BAGIAN DUA EPISODE KEEMPAT: SEPERTI ORANG TUA

Dengan seorang anak kecil di tangan kanan, aku berjalan menuju komidi putar, bersama Susan yang memegang tangan kanan anak kecil itu. Kalau dilihat, kami pasti bisa dianggap seperti orang tua yang membawa anaknya ke taman bermain.

Sungguh benar-benar membuatku gugup. Bahkan, aku jadi terbayang kalau kami memanglah keluarga yang sebenarnya. Ahhh, aku jadi benar-benar ingin menciptakan keluarga dengan Susan.

"Hei, Filk. Kamu enggak apa-apa?" tanya Susan menyadarkanku dari imajinasiku.

"Eh, enggak apa-apa, kok!" balasku cepat. "Memangnya kenapa?"

"Soalnya kamu senyum-senyum sendiri."

"Ah, pasti Kak Filk kepikiran sesuatu yang lucu, kan?" pendapat anak kecil ini.

"Iya, itu benar sekali! Aku tadi kepikiran tentang komedi yang kutonton tadi. Hahaha!"

Untung saja Rio memberikan pendapatnya, kalau tidak mungkin aku kebingungan memberikan alasan yang pas kepada Susan. Mana mungkin aku menceritakan isi imajinasiku tadi kepadanya. Bisa-bisa aku malah dijauhi olehnya.

"Ah, Kak Filk, Kak Susan. Lihat, itu kuda-kudaannya!"

Kami pun melihat ke arah komidi putar yang berada jauh di depan kami. Tidak terlalu banyak dimasuki oleh pengunjung, jadi kami tidak perlu mengantri lama untuk bisa menaikinya.

Susan dan Rio yang menaiki komidi putar itu. Sedangkan aku berada di luar, sambil memberikan lambaian tangan dengan ekpresi senang kepada mereka. Mereka terlihat sangat menikmatinya. Kalau Rio aku bisa paham, karena dia memang ingin menaikinya. Tapi kalau Susan, aku tidak tahu kenapa dia ikutan senang dan terlihat menikmatinya.

Yah, apapun alasannya, itu tidak penting. Yang jelas, dengan begini, aku bisa melihat wajah bahagian Susan yang cantik. Sungguh menenangkan hati melihatnya begitu.

Setelah beberapa saat, komidi putar itu pun berhenti. Mereka berdua pun turun dari kuda yang mereka naiki dan berjalan menghampiriku.

"Bagaimana, apa kamu menikmatinya?" tanyaku kepada Rio.

"Hm, sangat senang sekali!" balasnya penuh keceriaan.

"Kamu mau naik wahana apa lagi?"

"Eh, enggak apa-apa?"

"Iya. Rasanya tidak akan puas kalau cuma satu saja, kan?"

"Kalau begitu. Ayo kita ke mobil-mobil yang ditabrak!"

"Ohh, bom-bom car, ya? Ayo, kalau begitu!"

Kami pun pergi mencari wahana bom-bom car. Sesampainya di sana, yang menaikinya aku dan Rio. Sedangkan Susan berdiri di balik pagar pembatas dan menonton kami. Kami menaiki mobil yang berbeda, sehingga kami bisa saling beradu.

"Kak Filk, ayo kejar aku!"

"Oke, akan kukejar kamu!"

Dengan cepat kuinjak gas bom-bom car yang kunaiki untuk mengejar Rio. Mungkin aku bisa saja mengejarnya dengan mudah, kalau saja pengunjung lain tidak menghalangi. Untungnya saja ini bom-bom car, jadi hal yang wajar kalau tertabrak atau ditabrak sehingga aku tidak akan kena marah oleh pengunjung lain.

Akhirnya, aku tidak berhasil menabrak bom-bom car yang dinaiki Rio. Malah, akulah yang sering ditabrak olehnya. Walau begitu, aku tidak merasakan sedih karena kalah. Malah, aku senang-senang saja.

Selanjutnya, kami menaiki wahana tembak bintang. Keretanya bisa memuat empat orang, jadi kami bertiga bisa naik bersama-sama. Hasilnya, akulah yang banyak menembaki bintang. Kedua adalah Rio. Sedangkan Susan terakhir, dengan tanpa mengenai satu pun.

"Wahhh, Kak Filk hebat sekali! Bisa menembak semuanya!" puji Rio.

"Tentu saja!" ujarku sombong, sambil memasang pose penuh kebanggan.

"Kalau Kak Susan payah," ujar Rio.

"A-Aku tidak jago dalam menembak... apalagi kalau harus sambil bergerak..." keluh Susan.

"Hahahah, dasar. Masa kamu kalah sama anak kecil, sih."

"Hauuuu..."

Maaf, Susan. Sebenarnya aku tidak mau memojokkanmu. Tapi, ekpresi depresimu itu sangatlah imut. Jadi, aku sengaja semakin membuatmu terpuruk.

Selanjutnya, kami memasuki wahana cermin. Di sini, kami harus berjalan mencari jalan keluar dengan cermin di sekitar kami. Cermin-cermin ini bukan cermin biasa, tapi cermin yang dibuat agar bayangan yang memantulkannya menjadi berbeda dari biasanya.

Sebagai contoh, kami mendapatkan diri menjadi bertubuh tinggi dengan tubuh kurus. Sehingga kami terlihat aneh dan membuat Rio tertawa terbahak-bahak.

"Hahahahah, Kak Filk dan Kak Susan aneh sekali!" ujarnya sambil menunjuk bayangan kami.

"Kamu juga aneh. Jadi lebih pendek dan gemuk!" balasku.

"Ah, benar juga. Aku jadi pendek dan gemuk, hahahaha!"

Kami pun melanjutkan perjalanan. Selama di perjalanan, Rio selalu saja tertawa karena melihat bayangannya dan bayangan kami berdua menjadi aneh-aneh. Akibatnya, setelah keluar dari wahana ini, Rio kelelahan dan sakit perut.

"Kalau begitu, kita istirahat dulu," ujarku.

Kami pun menuju tempat makan. Di sana, aku menyuruh Susan dan Rio menunggu. Sedangkan aku yang pergi membeli makanannya. Tentu saja, sebelum aku pergi, aku menanyakan apa yang ingin mereka makan.

Rio ingin makan hotdog dan minuman cola. Sedangkan Susan ingin sphageti dan jus jeruk. Untukku, aku beli burger cheese dan cola.

Di tengah perjalanan menuju kios tempat makan, yang jaraknya cukup jauh dari tempat kami duduk. Aku mendapatkan sebuah pesan dari Pak Steven. Isinya kalau kedua orang tua Rio sudah meninggal akibat dibunuh oleh sepasang perampok yang merampok bank tempat mereka berada. Lalu, sepertinya kedua roh mereka sudah ke alam baka.

Ini berarti, aku harus segera membuat Rio kembali ke alam baka, agar dia bisa berjumpa dengan kedua orang tuanya.

Setelah membeli semua pesanan, aku pun berjalan cukup cepat menuju tempat mereka. Pasti mereka menunggu cukup lama dan sudah kelaparan, karena tadi antriannya panjang sekali.

"Lepaskan Rio!"

Mendengar teriakkan itu, spontan aku langsung mengubah jalan cepatku menjadi lari, tanpa mempedulikan makanan dan minuman yang kubawa dengan kantong plastik terayun-ayun sehingga bisa saja menjadi acak-acak dan tumpah.

Saat hampir sampai, aku dapat melihat ada beberapa pria berjas di sana. Satu orangnya sedang menahan Susan yang meronta-ronta agar terlepas. Lalu, ada dua yang memegangi Rio dan satu ada di depannya sambil menodongkan pistol.

Aku tahu mereka. Mereka pasti dari anggota Clan Ore. Clan yang berlawanan dari prinsip Clan Ure. Mereka berperinsip mengembalikan roh penasaran dengan cara kasar, yaitu membunuh mereka.

Langsung saja kulempar makanan dan minuman yang kubawa, dan langsung berlari ke arah Rio untuk membebaskannya. Tapi, aku langsung dihadang oleh dua pria berjas yang tubuhnya berotot dan memakai kacamata hitam. Keduanya berkepala botak, namun satunya berkulit hitam dan satu lagi berkulit putih. Mereka terlihat seperti saudara kembar.

"Jangan menghalangiku!"

Langsung saja kuluncurkan tinju kanan ke arah yang hitam. Sayangnya berhasil ditahan dengan tangan kanannya. Namun, itu tidak membuatku kehilangan akal dan menyerah. Aku langsung meluncurkan tendangan ke perut. Berhasil membuatnya melepaskan tangan kananku dan mundur beberapa langkah sambil memegang perutnya.

Belum aku berbalik untuk menyerang yang putih, aku sudah mendapatkan pukulan tepat ke pipi kanan sehingga membuatku hampir jatuh. Kemudian, dia kembali meluncurkan serangan, yaitu meluncurkan pukulan tangan kiri. Untungnya aku berhasil menyadarinya sehingga sempat menghindar dengan meloncat ke samping.

"Sialan, mereka merepotkan!" geramku.

"AAAAAA!"

Mendengar teriakkan itu, spontan aku melihat ke arah Rio. Dapat dilihat, kalau pria berjas yang memegang pistol itu menembakkan isi pistol itu ke arah Rio. Setelah mendapatkan peluru pistol itu, Rio pun berteriak kesakitan.

"Woi, lepaskan anak itu!"

Saat aku berlari ke arah Rio, tiba-tiba ada seseorang yang menarik kedua pundakku agar menjauh. Akibatnya, aku tersungkur sehingga punggungku membentur tanah dengan keras.

"Filk!"

"Arghh..." erangku kesakitan, sambil berdiri. "Sialan kalian!"

Aku kembali menyerang kedua pria berotot itu. Namun, karena seranganku kali ini asal-asallan dan penuh emosi. Aku berakhir babak belur oleh mereka dan tidak berhasil memukul mereka satu kali pun.

Sekarang aku sudah terbaring penuh luka memar dan kelelahan. Berkat itu, Susan terus-terussan berteriak memanggilku dengan panik. Sedangkan Rio, dia semakin mendapatkan rasa sakit.

Sialan, aku tidak berguna...

"Ilk, apa aku bisa menggunakan kekuatanmu untuk menghabisi mereka?"

(Sayang sekali, tapi kekuatanku hanya berfungsi kepada roh.)

"Sialan!"

Aku terus berusaha untuk bangkit. Tapi, tubuhku tidak kuat lagi. Jadinya, aku terus berakhir jatuh sebelum berhasil mengangkat tubuh satu senti pun.

"LEPASKAN!" teriak Rio sangat keras sekali, dan terdengar berbeda dari suara Rio yang kukenal.

*whusss

Hembusan angin yang hebat tiba-tiba muncul dari tubuh Rio, sehingga kedua pria berjas yang memegangnya dan satu yang memegang pistol terpental. Sedangkan yang memegang Susan dan kedua pria berotot itu tidak terhempas.

Selanjutnya, aura kegelapan muncul dari tubuh Rio sampai mengelilingi tubuhnya. Lalu, wujudnya berubah menjadi sosok yang mengerikan, sangat berbeda sekali dari kata sosok anak kecil. Tubuhnya menjadi besar, gigi-giginya menjadi taring yang panjang, kedua tangan memanjang, dan dirinya melayang tinggi.

"A-Apa yang terjadi...?" gumamku terkejut melihat sosok Rio yang berubah.

(Sepertinya dia berubah menjadi roh jahat,) ujar Ilk tiba-tiba.

"Eh, memangnya bisa?"

(Tentu saja bisa. Asalkan roh itu dipenuhi akan kebencian atau emosi negatif lainnya. Maka dia akan berubah menjadi roh jahat, seperti roh yang pernah kamu lawan.)

"Apa itu artinya... aku harus melawannya?"

(Sayang sekali, begitulah yang harus kamu lakukan. Kalau tidak, bisa-bisa dia akan melukai seluruh manusia yang ada di sini.)

Suara penuh kepanikan pun terdengar. Semua orang yang ada di sini mulai panik dan berlari agar menjauh dari tempat ini. Sedangkan pria berjas yang memegang Susan tadi dan kedua yang berotot langsung mendekati Rio yang sudah berubah, dan menembakinya.

Namun, kelihatannya senjata mereka tidak mempan kepada Rio. Buktinya tidak ada teriakkan kesakitan yang dikeluarkan Rio. Tapi, itu berhasil membuatnya semakin marah dan menyerang mereka bertiga. Hanya dengan satu ayunan tangan kanannya yang panjang, mereka bertiga terhempas cukup jauh.

Lalu, Rio pun mengalihkan pandangannya ke arah Susan yang berdiri diam dengan ekpresi terkejut melihat Rio yang berubah menjadi roh jahat. Kemudian, dia mengangkat tangan kanannya untuk menyerang Susan.

"JANGAN, RIOOOOO!" teriakku.

Namun, teriakkanku tidak dengar. Rio mulai mengayunkannya ke arah Susan.

"KYAAAA!" teriak Susan. sambil menutup matanya.

*jleb

Entah dari mana, tiba-tiba sebuah anak panah putih, sangat putih sekali, menancap di dada kiri Rio. Rio pun berhenti dan perlahan mulai menghilang menjadi butiran putih.

Menyadari tidak ada yang terjadi kepada Susan, dia pun membuka matanya dan melihat sosok Rio yang mulai menghilang. Lalu, dia dengan cepat berlari ke arah Rio sambil berusaha meraihnya. Tapi sayang, belum tangannya menggapai Rio, tubuh Rio sudah menghilang.

Susan pun bertekuk lutut dengan wajah yang perlahan akan menangis. "WAAAAA!" tangisnya dengan keras sekali.

Aku yang sudah bisa bangun, dengan pelan berjalan menghampiri Susan. Saat sampai, tiba-tiba Susan memelukku dan kembali menangis dengan keras, sebelum aku sempat berusaha menenangkannya.

***

Kami dapat informasi tambahan, kalau kedua orang tua Rio mengetahui kematian Rio yang terjadi akibat kecelakaan tabrak lari. Mereka berdua mendapatkan kabar itu saat di rumah sakit, setelah tertusuk oleh perampok. Lalu, tidak lama kemudian, mereka pun menyusul. Itulah alasan kenapa kedua orang tua Rio tidak menjadi roh penasaran, begitulah menurut Pak Steven.

Sekarang, ini adalah keesokan hari setelah kejadian Rio yang kembali ke alam baka secara paksa, oleh sebuah anak panah misterius.

Kami berdua sedang duduk di ayunan taman bermain dekat daerah rumahku. Kami memutuskan untuk tidak masuk sekolah, karena depresi atas kejadian kemarin.

"Ini semua salahku. Kalau saja aku lebih kuat..." ujarku kesal.

"Tidak, Filk. Itu bukan salahmu... Itu salahku... Aku tidak bisa melindungi Rio. Padahal aku bersamannya..." timbal Susan, yang diakhiri dengan terisak sedih.

"Tidak, itu salahku! Kalau saja aku tidak menolak tawaranmu agar kamu yang membeli makanannya, hal itu tidak akan terjadi."

"Tidak. Itu salahku... Aku... tidak bisa apa-apa..."

Aku hendak kembali mengeluarkan pendapat kalau dirikulah yang salah, tapi langsung kuurungkan karena pasti tidak akan ada ujungnya.

"Kuharap Rio baik-baik saja di sana..." gumam Susan.

Aku juga mengharapkan itu. Walau Rio dipaksa ke sana, sebelum akhirnya berhasil memenuhi keinginannya. Dia bisa menjadi tenang setelah bertemu kedua orang tuanya.

"Hei, Ilk."

(Apa?)

"Apa kamu tahu siapa yang menembakkan anak panah itu?"

(Hmm... sepertinya itu dari salah satu senjata yang digunakan leluhurmu untuk membasmi roh jahat.)

"Apa kamu tahu siapa yang menggunakannya?"

(Sayang sekali, tapi aku tidak tahu apapun tentang hal itu.)

Aku benar-benar penasaran dengan pelaku penembakkan anak panah itu. Kira-kira siapa, dia, ya?

"Susan."

Susan pun mengangkat kepalanya dan menggerakkan ke samping agar melihat ke arahku. Dapat kulihat kedua matanya memerah, akibat menangis tadi.

"Aku...Aku akan bertambah kuat. Sehingga, kejadian itu tidak akan terulang lagi."

Aku pun turun dari ayunan dan berjalan mendekati Susan. Setelah berdiri di depan Susan yang masih duduk di ayunan, aku pun memegang kedua pundaknya dan membungkukkan badan. Dengan penuh keseriusan, aku pun kembali memberikan kata-kata yang membuat Susan tidak bersedih lagi.

"Maka dari itu. Tolong aku dan dukung aku agar bisa mencapai itu, Susan."

"Iya... Ayo kita bertambah kuat bersama-sama, Filk!"

Untuk sekarang, aku akan memfokuskan diri menambahkan kekuatan dengan melatih fisik dan keahlian bertarungku.

Untuk masalah siapa pelaku pemanah itu. Kurasananti saja dipikirkannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top