EPISODE KESATU: SIAPAKAH DIA?

"Kau tahu?"

"Apa?"

"Ternyata, perpustakaan di sekolah ini, pernah ada berita penampakan hantu."

"Benarkah?"

"Iya, aku mendapatkan berita ini dari kakak kelas yang aku kenal."

"Begitu, ya."

"Kok responnya begitu?"

"Aku harus bagaimana?"

"Kaget sedikit, seperti "Ahhh! Benarkah? Ternyata mengerikan juga" seperti itu."

"Hahahaha."

'TRINGGGG TRINGGGG' semua murid yang berada di dalam kelas kembali ke tempat duduknya masing-masing. Tak lama kemudian datanglah seorang pria berpakaian kemeja hijau, celana hijau, sepatu coklat, berbadan tidak terlalu gemuk atau kurus, berkulit putih, dan berambut hitam pendek.

"Perkenalkan, namaku Hasan, guru matematika sekaligus wali kelas kalian. Sebelum jam pelajaran dimulai, alangkah baiknya kita semua saling memperkenalkan diri. Dimulai dari ujung sana," ucapnya menunjuk seorang murid yang duduk di ujung belakang paling kanan. Murid itu berdiri, dia berambut coklat dengan poni menyamping, bagian rambut atasnya tegak ke atas, bermata hitam, berkulit putih, dan badan tidak terlalu kurus ataupun gemuk.

"Namaku Filk Reza, panggil saja Filk." Dia duduk kembali. Kemudian yang di depan dia berdiri. "Namaku Dimas Joni, kalian boleh memanggilku Dimas, atau Joni." Dia berkulit putih kecoklatan, berambut hitam kemerahan pendek, berbadan tidak gemuk atau kurus, dan mata biru.

Kemudian yang di depan Dimas berdiri, dan seterusnya sampai seluruh siswa di kelas selesai memperkenalkan diri.

"Baiklah, kalian semua sudah memperkenalkan diri kalian masing-masing. Semoga kalian bisa berteman dengan baik. Tidak perlu basa basi lagi, kita mulai saja pelajaran hari ini."

Bel istirahat pun berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kelas.

"Filk, mau coba memecahkan misteri perpustakaan sekolah ini?"

"Hah?"

"Bukan "Hah", tapi memecahkan misteri perpustakaan sekolah ini," ucap Dimas sedikit kesal.

"Iya, aku tahu. Tapi bukankah kau takut sama yang namanya hantu?"

"Tidak, kata siapa?"

"Kau ingat? Waktu kau menginap di rumahku, siapa yang menutupi dirinya dengan selimut setelah menonton film tengah malam?"

"I...tu, aku." Dia menundukkan kepalanya.

"Jadi masih mau mencoba?"

"Tentu saja!"

"Jangan salahkan aku kalau kau mengompol di celana," ucap Filk dengan nada mengejek.

"Huh! Jangan berlagak seperti pemberani saja, kalau kau bertemu dengan hantu secara langsung, kau yang akan mengompol di celana!" kesal Dimas.

"Hantu?" ejek Filk. "Aku tidak percaya hantu, alien, penyihir, atau apapun itu yang bersifat khayalan."

"Jangan berlagak seperti itu, kalau sampai kau bertemu dengan hantu, kau akan menarik kata-kata itu."

"Iya, aku akan ikut. Aku akan membuktikan bahwa hantu itu tidak ada," ucapnya dengan yakin. "Jadi, apa rencanamu?"

"Nanti malam kita akan ke perpus..."

"Bagaimana masuk ke sekolahnya?" ucapnya memotong Dimas.

"Kita panjat pa..."

"Bagaimana dengan penjaganya?"

"Kita al..."

"Cara mengalihkan perhatiannya?"

"Tentu sa..."

"Aku tidak mau melakukan hal yang merepotkan."

"Bisakah kau tidak memotong perkataanku?!"

"Maaf."

"Aku tahu, kamu bersemangat. Tapi, biarkan aku menyampaikan rencananya." Filk hanya mengangguk. "Baiklah, malam ini kita akan masuk ke sekolah ini, menurut kakak kelas yang aku kenal, penjaga sekolah ini hanya seorang pria yang pemalas. Jadi, kita bisa menyelinap dengan mudah. Kita akan memasuki lorong sekolah melalui jendela yang berada di dekat tempat parkir sepeda. Kebetulan jendela itu sedang rusak."

"Seperti biasa, kau ini mengetahui hal yang tidak berguna."

"Tentu saja, aku ini seorang database."

***

"Baiklah, penjaganya sudah tidur," ucap Dimas, melewati pos penjaga.

"Benar-benar pemalas," gumam Filk. Mereka melanjutkan perjalanan, menuju tempat parkir sepeda. Jarak tempat parkir sepeda dengan bangunan sekolah, cukup jauh. Akhirnya mereka sampai di depan jendela yang dimaksud oleh Dimas. Dimas membuka jendela itu, mereka masuk, berjalan di lorong, melewati beberapa ruangan kelas dengan senter yang mereka bawa. Setelah berjalan cukup lama, mereka sampai di depan pintu perpustakaan.

"Baiklah, untuk jaga-jaga. Aku akan berdiri di sini, Filk, kau masuk dan ambilkan foto untukku," ucapnya menyerahkan sebuah kamera.

"Sudah kuduga akan seperti ini," ucap Filk dalam hati. "Baiklah, mungkin kau akan kecewa dengan hasilnya." Lalu dia masuk ke dalam perpustakaan itu.

Perpustakaan ini sungguh besar, rak-rak berisi buku ada di mana-mana, dan perpustakaan ini ada dua tingkat. "Ini perpustakaan, atau gedung?" gumamnya. Dia melanjutkan perjalanannya, tidak seperti orang biasa, dia melangkah tanpa merasakan takut sedikitpun, terlihat dari ekspresinya yang dingin. "Sepertinya ada seseorang di sini," ucapnya, melihat kursi miring. Filk mendekati kursi itu, dengan cepat dia melirik ke arah depannya. "Kau yang bersembunyi di balik rak, cepat keluar. Tenang aku tidak akan mengigit."

Keluarlah seorang wanita berambut putih, mata ungu, berkulit putih, berbadan langsing, baju seragam sekolah berwarna biru, dan rok abu-abu selutut. "Ke...napa kau bisa tahu?" ucapnya dengan nada ragu-ragu.

"Dari kursi ini. Aku berpikir kalau kau sedang duduk entah membaca buku atau apa. Kemudian kau mendengar suara pintu terbuka, dengan perlahan kau bersembunyi, tapi kesalahanmu adalah tidak meletakan kursi ini ke dekat meja."

"Tapi, bagaimana kalau ini adalah u..."

"Setahuku, di sini ada petugas perpustakaan. Jadi, tidak mungkin kursi ini akan dibiarkan seperti ini."

"Lalu, tentang tempat persembunyianku?"

"Kemiringan kursi ini. Kau lihat, miring kursi ini mengarah ke arah tempat persembunyianmu. Mungkin tanpa kau sadari, kau mendorong bagian samping kursi ini saat hendak bersembunyi."

"Apakah kau detektif?"

"Bisa jadi. Lalu, kau siapa?"

"Namaku Susan Nail, karena kita baru pertama bertemu, panggil saja Nail."

"Ternyata menggunakan marga. Jadi, Nail ke..."

"Seharusnya kau memperkenalkan diri terlebih dahulu, sebelum menanyakan sesuatu."

"Maaf. Namaku Filk Reza, panggil saja Filk, karena Reza bukan margaku."

"Filk, kenapa kau berada di sini?"

"Seharusnya aku dulu yang bertanya. Sebetulnya aku hanya ingin memastikan apakah di sini benar-benar ada hantunya. Lalu kau sendiri?"

"Sama sepertimu. Hanya saja bukan untuk memastikan saja."

"Maksudmu?"

"Maaf, tapi ini rahasia. Dan sebaiknya pulang saja, karena ini di sini berbahaya."

"Berbahaya? Maksudnya apa?"

"Tentu saja karena bisa saja kau bertemu dengan hantu," ucapnya dengan nada menakuti.

"Tenang saja, aku tidak terlalu percaya dengan hantu. Oh ya, apakah dia temanmu?" Filk menunjuk seorang wanita berbaju putih panjang, rambut hitam panjang, dan sedari tadi hanya berdiri melihat mereka di dekat rak yang ada di depan Filk, atau di belakang Susan.

"Teman?" dia berbalik. "I...I...Itu kuntilanak!" Dengan cepat dia bersembunyi di belakang punggung Filk.

"Kuntilanak? Apa itu?"

"Kau tidak tahu, itu adalah hantu." Dia mencengkram kedua pundak Filk, dan melihat hantu itu di balik punggungnya.

"Hantu, ya?" Filk melihat hantu itu dengan wajah dingin, terus memandanginya. "Sepertinya dia mengatakan sesuatu, sedari tadi mulutnya tidak berhenti bergerak."

"Dia bilang "Tolong kembalikan bajuku"," jawab Susan masih ketakutan.

"Tunggu dulu, kenapa kau berpikiran seperti itu?"

"Karena...Karena... aku adalah Ure."

"Ure?"

"Iya, sebetulnya itu adalah nama clan kami. Ure, clan yang bertugas untuk mengembalikan roh yang tertinggal di dunia ini."

"Begitu, ya... Tunggu! Memangnya ada yang seperti itu?" kaget Filk.

"Iya, di dunia ini ada beberapa clan, perta..."

"Nanti saja penjelasannya. Sekarang sebaiknya kau tenangkan hantu itu dulu."

"Tapi...Tapi..."

"Tapi apa?"

"Aku takut."

"Takut? Bukannya kau itu Ure?"

"Iya."

"Lalu, kenapa kau takut?"

"Sejujurnya, hanya aku saja yang seperti ini. Aku belum pernah menenangkan satu hantupun."

"Lalu kenapa kau ke sini?"

"Aku hanya ingin melaksanakan amanat yang kedua orang tuaku berikan," ucapnya, dia meneteskan air mata.

"Biar aku bantu."

"Apa?" Susan mengusap air matanya.

"Biar aku ikut membantumu. Jadi, di mana baju dia berada?"

"Itu... aku harus melihat ingatannya. Aku harus menyentuh dia."

Dengan cepat Filk menarik lengan Susan, dan mendekati hantu itu. "Tenang, kami hanya ingin membantumu," ucapnya kepada hantu itu. Susan menutup matanya, dan beberapa kali melawan. Tapi karena kekuatan Filk cukup besar, akhirnya mereka sudah sampai di depan hantu itu. Filk mendekatkan tangan Susan ke tubuh hantu itu. Susan sedikit melawan, tapi jari dia berhasil menyentuh badan hantu itu.

Susan mengalami penglihatan, dia melihat perpustakaan ini. Ada satu wanita yang sedang duduk membaca buku di meja yang sebelumnya diduduki Susan. Wanita itu membuka setiap lembar buku itu dengan santai, tanda dia menikmati bacaan itu. Penglihatan Susan berpindah, dia sekarang melihat taman. Satu wanita sedang menggali tanah, dua wanita sedang memegang lengan wanita yang dilihat di penglihatan sebelumnya, di perpustakaan. Wanita yang menggali, setelah selesai menggali, dia memasukan baju berwarna kuning dan putih itu ke dalam lubang tanah. Wanita yang sedari tadi dipegang oleh kedua wanita itu, melawan berusaha menyelamatkan baju itu. Dengan cepat Susan sudah kembali ke alamnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Filk melihat Susan dengan tatapan kosongnya.

"Aku tahu. Aku tahu di mana baju itu!" ucapnya semangat.

"Benarkah? Di mana itu?"

"Di taman, dekat dengan stasiun kereta. Ayo kita pergi!" Susan menarik lengan Filk, dan berjalan ke luar perpustakaan. Mereka berjalan tanpa menghiraukan Dimas yang memanggil Filk dengan kebingungan. Mereka ke luar sekolah lewat pintu depan. Terus berjalan, dan melewati pos penjaga. Dan sampailah di tujuan.

"Nah, menurut penglihatanku. Di sinilah baju itu berada," ucapnya, menunjuk ke tanah.

"Lalu, bagaimana caranya kita mendapatkannya?"

"Itu..."

"Harusnya kau bilang dulu tadi, kalau saja kamu bilang baju itu terkubur di tanah, aku sudah membawa sekop sedari tadi."

"Maaf."

"Baiklah, aku akan..." Tiba-tiba Susan jongkok dan menggaruk tanah dengan tangannya. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku tidak bisa membuat dia menunggu, aku harus menyelesaikan tugasku!" jawab dia dengan semangat.

"Hah... dasar, merepotkan." Filk berbalik arah dan berlari. Terus dia berlari, dan sampailah di sekolah. Dia melanjutkan larinya, dan menuju gudang sekolah, letaknya ada di belakang sekolah. Sampai di sana, dia mengambil dua sekop. Dia keluar, dan berlari kembali tanpa menghiraukan Dimas yang sedari tadi memanggilnya di depan pintu masuk sekolah.

"Filk?" Susan menghentikan menggaruk tanah karena melihat Filk berkeringat, dan memegang dua sekop.

"Ini, kalau kau pakai tanganmu. Sampai pagipun tidak akan bisa." Dia menyerahkan sekop itu. Susan terdiam sementara, melihat Filk yang berkeringat. Tak lama kemudian dia mengambil sekop itu.

"Terima kasih," ucapnya dengan tersenyum. Mereka menggali dengan semangat, membuat lubang yang cukup dalam, dan akhirnya mereka menemukan apa yang mereka cari. "Ini dia! Ini baju yang dimaksud oleh hantu kuntil anak itu!"

"Sebaiknya kita harus segera kembali."

Mereka pun kembali ke perpustakaan yang gelap dan sepi itu.

"Filk, aku..."

"Baiklah, aku yang akan memberikan baju ini kepadanya." Filk mengambil baju itu, dan berjalan menuju hantu itu. "Ini, bajumu." Dengan perlahan, tangan itu mengambil baju itu. Saat tangan dan baju itu sudah bersentuhan, hantu itu bersinar, dan tak lama kemudian menghilang.

"Dia mengatakan "Terima kasih"."

"Begitu, ya. Mungkin untuk sekarang, aku percaya adanya hantu."

"Terima kasih, Filk." Susan menghampiri Filk.

"Itu bukan apa-apa."

"Tidak! Kau sangat membantu, jadi aku harus berterima kasih!"

"Iya, sama-sama." Setelah itu, mereka berdua hanya tersenyum. 'TETTT TETTT' "Maaf, sepertinya ada telepon." Filk mengambil handphone di saku celananya. "Hallo?"

"Kau ada di mana!?"

"Di perpustakaan, kalau kau sendiri di mana?"

"Aku ada di jalan."

"Kenapa kau ada di sana?"

"Karena aku mengejarmu, ternyata kau larinya cepat juga."

"Maaf. Kupikir yang memanggilku adalah hantu."

"La..."

"Nanti ceritanya, dadah." Filk menutup handphonenya.

"Dari siapa?"

"Dimas, temanku. Oh ya, Nail, kau siswi di sini, kan?"

"Iya."

"Kau kelas berapa?"

"8-G. Kalau kau?"

"8-J."

"Hmm... cukup jauh, ya."

"Begitulah. Sebaiknya kita harus pulang."

"Filk."

"Iya?"

"Maukah kau menjadi... menjadi... patnerku?!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top