Bab 1

1 :: Nasihat guru yang tak pernah didengarkan

☁️☁️☁️

Telat masuk kelas. Kabur saat jam pelajaran. Tidak mengikuti upacara sekolah.

Itu hanyalah sekian daftar kelakuan Batari yang membuat Wali Kelasnya ingin tukeran jabatan ke guru kelas lain. Bu Angela yang terkenal tegas, dan galak saja sudah mulai lelah, memberikan hukuman tak membuat Batari jera. Kalau dihukum dengan kegiatan yang tak berhubungan dengan belajar, misalnya menyapu kebun belakang, atau menyikat WC, hal itu malah membuat Batari kesenangan. Batari tidak perlu belajar di kelas, katanya.

Batari juga pernah mengutarakan bahwa hukuman yang para guru berikan sedikit membantu cewek itu, untuk mencari ide sibuk ngayal buat alur cerita buatannya. Dikasih hukuman yang berbentuk pelajaran misalnya menyelesaikan beberapa soal, cewek itu lebih parah lagi mengerjakan soalnya. Batari memang payah banget sama soal Matematika.

"Sebelum ini selama dua tahun kamu homeschooling, kenapa sekarang kamu memutuskan masuk sekolah umum tapi nggak bisa mengikuti aturan yang berlaku?" tanya Bu Angela, guru cantik dengan rambut hitam sebawah telinga.

"Saya bosen di rumah, Bu. Saya gak bisa dapet inspirasi, gak bisa punya teman dan gak ketemu orang dengan karakter baru." Cewek itu menjawab dengan santai sambil memainkan kaki di kolong meja.

"Jadi alasan kamu sekolah umum seperti itu? Tapi Ibu gak ngeliat kamu punya banyak teman."

"Teman dekat saya dikit. Teman biasa dengan yang dekat kan beda, Bu."

Batari menahan senyum saat melihat tiga orang temannya mengintip di pintu kantor guru dengan wajahnya yang cemas semuanya. Temannya, dua orang cowok, dan seorang cewek.

"Lalu?"

"Teman saya banyak Bu, Ibu aja yang gak perhatiin saya. Walau gak berteman sampe deket banget, saya bisa menilai karakter kok, Bu. Justru saya tau mana orang yang beneran baik atau enggak, makanya pertemanan yang dekat banget saya terbatas. Anti banget ya Bu, sama orang yang mukanya dua?"

Batari tersenyum miring. Dia melihat ketiga temannya di pintu memberikan reaksi wajah masam. Ucapan Batari sudah sinis dan berbahaya banget kalau tidak ditegur.

"Kamu itu Ibu liat tipe orang yang suka asyik sendiri, kamu kabur dari kelas untungnya sendiri gak ngajak Acha. Bergaul sama anak lain juga, dengan kamu bisa membuka dan membiarkan orang lain mengenal kamu."

"Kalo saya kabur ngajak Acha emang boleh, Bu? Katanya saya gak boleh asyik sendirian?" Batari membuat Bu Angela melotot tajam. "Tentang orang lain mengenal saya tuh gak perlu Bu, karena saya yang mengatur dan memilih mana orang yang harus mengenal saya."

"Bagus kalau begitu, jadi, kamu mau hukuman apa?"

"Kok Ibu nanya gitu? Kalau ditanya begitu, ya saya maunya nggak dihukum," sahut Batari membuat guru di sekeliling tertawa sambil geleng kepala.

"Dikasih hukuman bersihin sekolah justru kamu kesenengan, karena dipake lama banget untuk melamun gak jelas. Dikasih hukuman soal Matematika, kamu ngasal dan bikin sendiri rumusnya," cetus Bu Angela lelah banget dengan anak yang satu ini.

"Sebenarnya hukuman untuk saya tuh gampang, dari tadi Ibu sudah ngasih hukuman ke saya kok."

Bu Angela menganga. "Apaan tuh?"

"Dengerin suara Ibu, diomelin panjang lebar. Itu hukuman berat banget buat saya, Bu," kata Batari.

"Astaga anak ini!" Bu Angela berseru tertahan sudah kesal sekali. "Baik, Ibu bakalan ngomelin kamu sampai setengah jam lagi."

"Yaaaaah!"

"Kamu harus belajar serius agar bisa mendapatkan PTN, Siera udah jelas mau kuliah di mana, sudah tau apa yang harus dia lakukan. Dia berjuang biar lulus dengan nilai bagus nanti, dan nilai rapornya bisa lolos seleksi Universitas."

Nama seseorang yang sebenarnya Batari tidak suka banget disebut, dan dibandingkan dengan dirinya. Batari segera ingin menampik dan mendadak kesal sekali. Tidak di rumah, di sekolah dirinya menjadi bahan perbandingan Siera. Kalau tidak ingat kebaikan saudara sepupunya itu, Batari sudah menaruh dendam kesumat dan tak mau menganggap Siera sebagai saudaranya. Siapa yang mau sih dibandingkan terus?

"Apa Universitas hanya untuk orang pintar saja, Bu?"

"Ya enggak juga sih! Di universitas kamu bisa belajar lebih lengkap dan membuat rasa ingin tahu terjawab. Kamu tau kan pepatah bahwa kita harus mengejar ilmu sampai ke negeri Cina bahkan liang lahat."

"Siera bisa baca buku kalau ingin mencari jawaban atas soal-soal rumit itu, dia bisa tahu apa aja. Apa harus kuliah?" Batari mengetuk dagunya.

Bu Angela meneguk ludahnya, dia pikir dulu kalau ngomelin Batari seperti anak lainnya yang hanya cengengesan dan berakhir begitu saja. Sedangkan Batari, selalu ada jawaban untuk setiap ucapan.

"Batari, sebenarnya minat kamu ada di mana? Apa yang membuat kamu penasaran? Itu bisa membuat kamu nentuin mana pendidikan selanjutnya yang ingin kamu cari tahu karena penasaran," kata Bu Angela. "Ibu tau kamu anak yang penasaran, gak bisa terpaku sama pelajaran yang membosankan begitu."

☁️☁️☁️

Andra menahan ketawa saat mendengarkan percakapan di meja lain ada anak murid perempuan yang lagi diceramahi panjang lebar tentang betapa pentingnya melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, yaitu Universitas. Dia sendiri juga sedang dimarahin oleh wali kelasnya, Bu Eda. Apalagi masalahnya karena Andra malas banget mengerjakan tugas dan selalu telat.

"Andra, jangan ketawain orang lain! Kamu sendiri juga kacau, sebenarnya kamu kenapa gak pernah ngumpulin tugas tepat waktu? Emangnya kamu sibuk banget? Kasihan Papi kamu dulu saat mendaftarkan ke sekolah sini, usia kamu sangat diperhitungkan banget." Bu Eda menceritakan hal yang Andra sudah tahu banget.

Andra jadi teringat ke masa itu saat Papi-nya mendaftarkan ke sekolah ini dengan nyogok cukup besar. Papinya hanya mau Andra di situ dan segala cara diupayakan, salah satunya dengan membayar dengan beberapa buah AC di ruangan yang dulu baru dibangun, yaitu auditorium.

"Ya abis saya seneng Bu narik angkot sampe malem, saya hindarin main game karena itu gak bermanfaat."

"Jadi beneran kamu selalu bilang narik angkot?"

"Ya masa bohong? Bener atuh Ibu," jawab Andra serius.

"Ngapain? Papi kamu masih mampu biayain kamu kan? Dia beliin AC tiga biji," ujar Bu Eda. "Kamu punya SIM kan, jangan narik angkot kalau gak ada SIM!"

"Papi juga nanyanya sama kayak Ibu, saya gak miskin kok, duit banyak. Tapi saya seneng aja di jalanan liatin orang-orang sibuk. Eh, maksudnya saya senang bawa mobil, Bu. Daripada saya nge-trek naik motor mending narik angkot. Soal SIM, saya punya dong, harus berkendaraan dengan lengkap."

Bu Eda menggeleng tak habis pikir. "Kamu seneng liatin orang sibuk di jalanan tanpa sadar kamu juga punya tugas? Luar biasa!"

"Bu, kenapa sih kita harus pinter? Pengalaman dari orang-orang aja nih nanti kita kerja butuhnya orang—dalem."

"Kamu ke kelas aja deh! Sama aja bandelnya kayak Batari!" celetuk Bu Eda yang juga sedari tadi dengerin obrolan Batari dengan Bu Angela. "Jangan menelantarkan tugas gara-gara narik angkot!"

Andra pamitan tidak lupa menyalami tangan Bu Eda, sedangkan wali kelasnya itu sudah mengibaskan tangan sambil meminjat keningnya pusing. Cowok itu terkekeh pelan tak sadar dirinya berjalan mundur dan menabrak Batari yang juga mau keluar dari ruang guru itu.

"Ihhh, ngapain sih pantat lo kena gue ini!" omel Batari judes banget, dia mendelik sinis dan jalan lagi menuju pintu keluar.

Cowok bertubuh tinggi berisi itu menganga, sudah rahasia umum Batari memang galak banget.

"Eh, Batari, gue suka kata-kata lo tadi!" seru Andra berniat menggoda.

"Yee apaan sih, jangan nguping!" tukas Batari galak.

Sangat jarang ada murid yang bisa atau berani ngajak ngomong Batari, karena cewek itu bakal jawabnya ketus dan marah-marah doang. Andra ngajak bicara Batari sama aja merusak harinya yang indah.

"Suara lo koar-koar kayak geluduk tadi," ucap Andra dengan langkah kaki panjangnya bisa menyusulin Batari dan mereka jadi berdekatan.

"Jangan SKSD deh ngejar-ngejar gue!" balas Batari lagi dengan menoleh ke belakang dan berkacak pinggang.

Batari, si anak tersohor karena cucu pemilik yayasan, tapi terkenal sebagai bibit gen paling cacat alias berbeda.

"Siapa yang ngejar-ngejar macan? Gue buru-buru kali. Bye, Nona Macan!"

"Heh, berhenti manggil gue Nona Macan!" seru Batari keras.

Andra tidak peduli kabur begitu saja karena ada urusan, ingin menemui teman-temannya. Andra tak habis pikir, mengapa Batari paling bodoh di antara para saudara sepupunya.

Rishad Seoharso si juara umum 12 IPA, Jerry Jevin Lim si juara umum 11 IPA, dan Siera Putri si juara umum 11 IPS. Andra menahan rasa geli ingin tertawa saja, berpikir bahwa Batari memang benar-benar yang paling sial di antara para saudaranya.

"Woi, Kesh, Erik, Geo!! Jangan usil deh!"

Bulu kuduk Andra meremang saat mendengar suara khas dan amat dikenalnya sebagai sesuatu yang paling horor di abad 21 ini. Cowok itu menoleh, dan sembunyi di balik dedaunan pohon pagar koridor.

Mata besarnya mengintip ke arah taman dengan pohon akasia dan kursi semen yang dibangun melingkari pohon itu. Di sana dia melihat Batari sedang duduk, lalu berbicara dan terkekeh pelan. Bahkan gelagatnya seperti ada banyak orang di sekitarnya, karena Batari menatap ke segala arah sambil bicara pelan. Cewek galak judes itu kalau tertawa sangat lepas, tetapi dia melakukannya hanya sendirian, yang membuatnya jadi terlihat menyeramkan.

"Oh, pantesan dia berbeda," gumam Andra tak percaya.

☁️☁️☁️

Terima kasih udh membacanya dan memberikan vote!

Untuk yg melewati Blurb depan, ada trigger warning yaaa

8 Februari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top