Bab 11
11:: Dalam satu hari
☁️☁️☁️
Pagi harinya, Batari ditemani Andra dengan janjian di depan jalanan pemakaman itu untuk mencari sesuatu benda yang cukup penting. Mereka bertugas mencari ke sana- kemari, berbagi tugas karena sebenarnya Batari malas dekat-dekat sama Andra yang ngoceh melulu.
Setelah mereka cari ke segala tempat yang tidak jauh dari lokasi, tidak ditemukan benda apa pun di sana. Sepuluh menit sebelum bel berbunyi, mereka memutuskan untuk kembali ke sekolah saja.
Walau masih penasaran banget, Batari terpaksa menyerah dengan rasa penasarannya, walau tidak ketemu dengan benda itu, dia sudah memastikan sendiri dengan mancarinya.
Di jam pulang, Batari mendapat pesan diajak pergi ke suatu tempat sama Andra. Cowok itu mengajaknya pergi makan bareng ke Warung Makan Ayam Pak Cetar.
"Sumpah, ini tuh ajakan kencan tau!" seru Acha yang berjalan bersama Batari ketika mereka berjalan menuju parkiran motor ingin segera ke tempat yang dijanjikan Andra. "Ini bener kan lo mau? Gue nggak nyangka, ternyata lo mau buka hati ke Andra?"
Ekspresinya yang heboh dan berlebihan membuat Batari mendecih.
"Lo tuh lebay banget! Kita cuma mau makan," kata Batari. "Bayar sendiri lagi, nggak ditraktir."
"Nggak biasa ini, sedikit nggak wajar! Sejak kapan lo sama Andra jadi kenal? Bodo amat nggak ditraktir, lo mau diajak pergi sama Andra dan gak dibayarin, itu WOW banget buat cewek kayak lo! Apa yang bikin lo mau?"
"Gue kenal sama dia sejak masuk sini, gue tau dia dari dulu," jawab Batari. "Masa gue mau aja dibayarin sama Andra? Keluarga gue tajir!"
"Maksudnya sejak kapan kalian jadi dekat dan akrab? Sombong amat lo! Karena lo tajir jadi sungkan ditraktir orang? Tapi kok lo mau aja ngembat cemilan yang gue kasih!"
"Nggak tau, emang kenapa lo reaksinya lebay banget sama ini? Biasa aja, Neng! Ya, lo kan udah biasa gue embat makanannya," jawab Batari.
"Gue temenan sama lo sejak kelas 1 SMP, mana pernah lo deket sama cowok alias naksir," ujar Acha, "Eh, gue harap sih nanti bakalan ada Garda juga ikutan."
"Siapa yang naksir sama cowok sih? Lo ternyata naksir sama Garda?"
"Ya, elo nakir sama Andra, udah jelas deh ketauan! Lo ketebak kalo suka sama cowok, soalnya baru kali ini lo deket sama cowok. Iya gue tuh kagum sama Garda," kata Acha mengangguk dengan raut genit.
"Gue nggak deket," tukas Batari lagi.
"Terserah lo nyebutnya apa, tapi gue nggak nyangka ternyata Andra adalah orangnya," ucap Acha.
"Hah? Apaan deh. Gue nggak tau mau ngomong apa lagi!"
Batari membuang wajahnya dan memasang helm milik Acha yang dipinjamkan untuk orang yang biasa menebeng dengannya. Gadis itu ingin menyembunyikan, tidak mau kalau orang lain tahu bagaimana perasaan aneh yang sejak beberapa hari ini muncul dan tak biasa.
Motor yang dibawa oleh Acha keluar dari parkiran sekolah.
"Cha, gue minta motor sama Om Deka," kata Batari di tengah jalan membuat Acha menoleh terkejut.
"WHAT!?? ENAK BANGET! DIKASIH ENGGAK?" tanya Acha suaranya sebesar pakai toa.
"Tadi malem Om Deka nge-chat gue, katanya ditunggu aja kejutannya, nanti gue juga bakal kasih kejutan sama lo," ucap Batari.
"Lo bisa naik motor? Nanti gue ajarin nih pake motor gue," kata Acha.
"Enggak, motornya bukan kayak lo, gue udah pernah belajar diajarin dan nyoba beberapa kali pake motor orang."
"Gue tunggu dah ntar kita konvoi bareng, coy!"
Di belakang, Batari tertawa kecil membayangkan hal seru itu, dia berubah menjadi gugup ketika tiba di rumah makan yang dijanjikan.
Rumah makan yang tidak sulit untuk ditemukan itu lumayan ramai. Di parkiran sudah banyak terisi kendaraan. Batari dan Acha berdiri mematung lalu saling beratatapan, mereka menjadi ragu apa dikerjain sama anak-anak resek gengnya Andra itu.
"Diem aje kalian, kenapa gak masuk?" Dari belakang ada suara Andra muncul dengan motornya, disusul dengan dua motor lainnya yang berisi Jey-Dewa, dan Garda yang sendirian.
"Kok kita ditinggal sih?" tanya Dewa si cowok yang wajahnya jutek. "Kan bisa bareng."
"Emang kalian ngajak bareng? Kok Batari gak bilang?" Acha melirik Batari yang sudah buang wajah tidak mau bertanggungjawab untuk menjawab.
"Iya-ya, kenapa nggak barengan?" Andra memandangi Batari yang sedang menatap ke arah lain.
Batari menghindari tatapan Andra, dia sok sibuk saja pura-pura tidak mendengar.
Garda yang merupakan cowok tertinggi di sekolah mereka, ganteng, tapi kadang tidak jelas baru turun dari motornya, dan menyapa Batari dan Acha tanpa suara, hanya melambai agak sungkan. Acha membalas dengan senyuman lebar, sedangkan Batari hanya mengangguk kecil.
"Gue kira Andra boong bakal ngajak Batari main sama kita," decak Jey alias nama aslinya Jason, cowok berparas manis yang sering dibully karena paling pendek di antara mereka. "Terima kasih, karena kalian sudah mau memenuhi rasa penasaran gue yang mau makan di sini."
"Demi lo doang emang, eh, tapi gue juga penasaran katanya pedes banget," ucap Andra. "Lo bisa makan pedes?"
Batari sadar Andra sedang berjalan menuju ke dekatnya. "Nggak sih, yang pedes wajar aja, emang lo mau makan pedes level yang kayak para netizen cobain?"
"Gue suka makan pedes sih," katanya sambil nyengir lebar. "Yuk, masuk!"
"Jey, lo masuk duluan, lo yang rekomenin ni tempat!" seru Dewa dan yang disuruh langsung melesat maju duluan menuju ke dalam.
☁️☁️☁️
Batari memandangi buku menu dengan kening berkerut. Gambar yang ditampilkan terlihat mengerikan karena dari gambarnya saja sudah tercium aroma pedas.
Di depan Batari, duduklah si Andra. Di sebelah Andra ada Garda dan Dewa. Di sebelah Batari ada Acha dan Jey, mereka berdua langsung akrab ngobrolin banyak hal yang hanya dimengerti keduanya. Gosip selebgram.
"Apa bedanya penyet sama geprek?" gumam Batari hanya untuk dirinya sendiri, tapi ternyata diperhatikan oleh Andra.
"Ayam geprek itu digoreng dulu sama tepung, kalo penyet ayam goreng biasa, tapi sambelnya dicampur langsung ke ayamnya," sahut Andra.
"Gue nggak tau kalo ternyata begitu bedanya, jadi gue sering liat tulisan kata itu, tapi gak ada bayangan itu makanan apa."
"Emang nggak pernah makan gituan? Lo biasanya makan apa?" Andra nanya serius.
"Wajar sih, lo kan selalu fokus dan hidup dalam imajinasi," Acha ikut menyahuti terkekeh.
"Iyalah, gue! Makanan di keluarga gue itu lumayan sehat, jadi gak pernah beli makanan menyiksa diri yang cabenya sekebon begitu." Ucapan Batari membuat yang lainnya tertawa, cewek itu menatap teman-temannya dengan perasaan senang.
Mereka sudah memesan makanan, tinggal menunggu dibuatkan. Batari masih merasa kikuk hanya diam, berbeda dengan Acha yang sudah ngobrol ngalur-ngidul sama yang lainnya bahas artis-artis yang lagi heboh. Mendengar nama-nama artis yang disebut Acha, sungguh Batari tidak tahu mereka siapa. Benar, dia hanya hidup dalam imajinasi.
"Udah denger kabar gosip lanjutan tentang pembunuhan di pemakaman Katolik itu?" Ucapan Andra sedikit pelan.
Batari menoleh karena diajak bicara oleh cowok itu. "Belum, emang kalo mau update tentang beritanya gimana? Gue merasa kesal dan malu karena kita nggak nemu benda tajam itu," sahut Batari lesu.
"Pelakunya udah ketemu, motif pembunuhannya balas dendam, dari berita yang gue baca dibunuhnya bukan di pemakaman itu. Dia cuma numpang buang-"
"Ngapain cuma dibuang, nggak sekalian dikubur aja?"
"Ya lama, Batari, kali aja kepepet panik. Barang buktinya ada yang ditemukan di kontrakan pelaku dan di makam itu ternyata ditemukan pisau. Tapi kan pelakunya ngabisin di kontrakan? Apa benda itu yang lo maksud? Lo cari-cari?"
"Lo baca beritanya nggak, tentang mayatnya dibuangnya sekitar pukul berapa?"
"Pukul 9 malem, udah lumayan sepi jalanan."
"Tapi kan kita ngeliat dia sekitar jam 7?" Batari berbicara pelan, berbisik.
"Kenapa bisik-bisik sih?"
"Ya, suka-suka gue."
Andra menatap Batari masam. "Ya, bisa jadi dia lagi mencari tempat atau ngawasin bagaimana amannya untuk kabur kalau kepergok pas buang."
Penjelasan Andra agak sedikit memberikan pencerahan untuk Batari menjadi lega.
"Lo kok ngomong kayak pelakunya aja," ujar Batari.
"Kan gue cuma ngasih bayangan, kali aja," tandas Andra makin masam.
"Iya, bisa jadi, ya udah lo update terus kelanjutan beritanya."
"Ngapain? Biasanya udah nggak hot, keganti sama yang baru-baru dan yang lebih menyeramkan juga."
Batari kehilangan fokus mendengarkan ucapan Andra, dia melihat sekelebat bayangan Bazel sedang berjalan berdua dengan sosok perempuan yang merupakan anak sekolahan juga. Bazel merangkul perempuan di sebelahnya itu, mereka pergi sepertinya ke kedai yang berada di sebelah. Apa Bazel melihatnya sehingga tidak jadi masuk bersama anak perempuan itu?
"Halo, Batari?" Tangan Andra membuyarkan tatapan cewek itu.
Batari segera sadar dan menjadi gugup. "Eh?"
☁️☁️☁️
Batari tidak menyangka bahwa kebahagiaan masih bisa mampir ke dalam hidupnya. Setiba di rumah, dia dikejutkan dengan tibanya sebuah motor Ninja warna merah kinclong, motor yang dia minta pada Om Ardekara, padahal waktu itu dia tidak serius, hanya bercanda saja.
Saking noraknya, Batari langsung mencoba naik motor itu, dia pernah beberapa kali diajarin dan nekat belajar sendiri dengan motor orang. Iya, Rishad yang pernah mengajarkannya dan meminjamkan motor. Batari mencoba naik motor itu keliling komplek perumahan dan dia berteriak-terik di jalanan saking senangnya. Untung jalanan komplek perumahan sepi jadi dia tidak dianggap orang gila. Namun, kebahagiaan tidak benar-benar untuknya, hanya beberapa waktu.
Setibanya dia di rumah kembali, sudah disambut oleh Oma yang raut wajahnya sangat marah dan mambuat perasaan Batari langsung memburuk siap diamuk.
Batari memarkirkan motornya di garasi, dia berjalan masuk sesaat setelah Oma masuk ke dalam rumah.
"SINI IKUT OMA!" seru Oma meminta cucunya mengekor naik ke lantai atas.
Batari melihat Rishad dan Jerry di ruangan keluarga lantai atas, kedua cowok itu menggelengkan kepala, entah maksudnya apa. Sepertinya gelengan kepala dua sepupu cowoknya itu memiliki makna yang berbeda.
Mata Batari terbelalak dan sekujur tubuhnya lemas ketika Oma berdiri di depan kamarnya sambil menenteng notebook.
"Jangan!!! Jangan diambil, Oma!" seru Batari keras.
"Kamu kebanyakan mengkhayal daripada fokus belajar dan sekolah!" omel Oma.
Batari ingin merebut benda tersebut dari wanita tua itu. Namun, dalam dirinya menahan agar tidak memancing dirinya menjadi sosok yang bukan hanya jago dalam bicara tetapi tenaga, kalau tidak ditahan Batari bisa mengeluarkan sosok menyeramkan itu.
"Oma! Jangan ambil notebook, Batari lagi nulis buat seleksi lomba cerita pendek!"
"Masuk daftar seleksi itu memangnya kamu bisa?"
"Aku bisa jadi juara kalo aku mau!" tandas Batari. "Siera juga ikutan seleksi buat lomba itu, kenapa Oma nggak ngelarang?"
"Karena dia bisa membagi waktunya dengan belajar, sedangkan kamu melakukannya dengan nggak bermanfaat! Buang waktu yang nggak penting!"
"Aku nggak bodoh banget, karena Oma bandinginnya aku bisa bersanding sama dengan para juara pararel sekolahan. Padahal, aku bukan anak yang bodoh banget dengan nilai buruk. Ya, nilaiku standar banget memang betul!"
"Kenapa kamu nggak kejar agar bisa menyamai mereka? Biar kamu nggak dianggap produk paling-"
"Gagal, aku emang cucu Oma paling gagal!" Batari menggigit bibirnya sakit hati dengan anggapan itu. "Aku paling bodoh, dan nggak bisa dibanggakan."
"Kamu tau itu, harusnya sadar diri dan berubah! Kalo emang kamu bisa jadi anak yang membanggakan, ya buktikan!"
Batari dan Oma saling tatap penuh emosi. Batari tidak mau marah, nanti monster jahat dalam dirinya bisa muncul. Tangan cewek itu terkepal kuat.
Mengapa dia berbeda?
Mengapa dia tidak bisa seperti lainnya yang menjadi anak pintar dan bisa dibanggakan. Dia punya alasannya. Itu salah papanya dulu yang tidak bisa membesarkan dan mengarahkan perkembangannya. Batari akan memiliki sejuta cara untuk menyalahkan papanya atas kesengsaraannya selama ini.
Cewek itu menahan tangisnya dan pergi ingin masuk kamar. Dia ingin menyudahi perdebatan dengan Oma. Dia tidak mau berantem lebih lama lagi dengan Oma, tetapi ucapan Oma membuatnya semakin mendidih ingin meledak.
Belom menjauh dari Oma, suara perempuan itu menahan langkah Batari.
"Kamu dibaikin makin melunjak, kamu minta apa sama Om-mu si Ardekara? Beraninya kamu minta notebook dan sekarang motor!" omel Oma. "Kamu nggak tau etika!"
"Kalo Oma nggak suka aku minta motor itu, lebih baik sita motor itu aja, bukan notebook-nya! Aku lagi butuh banget benda itu! Aku mau berusaha buat wujudin mimpi aku, supaya bisa menang, dan bisa banggain Oma, kan?"
"Apa yang bisa dibanggakan memangnya? Oma nggak akan sita motor itu, kecuali kamu berulah nantinya. Oma nggak suka kamu sering bolos pelajaran sibuk main sama benda ini," ujar Oma mengangkat notebook tersebut dan menyerahkannya ke Bu Heriana, untuk disimpan yang pastinya disita di suatu tempat.
"OMA!" Suara Batari melemah tidak ingin melawan, matanya mulai dipenuhi selaput basah dan hatinya sakit, dia ketakutan tidak bisa meneruskan semua ceritanya lagi.
Ketika kamu dilarang melakukan hal yang disukai, tentu membuat kesal.
Tapi, dalam dirimu tak boleh ada yang bisa menghentikan langkah dirimu sendiri apalagi orang lain, Batari.
Oma melotot memberikan aura kemarahan. "Jangan pernah minta sesuatu lagi sama Ardekara, kamu nggak malu sama Siera? Emangnya dia meminta banyak hal sama papanya? Kamu nggak tau diri!"
"Bukan Siera yang nggak pernah minta! Om Deka nawarin dia Macbook, mobil, dan ponsel keluaran baru, tapi dia menolak. Terus aku yang nggak pernah ditanya apa yang aku butuhkan dan inginkan. Siapa yang bisa memenuhi kebutuhanku? Aku bisa meminta barang kebutuhanku sama siapa? Siapa yang bisa memberikan benda yang aku inginkan? Iya, aku bisa menabung sendiri, tetapi aku ingin rasanya diperhatikan diberikan sesuatu oleh seseorang. Alasanku lebih suka di luar rumah, karena di sana lebih menyenangkan. Acha yang paling baik di dunia ini."
Ucapan kacau penuh emosi Batari membuat semua orang yang mendengar terdiam meresapi, bahkan suaranya sampai ke lantai bawah.
Batari biasanya membeli dengan uangnya sendiri hasil tabungan, yang paling mewah adalah ponselnya, Flat LCD TV untuk di kamarnya menonton, dan berbagai kebutuhan perempuan seperti perawatan kulit yang tidak murah. Walau perawatan kulit dia juga tak jadi cantik amat juga sih.
Cewek itu masuk ke dalam kamar membanting pintu dengan emosi meledak, di balik pintunya Batari segera mematikan lampu kamarnya, dan melemparkan dirinya ke kasur.
"Kalian berdua mati dan meninggalkan anak yang nggak berguna di dunia ini," katanya sambil menatap langit kamar yang gelap.
☁️☁️☁️
A/N:
this story is getting dark hehe
Siap siap ~~~
18 MARET 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top