Bab 11
▪︎ Happy reading
▪︎ Apabila berkenan silakan meninggalkan jejak
~~~
Aku berdiri di teras hendak membuka pintu, tetapi didahului oleh seseorang. Ternyata Keizha yang sudah siap dengan pakaian seksinya. Dia mengernyit dan menutup hidung saat melihatku. Aku pun ikut melihat diri sendiri. Baju yang tadi berwarna putih bersih, kini memiliki bercak berwarna merah, dan bau busuk menguar dari tubuhku. Kemudian, aku menatapnya sambil mengangkat alis.
"Bau banget, sih? Kamu habis ngapain? Terus itu kenapa ada darah segala?" tanya Keizha dengan mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah.
"Oh, ini. Aku tadi nolongin kucing mati di depan sana," jawabku seraya menunjuk ke arah kedatanganku.
"Apa yang mati?"
"Kucing. Kamu juga mau?"
"Mau apa?" tanyanya dengan menantapku ngeri.
"Mau mati?" Aku mengatakannya dengan datar, tanpa ekspresi.
Aku menikmati wajah Keizha yang menunjukkan kengerian. Dia memundurkan badan tanpa bergeser dari tempatnya berdiri. Aku makin bersemangat untuk menggodanya.
"Kamu tau? Kucing yang kutolong tadi jatuh dari atap. Darah dari kepalanya muncrat. Posisi tubuhnya tidak karuan. Kucing itu kejang-kejang sebelum akhirnya mati."
Wajah Keizha terlihat pucat, dia juga seperti sedang menahan mual dengan menutup mulut menggunakan tangan. Aku melihat keringat mulai menetes dari keningnya. Sungguh, aku sangat senang melihat wajah ketakutannya.
"Dasar aneh! Minggir, aku mau pergi."
Aku mengangkat bahu, lalu bergeser agar Keizha bisa lewat. Sebelum dia keluar pagar, aku memperingatinya.
"Oh, iya, Kak. Hati-hati dengan aktivitas malammu. Bagaimana kalo pacar atau orang tuamu tau apa yang kamu lakukan di luar sana setiap malam?" Aku bertanya setelah berbalik menatap punggung Keizha.
Sepertinya Keizha terkejut karena dia langsung berbalik menatapku. Aku hanya menyunggingkan senyum saat dia memelotot.
"Apa maksudmu barusan? Emang apa yang aku lakukan setiap malam?"
"Aku hanya mengingatkan. Kalo kamu nggak ngapa-ngapain nggak perlu ngegas gitu, dong. Santai!"
Aku langsung berbalik dan memasuki rumah. Aku juga masih bisa mendengar umpatan Keizha yang ditujukan untukku. Tiba di lantai dua, aku melihat Junior berdiri di depan kamarku. Pasti dia ingin memintaku untuk mengambilkan susu. Merepotkan!
"Kak Dara nggak apa-apa? Kok banyak darah?"
"Aku nggak apa-apa. Lebih baik kamu pergi ke kamar dan tidur. Aku capek, mau mandi terus istirahat."
"Kak, aku mau susu."
Aku menghela napas, menurunkan tangan yang berada di atas hendel pintu.
"Bisa nggak kamu nggak ngerepoti aku sekali aja? Aku capek. Mau istirahat. Kamu udah gede dan bisa ambil susu sendiri. Atau panggil aja Ibu."
Aku tidak memedulikan Junior lagi dan langsung masuk ke kamar. Aku juga tidak peduli jika dia menganggapku jahat. Mulai saat ini, aku putuskan untuk tidak mengalah lagi. Sudah cukup selama ini aku yang harus mengerti mereka, sekarang mereka yang harus mengerti aku.
Aku menghidupkan lampu kamar, lalu berdiri di depan cermin. Melihat baju dan rambutku yang kusut serta bercak berwarna merah memenuhi bajuku. Bayangan dua kucing yang bertengkar di atap dan salah satunya terjatuh hingga mati tadi masih sangat jelas dalam ingatanku. Aku tersenyum mengingat tubuh penuh darah dan tidak berdaya itu.
Setelah puas memandangi diri di depan cermin, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Sepertinya malam ini aku bisa tidur nyenyak dengan memimpikan rencana yang sudah kubuat. Aku tinggal menunggu kabar dari XXX setelah memberikan data diri Keizha. Tidak sabar menunggu hari esok.
"Kamu makin cantik, Dara. Makin seksi. Tubuhmu lebih menggiurkan dibandingkan dengan tubuh ibumu yang sudah renta itu."
"Jangan ngadu sama siapa pun tentang kejadian barusan. Ini bukan salahku. Kalo kamu nggak terlihat makin cantik dan seksi, aku juga nggak akan tergoda. Inget! Semua ini salahmu. Kalo kamu berani ngadu, aku pastikan hidupmu lebih hancur daripada ini. Dan ibumu yang tersayang itu bisa mati sia-sia."
Sialan! Aku terbangun dengan napas terengah. Ternyata tidurku tetap tidak bisa nyenyak seperti sebelum kejadian nahas malam itu. Ucapan laki-laki berengsek yang telah merenggut masa depanku terus terngiang dalam pikiran. Aku mengambil segelas air di meja, lalu meneguknya hingga tandas.
Kemudian, seperti malam-malam sebelumnya aku tidak bisa kembali tidur dan tetap terjaga hingga pagi. Aku turun dari kasur dan langsung bercermin. Benar saja, lingkaran hitam di bawah mataku makin lebar dan aku persis seperti mayat hidup.
Aku harus bergegas mandi dan bersiap pergi ke kampus. Sebelum itu, aku juga harus mencari pekerjaan paruh waktu yang baru. Memang sulit mencari pekerjaan paruh waktu untuk mahasiswa reguler sepertiku. Kerena aku hanya bisa bekerja pada pukul lima sore hingga sebelas malam. Pekerjaanku sebelumnya merupakan pekerjaan paling sempurna. Aku bekerja di sebuah tempat loundry yang buka selama 24 jam. Namun, karena lalai aku harus dipecat dari sana.
Setelah siap, aku segera turun dan keluar rumah sebelum Ibu dan laki-laki itu terbangun. Langkahku terhenti saat melihat Keizha baru masuk dalam kacau. Rambutnya dan riasannya berantakan. Matanya sayu dan tubuhnya terhuyung.
"Kak, kamu baru pulang? Ini udah pagi, loh. Nggak biasanya kamu pergi sampe pagi gini."
Bukannya menjawab pertanyaanku, Keizha justru mengumpat dan menabrak pundakku.
"Nggak usah ikut campur urusan orang. Kalo mau pergi, ya, pergi aja."
Aku mencium bau alkohol yang begitu pekat dari mulutnya. Aku menggeleng-geleng melihat Keizha berjalan sambil menabrak sesuatu yang dilewatinya. Tanpa memedulikannya lagi, aku tetap keluar rumah.
Berjalan menyusuri jalanan kompleks di pagi hari bisa memberi udara segar untuk paru-paruku. Aku sudah memesan ojol dan memutuskan untuk menunggunya di depan kompleks. Saat melewati tempat kucing yang mati semalam, aku sempat berhenti dan memejamkan mata. Suara erangan dari kedua kucing itu terdengar jelas di telingaku. Setelah beberapa saat, aku membuka mata kembali dan melanjutkan perjalanan.
Selama di kampus, aku terus mengecek ponsel untuk menunggu pesan dari XXX. Semalam, dia bilang akan memberiku informasi penting yang bisa mengubah hidupku. Aku sangat bersemangat sekaligus penasaran dengan informasi itu.
Tepat di depan kampus, aku menerima notifikasi baru di ponsel. Aku segera membukanya dan menemukan sebuah pesan dari XXX. Isinya berupa video. Penasaran, aku langsung mengunduh video tersebut. Sebelum memutar, aku menarik napas dalam, lalu mengembuskannya.
Aku memelotot saat melihat seseorang yang kukenal berada dalam video tersebut. Video yang merekam kegiatan ranjang dua orang laki-laki dan perempuan. Aku langsung menutup ponsel dan melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada yang memergokiku menonton video dewasa itu. Setelah merasa aman, aku memutar kembali video tersebut dan memastikan jika perempuan di dalamnya adalah saudari tiriku.
Sempurna! XXX benar-benar menepati janji untuk memberikan informasi penting. Aku tersenyum puas. Kini, hidup Keizha ada dalam genggamanku.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top