EPISODE KEEMPAT: PENGHUNI PULAU

Mereka terus berlari, di belakang sekumpulan bajak laut mengejar.

"Filk, aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Susan. Mereka masih berlari.

"Apa?"

"Di pulau ini, penghuninya tidak suka dengan pedatang baru!" Selesainya kalimat Susan disambut oleh tombak yang meluncur ke arah mereka, tapi meleset dan menancap ke pohon yang ada di samping mereka.

Mereka menghentikan lari mereka karena kaget, dan melihat ke arah tombak itu berasal. Ternyata di sana sudah berdiri pria hitam, dengan beberapa coretan berwarna putih di wajah. Tanpa basa-basi lagi, Filk menarik lengan Susan dan berlari lagi.

Sekumpulan bajak laut itu disambut oleh beberapa penduduk lokal di sini, mereka sudah dikepung. Sang kapten menyuruh mereka untuk menyerang, dan pertempuran pun terjadi.

Susan dan Filk terus saja berlari, dan akhirnya mereka berhenti di balik batu yang besar.

"Ha-ha-ha-ha, seper-tinya ki-ta sudah aman," ucap Filk kecapean.

"Ha-ha-ha, i-ya sepertinya begitu. Tapi, kau salah." Susan menunjuk ke belakang Filk. Filk berbalik dan betapa terkejutnya dia, melihat dua pria hitam sedang berdiri memegang tombak.

Kedua pria itu menarik lengan mereka, dan mengikat mereka dengan tali. Kali ini ikatannya lebih kuat dari ikatan para bajak laut itu. Mereka dibawa oleh kedua pria itu.

Mereka sampai di tempat yang banyak dengan rumah-rumah terbuat dari kayu. Mereka disambut oleh tatapan tajam penduduk lokal. Pria itu mendorong mereka berdua sampai jatuh.

"Waeuwu jiyuajfj huhuh," ucap pria yang mendorong tadi.

"Uwawawa!" teriak penduduk itu serempak.

"Mereka ngomong apa?" guma Filk.

"E-E-Entahlah," jawab Susan ketakutan.

Entah dari mana dan kapan, sang hantu pria hitam sudah ada di depan mereka berdua. Serempak penduduk-penduduk itu terkejut.

"Ki-Kita selamat," ucap Susan sedikit senang.

"Juju kagueg?"

"Mpkheklh hihanbfk fhnegjkas," ucap pria hantu itu.

"Dia bilang apa?" tanya Filk.

"Dia menjelaskan siapa kita, kenapa kita ke sini, dan sebagainya."

"Begitu, ya."

Pria hantu itu terus mengeluarkan suaranya, entah apa yang dia katakan. Setelah pria itu selesai berbicara, semua penduduk saling menatap.

"Wawawa!" teriak mereka tiba-tiba.

Pria yang berada di belakang Filk, melepaskan ikatan Filk dan Susan. Lalu pria itu mengangkat satu tangan mereka ke atas.

"Ifwaawawa!" teriak pria itu.

"Ifwaawawa!" balas semua penduduk. Setelah itu, semuanya bersujud ke arah mereka.

"Kenapa mereka bersujud?"

"Mereka memberikan penghormatan kepada kita, sang penyelamat."

"Penyelamat? Memangnya kita sudah menyelamatkan apa?"

"Menyelamatkan pulau ini."

"Menyelamatkan pulau ini? Padahal kita belum melakukan apapun?"

"Memang belum, tapi kita akan segera melaksanakannya."

"Baiklah, tolong jelaskan sekarang juga."

"Pulau ini sudah lama tidak mengalami hujan, dan kejadian itu terjadi semenjak mereka kehilangan batu dewa."

"Batu dewa?"

"Iya, batu yang diyakini sebagai pembawa kemakmuran. Batu itu hilang semenjak kedatangan para bajak laut itu."

"Bajak laut... Maksudnya hantu bajak laut itu?"

"Iya, mereka berhasil mengalahkan penduduk ini, dan mengambil batu itu."

"Jadi, kita harus mengambil batu itu kembali, kan?"

"Benar sekali."

"Tapi, masalahnya bajak laut itu..."

"Kalau masalah itu, sebagian penduduk ini sudah menghadapi mereka."

"Wagfet," ucap pria yang melepaskan mereka.

"Dia ngomong apa?"

"Menurut hantu pria hitam, dia mengajukan diri untuk menemani kita menuju kapal itu."

"Baiklah, kau ikut. Ayo kita pergi!"

Mereka pun pergi menuju kapal bajak, pria hitam itu menunjukkan jalannya.

Sementara itu, para bajak laut itu sudah kewelahan menghadapi penduduk lokal ini.

"Whfafa!" teriak sang pemimpin.

Mereka semua, para bajak laut, diikat dan dibawa menuju tempat mereka.

Filk dan Susan sudah sampai di tujuan. Ada tangga tali yang menggantung di samping kapal. Mereka pun menaiki kapal dengan tangga itu.

"Apakah kau tahu di mana letak batu itu?" tanya Filk.

"Tidak."

"Kalau begitu, kita cari di setiap sudut kapal ini." Mereka pun melaksanakan pencarian.

Mereka masuk ke dalam kapal, dan mencari di setiap ruangan yang ada. Mereka terus mencari dengan mengacak barang-barang di setiap ruangan.

"Ketemu?" tanya Filk.

"Tidak."

"Bagaimana ini? Kita sudah cari di semua ruangan?"

"Mungkin ada ruangan rahasia atau tempat penyimpanan rahasia?"

"Mungkin saja. Coba kita cari lagi."

Mereka pun mencari kedua kalinya, tapi tetap saja tidak menemukannya.

"Bagaimana ini, Filk? Kita hanya punya waktu sampai sore hari?"

"Apa? Sore hari?"

"Iya, karena upacara hujan hanya bisa dilaksanakan sampai matahari tenggelam sepenuhnya, atau malam hari."

"Bagaimana, ya...?"

Sekarang mereka ada di ruangan sang kapten pernah tidur. Filk melirik ke setiap sudut ruangan. Dia melihat ada meja, beberapa botol tergeletak di lantai, pot besar dengan tumbuhannya, kursi yang acak-acak.

"Apa cuma perasaanku saja, atau memang tumbuhan itu terasa aneh?"

"Aneh kenapa?"

"Tumbuhan itu terasa seperti miring ke samping sedikit." Mereka pun menghampiri pot itu.

"Tidak, mungkin hanya perasaanmu saja."

"Nail, bagaimana bentuk batu dewa itu?"

"Bentuknya bulat."

"Besarnya?"

"Sebesar bola kaki."

"Begitu, ya." Filk mencabut tumbuhan itu, dan menggali tanah. Setelah cukup lama menggali dengan tangannya, dia menemukan batu bulat berwarna hijau. "Apakah ini?"

"Iya, itu batu dewa!"

"Kalau begitu, ayo kita kembali!"

Dengan langkah cepat, mereka keluar dari kapal. Turun dengan tangga, dan berlari menuju tempat penduduk itu menunggu.

Sampailah mereka di tempat tujuan. Mereka menghentikan langkah, karena melihat pemandangan terikatnya kapten bajak laut dan krunya.

"Wktruras!" ucap pria hitam dengan topi berbulu, mungkin dia adalah pemimpin penduduk ini.

"Apa katanya?"

"Menurut hantu pria hitam, dia menyuruh kita cepat."

"Cepat apa?"

"Cepat ke tempat ritual."

"Kau tahu di mana tempat itu?"

"Tidak tahu. Akan kutanyakan." Susan mendekati pria hantu itu. Mereka berbincang dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Filk. "Ayo, Filk!"

"Baik!"

Susan mengantar Filk ke tempat ritual itu, tempatnya berada di kuil yang ada di samping tempat penduduk tinggal. Mereka menambah kecepatan berlari mereka, karena melihat hari sudah sore.

Sampai di kuil itu, mereka harus menaiki tangga yang sangat panjang sekali. Rasa lelah mereka tidak membuat mereka menyerah, mereka terus saja melanjutkan lari mereka menuju puncak kuil. Sampai di puncak, mereka bertemu dengan dua pria besar dengan tombak dan topi bulu, dan ada meja kecil di antar mereka.

"Kita harus meletakan batu itu di meja itu."

"Kalau begitu, ayo!" Filk berlari menuju meja itu, tapi ditahan oleh Susan.

"Tapi, kita harus melewati penjaga itu." Kedua pria besar itu mengangkat tombak mereka, dan bersiap untuk menyerang.

"Yang benar saja? Padahal mereka ingin segera menaruh batu ini?"

"Sebetulnya, mereka bukan penduduk pulau ini. Mereka adalah penjaga batu itu."

"Apa bedanya!?"

Satu tombak melayang ke arah mereka, berhasil dihindari dan tertancap di lantai.

"Aku yang akan mengurus mereka, saat aku bilang "sekarang", kau lari ke samping dan simpan batu ini." Filk menyerahkan batu itu.

"Baik!"

Kedua pria itu maju, Filk hanya diam dan menunggu kesempatan. Kedua pria itu sudah hampir sampai.

"Sekarang!" Susan berlari ke arah samping, untuk memutar.

Kedua pria itu menghentikan lari mereka dan mengubah targer mereka, tapi Filk mengambil perhatian dengan melemparkan tombak yang tertancap sebelumnya. Kedua pria itu menghindar, dan melihat Filk. Tapi, tanpa mereka sadari, Susan sudah menyimpan batu itu.

"Hajugu!" Mereka berdua tiba-tiba bersujud ke arah batu itu.

Tak lama kemudian awan hitam berkumpul di atas pulau ini, dan hujan pun turun. Teriakkan penduduk terdengar sampai di atas puncak kuil. Filk dan Susan kembali ke desa.

"Kita berhasil," ucap Susan melihat penduduk-penduduk itu menari.

"Begitulah."

Lalu mereka berhenti dan melihat ke arah Filk dan Susan.

"Aku punya perasaan yang tidak enak," bisik Filk.

"Iya, memang akan ada hal yang tidak mengenakkan."

"Apa maksudmu?" Para penduduk itu mengangkat tangan mereka dengan jari-jari terbuka. Salah satu dari mereka menutup jari kelingking, lalu jari manis, dan seterusnya dengan jeda yang cukup lama. "Apa yang mereka lakukan?"

"Mereka sedang menghitung penyerang kita. Kalau semua jari dari tangan mereka semua tertutup, itulah saatnya mereka menyerang kita."

"Apa!!? Ke..."

"Nanti saja penjelasannya, kita harus keluar dari pulau ini."

"Bagaimana caranya?"

"Tentu saja dengan bekerja sama dengan para bajak laut itu!" Susan berlari ke arah sang kapten yang sedang duduk diikat, menyentuhnya, dan melakukan perbincangan.

Suasana di sini semakin menegang dengan dua orang sudah memegang tombak mereka. Filk merasa tegang dan terus berdoa dalam hati.

"Filk, kita buka ikatan mereka!"

"Baik!" Tanpa berpikir panjang dan dengan kecepatan tinggi, Filk membuka ikatan kru-kru bajak laut itu. Susan hanya membuka ikatan sang kapten, karena dia takut dengan para kru itu.

Sudah lima orang yang memegang tombak, dan baru seperempat dari kru yang terbuka ikatannya. Susana di sini semakin menegang lagi, karena penduduk-penduduk itu sedikit mempercepat hitungannya. Kru yang sudah bebas membantu Filk untuk melepaskan ikatan rekannya. Dan pada akhirnya, mereka semua sudah bebas.

"Kembali ke kapal!" teriak kapten. Dengan kecepatan penuh, mereka semua berlari ke kapal.

Sampailah mereka di kapal, semua kru menaiki tangga. Yang terakhir naik adalah Filk, saat di tengah jalan, terdengar suara teriakan yang keras dari dalam pulau. Ternyata waktunya sudah habis. Filk mempercepat naikknya, dan sampailah di kapal. Lalu kapten mengangkat tangannya, tiba-tiba kapal seperti ditarik oleh laut. Penduduk itu sudah sampai di pantai, tapi kapal sudah ada di tengah laut. Filk melihat ke arah pulau itu, penduduk itu melemparkan tombak mereka, walau malah jatuh ke laut.

"Kita su..." Filk berbalik, dan melihat sesuatu yang aneh. "Lepaskan dia!" Ternyata sang kapten menyandra Susan.

"Tidak akan kulepaskan, sampai kau melakukan tugasmu!"

"Tugas apa?"

"Penjelasannya nanti saja, setelah kita sampai di tujuan." Dua kru kapal mendekati Filk dan mengikat tangannya ke belakang.

Kapten membawa Susan ke dalam kapal, dan Filk duduk dijaga oleh dua tengkorak hidup.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top