik lagi oleh Batari.

“Cerita aja sama gue,” oceh Andra lagi. “Oke, kalo lo nggak mau jawab, gue biarin tenang dulu.” Andra jadi bicara pada dirinya sendiri. Baru bibir Andra mengatup habis bicara seperti itu, selanjutnya Andra sudah ngoceh lagi. “Sekarang udah lebih tenang?”

“Lo kenapa di sini ngikutin gue? Kenapa di mana-mana selalu ada elo.” Batari jutek banget, dan menyipitkan mata. “Lo kenapa aneh banget ngeliatin gue?”

“Lo baru aja nyaris bikin jantung gue copot, dan celakain banyak orang di jalanan. Lo nekat mau bunuh diri tadi?” cecar cowok berjaket hijau army itu.

“Gue abis ngapain? Bunuh diri gimana?” Batari terlihat bingung mengerjapkan matanya.

“Lo tadi dengan sengaja nabrakin diri ke truk besar, padahal udah dekat banget sama jarak lo!” pekik Andra kesal, tetapi dia langsung menurunkan nada bicaranya. “Lo kenapa sih? Jangan nekat! Kenapa muka lo begitu, jangan bilang kalo lo nggak inget lagi?”

“Hhhh, jadi itu kenapa gue di sini? Tadi gue baru keluar dari jalanan sekolah kita, gue perasaan tadi mau masuk ke minimarket—“ Batari menelan ludahnya. “Gue nggak tau, itu bukan gue.”

“Bukan lo terus siapa? Lo kok jadi aneh dan bikin gue bingung. Nggak sekali lo bikin gue bingung, dan kalo lo lupa sama kejadian barusan, lo beneran deh udah pikun kronis!” Andra menjadi menggerutu kesal, karena kepalanya tidak bisa berpikir jernih. Cowok itu menggaruk kepalanya gusar. “Gue emang bego, jangan dibuat mikir serius dan susah. Waktu lo gebukin orang nggak inget, sekarang juga. Jadi sebenarnya lo pikunan akut?”

“Gue nggak inget ya karena itu bukan gue. Semua yang lo bingungin itu bukan ulah gue. Gue nggak tau apa-apa.”

“Gue nggak ngerti, terus lo kerasukan kayak di Jurnal Risa itu?” terka Andra semakin menunjukkan betapa bodohnya cowok itu.

“Jurnal Risa apaan lagi! Ya udah, kalo lo nggak ngerti jangan kepo dong.” Batari menyedot minumannya sampai habis.

“Nggak kepo. Gue mau tau lo kenapa. Tapi satu yang gue pahami, gue takut lo dalam bahaya kalo kayak tadi lagi,” tutur Andra serius memandangi Batari dalam-dalam.

“Gue juga berusaha nyari tau kenapa, dan sebisa mungkin menghindari hal yang berbahaya, tapi—dalam diri gue ada yang senang bermain-main.“

“Gue boleh bilang sesuatu?”

Cewek di depannya itu menatap dengan sebelah alisnya menaik, “Apa?”

“Jangan sungkan sama gue. Lo bisa ngobrol, telepon atau chat gue, kapan pun lo mau. Lo bisa ingat gue kalo lo butuh seseorang.”

Batari terlihat melongo sesaat, air mukanya kalau tidak tegang sesungguhnya cukup manis, tapi itu hanya sebentar. Mukanya Batari sudah berubah bengis dan tangan kirinya mengetuk botol bekas minuman soda itu.

“Oke, ya udah tuh bayarin minum gue kalo gitu.” Sambil menahan senyumnya, Batari kabur dari warung makan tersebut dengan langkah gesit.

“Woi, lo bener-bener ya—“ Andra menuruti permintaan Batari segera mengeluarkan uang dan membayarkan minuman cewek itu. Dalam hatinya Andra merutuki nasib, betapa mengesalkannya seorang diri asli Batari. Dia mengejar Batari keluar takut saja gadis itu akan mencelakai dirinya lagi.

Napas Andra menjadi lega ketika melihat Batari sedang berjalan cepat ke halte bus, dan tanpa disangka cewek itu menoleh ke belakang. Batari sedang tersenyum samar seraya melambaikan tangannya yang diperban.

Andra tertegun sesaat, dia juga lupa menanyakan kenapa tangan gadis itu diperban. Dia sudah menyerahkan dirinya sebagai orang yang bisa berguna untuk Batari, semoga tidak akan menyesal, karena masuk ke dalam kehidupan Batari nanti akan berbeda dari yang biasanya.

“Lo bikin gue bingung, tapi lo pasti lagi butuh orang buat dengar cerita lo.”

Andra segera kembali ke minimarket mengingat masih ada tugas negara, dia tidak menyadari ada yang mengintai sejak tadi.

Ada sepasang mata dengan sorot tajam yang melihat Andra. Sudah lama orang penuh rasa benci itu memperhatikan Andra dan Batari, tidak suka dengan keakraban dua orang itu.

Batari nggak boleh bahagia, dia harus hancur nggak punya harapan hidup lagi. Gue benci banget sama lo pembunuh.”

☁️☁️☁️


Jam pulang sudah dua jam yang lalu, kegiatan ekstrakurikuler fotografi yang barusan dia ikuti juga sudah bubaran sejak setengah jam yang lalu, tapi Ratu masih duduk di tepi lapangan basket. Motor cempreng Tristan—salah satu temannya, barusan melenggang pergi keluar dari area parkir motor memekakan telinga cewek itu.

Koridor sudah lumayan sepi, mulai minggu depan pendalaman materi kakak kelas baru akan rutin dilakukan setiap hari. Jadi dia manfaatkan nuansa waktu luang setelah pulang sekolah untuk sekedar rileksasi diri di sekolahan, sendirian saja, agar bisa berpikir jernih memikirkan ide-ide. Rasanya tuh tenang, nyaman, Ratu senang memandang langit awan-awan berjalan beriringan.

Tiba-tiba matanya menangkap bayangan cowok berseragam dengan jaket krem memasuki area loker. Nah, ini yang ditunggu. Cewek itu bukan tanpa maksud sengaja berlama-lama di sore hari itu. Dia tahu pemuda itu masih di sekolahan sedang remedial.

Tadi Ratu sudah menyelipkan bunga mawar pink di loker milik Andra (lagi), Ratu buru-buru bersembunyi untuk melihat reaksinya.

Dengan gesit Ratu sudah melesat ke tembok yang bisa melindunginya untuk melihat Andra di lokernya yang terletak di bawah tangga. Sekolahnya memang meletakkan loker di bawah tangga, memanfaatkan lahan yang ada.

Andra tak bereaksi apapun saat melihat bunga yang sudah biasa dia lihat terselip di pintu lokernya, dia pasti sudah mau pulang terlihat dari ransel hitam di punggungnya. Andra menyadari kehadiran Ratu, saat Ratu belum bersembunyi lagi, dan dia sempat bertemu pandang dengan cewek itu.

“Syiiiit, gue harus segera kabur.”

“Eh, Ratu!!!”

Ratu terjatuh di lapangan setelah tersandung oleh kakinya sendiri dalam upaya melarikan diri dari sang target, aduuh si target malah sudah mendekatinya.

Andra membantu Ratu berdiri dengan mengangkat tangan Ratu seakan cewek itu enteng banget. Ratu cuma melirik sekilas cowok yang raut wajahnya masih datar tersebut, di tangan Andra yang berada di lengan kanan Ratu memegang bunga pemberian dari-nya yang belum sempat dia buang,

Aduh, mesti bagaimana??

“Ada yang sakit?” Andra menatap Ratu tajam, suaranya yang berat membuat jantung cewek itu mencelos, aduh jantungnya cuma 1. Bagaimana ini?

“Dengkul kaki gue perih,” jawab Ratu saat merasakan nyeri di dengkul kanannya. Sepertinya dengkulnya lecet karena posisi terjatuh tadi kaki kanannya paling bawah mengorbankan lecet demi menopang organ tubuh yang lainnya.

Andra membawa Ratu ke kursi di pinggir lapangan basket, meletakkan bunga di sisi cewek itu, kemudian meluruskan kaki Ratu serta merta menggulung kaus kaki panjang seragam Ratu, dikeluarkannya botol air mineral untuk membersihkan luka tersebut.

“Lain kali pelan-pelan, masa seorang Ratu jatuh?” ledek Andra sambil senyum geli.

Ratu meringis kesakitan saat air yang dingin itu mengalir disela-sela luka, Andra mengangkat sedikit ujung bibirnya menikmati Ratu yang tengah kesakitan.

Apa ini cara dia dalam bersenang-senang? dumel Ratu dalam hati.

Andra menempelkan tensoplast di luka kaki Ratu. Ratu menahan diri untuk tidak menyentuh rambutnya Andra, yang pastinya sangat mengasyikkan untuk dibelai.

Cowok itu sudah selesai merawat luka Ratu, dia duduk di sebelah Ratu tanpa berkata apa pun. Tidak biasanya Andra tidak banyak bicara.

“Lo ngapain sore begini masih di sekolah?” Suara serak Andra membuat Ratu refleks menoleh cepat, pandangan Andra ke arah nametag kemeja putih Ratu.

“Tadinya mau pulang,” jawab Ratu agak gugup. Sial, bagaimana bisa cowok ini mampu menggoyahkan perasaannya.

Trus gue melihat lo masuk loker, mana bisa gue menyia-nyikan kesempatan untuk melihat lo dari dekat?

Sial.

Imajinasinya makin aneh saja, tentu saja kalimat barusan cuma ada dalam benak Ratu.

“Lo nggak jadi ke loker karena ada gue? Makanya cuma bersembunyi, pake kabur segala saat melihat gue. Emangnya gue hantu?” Saat melihat reaksi datar Ratu sesaat setelah mendengar celotehannya dia menambahkan “Bercanda.”

“Gue nggak sengaja lewat, wajah lo seram banget tadi di loker kayak mau makan orang, jadi gue lari aja,” ucap Ratu penuh pembelaan.

“Tapi nggak mungkin juga ya lo ke loker IPS, lo kan anak IPA.” Seloroh cowok itu dengan seringai kecil dibibirnya.

Ratu melotot tak percaya. Dia shock berat dengan pernyataan barusan. Entah dia harus bahagia atau malu karena ketahuan menguntit cowok manis itu.
Ratu terdiam tidak menjawab apa pun.

“Jangan-jangan lo yang suka mengirim bunga mawar pink di loker gue beberapa kali ini?” terka Andra kemudian dia memajukan wajahnya untuk melihat wajah Ratu yang sudah semakin menunduk dalam.

Apa gue mengaku saja? Biar dia membentak gue, menyuruh gue agar berhenti mengirim bunga mawar dan menjauh dari dirinya, memang lebih cepat lebih baik. Begitulah suara hati Ratu.

“Iya. Gue sang pengirim,” aku Ratu dengan suara malu-malu.

“Hmmm, begitukah? Apa lo mulai sadar sama keberadaan gue? Wah, masa iya?” Terdengar nada senyum dalam kalimat itu.

“Kata Bang Garda, lo udah banyak ngasih ide buat jebak nyari siapa pencopet hape gue waktu itu. Boleh nggak, gue kagum sama lo karena kepedulian itu?” Ratu mengulum senyuman malu.

“AH! Belum ketangkep itu, nanti kalo udah kena, gue boleh bangga. Thanks, lo sering ngasih minuman dan sekarang bunga. Oya, gue harus pulang duluan yah, lo pulang juga sana, udah sore.”

Andra buru-buru bangkit dari duduknya dan meninggalkan Ratu yang masih memasang ekspresi wajah senang.

“Gue nunggu jemputan nih, lo nggak mau nemenin sebentar aja sampe mobilnya dateng? Hm, kapan-kapan mau pergi sama gue nggak?”

☁️☁️☁️

A/n:

Cerita ini gak cocok dibaca untuk orang yang nyari hiburan.

Cerita ini untuk orang orang yang penasaran.

Guys, jadi cerita ini cukup bakal nge-trigger. Jangan dibaca saat Anda sedang sedih dan lemah.

Jangan!!

1 APRIL 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top