EPISODE KEENAM: HANTU TERTAWA

Keesokan harinya, setelah pekerjaan di pulau dan kapal bajak laut. Di pagi hari yang merdu dengan suara kicauan burung. Filk, dia sedang memakan makanan kesukaannya, yaitu ikan bakar.

"Bagaimana?" tanya Nida.

"Enak!"

"Benarkah?! Kalau begitu, ini, tambah lagi!"

"Terima kasih, Kak."

"Tak kusangka, kau mendapatkan dua juta setengah dalam sehari?"

"Memang, tapi bayaran itu tidak seberapa dengan taruhannya."

"Taruhan?"

"Sudahlah, Kakak tidak perlu tahu. Itu adalah hal yang paling menyebalkan dan ingin aku lupakan."

"Baiklah... Jadi, apakah hari ini kita akan jalan-jalan?"

"Kalau tidak ada pekerjaan."

Bel pintu berbunyi. Nida menghampiri pintu dan membuka pintu.

"Sepertinya tidak bisa hari ini," ucap Filk kepada diri sendiri.

"Filk..." ucap Susan menghampiri Filk.

"Aku tahu, kita ada pekerjaan, kan?"

"Benar."

"Baiklah, Kak..."

"Aku mengerti, mungkin kapan-kapan saja. Lagipula kau libur di hari sabtu dan minggu, kan?"

"Iya, maaf, Kak."

"Tidak perlu meminta maaf, kau ini kan tulang punggung keluarga."

"Kalau begitu, aku pergi."

"Hati-hati!"

Mereka berjalan tanpa berbicara. "Se-sepertinya aku datang di saat tidak tepat."

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Jadi, apa pekerjaannya?"

Dia hanya menundukkan kepala, tidak menjawab.

"Nail, kau tidak apa-apa?"

"Taman."

"Apa?"

"Kita akan ke taman hiburan."

"Hah?"

Lalu mereka sudah sampai di taman yang dimaksud. Mereka harus membayar tiket masuknya. Saat sampai di dalam, Susan berjalan dengan diikuti Filk di belakang. Dan sampailah mereka di rumah hantu.

"Di sini?" tanya Filk.

"I-iya."

"Berapa bayarannya?"

"Enam ratus ribu."

"Berarti dapat tiga ratus. Ayo kita masuk."

Mereka memasuki rumah hantu itu, tentu mereka harus membayar dulu. Susan, dengan takutnya bersembunyi di balik punggung Filk. Mereka berjalan melewati beberapa kejutan dari wahana ini, mulai tiba-tiba muncul kepala buntung dari atas, munculnya hantu dari pintu tersembunyi, dan lain-lainnya. Susan semakin memegang erat baju Filk.

"Apakah benar dia seorang Ure?" ucap Filk dalam hati.

Susan menghentikan langkah Filk, lalu dengan jari gemetar, dia menunjuk sebuah pintu hitam di samping mereka.

"I-i-i-i-itu te-tempat han-hantu itu berada."

"Kau baik-baik saja?"

"Te-te-tentu sa-saja."

"Bohong. Kalau begitu, ayo!"

Mereka berjalan menuju pintu hitam itu. Filk sedikit kesulitan, karena Susan selalu berusaha melawan. Tapi, pada akhirnya mereka sampai. Filk membuka pintu. Hanya ada ruangan yang cukup besar, dan sesosok hantu yang berdiri di tengah ruangan. Dia berpakaian putih compang-camping. Dia berbalik, memutarkan kepalanya.

"Hahahahah!" tawa Filk keras, karena melihat wajah hantu itu. Wajahnya tidak seperti hantu lainnya yang menyeramkan, tapi hantu itu berwajah lucu.

"Tidak! Tidak, ampuni aku!" Beda dengan Susan, dia sedang jonkok membelakangi karena takut.

"Nail, jangan ketakutan begitu. Lagipula dia tidak terlalu menyeramkan." Susan berdiri, lalu membalikan badannya. Dia melihat hantu itu, dan menahan tawanya.

Hantu itu membalikan badanya dan hendak pergi.

"Tunggu!" Susan mencegahnya. "Maaf, bukan maksud kami mentertawakanmu." Susan memukul pelan lengan Filk.

"Aku juga min-min... Hahahah!" 'DUKKK' Susan memukul kepala Filk dengan keras.

"Cepat minta maaf!"

"Aku minta maaf."

Hantu itu berbalik lagi, dan mendekati Susan. Dia mengangkat tangannya ke depan. Susan mengerti maksudnya, dia menempelkan lengannya. Sekarang Susan bisa membaca pikirannya, dan bisa mengetahui apa keinginan hantu tersebut.

"Jadi, apa yang dia inginkan?"

"Dia ingin membuat pengunjung teriak ketakutan."

"Begitu, ya. Dengan wajah seperti ini, bagaimana caranya? Pantas saja bayarannya cukup besar."

"Jadi, kau ada ide, Filk?"

"Aku? Biar kupikirkan." Filk menarik sehelai rambut depannya ke bawah, dan memegangnya.

Dia sedikit kesulitan berpikir, karena suara teriakan pengunjung yang datang bertubi-tubi. Akhirnya dia memenjamkan matanya. Susan dan hantu itu hanya melihat tingkah Filk dengan bingung. Setelah sekian lama, akhirnya Filk membuka matanya, dan melihat hantu itu.

"Oh iya, apakah dia bisa melepaskan lengannya?"

"Biar aku tanya." Susan melihat hantu itu, mereka melakukan percakapan dari pikiran. "Bisa."

"Coba perlihatkan."

Hantu itu memegang lengan kirinya, mencabutnya. Susan tidak takut dengan hal itu, tapi lengan yang putus itu bisa bergerak seperti cacing.

"KYAAAAA!" Susan jongkok, menutup kedua telinganya, dan menutup mata.

"Ternyata kau cukup bagus juga. Tolong pasang lagi." Hantu itu pun mengikuti perkataan Filk. "Nail, sekarang sudah aman."

Susan berdiri, mengusap air matanya, dan bersembunyi di balik punggung Filk.

"Baiklah, kau sembunyi saja di punggungku." Susan membalas dengan anggukan. "Kalau begitu, sekarang kau keluar dan berdiri di jalur itu. Saat ada yang datang, lakukan seperti itu. Tapi, jangan lupa tutupi wajah dengan rambutmu."

Rencana Filk dimulai. Hantu itu sudah berdiri di tempat yang dimaksud Filk. Sedangkan mereka berdua mengintip di balik pintu hitam yang dibuka sedikit. Gerombolan pertama datang, terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki. Mereka bertiga berhenti di depan yang tak jauh dari hantu itu. Hantu itu melepaskan lengannya, dan menggerakannya.

"AAAAA!!" Mereka bertiga berteriak dan berlari ke depan, mereka tidak menyadarai kalau mereka berlari menembus badan hantu itu.

Gerombolan kedua datang, terdiri dari dua wanita dan dua laki-laki yang saling berpegangan. Mereka berhenti, hantu itu melakukannya lagi. Tapi, mereka hanya menutup mata dan menundukkan kepala. Mereka berjalan dengan gemetaran, dan tidak menyadari sudah menembus tubuh hantu itu.

Gerombolan ketiga datang, terdiri dari satu pasangan kekasih. Mereka berhenti, dan hantu itu melakukannya. Laki-laki hanya kaget dan mundur beberapa langkah. Sedangkan wanita menundukkan kepala, menutup matanya, tapi tidak berteriak. Lalu laki-laki itu menuntun wanitanya untuk berjalan ke depan. Tanpa disadari mereka sudah menembus hantu itu. Setelah berjalan menembusi hantu itu, sang laki-laki berbalik badan.

"Ha-ha-HANTUUU!" Sang laki-laki berlari menarik wanitanya dengan cepat.

Gerombolan keempat datang, terdiri dari tiga laki-laki. Mereka berhenti, dan hantu itu melakukannya, tapi mereka tidak ketakutan bahkan kaget. Mereka hanya berjalan melewati hantu itu, tepatnya menembus hantu itu. Mereka berhenti dan berbalik.

"Ternyata hologram," ucap salah satu laki-laki itu.

Setelah sekian lama menunggu, tidak ada lagi yang datang. Hantu itu menghampiri Filk dan Susan.

"Filk, katanya dia ingin mendapatkan teriakan yang lebih banyak lagi."

"Hmm..." Filk kembali ke mode berpikirnya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini tidak ada teriakan yang mengganggu pikiran Filk. "Aku tahu, apakah kau bisa memutarkan kepalamu?"

Hantu itu mengerti dan menganggu saja. Susan menutup kedua mata dengan tangannya. Hantu itu memutarkan kepalanya, memutarkannya dengan cukup cepat.

"Bagus, lalu ditambah dengan melepaskan lengan dan menggerakan lengan yang dilepas." Hantu itu melakukan seperti yang Filk katakan. "Bagus!"

"Filk, dia merasa kurang percaya diri," ucap Susan, masih menutup matanya.

"Kurang percaya diri? Kenapa?"

"Karena kau tidak berteriak ketakutan."

"Oh... karena itu. Aku tidak berteriak, karena aku berbeda dengan orang kebanyakan. Jadi, tenang saja."

"Dia masih kurang percaya diri," bisik Susan.

"Kalau begitu, kau lihat, Nail."

"Ke-ke-kenapa kau harus melihatnya?"

"Supaya menumbuhkan kepercayaan dirinya."

"Ba-ba-baiklah." Perlahan Susan membuka melepaskan tangannya dari mata, membuka mata. "KYAAAAAA!!" Saking takutnya, Susan pingsan.

"Ternyata dia bisa pingsan juga."

Hantu itu kembali ke tempat semula dia akan menakuti pengunjung. Ada yang datang, terdiri dari lima perempuan. Hantu itu melakukan hal yang tadi.

"KYAAAAA!!" Mereka semua langsung pingsan.

"Bagus, kalau begini pasti bisa mendapatkan teriakan yang lebih kencang." Hantu itu menghampiri Filk, dan berdiri di depannya. "Ada apa? Kenapa kau kemari?"

Hantu itu tidak menjawabnya, tentu saja karena dia tidak bisa berbicara.

"Aku tidak bisa membaca pikiranmu." Filk berjalan menghampiri Susan yang sedang pingsan. Lalu jongkok. "Nail, bangun." Dia mengguncang tubuh Susan. Tak lama kemudian, dia siuman. "Sepertinya hantu itu ingin mengatakan sesuatu?"

"Di-dia bilang, dia tidak mau membuat pingsan pengunjung. Hanya ingin membuat mereka takut dan berlari terbirit-birit," jawab Susan lemas.

"Begitu, ya. Sepertinya aku harus memutar otak lagi," gumam Filk. Dia kembali ke mode berpikir.

Kelima perempuan itu dibawa pergi oleh petugas penjaga rumah hantu ini.

"Nail, tanyakan kepada hantu itu. Apakah dia bisa menghilangkan wujudnya?"

"Kau bicara saja sendiri, dia mengerti."

"Oh iya, ya." Filk berdiri dan menghampiri hantu itu. "Kau bisa menghilangkan penampakanmu?" Hantu itu mengangguk dan tiba-tiba sudah tidak terlihat. "Lalu, apakah kau bisa meniup leherku dengan tanpa terlihat?" Filk merasakan hembusan angin kecil di samping lehernya. Filk berbalik ke arah datangnya angin itu. "Saat berbalik, kau langsung tampakkan wujudmu." Lalu, hantu itu sudah terlihat lagi dan berdiri di depan Filk.

Hantu itu sudah berdiri di tempatnya. Filk mengintip di balik pintu, sedangkan Susan, karena lemas, dia duduk bersandar di dinding.

"Nail, kau baik-baik saja?" tanya Filk, masih mengintip hantu itu.

"Aku baik-baik saja." Filk menutup pintu dan berjalan menghampiri Susan.

"Kalau kau tidak kuat, biar aku saja yang menangani ini."

"Tidak apa-apa, kalau tidak ada aku, kau tidak akan mengerti apa yang akan diminta hantu itu."

"Aku tahu itu, tapi..." 'KYAAA' suara teriakan perempuan terdengar sangat keras. Filk berdiri dan membuka sedikit pintu, dan mengintip.

"Dia lebih suka dengan cara seperti itu."

"Begitu, ya. Tapi, kalau sampai wajahnya terlihat, bisa membuat tertawa bukan ketakutan."

"Kau benar, Filk."

"Apakah sekarang dia sudah puas?"

"Masih belum."

Lalu datanglah pengunjung lainnya, dan hantu itu melakukan hal yang sama. Mereka ketakutan dan berlari terbirit-birit. Setelah beberapa pengunjung yang sudah dia takuti, dia menghampiri Filk dan Susan.

"Tugas kita sudah selesai." Hantu itu menunjukkan wajah konyolnya, dan perlahan menghilang. "Terima kasih, Filk."

"Tidak perlu berterima kasih, ini kan pekerjaan kita."

Mereka keluar dari ruangan itu, dan melanjutkan perjalan melewati jebakan-jebakan dari rumah hantu ini.

"Bagaimana dengan wahananya?" tanya Filk.

"Tentu saja menakutkan! Masa menyenangkan!"

"Hahaha, hanya bercanda. Ayo kita pulang."

"Filk."

"Iya?"

"Aku ingin mencoba naik bianglala."

"Baiklah."

Mereka pun berjalan menuju wahana bianglala.

Di tempat lain, tepatnya di sebuah taman. Berdiri seorang pria berjas hitam, dengan sebuah tongkat besi panjang di tangannya. Dia sedang melihat ke arah hantu yang berdiri tak jauh darinya. Pria itu mengejar hantu itu. Hantu itu terbang. Pria itu melihat ke arah hantu itu terbang, lalu mengambil sebuah pistol aneh di balik jasnya. Dia mengarahkan pistol itu ke arah hantu itu. 'SUTTT' keluar bola berwarna biru dari pistol itu, bola itu melesat ke arah hantu itu dan berhasil mengenai tubuh hantu itu. Hantu itu jatuh, dan pria itu berjalan menghampiri letak hantu itu jatuh. Setelah sampai, terlihat hantu itu hanya tengkurap tak bergerak. Pria itu mengarahkan pistol itu ke arahnya. Hantu itu terhisap ke dalam pistol itu. Setelah selesai, pria itu mengangkat telepon yang sedari tadi bordering.

"Satu, sudah dibereskan, Bos."

"Bagus, aku memang tidak salah mengirimkan tugas kepadamu."

"Tentu saja, Bos. Kau tidak akan kecewa."

"Kalau begitu, tugas selanjutnya ada di kota selanjutnya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top