EPISODE KESEBELAS: CLAN MUSNAH
Limosin yang dinaiki Filk dan Susan, berjalan melewati tol. Perjalanan yang cukup jauh, tanpa disadari sudah siang hari. Mereka sudah memasuki kota, menuju ke tengah kota tepatnya. Sesampainya di sana, mereka berhenti di sebuah mansion yang cukup besar.
"Kita sudah sampai, ayo kita turun," ucap Susan. Pintu pun dibuka oleh pria berjas yang mengemudi limosin ini.
Filk dan Susan turun. "I-I-I-Inikah rumah bos-nya?" gumam Filk dalam hati.
"Ayo, Filk." Susan berjalan memasuki mansion besar berwarna putih itu, diikuti Filk. Mereka berjalan menaiki tangga yang besar di depan. Lalu berhenti di depan lukisan yang sangat besar.
"Kenapa berhenti?"
"Lihat dan amati!" ucap Susan dengan nada senang.
Susan meletakan telapak tangannya ke bagian bawah bingkai besar berwarna emas itu. Lalu mencengkramnya, dan menariknya ke bawah. Bagian bingkai yang dicengkram oleh Susan tertarik ke bawah, seperti sebuah tuas rahasia. Lalu lukisan besar terbelah dua, dan muncul sebuah lift.
"Ki-Ki-Kita akan menaiki itu?" tanya Filk dengan ragu.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Hmm... Susan, ada yang ingin aku bi..."
"Bicaranya nanti saja! Kita harus segera menemui Tuan Jaka!" Susan menarik lengan Filk, lalu masuk ke lift itu.
Lift bergerak ke bawah. Masih memegang lengan Filk, Susan memasang wajah sedikit serius dengan pipi sedikit memerah. Sedangkan Filk memasang wajah pusing dan pucat. Tak lama kemudian Filk pingsan.
Perlahan Filk membuka matanya, dan melihat langit berwarna putih.
"Filk?" panggil suara wanita yang tidak asing baginya. Filk melihat ke arah suara itu, letaknya di sampingnya. Dia melihat Susan sedang duduk di sampingnya, memasang wajah cemas. "Filk! Kau tidak apa-apa?!"
"Aku baik-baik saja. Maaf, Susan. Aku membuatmu cemas."
Susan menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, yang penting kau baik-baik saja. Filk, apakah kau..."
"Iya, aku memang tidak bisa menaiki lift. Sekali naik, kepalaku terasa melayang dan pingsan."
"Se-Seharusnya aku tadi mendengarkan apa yang ingin kau bicarakan tadi."
"Tidak apa-apa, lagipula mau tidak mau, aku harus menaiki lift itu, kan?"
"Ti-Ti-Tidak juga. Kita bisa saja menggunakan tangga yang ada di bawah tangga besar itu. Aku minta maaf!"
"Sudahlah, sudah terlanjur. Dengan ini kita impas, kita sama-sama mengetahui kelemahan kita masing-masing."
Susan tersenyum senang, pipi memerah. "Iya."
Suara pintu terbuka terdengar. Datang seorang pria berpakaian kemeja hijau, celana biru gelap, rambut putih pendek, berkacamata, dan berkulit putih. Dia berjalan mendekati Filk yang terbaring di ranjang putih. Susan berdiri.
"Oh, tuan Jaka," ucap Susan.
"Kau sudah bangun, Filk," ucap pria itu.
"Seperti yang terlihat," jawab Filk.
"Susan, aku ingin bicara dengan Filk secara pribadi."
"Baiklah, aku permisi." Susan pergi dan menutup rapat pintu ruangan itu.
"Jadi, apa yang ingin dibicarakan secara pribadi?"
"Sebelumnya, aku ucapkan terima kasih telah datang kemari. Aku ingin membicarakan tentang ayahmu."
"Ayahku? Apa kau mengenalnya?"
"Iya, dia dulu adalah rekanku. Apakah kau tahu clan Musnah?"
"Tidak."
"Clan itu adalah gabungan dari clan Ore dan Ure. Clan Musnah, clan yang mengembalikan roh baik dengan cara mengabulkan harapannya, dan mengembalikan roh jahat menggunakan senjata kutukan. Dan ayahmu adalah salah satu anggotanya." Filk kaget mendegar hal itu. "Dulu aku dan ayahmu selalu mengatasi roh-roh itu, mau roh baik atau roh jahat. Sekarang clan itu sudah tidak ada lagi, karena pemimpinnya mati."
"Ma-Mati? Kenapa?"
"Dia di bunuh oleh roh jahat legenda, Thief Evil. Roh jahat yang bisa mengambil roh yang ada di dalam tubuh manusia hidup. Dia mengambil roh-roh itu untuk dimakan. Saat itu, ketua kami mendapatkan laporan tentang penemuan tubuh-tubuh manusia di sebuah gua, tepatnya mayat. Ketua, aku, dan ayahmu, kami menyelidikinya. Saat sampai di sana, kami disambut oleh Thief Evil. Dia menyerang kami dengan brutal, untung kami bisa menghindarinya. Kami menyerang balik dengan senjata kutukan kami, tapi tidak terlalu mempan, hanya senjata ayahmu-lah yang bisa melukainya. Jadi, ketua memutuskan untuk menyegelnya. Awalnya kami tidak setuju, tapi melihat kondisi ayahmu yang memburuk karena efek dari senjata kutukannya. Ketua langsung maju dan menyegelnya, semakin dekat jarak dia dengan rohnya, semakin kuat segelnya. Jadi, ketua harus mendekati roh itu, berhasil dengan nyawa sebagai bayarannya."
"Lalu, bagaimana dengan ayahku?"
"Aku belum selesai bercerita. Setelah itu, kami pulang dengan tubuh ketua yang tanpa roh. Semua anggota menangis, dan kami mengadakan upacara penghormatan. Terjadi beberapa konflik karena pemilihan ketua selanjutnya, konflik itu terjadi karena ketua tidak memiliki keturunan."
"Jadi, ketuanya ditentukan dengan garis keturunan."
"Iya, keturunan dari keluarga Hijio. Keluarga pertama yang bisa menggunakan senjata kutukan, dan mengetahui cara mengembalikan roh-roh penasaran. Akhrinya, keputusannya adalah clan dibubarkan. Aku dan ayahmu, memutuskan membuat clan baru, yaitu Ure. Awalnya ayahmu-lah ketuanya, tapi karena dia berkenalan dengan gadis kota tempat yang kau tinggali saat ini, dan mereka menikah. Jabatan ketua itu diserahkan kepadaku. Ayahmu memutuskan tidak lagi terlibat dengan hal-hal seperti menghadapi roh jahat, dan menyegel senjatanya di sebuah tempat."
"Tunggu dulu, kenapa hanya senjata ayahku yang mempan kepada Thief Evil?"
"Karena senjata ayahmu sepesial. Senjata itu adalah senjata pertama kali dari keluarga Hijio."
"Kenapa bukan ketua kalian yang memilikinya?"
"Senjata itu memiliki roh di dalamnya, namanya Ilk. Karena senjata itu memiliki roh, jadi pemegangnya harus sesuai dengan pilihannya. Biasanya keturunan Hijio yang dipilih, tapi saat itu, saat pertama kali ayahmu ikut bergabung. Senjata itu langsung terbang menuju tangannya. Karena itu juga, saat pemilihan ketua selanjutnya, aku ingin mengajukan ayahmu sebagai ketua, tapi dia tidak suka dengan hal-hal yang memimpin, jadi aku diam saja."
"Terima kasih sudah mengerti perasaan ayahku."
"Sama-sama. Oh iya, Filk. Mungkin ini terlalu cepat, tapi kalau tidak cepat, akan ada banyak korban berjatuhan."
"Apa maksud Anda?"
"Segel yang mengikat Thief Evil, akan lepas."
"A-Apa!?"
"Kau harus segera memutuskannya!"
"Me-Memutuskan apa?"
"Memutuskan apakah kau akan menghadapinya atau tidak?"
"Ke-Kenapa harus aku?"
"Karena senjata ayahmu-lah yang bisa mengalahkannya." Filk hanya menundukkan kepala, bingung. "Kau akan melakukan kontrak dengan senjata ayahmu, aku akan mengantarkanmu ke tempatnya. Itu pun kalau kau mau. Kau harus memikirkan juga kemungkinan ini..." Tuan Jaka menghentikan kalimatnya.
"Kemungkinan apa?"
"Seperti yang kau ketahui, senjata itu memiliki roh. Jadi, kalau menurut dia tidak cocok, maka orang yang tidak cocok itu akan diambil rohnya." Filk terkejut dengan perkataan itu, buktinya matanya melotot, keringat dingin mengalir, dan mulut menganga kecil. "Memang sih kalau ayahmu dipilih, tapi belum tentu kau dipilih olehnya. Jadi, pikirkan baik-baik." Tuan Jaka menyodorkan sebuah kertas putih kecil. "Hubungi aku, apapun keputusanmu. Pertimbangkan juga, tentang orang-orang di luar sana yang akan menjadi korbannya." Tuan Jaka pergi meninggalkan ruangan itu.
Filk memikirkan perkataannya. Filk memasang wajah bingung bercampur takut. "A-Apakah aku harus menerimanya? Tapi, kemungkinan aku tidak terpilih, dan akan mati. Tapi, kalau aku diam saja, maka akan lebih banyak korban lagi? Apakah Tuan Jaka hanya merekomendasikan aku saja? Atau ada orang lain? Tapi, katanya tidak ada lagi keturunan keluarga Hijio... Ahhhhh... Aku harus bagaimana?" Tak lama kemudian, datang Susan.
"Filk, kau baik-baik saja?" Filk sekarang menundukkan kepala, memengang rambut dengan kedua tangannya, terlihat dia sedang kesal.
"Susan..." Filk menceritakan apa yang dikatakan oleh tuan Jaka.
"A-A-Aku mengerti sekarang, ma-maaf..." Susan menundukkan kepalanya.
"Kenapa kau meminta maaf?"
"Ka-Ka-Kalau aku tahu kau akan ditanya begitu, aku tidak akan membawamu kemari. Gara-gara aku, kau harus terlibat dengan masalah besar, bahkan taruhannya adalah nyawa." Susan meneteskan air matanya.
"I-Ini bukan salahmu, cepat atau lamabat, aku akan mengetahui hal ini. Itu sudah takdir!"
"Terima kasih, Filk." Susan tersenyum dengan air mata yang masih mengalir sedikit. Filk hanya bisa membalas senyuman itu, dan di balik senyuman Filk ada sebuah kebingungan.
Sore hari tiba, Filk dan Susan berjalan di sebuah gang menuju rumah Filk. Filk selalu memikirkan penawaran tuan Jaka. Nyawanya atau Nyawa orang lain.
"Filk?"
"Apa!?"
"Kau baik-baik saja?"
"Sejujurnya, tidak."
"Fi..." Susan berhenti karena tiba-tiba datang kabut putih tebal menyelimuti mereka. Tanpa mereka sadari, mereka berpisah.
"Susan! Di mana kau?" Filk melihat kesana-kemari, walau tidak dapat melihat jelas, dia terus mencari Susan. "Kabut apa ini?"
"AHHHH!!"
"SUSAN!" Filk berlari ke arah teriakan itu.
Sesampainya di sana, Filk melihat Susan melayang. Susan terlihat kesakitan, buktinya kedua tangannya memegang lehernya, seperti ada yang mencekiknya. Tapi, sesosok itu tidak terlihat.
"Fil...k..." rintih Susan.
"Susan! A-Apa yang terja..." Belum menyelesaikan kalimatnya, Filk merasakan ada yang mengangkatnya dengan dicekik.
Filk melayang kesakitan, rasanya seperti ada yang mencekiknya dengan kuat. Mereka berdua sekarang sedang diambang bahaya, dicekik oleh sesosok yang tidak terlihat.
"Kalian harus membalas perbuatan kalian!" Suara berat dan menakutkan itu terasa berada di depan mereka.
Tiba-tiba, muncul sesosok hantu besar berpakaian putih, rambut panjang hitam, giginya penuh dengan taring, mata tajam ganas, dan tangan yang berkuku tajam. Sesosok itu ternyata yang mencekik mereka berdua.
"Kau siapa?" tanyanya. Dia melihat ke arah Filk. Filk tidak bisa menjawab karena rasa sakitnya. "Kau bukan "dia"." Tiba-tiba, dia melemparkan Filk ke tiang listrik.
'DUKKK' Filk sekarang duduk bersandar di tiang listrik itu. Dia akan pingsan.
"Kau pun bukan "dia". Tapi sepertinya kau turunan keluarga Hijio." Hantu besar itu menghilang bersama Susan di tangannya.
"Su...Su...san." Filk pun pingsan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top