Bab 14
14:: Hari yang mulai gelap
☁️☁️☁️
Perban di tangan kanan Batari membuatnya jadi tidak keren lagi, menurutnya. Gadis itu semalam setelah tenang ditolongin oleh Rishad, lukanya diobati dan diperban. Untungnya luka Batari tidak parah banget, hanya ada beberapa luka berkat tajamnya pecahan kaca itu. Luka itu rasanya tidak seberapa sakit, tentu karena otaknya sudah tidak memikirkan tentang tangan itu lagi. Pikiran Batari sudah terisi hal-hal yang sudah di luar nalar sehat.
“Lo jangan nekat kayak kemarin lagi, gue mohon sama lo. Dulu untung aja gue ngeliat lo, itu kan yang bikin kita jadi dekat—“ Acha menatap Batari serius setelah tadi sobatnya menceritakan kejadian keributan di rumah karena hal sepele, tapi mampu membuat Batari mengamuk.
Jam pelajaran olahraga sudah berakhir, Batari tidak ikut hanya menonton dari pinggir lapangan, dan setelah selesai Acha memanfaatkan waktu mendengarkan cerita Batari di pinggir lapangan. Sambil menunggu jam istirahat berbunyi.
Batari menelan ludah, mata gadis itu yang sedang menampakkan kesenduan menatap pada langit. Dulu saat SMP, Batari juga sering sekali melakukan hal-hal yang mengancam jiwanya, masih ingat dalam benaknya ketika cewek itu ingin loncat dari jembatan penyebrangan. Jembatan itu tidak terlalu ramai, tidak banyak orang yang menggunakannya. Kesempatan dan bisikan untuk mengakhiri hidup nyaris sudah mempengaruhi Batari.
Ada seorang malaikat baik hati yang menahannya, sosok itu menangis dan memohon agar Batari tidak mengulangnya lagi nanti di lain waktu. Sosok gadis itu kini menjadi sahabatnya, yaitu Acha.
“Cha, gue terkadang nggak bisa bedain mana yang nyata atau enggak. Semalam gue kepikiran, apa orang sebaik lo beneran ada mau berteman sama gue?” Batari bicara sambil memeluk lutut dan menopang dagunya di antara sela lutut.
“Sure, gue ini nyata, emang menurut lo gimana? Apa yang lo pikirin sih, Batari?”
“Mulai banyak keanehan dalam diri gue, lo tau kan, bahkan gue bisa membuat Kesha, Erik, dan Geo menjadi seperti ada kehadirannya. Ya gue takut, lo sama kayak mereka, nggak nyata. Gue nanti nggak punya siapa-siapa lagi.”
Hanya Acha yang sudah diceritakan oleh Batari tentang teman-teman imajinasinya. Itu juga Batari terpaksa cerita karena mereka bermain Truth or Dare, dan Batari mengambil Truth, dia menceritakan salah satu rahasianya yang tidak diketahui oleh orang lain. Rahasia mengerikan itu juga dimaklumi oleh Acha, sebab imajinasi Batari tidak ada batasnya.
“Gue nyata beneran, lo akan selalu punya gue. Biar dunia dan orang-orang menganggap rendah atau lo aneh, gue tetep bakalan sama lo,” ujar Acha.
Batari mengangkat kepalanya dan menatap Acha dengan sorot sedih, “Kebaikan lo yang seperti ini, bikin gue takut lo nggak nyata, Cha.”
Tangan kiri Batari ditarik oleh Acha dengan lembut, mata bulat Batari membelo.
“Selama lo bisa pegang, dia nyata,” kata Acha meyakinkan Batari.
“Sori, gue meragukan lo, karena gue pengen berhenti menganggap mereka ada,” kata Batari. “I want to be real.”
Acha mengangguk. “Yuk kita makan aja, daripada lo sedih terus!” Lalu menarik tangan Batari untuk berdiri, mereka berjalan meninggalkan lapangan bersama dengan langkah riang—maksudnya si Acha, sebab Batari hanya menatap Acha dan dalam hatinya dia merasa ada yang mengganjal.
Maafin gue, Cha, kalo suatu saat nanti gue jahat sama lo, itulah saatnya gue udah menyerah nggak akan kuat lagi.
☁️☁️☁️
Di perjalanan menuju kantin, beberapa langkah di depannya ada gengnya Andra sedang berjalan bersama-sama bercanda riang. Gadis itu berharap, Andra juga sungguhan nyata.
Mereka masuk kantin, Batari mengedarkan pandangan menatap ke sekitar mencari keberadaan tiga cowok tinggi dan yang satunya pendek. Karena kantin ramai, Batari sudah ditarik oleh Acha untuk antre di warung soto.
Batari tidak bisa mencuri pandang untuk mencari di mana sosok itu, para murid banyak berlalu lalang kalau tidak fokus bakalan jadi sasaran tabrakan. Namun, mana ada yang mau nyari ribut sama Batari dan bakal menghindar dengan sendirinya menjauh.
Mereka sudah memesan makanan dan mencari meja, Batari melihat geng-nya Andra duduk di meja yang dekat dengan mejanya Ratu, cewek yang gosipnya ditaksir banyak cowok. Gosipnya Ratu sukanya main tarik ulur dan suka memberi harapan palsu. Salah satu cowok itu adalah Andra.
“Gue nggak suka liat Garda deket-deket sama Ratu!” pekik Acha membuat hati Batari menjadi tersengat.
“Garda nggak ngapa-ngapain deh perasaan,” tukas Batari jadi melirik ke arah meja Andra, di sana ada sosok Ratu sedang memberikan sesuatu untuk seseorang.
Dia melongo melihat Ratu sedang memberikan minuman dingin untuk Andra, kedua makhluk itu saling melemparkan senyuman.
“Eh, ternyata Ratu deketin Andra,” gumam Acha memberikan tatapan mata tidak enak. “Biasanya Andra yang bucin ke Ratu, apa mereka mulai saling bucin?”
“Apaan bucin?” Nada suara Batari ketus lagi.
“Ya gitu deh, lo tau kan? Nggak usah ngamuk cemburu gitu dong, coy!” Acha sebenarnya lebih suka kalau Batari kembali jutek daripada sedih dan tampak lemah banget.
“Andra yang kayak gitu aja juga seleranya kayak Ratu,” celetuk Batari, dia mengaduk soto yang sudah terhidangkan di mejanya baru saja diantar.
Tangan kanan cewek itu agak bergetar karena tebalnya perban membuat kesulitan digerakkan. Cewek itu pelan-pelan mengaduk makanan berkuah itu. Untuk digunakan makan masih bisa, tetapi kalau kegiatan yang berat-berat masih sulit digunakan.
“Lo beneran jatuh cinta sama Andra?”
Batari ingin mengelak dengan segera langsung keluar kata-kata sinis bin jahatnya. Namun, kalau dia mencaci maki Andra, bisa jadi ucapan akan terkabul padanya. Sungguh, dia jadinya ingin menyumpahi si Arisha Kusnadi. Cewek itu mengesap kuah soto dan memelototi Acha.
“Mana mungkin!” Batari tersenyum miring melihat Acha yang memasukkan banyak sambal ke sotonya. “Awas lo kepedesan terus perutnya panas!”
“Ya mungkinlah! Tapi jangan semudah itu ya, nanti lo jadi galau karena percintaan, mending jangan pacar-pacaran! Gue nih korban diselingkuhin, di-ghosting, dan banyak lagi. Ditolak juga pernah,” cerocos Acha langsung menganga kepedasan, karena sepertinya dia banyak memasuki sambal ke mangkuknya. “Pedes beneran!!!”
Batari ditinggalkan sendirian karena Acha pergi membeli minuman dulu, sebelum Acha makan lebih banyak melanjutkan makanan super pedasnya, dia butuh stok minuman lebih banyak.
Di meja itu hanya Batari menyuapkan soto mie ke dalam mulutnya.
“Kenapa tangan lo, wahai si cewek tukang cari perhatian?” Seorang cowok tinggi, berkulit putih, dan tampan, tengah berdiri di depannya. Bazel menaikkan satu kakinya di kursi depan Batari dan bersikap sok angkuh menyebalkan.
“Waktu itu gue nggak menggubris lo yang ikut campur sama urusan gue dan kelurga gue—jangan bikin nambah emosi sekarang!“
Batari mengingat sekali dia melepas Bazel padahal cowok itu yang membuat Oma ribut dan mengetahui kerjaan Batari yang suka menulis terus.
Bazel tersenyum miring tampak menyebalkan, apalagi wajahnya memang mendukung, dia menenggak cola dari kaleng. “Gue cuma pengen tau keadaan lo aja, ngapain nyahutinnya begitu sih?”
“Lo kalo ngomong sama gue mana mungkin tanpa tujuan, kali ini lo mau ngapain? Teriak-teriak lagi kalo gue cuma pake perban boongan? Tadi lo udah nuduh gue tukang cari perhatian!”
“Lo kan jago akting, ngibulin banyak orang. Dasar psikopat!” decih Bazel menatap tajam tepat di mata Batari.
“Kalo gue psikopat, lo bakalan jadi orang pertama yang gue incar,” sahut Batari sambil tersenyum penuh kemenangan. Gadis itu berdiri, agar tidak terlihat rendah karena saat dicaci maki Bazel bisanya hanya tetap duduk-duduk santai.
Ucapan menyeramkan itu kontan membuat Bazel terperanjat dan membenarkan posisinya menjadi berdiri di lantai kedua kakinya menapak, cowok itu menundukkan kepalanya pada Batari dan membisikkan sesuatu.
“Gue tau, sejak dulu lo emang udah berencana buruk sama orang di sekitar. Lo inget kan, bagaimana dulu lo pengen ngabisin nyawa keluarga gue?”
Mengapa kenangan itu muncul di otaknya?
Batari tersenyum pedih. “Lo percaya cerita dongeng sebelum tidur dari nyokap lo atau orang lain?”
“Dongeng apa? Itu kisah nyata.”
“Emangnya lo liat sendiri? Itu cuma cerita dongeng, dari pengasuh kesayangan lo!” balas Batari emosi.
Mata cewek itu sudah bersorot berbeda, tangannya mengepal keras, terasa perih bekas luka-lukanya karena kain kassa yang kasar kalau dicengkeram kuat. Dari dalam dirinya dia menahan agar tidak mengamuk dan menghajar Bazel.
“Jangan ngingetin gue sama dia!” maki Bazel marah.
“Bazel, stop, lo pergi sekarang juga!” pekik Acha mendorong Bazel supaya menjauh dari Batari.
Gadis kecil itu sekuat tenaga mendorong Bazel menjauh dari Batari padahal cowok itu masih melotot penuh kemarahan menatap kepada Batari. Berkat didorong oleh Acha dan dilihatin banyak orang, Bazel pergi dengan langkah cepat-cepat.
Sepeninggal Bazel, Batari duduk termenung memijat keningnya yang nyeri. Di sebelahnya Acha duduk dan membukakan air mineral untuk Batari.
“Ini masih Batari, kan? Lo tenang ya, jangan kepancing emosinya,” kata Acha mengelus bahunya lembut.
“Maksudnya apa, Cha, ya gue masih Batari,” kata Batari lemah.
“Ya, gue tuh takutnya lo kembali terulang kayak pas hajar Revaldi, lo nggak inget apa-apa pas kejadiannya. Ya gue takut lo bukan diri lo lagi, ngerti nggak sih?”
Batari menggelengkan kepala menyerah dengan yang Acha maksud. Dia menjadi makin napsu makan dan minum setelah ribut sama Bazel.
“Gue nggak ngerti sebenarnya lo kenapa, tetapi gue menduga dalam diri lo, kepribadiannya ada banyak.”
Batari tersentak, dia menoleh cepat ke arah Acha, matanya mengerjap, dan kehilangan kendali dirinya dia seketika melemas.
“Cha, cepetan makannya terus ke kelas yuk!” seru Batari lalu fokus makan dengan perasaan dalam diri menjadi sangat dingin, dan jantungnya berdegub keras.
Usai makan siangnya, Batari bersama Acha kembali ke kelas. Selama perjalanan Batari sudah tidak fokus, perasaan gadis itu menjadi gelap, sendu, dan berat. Dia tahu itu bukan perasaan yang berasal dari dirinya, dia segera menyingkirkan perasaan itu.
Jika sesuatu yang buruk terjadi, dia tidak mau bertanggung jawab. Karena dia sudah berusaha menghilangkan perasaan kalut tak terdefinisikan itu.
“Kenapa lo suka tiba-tiba sedih tanpa alasan gini sih?” gumam Batari sambil mengerjapkan mata menatap ke arah papan tulis.
Bukan tanpa alasan yang jelas, Batari tahu sebenarnya mengapa dia menjadi tiba-tiba sedih tak berenergi seperti itu. Gara-gara keributan di kantin tadi.
☁️☁️☁️
A/N:
Siapkan diri untuk Bab selanjutnya ~~~~
28 MARET 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top