7

Hingar bingar musik dan dentingan gelas beralkohol sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup seorang Sherly Rosalie. Bak orang gila, gadis itu berjoget sambil mengacungkan gelas berisi vodka dan sesekali berteriak di depan Johan yang mengepulkan asap rokok elektrik di depan muka. Bibir Sherly terbuka seolah menerima kabut putih beraroma mangga itu masuk ke dalam mulut untuk berdiam diri di dalam paru-paru tanpa memedulikan efek jangka panjang. Dia menggelengkan kepala mengikuti irama lagu yang dimainkan disk jockey.

Sejujurnya Johan sedikit kesal karena sikap Sherly yang kemarin malam mempermainkan sekaligus mencampakkannya begitu saja. Terlebih pagi ini saja gadis itu tidak bisa dihubungi membuat si pria imitasi Ario Bayu bersumpah tidak akan mau menjalin komunikasi dengan Sherly. Sayang, ucapan yang hanya ada di mulut itu lenyap begitu saja saat Sherly mendadak kembali menelepon untuk menemaninya malam ini di kelab Dragonfly sekaligus membayar apa yang kemarin belum sempat mereka tuntaskan. Johan mulanya enggan karena takut di-PHP dua kali, tapi akhirnya setuju saat Sherly mengatakan dia akan membuat malam menyebalkan ini menjadi surga dunia bagi mereka.

Siapa yang bisa menolak tawaran si pemilih itu? pikir Johan.

Kali ini Sherly bermain cukup agresif dibanding pertemuan pertama mereka. Tanpa sungkan sesekali gadis itu mengecup bibir Johan di bawah gemerlap lampu disko dan laser yang menyorot bergantian. Dia meneguk sedikit vodka lalu membaginya kepada Johan melalui ciuman panas bagai memantik bara api. Permainan kecil itu benar-benar membuat Johan mabuk kepayang dan tak sabar menghabiskan waktu sampai esok pagi. Dia akan rela melakukan apa pun asalkan bersama Sherly.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata tercengang mendapati dua manusia tanpa etika tampak bercumbu penuh hasrat. Dia tahu kalau tempat ini sudah seperti dunia tanpa batas yang bisa menggiring mereka ke neraka. Hanya saja, haruskan mereka melakukan sesuatu tak senonoh seperti itu di depan umum? Dia tidak ingin berlagak sok suci karena pernah melakukan hal sama di sini bersama deretan perempuan yang mengajaknya kencan. Tapi, perempuan yang mengenakan baju minim strapless merah menyala dengan rambut yang diikat tinggi menonjolkan lekuk leher yang menggoda para buaya di sana adalah pengecualian besar.

Dentuman di dadanya semakin bergejolak saat tangan gadis di sana mulai merangkak ke bawah tepat di pusat tubuh lawan mainnya. Walau di kelab ini temaram lampu tak seterang tempat nongkrong pada umumnya, sehingga mereka yang berpesta ria dan melakukan apa pun sebebasnya, tetap saja Eric dengan pupil tajam mampu menangkap sosok itu. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan mantannya bak penjaja cinta sampai harus mencumbui bibir manis para buaya. Oh, apakah itu lelaki yang kapan hari menelepon Sherly dan menginterupsi percakapan mereka?

"Ck, masih cakepan gue," gerutu Eric merasa panas.

"Lo kenapa sih?" teriak suara perempuan mengimbangi kerasnya musik menarik lengan baju Eric.

Lelaki itu menoleh. "Enggak apa-apa."

"Gue liat mata lo ke sana terus," tunjuk gadis di samping Eric ke arah Sherly dan Johan. Mulutnya mengerucut tak terima kalau pasangannya mulai melirik perempuan lain. "Lo mau gue cipok juga kayak dia?"

Wah, apakah wajah Eric benar-benar menyiratkan kalau dia iri dengan permainan bibir Sherly di sana? Sampai-sampai gadis yang tubuhnya lebih molek dari depan sudut manapun ini merajuk kepada sang jaksa. Eric tertawa terbahak-bahak, meneguk kembali minumannya lalu merengkuh pinggang pasangan kencan yang ... Eric memiringkan kepala mendadak lupa siapa nama perempuan bohay di depannya ini.

"Lia?" panggil Eric. "Sisil?"

"Amel, Ric, Amel!" gadis bernama Amel itu memutar bola mata. Jikalau bukan karena ketampanan dan duit yang mengucur deras ke dompetnya, tentu saja Amel tak segan-segan menampar pipi Eric yang sudah berani melupakan namanya.

"Enggak cocok kalau Amel, cocoknya ibu negara," rayu Eric mengerlingkan mata membuat Amel tak dapat menahan senyum. "Nah, senyum gitu dong masa di sini malah cemberut."

Amel berjinjit dan berbisik di telinga kanan Eric. "Adek kecil lo cemberut liat pasangan itu bermesraan? Gue bisa bikin dia happy."

Rona merah seketika muncul di pipi Eric berbarengan dengan desir darah yang mengalir cepat sampai ke titik bawah. Dia tersenyum miring, menarik Amel ke dalam dekapan dan menangkup wajah tirusnya. Dikecup bibir tebal gadis yang ke sekian dalam daftar wanita satu malam yang diajak Eric. Sementara jemari lentik yang dicat pink itu mulai bergerilya menelusuri tubuh yang tertutupi kemeja biru.

"Bisa kita pindah?" pinta Amel dibakar gairah.

Hendak menimpali permintaan Amel, tiba-tiba suara teriakan terdengar. Di sana, Sherly ditampar oleh seorang perempuan berambut panjang dengan kontak lensa biru. Si lelaki yang notabene pasangan Sherly melerai namun malah mendapat pukul yang sama diiringi amukan dan sumpah serapah atas Cinta yang dikhianati.

"Wow, pelakor ternyata," desis Amel menatap jijik ke arah Sherly.

###

Nyeri dan panas adalah kombinasi yang tidak seberapa menyakitkan ketimbang rasa malu yang menenggelamkan Sherly sekarang. Di sekitarnya orang-orang memandang tak suka atas insiden serangan tiba-tiba yang dilakukan perempuan yang mengaku sebagai calon istri Johan.

Tak terima Sherly membalas tamparan itu dan menjambak rambut lawannya sampai ke akar. Dia menjerit kesakitan lalu membalas tarikan rambut Sherly seperti ingin menarik paksa kulit kepala.

"Bajingan!" rutuk perempuan itu murka.

"Lo yang bajingan! Laki lo itu ngaku single ke gue, Anjing!" balas Sherly.

"Hei, hei, sudah!" Johan masih berusaha melerai. "Sudah Keyla, sudah!"

Perempuan yang dipanggil Keyla itu berhenti dan kembali memberikan pukulan telak bak pemegang sabuk hitam karate. Sontak saja, penonton di sekeliling tiga orang ini bergidik ngeri sekaligus merekam untuk diviralkan ke media sosial.

Tak disangka, Eric yang merasa gemas dengan drama percintaan itu langsung menghampiri Sherly mengabaikan panggilan Amel agar tidak ikut campur. Sherly terperanjat kaget mendapati mantannya datang bak pahlawan kesiangan yang menariknya keluar dari kesialan ini. Johan hendak mencegah kepergian gadis itu namun terhalang Keyla yang memaksanya pulang.

Sherly berusaha melepaskan diri karena malu bercampur kesal kalau Eric memergokinya dilabrak orang. Bukan seperti ini yang ingin dia pamerkan kepada Eric. Ah! Apakah Dewi Fortuna sedang tidak memihaknya sekarang?

"Lepasin gue!" pekik Sherly melintasi lobi kelab. "Lo jangan ikut campur!"

"Dan ngeliatin lo digampar kayak gitu?" sembur Eric emosi. "Lo gila ya, Sher, main embat laki orang!"

Sejujurnya, Sherly tidak tahu kalau Johan memiliki calon istri. Dia mengernyitkan alis apakah Sandra mempermainkan dirinya? Padahal dia sudah bertitah kepada temannya itu untuk tidak menyodorkan lelaki yang menjalin hubungan dengan orang lain. Dia tidak ingin kata 'pelakor' disematkan di belakang namanya.

Sherly berencana akan memaki Sandra dan menumpahkan semua kekesalannya pada teman satu kantor itu besok. Bila perlu Sherly akan membalas dendam dengan mencomblangkan lelaki beristri kepada Sandra agar tahu bagaimana rasanya dilabrak.

"Gue enggak tahu!" seru Sherly.

Detik berikutnya, bahu kanan Sherly ditarik dan wajah cantik itu disiram bir sampai membasahi bajunya. Sherly memekik kaget sementara Eric berseru,

"Amel!"

"Cewek gatel!" ejek Amel pada Sherly.

Jackpot! Apakah dia perlu mandi kembang supaya tidak sial seperti ini? batin Sherly.

"Masih mending gue daripada lo pelacur!" balas Sherly membuat wajah Amel memanas. "Selamat ya lo menikmati bekas gue," tambahnya melirik Eric lalu pergi meninggalkan keduanya.

"Sher!" panggil Eric yang ditahan lengannya oleh Amel. "Apaan sih lo!"

"Lo yang apaan, lo kan sama gue," kata Amel dongkol.

Eric tak menanggapi ucapan halu Amel dan memilih mengejar Sherly sambil menanggalkan kemeja menyisakan kaus putih melekat di dada. Buru-buru dia memasang kemeja besar itu di kedua bahu Sherly sambil berkata,

"Lo bisa masuk angin. Ayo ke apartemen gue." Eric kembali menggenggam tangan kiri Sherly erat.

"Apaan sih! Jangan sok pahlawan sama gue!" Sherly berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Eric yang menghentikan aliran darahnya. Dia yakin beberapa menit lagi, tangan kirinya ini bakal membiru karena tak dapat pasokan oksigen darah.

"Enggak sok kuat deh lo!" tegas Eric saat mereka berada di parkiran. "Dikira cowok bakal enggak kesemsem liat badan lo basah kena bir? Apalagi gue bisa liat dada lo itu!"

Bibir Sherly membisu seketika lalu menunduk sejenak memandangi dadanya yang basah. Siapapun yang sudah menyiram wajahnya dengan bir, Sherly bersumpah bahwa gadis itu akan menderita penyakit kulit. Manalagi Sherly tak memakai bra melainkan hanya nipple cover dibalik gaun tanpa tali ini. Apakah karena bajunya basah Eric bisa melihat sisi dalam tubuhnya?

Seketika itu Sherly menginjak kaki Eric yang memakai sepatu kets. Eric menjerit kesakitan akibat nyeri yang menjalar sampai ke ubun-ubun. Di saat terdesak seperti ini saja Sherly masih bisa menyakitinya tanpa ampun.

"Bangsat! Ah, sakit, Sher!" keluh Eric merasakan kakinya nyut-nyutan. "Sini mana kunci mobil lo!"

"Gue bisa pulang sendiri, lo urus saja urusan lo!" tolak Sherly tegas.

Terpaksa Eric merampas clutch keperakan Sherly dan membongkarnya sampai menemukan sebuah kunci kontak dengan gantungan kucing. Dia menekan tombol alarm untuk mengetahui di mana letak kendaraan roda empat mantannya.

"Eric!" seru Sherly memungut barang-barangnya ke dalam tas. "Anjing lo ya!"

###

Menatap cermin persegi empat yang menempel di dinding kamar mandi bergaya rustic Victorian ini, Sherly baru saja selesai membersihkan tubuh dari bau bir. Dia menatap gaunnya yang teronggok tak berdaya di keranjang cucian lantas mengamati diri sendiri yang kini memakai baju milik Eric.

Dia mendongakkan kepala berharap tidak ada kamera pengintai kalau sekarang gadis kepala batu itu sedang diserang kenangan masa lalu. Bagaimana bisa dia ditolong oleh lelaki yang dibenci setengah mati ini? Sherly menggerutu kenapa pula harus bertemu dengan Eric di kelab, apakah tidak ada kelab lain yang didatangi sang mantan? Kalau seperti ini rasanya reputasi sebagai cewek pemikat sedikit tercoreng.

"Sher? Lo enggak mati kan di dalam?" suara Eric terdengar dari luar pintu kamar mandi.

Sherly mengambil kembali gaunnya lalu masukkan ke dalam kantong plastik agar besok dicuci pembantu rumah. Lalu dia keluar dan bertemu tatap dengan Eric yang sudah berganti pakaian entah sejak kapan. Sepotong celana pendek hitam dan kaus biru navy tanpa lengan melekat pas di tubuh kekar Eric. Jangan lupakan tatanan rambut berjambul itu menunjukkan betapa Eric merupakan pemikir ulung jika dilihat dari lebar dahinya.

"Gue balik," pamit Sherly.

"Keadaan mabuk gitu?" tanya Eric melihat penampilan Sherly lalu tertuju ke arah dadanya. "Kalau gini, gue baru tahu dada lo bukan triplek."

"Eric!" pekik Sherly memberikan pukulan telak tepat di kepala diiringi jeritan yang memenuhi kamar apartemen sang jaksa. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top