3. Pernikahan


Devika mulai mempersiapkan acara pernikahan untuk anak semata wayangnya.

Pernikahan yang sangat mewah akan digelar. Wedding Organizer terbaik pun disewa.

"Santi, bagaimana persiapan untuk kostum para tamu undangan?" tanya Devika pada salah satu pelayan terbaiknya yang mengurus undangan.

"Sudah saya konfirmasikan kostumnya pada semua tamu undangan, Nyonya," ucap Santi.

"Bagus, warna pastel 'kan?"

"Iya, Nyonya."

"Untuk konsumsi apa tim WO sudah sedia tim katering terbaik?"

"Sudah, Nyonya."

"Bagus!"

"Bagaimana tata ruang di sana?"

"Nyonya bisa melihatnya sendiri nanti."

"Baiklah, sekarang kamu persiapkan sesuatu yang mungkin saya lupa dan ingat, semua harus terlihat perfect!"

"Iya, Nyonya."

Devika melangkahkan kakinya keluar rumah. Mobil segera datang ke hadapannya. Pengawal laki-laki terlihat membukakannya pintu mobil.

Ia memasang kacamata hitam dan masuk ke dalam mobil.

Devika mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia sibuk mengatur sendiri semua persiapan pernikahan sang anak.

"Pras, ada di mana kamu, Nak?"

"Di kantor, Ma."

"Sekarang kamu cepat pulang!"

"Tapi, Ma. Pekerjaan Pras belum selesai."

"Nggak ada alasan. Besok pernikahan kamu, kamu harus siapkan diri mulai dari sekarang."

Suara di seberang sana nampak mendesah dan pasrah.

"Iya, Ma. Pras pulang."

Titt.

"Pak, kita mampir ke butik di depan," pinta Devika pada sopir mobil.

"Baik, Nyonya."

***

Pernikahan hari itu dihadiri oleh para tamu undangan di ballroom hotel milik keluarga Anggara.

Akad dilaksanakan di meja depan. Berjejer dua saksi, penghulu, pencatat nikah dan wali hakim. Karena si gadis sudah tidak memiliki seorang bapak sebagai wali, ia diwakilkan pada wali hakim dari pemerintah setempat.

Pras terlihat tampan dengan toxedo berwarna silver yang melekat di tubuhnya.

Sementara mempelai wanita menunggu di belakang ruangan, Pras mengucapkan janji suci di depan penghulu.

Pras seolah merasakan pernikahan yang kosong. Mempelai wanita tidak terlihat dan duduk di sampingnya layaknya pengantin lain pada umumnya.

Ia juga tidak tahu apalagi mengenal sang gadis yang akan menjadi pasangan hidupnya nanti.

Walaupun begitu, demi harta warisan karena takut jatuh miskin dan kehilangan gaya hidupnya yang glamour, ia ikut saja kemauan kedua orang tuanya walau dalam hati terdalamnya ini pernikahan gila, menurutnya.

Pras mengucapkan ijabnya dengan lantang dan tanpa beban.

Pikirannya berkelana entah kemana, ia ingin segera melafalkan catatan yang disodorkan kepadanya dan semua harta warisan itu jatuh ke tangannya. Selesai.

"Saya terima nikah dan kawinnya Adara Prasmaya binti Riyadi Pramana dengan mas kawin yang telah disebutkan, tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah?" Tanya penghulu pada saksi.

"Sah!" Jawab saksi serempak bersama tamu undangan.

"AlhamduliLlah, barakaLlahu lakuma wa baroka wa jama'a bainakuma fi khoir," ujar sang penghulu menyudahi acara ijab qabul.

Master of Ceremony memanggil mempelai wanita untuk bersanding dengan mempelai laki-laki.

Nampak Devika sedang merangkul seorang gadis bercadar dan memakai busana panjang perpaduan warna hitam dan silver senada dengan busana yang dipakai Pras.

Dengan arahan MC gadis itu mencium tangan Pras. Pras cukup kikuk juga. Ia melihat sejenak gadis yang kini menjadi sang istri yang hanya terlihat dua kelopak matanya.

Pras tahu gadis yang sudah menjadi istrinya itu tidak memakai bulu mata pasangan dan juga tidak memakai eye shadow dan make up tebal, tapi ia tahu istrinya cukup cantik dengan bulu mata asli yang tebal dan mata yang bulat sempurna.

Jantung Pras berdegup kencang, tapi ia tepis. Ia tidak mau jatuh cinta pada gadis yang bercadar. Terlihat aneh menurutnya.

Mereka berdua diarahkan menuju ke pelaminan. Keluarga Adara tak terlihat. Hanya keluarga Prasetya yang hadir karena Adara sendiri hanya tinggal di pesantren tempat sang guru spiritual mengajarkan ibadah dan Islam.

Adara sendiri mengabdikan diri di pesantren tempat ia tinggal dengan mengajarkan ilmu umum yang ia punya dan mengecek muraja'ah (hafalan) para santri lain.

Devika beberapa kali memeluk Adara. Sama sekali ia tidak peduli dengan status sosial mereka. Devika membisikkan sesuatu pada Adara.

"Kau harus bisa buat Pras suamimu, jatuh cinta setengah mati padamu. Jangan lepaskan dia se-sen-ti-pun," ujar Devika semangat dengan penekanan kata sembari mengapitkan ujung jari telunjuk dan jempolnya.

Adara tersenyum di balik cadarnya. Dalam hati ia berjanji akan berusaha memenuhi permintaan ibu mertuanya itu.

"InsyaaLlah, Bu," ucapnya sopan.

"Bilang mama, Sayang," ujar Devika.

"I-iya, Ma." Adara gugup.

Pras menoleh pada istri dan mama di sampingnya. Ia hanya menggeleng pelan.

Devika menghampiri Pras. Ia meraih tangan Pras dan dilekatkan pada tangan Adara.

"Suami istri itu harus begini, Pras."

"Ma ...."

"Sstt, nggak boleh nolak."

"Iya ...."

Pras meraih tangan Adara dan menggenggamnya.

Adara tertunduk malu. Ia memejamkan matanya sejenak merasakan kenikmatan saat sang suami menyentuhnya.

'Ya Allah ....' bisik hati Adara.

Pras tetap menatap datar pada tamu undangan. Namun entah kenapa tangan lembut sang istri mulai merasuki dadanya.

Jantungnya berdegup kencang lagi. Ia pun tertunduk.

'Kenapa gue jadi salting gini sih?' bisik hatinya tak mengerti. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Dalam hati, Adara berdoa.

'Ya Allah, Ya muqolibal qulub, tsabbits qolbii 'ala dinika, wahai Dzat Yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu, jadikan pernikahan ini abadi. Cinta ini abadi. Cinta dari dunia menuju akhirat dan keridloan-Mu.'

Bersambung.

Situbondo, 5 Maret 2017.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top