Bab 13

▪︎ Happy reading
︎ Apabila berkenan silakan meninggalkan jejak

~~~

Melihat tatapan teman-teman di kampus dan mendengar mereka membicarakanku di belakang, membuat kepalaku terasa sakit. Aku tidak bisa mencerna materi yang diberikan dosen seharian ini. Meski Keizha bukan saudara kandungku, tetap saja semua kejadian yang menimpanya akan berdampak pada sebagian besar hidupku.

Selesai mata kuliah terakhir, aku pergi ke toilet untuk mencuci muka. Namun, di sana aku justru bertemu musuh Keizha yang pernah melabrakku tempo hari. Sudah terlanjur masuk dan mereka melihatku. Tidak mungkin aku berbalik dan keluar lagi. Setelah menghela napas, aku putuskan untuk tetap berjalan ke wastafel, mencoba tidak memedulikan mereka yang mulai mengejekku.

"Cocok banget, ya, kakak-adik ini. Kakaknya nggak bermoral, sementara adiknya sok cupu. Apa jangan-jangan adiknya juga bisa 'dipakek'?"

Tiga cewek itu tertawa bersama. Aku hanya melirik mereka sekilas, lalu fokus membasuh wajah kembali. Ternyata mereka belum puas juga untuk menghinaku.

"Ternyata dia bukan sok cupu aja. Tapi, juga sok budek."

Lagi-lagi mereka tertawa.

Aku tetap tidak peduli. Setelah mencuci muka, aku bergegas keluar toilet. Sayangnya, salah satu dari mereka menghalangi pintu. Hanya kami berempat yang berada di dalam toilet saat ini. Sehingga, aku tidak bisa meminta tolong kepada siapa pun. Mungkin bisa saja aku teriak kalau mereka muali macam-macam, tetapi aku yakin mereka tidak akan membiarkanku berteriak.

"Maaf, Kak. Aku mau keluar."

"Berani juga, ya, kamu dateng ke kampus setelah berita heboh yang beredar? Kamu itu tergolong orang yang memang berani atau nggak tau malu?"

Aku hanya diam tanpa menanggapi omongan salah satu dari ketiga cewek itu. Kepalaku makin sakit dan aku harus segera keluar dari toilet ini.

Tiba-tiba aku terdorong ke depan dan hampir terjungkal kalau saja tanganku tidak sigap memegang tembok. Aku menegakkan tubuh kembali dan menoleh kepada cewek berambut pirang yang mendorongku tadi. Bukannya meminta maaf, cewek itu justru menatapku angkuh.

"Kenapa? Nggak terima? Orang kayak kamu dan kakakmu itu emang pantes disiksa. Kalian nggak pantes ada di kampus ini."

Setelah mengucapkannya, cewek itu mendorongku lagi hingga terbentur tembok. Sementara dua cewek lainnya hanya memperhatikan sambil menahan senyum. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan tiga cewek di hadapanku ini. Sebenarnya mereka ada masalah apa denganku? Bukannya musuh mereka itu Keizha? Kenapa harus melampiaskannya kepadaku?

Cewek yang paling cantik dan tempo hari memperingatiku tentang Keizha yang merebut pacarnya, maju dan menahanku tetap menempel pada tembok.

"Bilang sama kakakmu yang sok cantik itu. Jangan berani-berani dateng ke kampus lagi. Kalo nggak mau hidupnya hancur karena malu. Dan buat kamu, sebenernya kita nggak pernah ada masalah, sih. Cuma karena kamu adik Keizha yang sok pinter itu, kamu jadi berurusan sama aku. Kasihan, cowok yang kamu suka juga direbut sama kakak nggak tau diri itu, ya?"

Aku hanya bisa mengerjap beberapa kali sambil memperbaiki posisi kacamata. Cewek itu memang benar, semua ini terjadi karena Keizha. Bukan aku yang salah.

"Apa perlu dia kita kasih pelajaran juga biar nggak sok kayak kakaknya?"

Aku memelotot menatap cewek yang menguncir kuda rambutnya di samping kanan cewek yang tadi bicara kepadaku.

"Nggak perlu. Aku rasa dia cukup tau diri untuk nggak macam-macam sama kita. Iya, kan?"

Aku mengangguk-angguk. Bukan karena takut, tetapi agar semuanya lebih cepat selesai dan aku bisa segera pergi. Karena kepalaku makin lama makin sakit. Aku sudah tidak tahan lagi.

Tiba-tiba terdengar gedoran dari luar yang membuat ketiga cewek di hadapanku mengumpat. Aku berharap seseorang di luar sana memang datang untuk menolongku. Jika tidak, bisa-bisa aku pingsan di dalam sini dan membuat masalah baru.

Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan menampilkan Galih yang disusul oleh Risa. Temanku satu itu langsung menghampiriku setelah menyingkirkan ketiga cewek yang mengeluarkan umpatan lagi.

"Kalian belum kapok juga ternyata. Peringatanku waktu itu nggak mempan?"

Galih berdiri di hadapanku dan Risa untuk melindungi kami. Ketiga cewek itu tidak tampak takut dan justru tersenyum miring kepada Galih.

"Pahlawan kesiangan! Kamu nggak kasihan sama cewek di belakangmu? Dia mendapat masalah karena kamu juga. Kakaknya yang terhormat itu pernah melabrak adiknya sendiri di depan umum hanya karena melihat kalian bersama. Aku hanya memperingatinya agar hati-hati terhadap kakaknya sendiri."

Cewek yang merupakan pentolan dari dua cewek lainnya itu mencoba menyentuhku, tetapi dihalangi oleh Galih. Kemudian, dia melambai dan keluar dari toilet diikuti oleh dua cewek lainnya.

Risa membawaku keluar setelah ketiga cewek itu tidak terlihat lagi.

"Kamu nggak apa-apa? Tadi aku liat kamu masuk toilet terus nggak keluar-keluar. Aku jadi khawatir. Untung aja ada cowok ini yang nanyain kamu. Jadi, aku minta tolong dia buat dobrak pintu toiletnya aja."

Aku tersenyum mendengar penjelasan Risa. Dia memang contoh teman terbaik yang pernah kupunya. Yah, aku memang hanya punya satu teman seumur hidup. Hanya Risa.

"Mereka gangguin kamu karena Keizha lagi?"

Aku menggeleng. "Aku baik-baik aja. Kepalaku cuma terasa sakit banget karena seharian ini denger orang-orang ngomongin Keizha dan ngaitin sama aku juga."

"Ah, ya. Aku nyari kamu juga buat nanyain soal Keizha. Terus sekarang dia di mana?"

Aku mendengkus. Meski Keizha sudah terbukti melakukan hal yang tidak bermoral, tetap saja semua orang menanyakan keadaannya. Sepertinya, semua orang juga masih sangat menyayanginya dengan berdalih mengatai di belakang. Sementara aku, lagi-lagi aku menjadi anak terbuang.

Setelah mengobrol sebentar dengan Risa dan menyakinkannya jika aku baik-baik saja, Galih menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Sebenarnya tidak bisa dibilang mengantarkan juga, sih. Karena memang rumah kami, kan, bersebelahan. Galih mengontrak di samping rumahku. Namun, aku tetap mengiakan agar tidak terjadi perdebatan panjang.

Galih memboncengkanku di motornya hingga sampai ke kompleks perumahan kami. Tiba di depan rumahku, aku segera turun dari jok belakang dan mengucapkan terima kasih kepada Galih. Saat hendak masuk rumah, Keizha membuka pintu dan langsung mendorongku hingga jatuh terduduk di teras.

"Keizha! Apa-apaan kamu?"

Galih menegur Keizha sambil menolongku berdiri. Aku melihat wajahnya memerah menahan marah. Aku tahu, seharusnya aku tidak ada di sini. Mereka pasti butuh ruang untuk bicara berdua. Apalagi, Galih pasti kaget dengan video Keizha yang beredar luas.

Aku mengucapkan terima kasih kepada Galih, lalu berjalan untuk masuk ke rumah. Namun, Keizha tetap menghalangi di depan pintu.

"Mau ke mana kamu? Belum puas udah bikin aku malu dengan nyebarin video palsu itu? Sekarang kamu mau rebut pacarku secara terang-terangan?"

"Keizha!"

Galih menegur Keizha lagi dengan lebih keras. Aku mengangkat tangan agar cowok itu tidak melanjutkan ucapannya lagi.

"Aku nggak ngerti kenapa Kakak bisa ngomong gitu? Aku sama sekali nggak tau soal video Kakak yang kesebar itu."

"Nggak usah ngeles, deh!"

Sudah kuduga, Keizha tidak akan percaya dengan semua ucapanku.

"Kakak juga tau sendiri, aku baru dapet video itu pagi tadi dari Risa. Dan soal Galih, aku nggak pernah deketin dia. Dia justru nolongin aku lagi dari musuh Kakak yang kapan hari ngelabrak aku gara-gara Kakak ngerebut cowoknya."

"Jadi kamu mau nyalahin aku karena kamu dilabrak orang? Kamu emang pantes dilabrak!"

"Keizha, kita perlu ngomong berdua. Semua ini nggak ada hubungannya sama Dara. Dia justru dimusuhin banyak orang di kampus karena video itu."

"Kamu nggak usah belain dia. Makin nggak tau diri nanti."

"Kita harus ngomong. Berdua aja."

Galih menarik Keizha keluar rumah dan masuk ke rumahnya sendiri. Aku juga sempat melihat para tetangga kepo yang berdiri di depan rumah mereka untuk menonton kami. Bagus! Mereka pasti punya bahan gosip baru tentang diriku. Kalau saja aku artis, mungkin besok pagi namaku sudah ada di majalah dengan judul:

Seorang Artis Pendatang Baru Terlibat Percekcokkan dengan Kakak Tirinya Karena Memperebutkan Seorang Cowok Tampan yang Merupakan Tetangga Mereka.

Setelah Keizha dan Galih menghilang di balik pintu rumah cowok itu, aku masuk ke rumah. Akan kupastikan, besok Keizha lebih menderita dari hari ini.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top