📖 [ 𝐊𝐚𝐜𝐡𝐢-𝐤𝐚𝐜𝐡𝐢 𝐘𝐚𝐦𝐚 ]
愚か者と美しさ。『 Satan 』
The fool and the beauty.
This fanfict write by : mayandreals
Disclaimer before reading :
This story is based on Japanese Legend ; Kachi-kachi Yama (かちかち山) that re-written by Dazai Osamu as a Otogi-zōshi (お伽草紙, a Japanese collection of short stories.) So this is a story of a young man (the Tanuki) and a beautiful woman (the rabbit) but not a fable.The character in this story is Satan from Obey Me! and an OC named Soma Fuyumi (Soma is the Surname.)This is a Legend and a fiction. Please do not take any of this seriously.
Thank you so much, and happy reading everyone!
Alkisah, ia adalah wanita paling cantik pada masanya. Semua lelaki mengagungkannya, semua perempuan mendelikkan mata mereka kepadanya. Ia dikata definisi sempurna dari kata 美しい. Sebuah kesempurnaan pada seorang perempuan, adalah ia.
Tak ada cacat pada dirinya, tak ada luka maupun noda setitik pada kulitnya. Ia selalu tersenyum, tak sekalipun merengutkan wajah pun menampakkan ketidak sukaan. Semua orang menyukainya, semua orang terpikat olehnya. Ia adalah Putri tertua dari keluarga Soma, Soma Fuyumi yang dinamai dengan kanji Musim dingin juga keindahan, dan ia hidup sesuai dengan namanya. Ia indah, namun dingin, tak bisa disentuh dengan sembarang orang meski itu adalah keluarga ia sendiri.
Dikata kalau ia belum juga menemukan pasangan walau beribu pujangga dari segala penghujung negeri Sakura datang melamarnya. Beribu pujangga itu pula ia tolak dengan halus, mengusir mereka dari kediaman Soma dengan satu-dua kalimat tajam layaknya sengatan tajam lebah. Pun, jika ia memang tertarik pada satu lelaki, ia akan memberi beberapa permainan untuk melihat jika lelaki itu memang pantas atau tidak baginya. Tidak terhitung sudah, berapa lelaki yang hampir kehilangan akal sehat mereka setelah menyerah dalam permainan sang Putri tertua.
Ia memang keji, namun tak seorang pun bisa menyalahkannya. Mereka bilang, itu adalah sebuah pengecualian. Karena apa? Karena ia cantik? Atau karena keluarganya adalah pemilik tanah terbesar pada saat itu? Pengecualian adalah hal yang sama dengan pengucilan. Bagi ia, pengecualiannya adalah sebuah cacat. Ia tak ingin dikecualikan hanya karena semua orang memujanya, hanya karena ia adalah seorang perempuan dengan label penerus keluarga yang mana harta gelimang berada di balik lengan bajunya. Tak terbantahkan kalau ada sembilan puluh dari seratus lelaki yang mengincar harta dan bukan dirinya.
Fuyumi memang dibilang keji, tapi nyatanya ia hanya ingin dicinta layaknya cerita kabuki di atas panggung. Ia ingin dicinta dengan tulus nan setia layaknya sang Ibu mencintai Ayahnya walau seorang gaijin dari negeri antah berantah. Iris hijaunya selalu menyipit iri kala melihat kedua orangtuanya berbagi kasih layaknya berbagi hati. Kadang pula ia melihat kedua saudara sedarahnya berbagi kasih dengan pasangan masing-masing. Semua orang di sekitarnya nampak tak peduli dengan cibiran pun nyinyiran orang-orang tentang pasangan. Fuyumi ingin hidup seperti itu, ia ingin seperti mereka. Sayangnya ia tak pernah menemukan kecocokkan dari beribu Lanang mapan yang datang kepadanya.
Hari ini pun, ia kembali kedatangan lima orang pujangga entah dari mana. Fuyumi hanya mengulum senyum, mengusir mereka dengan satu dua kata menusuk hati. Ketika empat dari mereka keluar dengan wajah masam, satu masih tersisa. Satu lelaki itu yang membuat Fuyumi menaikkan alisnya.
Ia terlihat bukan seperti Orang Jepang. Irisnya hijau — hampir sepertinya, namun hijau sang lelaki lebih tua — surainya berwarna kuning keemasan, tipikal seorang gaijin. Namun yang membuatnya penasaran adalah, mengapa seorang gaijin datang kemari? Lebih tepatnya, datang ke persinggahannya? Apakah ini salah satu rencana sang Ayah agar ia bisa cepat menikah dan mengambil alih tahta keluarga? Atau hanya kebetulan aneh belaka? Sejujurnya, Fuyumi penasaran, namun ia tak ingin terlihat seperti anak kecil yang berharap. Jadilah ia menatap sang gaijin dengan wajah angkuh tipikalnya.
"Siapa?" Tanya Fuyumi
Sang gaijin tersenyum tipis, membuka mulutnya, "Namaku Satan. Aku datang dari Barat," Jawabnya memperkenalkan diri dengan bahasa Jepang yang tak sama sekali fasih.
Satan? Jujur, ia memang tak terlalu mengerti dengan Ilmu agama yang dibawa oleh para manusia berambut warna-warni. Meski begitu setidaknya ia tahu satu-dua ajaran. Dan Satan. Satan? Ia tahu kalau Satan adalah nama lain dari Iblis dalam ajaran mereka. Orangtua macam apa yang menamai anak mereka Satan? Apakah mereka Satanisme terselubung? Atau memang benar pria di hadapannya adalah sang Iblis itu sendiri? Begitu banyak keanehan, tetapi ini yang menarik sudut bibirnya ke atas. Menarik.
"Aku datang kemari karena mendengar cerita menarik dari teman," Ucapnya. Ia menghentikan ucapannya sejenak, iris hijau serupa menatap Fuyumi, "Tentang seorang gadis cantik yang tak bisa didekati."
Fuyumi menaikkan alisnya, tersenyum miring menatap Satan, "Oh?"
Untuk pertama kalinya, Fuyumi merasa tertarik kepada lelaki di hadapannya. Tentu, wajahnya tampan, jauh dari kata tampan, menawan. Namun yang membuatnya tertarik adalah alasan sang lelaki. Untuk pertama kalinya pula Fuyumi menanggukkan kepalanya, seolah menyetujui alasan sang surai pirang.
"Baiklah," Ucap Fuyumi menyetujui.
Satan kemudian tersenyum puas. Ia mengeluarkan serangkai bunga dari balik tas tentengannya. Sebuket Gladiolus ia berikan kepada Fuyumi sebelum mengangkat topinya dan melangkah keluar. Fuyumi mengerjapkan mata, Gladiolus? Kenapa ia diberi Gladiolus oleh seorang asing seperti Satan? Bahkan ia sendiri pun tak tahu makna dari bunga Gladiolus. Bunga berwarna cantik, yang akhirnya ia letakkan di dekat bilik kamarnya. Menghiasi ruangan yang awalnya terasa sangat monokrom dan sesak itu menjadi lebih berwarna.
— 🐰 —
Keesokan hari, Satan kembali datang ke tempatnya dengan sekotak Mochi di tangannya. Ia tersenyum simpul kepada beberapa pelayan sebelum ikut duduk dengan Fuyumi di meja berbahan kayu jati. Teh hitam hangat sudah tersuguh, seolah Fuyumi memang sudah tahu ia akan datang dan berkunjung. Mereka tak banyak berbicara pada hari itu, Satan hanya datang dan meletakkan Mochi sebelum memulai obrolan singkat yang sepertinya tak digubris oleh sang gadis.
Di pertengahan ucapannya, Fuyumi tiba-tiba saja mengangkat tangannya seolah meminta Satan untuk berhenti. Ia meletakkan cawan berwarna putih di meja, menopang dagunya sembari mengetukkan jemari. Fuyumi menghela nafas, "Bahasa Jepangmu sangat jelek tuan Satan. Aku harap kau bisa berbicara dengan fasih, karena aku tidak mengerti satu ucapan pun darimu," keluhnya.
Wajah Satan merah padam. Ia memang sudah mendengar rumor tentang si gadis keji dan ucapannya yang sering menggores hati. Tapi ini? Ini lebih dari menggores, ia dipermalukan. Namun apa kata Fuyumi ada benarnya, jadilah ia tersenyum dan pulang ke tempat ia bersinggah sementara. Sebuah rumah dari keluarga Kosaka yang terletak tak jauh dari kediaman Soma. Selama semalaman penuh, ia berusaha melancarkan lidahnya pada bahasa asing tak diketahui, hanya agar ia bisa berbincang dengan sang kekasih hati.
Ia sering mendengar kalau Fuyumi sangat suka memberi permainan kepada pria yang menarik pandangannya. Satan sudah mengantisipasinya, ia sudah siap, permainan apa yang akan diberi sang gadis esok hari?
Sejujurnya, ia juga tak tahu menahu banyak soal seorang Fuyumi. Satan hanya mendengar sedikit ceritanya dari seorang teman, sahabat pena lebih tepatnya. Sang sahabat menceritakan patah hatinya akibat seorang wanita dan cantik luar biasanya. Ia ditolak begitu saja tanpa ada alasan logis. Makin mendengar ceritanya, Satan makin tertarik. Ia segera berlabuh menggunakan kapal tercepat pada hari itu, mengarungi benua untuk sampai ke Jepang dan bertemu langsung dengan gadis yang dibicarakan. Seperti apa rupanya? Apa yang membuatnya begitu Spesial? Begitu ia tiba di hadapan, barulah ia tahu rasanya.
Kulitnya putih bersih tanpa noda, matanya hijau tenang namun terlihat sangat picik dan angkuh, bulu matanya lentik dan panjang — mungkin menghasilkan suara jika mereka dikedipkan, juga gerakannya gemulai pun cekatan. Sekarang ia mengerti kenapa sang teman — dan semua lelaki di tempat ini — begitu tergila-gila soal wanita ini. Baru kali ini bertemu pun, Satan serasa dibuat bertekuk lutut. Paras elok tiada dua sang wanita sanggup membuat dirinya berdebar penuh nafsu.
Satan tersenyum simpul. Keadaannya sebagai seorang gaijin sudah menjadi keuntungan karena Fuyumi kini meliriknya. Walau ia tahu bahwa ia harus berhadapan dengan ulah picik sang gadis demi mendapatakan hatinya, Satan siap. Ia akan menjadi orang bodoh untuk si paras jelita bila ia perlu. Kali ini bukan apa-apa, hanya mempelajari bahasanya 'kan? Satan termasuk tipe yang dapat belajar dengan cepat. Ia pasti bisa menghafal hanya dengan menutup mata.
Ia tak sabar esok hari, jika ia datang kembali ke kediaman Soma dengan bahasa jepang fasih dan menemukan wajah sang gadis dengan mata terbelalak.
— 🐰 —
Benar, Fuyumi tak pernah menyangka kalau Satan akan kembali dalam dua hari dan dengan bahasa jepang fasih layaknya ditumbuh besarkan di tanah Sakura. Ia membelalak, hampir menumpahkan seluruh isi dari cawannya saat Satan mengucap selamat pagi begitu fasihnya. Lelaki itu kemudian tertawa seolah puas dengan ekspresi bodoh yang ia perlihatkan.
Sayangnya itu hanya permulaan. Merasa tidak adil, Fuyumi mulai meminta Satan melakukan berbagai hal layaknya orang bodoh. Contohnya, meminta Satan untuk ikut tampil bersama para aktor Kabuki, membawa kayu bakar dari gunung desa sebelah, melarangnya untuk minum sampai waktu yang ditentukan, dan hal-hal aneh lainnya hanya untuk mleihat wajah penuh amarah sang lelaki. Tetapi, hanya senyum yang ia dapat setiap kali Satan kembali dari misi bodohnya.
Entah kenapa itu menimbulkan perasaan bergejolak. Ia kesal, namun juga luluh setiap kali melihat senyuman sang lelaki. Sayang, Fuyumi adalah wanita dengan ego tingggi. Ia tak akan meleleh dengan perasaan begitu saja. Ia terus menyuruh Satan melakukan hal bodoh. Seperti hari ini, ia meminta Satan membawanya makanan dari negara asalnya — Inggris.
Menunggu sang lelaki, Fuyumi putuskan untuk berjalan di sekitar kediamannya, menyapa satu dua sepupu yang memang tinggal serumah dengannya. Langkahnya terhenti di taman, lagi-lagi melihat kedua orangtuanya bercengkrama dengan sukacita tanpa peduli pada dunia. Sang Ibu menatap Ayahnya penuh kasih pun sebaliknya. Mereka dikata pasangan ideal, romantis, bertolak belakang dengan dirinya yang diberi label anak keji. Entah kenapa niatnya untuk bersantai menghilang. Fuyumi membalikkan badannya, namun ia mendengar suara sang Ayah memanggilnya.
"Fuyumi."
Ia berhenti, sedikit menoleh ke tempat dimana kedua orangtuanya bercengkrama. Sang Ibu menyenderkan kepala di bahu lebar Ayahnya. Fuyumi meringis, ingin segera pergi karena tak ingin melihat romansa orangtuanya. Sayang tak bisa, karena ini adalah panggilan dari Ayahnya. Jadilah ia, berjalan mendekati kedua orangtuanya sampai ia berhenti tiga langkah dari mereka. Fuyumi sedikit menundukkan badannya untuk menyapa. Sang Ayah tersenyum simpul, "Kau berjalan-jalan?" Tanyanya.
Fuyumi menganggukkan kepala, "Udaranya sedang bagus," Jawabnya singkat. Dilihat Ayahnya sedikit mengangguk, menutup iris dengan warna serupa dengannya seolah menyetujui. Belum sempat Fuyumi pamit, Ayahnya kembali berucap, "Apa kau bertingkah aneh lagi?' — yang ia jawab dengan ringisan. Dikata tingkah aneh pun tidak. Orangtuanya juga sudah menyetujui keinginannya untuk memberikan tes ke setiap pelamar. Mereka tahu keputusan Fuyumi tidak salah, karena mereka juga tak ingin harta serta anak kesayangan mereka jatuh ke tangan tak baik. Permainan yang ia berikan kepada beberapa pria dianggap hal lumrah, walau kadang jika sudah kelewatan, Ayahnya akan memberinya peringatan keras.
Ibunya bangkit dari posisi tidurnya, "Siapa pria beruntung kali ini?" tanya sang kepala keluarga dengan antusias tersirat jelas di matanya. Fuyumi tersenyun miring, melirik Ayahnya untuk meminta bantuan. Ayahnya mengerti, tangan kekar keriputnya beranjak merangkul pundak ringkih Ibunya, "Sudahlah Shion, kembali bersandar kepadaku. Kau lelah karena harus menyelesaikan sengketa Pak Take kemarin kan?" Lirih sang Ayah.
"Ah benar, aduh, kepalaku pusing setiap mendengarnya," keluh Shion, kembali menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. Fuyumi mendengar Ayahnya terkekeh kecil sebelum menyelipkan anakan rambut liar di wajah Ibunya ke belakang telinga. Dia iri. Perasaan membakar di hatinya kian terus memanas. Hal aneh, biasanya ia akan menjauh dari adegan romansa kedua orangtuanya karena itu menjijikan. Kali ini dia merasa iri, iri luar biasa yang membakar hatinya. Ia ingin seperti mereka, dua orang bodoh yang dimabuk cinta.
Fuyumi mengambil langkah mundur, berlari menjauh dari tempat kedua orangtuanya. Ia kembali ke biliknya, mengunci pintu sebelum menyandarkan dirinya di atas kursi dekat jendela dimana ia meletakkan vas bunga berisi Gladiolus pemberian Satan beberapa hari silam. Fuyumi menutup matanya, berpikir matang-matang. Apa benar ia sudah jatuh hati kepada si gaijin dan senyum bodohnya itu?
Setelah ia pikir-pikir lagi, ia memang iri kepada kedua orangtuanya. Ia bukan iri, namun ia ingin seperti mereka. Rasa iri timbul dari keinginan terpendamnya. Baru kali ini Fuyumi sadar. Seolah menemukan taman penuh bunga dari dalam gua yang kelam, Fuyumi akhirnya mengerti. Bukan, bukan Satan yang bodoh. Yang bodoh sebenarnya adalah ia, si gadis berparas cantik dengan label kembang desa.
Jadilah seorang Soma Fuyumi berlari keluar dari bilik kamarnya, berlari menerjang orang-orang di jalanan. Biarlah ia akan dilabeli dengan nama baru, mungkin perempuan gila atau pembuat onar. Ia tak peduli. Kali ini ia sudah bisa melihat jalan keluar dari gua gelap, ia tidak akan lagi kehilangan jalan itu. Ia berlari, sampai dadanya terasa panas karena tak beristirahat, sampai peluh menghiasi paras eloknya, sampai kakinya terasa begitu kelu. Ia berlari ke kediaman Kosaka, melewati beberapa penjaga dengan melompati mereka sebelum akhirnya menemui Satan — yang saat itu sedang membuka buku dengan bahasa asing, mungkin buku resepnya — di bilik penginapannya.
Fuyumi tersenyum lebar, menarik nafasnya dalam-dalam, lalu ia berkata "Aku bersedia!" dengan lantang kepada lelaki di hadapannya.
Dan kisah mereka pun berakhir disini. Tentang Si bodoh dan rupawan yang mana sebenarnya kebodohan berlaku untuk semua karakter pada cerita ini. Namun tak ada yang menyadarinya, karena kebodohan adalah sesuatu yang hanya bisa ditunjuk ketika seseorang sudah menyadarinya. Dalam kisah ini, Satan dan Fuyumi adalah sama bodohnya. Akan tetapi, kebodohan mereka membawa akhir yang bahagia. Di bawah Pohon Sakura, di atas tanah keluarga Soma. Mereka kini dipasangkan menjadi Suami-Istri hingga ajal datang menjemput dan memisahkan keduanya.
— F i n n
— 🐰 —
Maya's note :
To be honest, Kachi-kachi Yama should be dark, and this is not even dark because my tiny brain hurts of all the darkness ((for real)) so i decided to make this one a happy ending. Enjoy the stories, please consider reading the real Legend. You can found it on Wikipedia or so.
Have a delighted day!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top