Part-9.PERAN KEDUA KAKAKKU
PERAN KEDUA KAKAKKU
Perekonomian keluarga kian terpuruk. Ayah tidak lagi mampu berbuat banyak, karena ada sedikit rasa putus asa di hatinya, dan juga tidak tega meninggalkan ibu dalam kondisi yang terus sakit-sakitan. Awalnya, ayah berpikir untuk kembali menjadi kontraktor, tapi karena kondisi ibu yang tidak memungkinkan jika harus ditinggalkan pergi jauh berbulan-bulan, Ayah mengurungkan niatnya.
Sementara itu, hidup harus terus berlanjut, dan ada banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kakak ke- dua ku, berusaha semaksimal mungkin untuk mencari pekerjaan, agar bisa memenuhi kebutuhan hidup. Saat kakak sedang mencari kerja, dia bertemu teman lama ayah dari Desa tetangga bersama istrinya yaitu Paman Saibi.
Paman Saibi bertanya pada kakak, tentang kebenaran berita yang dia dengar dari orang-orang tentang masalah besar yang menimpa keluarga kami,setelah mendengar kebenarannya Paman Saibi bersama Bibi Minah istrinya lngsung datang ke rumah, dan melanjutkan perbincangannya bersama Kak Asfar.
"Ke mana kau akan pergi tadi, Far?" tanya Paman Saibi pada Kak Asfar.
"Sebenarnya, saya ingin mencari pekerjaan, Paman, karena kami butuh uang untuk kehidupan sehari-hari. Apa lagi, Ibu juga semenjak peristiwa itu jadi sakit-sakitan," ucapnya dengan menetap sendu ke sembarang arah.
"Kau, mau menyadap karet tidak?" tanya Paman Saibi lagi.
"Tentu saja mau, Paman, yang penting menghasilkan uang dan halal," ucapnya begitu semangat.
"Kalau begitu, ikutlah bersama Paman! di samping rumah Paman ada seorang tuan tanah namanya Haji. Kebun karetnya sangat luas, ada juga lahan kosong yang belum digarap. Kalau kamu rajin, dan tekun dalam bekerja, nanti pasti pak Haji akan menawarkanmu menggarap lahan kosong yang dia punya. Lalu kemudian, setelah jadi maka akan dibagi tanah tersebut separo untuk Haji dan separo lagi untuk kamu. Jadi, kamu bisa punya kebun lagi meskipun kamu terpaksa merintis lagi dari awal.
Tanpa menunda kesempatan, Kak Asfar langsung menyetujui tawaran Paman Saibi, dengan penuh semangat kakak meminta Paman Saibi mengantarkannya menemui Haji sore ini juga. Paman Saibi pun menyetujuinya.
"Oh ya, Asfar, apa Anni masih tinggal dengan Gurunya?" tanya Bibi Minah pada kakak.
"Alhamdulillah sudah tidak lagi, Bi, seperti yang kita semua tahu, Anni adalah anak yang cerdas dan tidak mudah menyerah, dia dapat beasiswa dari sejak semester awal, makanya gurunya tidak lagi harus membiayai sekolahnya. Sebelum libur kemarin gurunya mengatakan kalau Anni bisa pulang saja ke rumah," jawab kakak sambil tersenyum bangga.
"Sekarang ke mana Anni, paman tidak ada melihatnya dari tadi?"
Paman Saibi celingukan mencari keberadaanku.
"Dia sedang pergi ke Pondok Pesantren, Paman.
Sekarang setiap siang hari, dia pergi ke Pondok untuk belajar Ilmu Agama, pada Ustadz Muhajir," ucap kakak menjelaskan.
Sejak pulang kembali ke rumah, aku tidak lagi pergi ke Pondok saat malam hari, akan tetapi, aku memutuskan pergi ke Pondok saat siang hari, karena jika aku belajar malam hari seperti saat tinggal bersama keluarga Pak Wahyu jaraknya sangat jauh. Lagi pula ini adalah rumahku sendiri, jadi tidak akan ada yang merasa keberatan jika saat siang, aku fokus pada pelajaranku. Makanya, aku memutuskan untuk belajar saat siang hari.
"Anak itu memang berbeda, dia sangat gigih, semoga apa yang menjadi cita-citanya bisa terwujud kelak," ucap Paman Saibi.
"Aamiin," kak Asfar mengaminkan dengan harapan do'a tulusnya akan terkabulkan.
"Ayahmu, bagaimana sekarang?" tanya Paman Saibi lagi
"Ayah, ada di dalam menjaga Ibu" jawab kakak
"Paman dan Bibi, mau menjenguk Ibu, boleh?" pinta Paman Saibi pada kakak.
"Tentu, Paman, ayo saya antar ke dalam," kakak berjalan ke kamar ayah dan ibu dengan diikuti oleh Paman Saibi dan Bibi Minah.
Paman Saibi dan Bibi Minah, mengikuti Kak Asfar ke dalam untuk melihat keadaan ibu. Mereka, meneteskan air mata saat melihat kondisi ibu dengan wajah yang sangat pucat dan tubuh yang sangat kurus.
"Yuk, kenapa bisa seperti ini?" tanya Paman Saibi dan Bibi Minah secara bersamaan.
"Seperti inilah keadaan Ayuk kamu sejak beberapa bulan ini," ayah menghela nafas berat
Padahal, Kakak sudah berkali-kali mengatakan, jangan terlalu jadi pikiran, karena akan merusak dirinya sendiri! Entahlah, Ayuk kamu ini orangnya terlalu pemikir, jadi mau bagaimana lagi?" kata ayah dengan suara beratnya.
"Kalau begitu, Kakak yang sabar! ucap Bibi Minah
"Iya, Min, tentu saja, ini sudah menjadi takdir Allah, kita manusia hanya bisa menjalani segalanya dengan ikhlas, ya untung sekarang ada Anni, jadi dia yang urus rumah dan juga merawat ibunya,"
"Iya, Kak, putri Kakak itu memang luar biasa, saya sangat kagum dengan cara berpikirnya.
Caranya berbicara, seperti gadis dewasa. Saya, ingin sekali punya anak perempuan seperti Anni.
Bagaimana, kalau kita jodohkan anak-anak kita Kak?" ucap Bi Minah penuh semangat.
Ayah sedikit terkejut dengan ucapan beliau, sambil menatap dengan rasa tak percaya ayah menaikkan salah satu alisnya.
"Menjodohkan anak-anak, maksudmu?"
"Kakak, ingat Endri putraku? Dia memang dua tahun lebih muda dari Anni, tapi In Syaa Allah, dia juga anak yang baik dan juga tidak terpengaruh oleh teman-temannya seperti anak zaman sekarang," Bibi Minah menerangkan dengan penuh semangat untuk meyakinkan ayah.
Paman Saibi sendiri hanya tersenyum mendengar ucapan istrinya, sambil menghela nafas panjang dia berucap
"Apa menurutmu, Anni mau? Kita semua tahu bahwa Anni menganggap anak kita adiknya sendiri, lagi pula dia saat ini hanya fokus dengan sekolah dan menuntut ilmu agama saja, mana mungkin dia setuju,"
"Namanya usahakan tidak ada salahnya,"
Bibi Minah memanyunkan bibirnya karena merasa kesal dengan ucapan suaminya.
Cukup lama Ayah berpikir untuk mengiyakan atau mengambil keputusan lain. Lalu, dengan hati-hati agar tidak membuat Bibi Minah tersinggung, ayah berkata
"Kita lihat saja bagaimana nanti, kalaupun jodoh tidak akan ke mana,lagi pula saat ini, anak-anak kita masih terlalu muda,apa lagi kamu tahu bagaimana Anni,sudah jadi niatnya untuk mencapai pendidikan yang layak. Kemudia mengenai anak kamu Een, mungkin juga sudah punya gadis yang dia suka,jadi kita tidak bisa memaksa mereka," Ayah mencoba memberikan pengertian.
"Kita dekatkan aja dulu, Kak, siapa tahu mereka lama-lama saling suka. Semoga saja mereka memang berjodoh, kita sudah sejak lama saling kenal, jadi tidak ada salahnya kan, Kak, kalau hubungan ini kita pererat?" kata Paman Saibi dengan keyakinan penuh.
"Kakak hanya bisa bilang, kita lihat saja nanti bagaimana rencana Allah," jawab ayah.
"Oh ya, Kak, tadi kata Asfar, Anni lagi ke Pondok, apa itu benar? Sambil menatap ayah lekat Paman Saibi memastikan.
"Iya itu benar, setiap hari, dia pergi belajar kepeda Ustadz Muhajir, karena bagi dia meskipun keinginannya untuk Mondok tidak tercapai, setidaknay dengan dia gigih belajar ke Pondok sedikit banyak dia bisa
mendalami Ilmu agama. Meskipun tanpa harus bermukim," terang ayah.
"Mengendarai apa, dia ke Pondok, Kak?" tanya Bibi Minah.
"Berjalan kaki," jawab Ayah.
"Sejauh itu,? Paman Saibi ikut menimpali.
"Kalian paham betul bagaimana putriku itu. Saat dia sudah memutuskan sesuatu, maka tidak ada yang bisa mencegahnya. Dia tidak akan mundur, hanya karena alasan sepele seperti ini, semangat dan juga keteguhannya membuatku bangga memilikinya,"terang ayah.
"Kakak sangat benar, pendirian anak itu tidak tergoyahkan. Bagaimana kalau, Anni mengajar di Desaku, Kak?" ucap Paman Saibi.
"Mengajar di Desamu, maksudnya?"
Ayah mengernyitkan dahinya karena tidak mengerti maksud ucapan Paman Saibi.
"Begin,i Kak,bukankah Kakak tahu, bagaimana keadaan di Desa kami,tidak ada sama sekali guru mengaji. Masjid di Desa kami, justru jadi tempat persinggahannya para kambing. Sama sekali tidak terurus, orang-orang seusiaku, bahkan tidak mengenal huruf Alif. Anni sudah belajar di Pondok. Sebelumnya dia juga sudah banyak belajar dari para Ustadz di Kampung ini. Menurutku apa salahnya, ilmu yang dia dapat sambil dia ajarkan pada anak-anak di Desaku, dan juga para orang tua yang berniat untuk ikut belajar," kata Paman Saibi.
Tepat pukul 14:00 WIB, aku sudah kembali ke rumah karena saat ini masih liburan Semester genap.
Saat baru sampai, Bibi Minah langsung memberondongku dengan berbagai pertanyaan,hingga akhirnya beliau mengatakan untuk memintaku mengajar di Desanya. Aku berfikir, apakah aku sudah mampu, tapi bukankah mengamalkan ilmu itu tidak harus menunggu kita pintar? Rasulullah SAW menjelaskan, bahwa kita harus menyampaikan ilmu dan juga kebenaran meskipun hanya satu ayat.
Akhirnya, aku memutuskan untuk menerima usulan Bibi Minah dan Paman Saibi. Paman Saibi dan Bibi Minah sangat antusias mendengar jawabanku,lalu beliau mengatakan ingin musyawarah bersama Dewan Desa kapan aku bisa mengajar.
Setelah maghrib, Paman Saibi dan Bibi Minah berpamitan pulang. Kak Asfar ikut bersama mereka, karena ingin bertemu dengan Haji. Setibanya di kediaman Haji, Paman Saibi mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui Pak Haji,dan hasilnya Haji mengizinkan Kak Asfar menyadap kebun karet miliknya seluas 2 Hektar.
Sebelumnya kedua belah pihak, baik Kak Asfar maupun Haji sudah melakukan kesepakatan tentang
pembagian hasil kerja. Kak Asfar-pun langsung berpamitan untuk segera pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, aku dibuat heran dengan sikap Kak Asfar. Biasanya, Kak Asfar sangat murung dan selalu bersedih, tapi malam ini dia terlihat begitu bahagia, dan terus tersenyum. Aku merasa penasaran,akhirnya aku bertanya pada Kakak apa yang terjadi sehingga dia begitu bahagia?
"Kakak dipercaya menyadap kebun milik Pak Haji seluas 2 hektar.
"Alhamdulillah," ucapku
Lalu aku kembali bertanay
"Besok pagi, Kakak mau langsung menyadap kebun Haji, maka dari itu, besok tolong kamu siapkan bekal untuk Kakak, ya, karena jarak kebunnya sangat jauh dari sini," kata Kakak padaku.
Sejak itu kedua Kakak ku, yaitu Kak Asfar dan Kak Fir pergi ke Desa Pal Tujuh untuk melakukan perjuangannya demi menghidupi kami semua. Aku merasa sangat bangga dengan kedua Kakak ku. Mereka begitu gigih dalam memperjuangkan masa depan keluarga, di usia kedua Kakak ku yang terbilang masih sangat muda, tapi mereka memahami arti sebuah tanggung jawab dan mau menggantikan posisi Ayah.
Meskipun tak jarang, aku sering melihat wajah Kak Asfar yang terkadang begitu muram dan bersedih.Akan tetapi, semangat kedua orang Kakak ku, tidak pernah pudar, mereka berdua berjuang semaksimal mungkin. Aku sangat kagum melihat kegigihan kedua Kakak ku, mereka tidak membiarkan rasa putus asa menghantui hidupnya.
Ya, tidak ada waktu untuk berputus asa, karena yang dibutuhkan saat ini adalah keikhlasan dan kesabaran serta semangat pantang menyerah. Semoga Allah selalu membimbing mereka berdua.
Mohon kritik dan sarannya ya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top